BAB 2 LANDASAN TEORI Teori Umum Definisi...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI Teori Umum Definisi...
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Definisi Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang sudah tentu merupakan sesuatu yang
penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi telah ada di dunia ini sejak zaman
dahulu karena komunikasi merupakan alat untuk berinteraksi dengan orang lain
sehingga kebutuhan antara manusia dapat terpenuhi. Dewasa ini pengertian dari
komunikasi sangatlah banyak dari para ahli, karena terdapat beberapa perspektif
dalam mengartikan komunikasi. Dalam Wursanto, Wexley dan Yukl mengatakan:
“communication can be defined as the transmission of information
between two or more persons”. (Wursanto, 2003, p. 152).
Hal tersebut memilikiarti bahwa komunikasi adalah pengiriman informasi antara dua
orang atau lebih. (Wursanto, 2003, p. 152). Selain itu Gode dalam Verdainsyah
(2004) menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses yang semula dimiliki
seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki dua orang atau lebih
(Verdiansyah, 2004, p. 9).
John Fiske mengatakan bahwa terdapat dua mahzab utama dalam ilmu
komunikasi, yaitu pertama kelompok yang melihat komunikasi sebagai transmisi
pesan yang memiliki fokus pada bagaimana pengirim dan penerima mengirimkan
dan menerima pesan, yang kedua ialah kelompok yang melihat komunikasi sebagai
produksi dan pertukaran makna yang berfokus pada bagaimana pesan atau teks
berinteraksi dengan manusia didalam rangka untuk memproduksi makna sedangkan
10
kesalah pahaman lebih dititik beratkan pada perbedaaan budaya antara pengirim dan
penerima. (Fiske, 2012, p. 3).Hal ini jelas merupakan hal yang berbeda meskipun
sama-sama menggunakan pesan. Yang pertama berorientasi pada transmisi pesan
atau perpindahan pesan dan terlihat lebih sederhana sedangkan yang kedua
menganggap bahwa pesan itu sendiri yang berinteraksi dengan manusianya dan
pesan dimaknai sendiri oleh penerima berdasarkan budaya yang melatar
belakanginya. Model komunikasi pada mahzab yang pertama dikemukakan oleh
Shannon dan Weaver pada tahun 1949 yang memandang komunikasi sebagai
transmisi pesan (Fiske, 2012, p. 9).Model komunikasi Shannon dan Weaver terlihat
sederhana karena mereka melihat pesan dikirimkan melalui pesawat telepon dan
terdiri dari 1) sumber informasi (Information Source); 2) pesan atau sinyal
(message/signal); 3) saluran (Channel) dan 4) penerima atau tujuan
(receiver/destination) (Morissan, 2008, p. 42).
Berbeda dengan konsep komunikasi Schramm, konsep komunikasi yang ia
miliki merupakan konsep komunikasi dua arah(two-way-process) yaitu pengirim dan
penerima pesan melakukan komunikasi dalam konteks kerangka acuan(frame of
reference), hubungan dan situasi sosial mereka masing-masing (Morissan, 2008, p.
43)
11
gambar 2.1
Model komunikasi Schramm
Model komunikasi ini menggambarkan suatu proses yang dinamis yaitu
pesan ditransmisikan melalui proses encoding dan encoding dari encoder(sumber)
dan decoder (Penerima), yang musti dicatat adalah model ini menempatkan sumber
dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat (Wiryanto, 2004, p. 18).
Didalam bukunya, Morissan menjelaskan mengenai delapan elemen komunikasi
(Morissan, 2008, p. 43) antara lain:
1. Sumber
Komunikasi diawali dari pengirim pesan itu sendiri atau sumber pesan,
dimana sendermerupakan pembuat konsep pesan yang kemudian akan
dikirimkan kepada penerima yang terdiri dari individu, kelompok atau
bahkan organisasi (Morissan, 2008, p. 44).
2. Encoding
Dominick dalam Morissan (2008) mengutarakan bahwa encoding adalah
suatu kegiatan yang dilakukan sender dalam menerjemahkan pikiran serta
ide kedalam bentuk yang dapat diterima indra (Morissan, 2008, p. 45).
12
3. Pesan
Dominick mengartikan pesan dalam Morissan (2008) : “ the actual
physical product that the source encodes” . pesan adalah sebagai produk
jadi yang telah melalui proses encode dari sumbernya itu sendiri
(Morissan, 2008, p. 46).
4. Saluran
Saluran/channel adalah jalan yang dilalui pesan untuk sampai dan
diterima oleh penerima pesan. Pesan dapat sampai dengan berbagai
media, sebagai contoh gelombang radio yang membawa kata-kata yang
diucapkan penyiar kepada pendengarnya (Morissan, 2008, p. 47).
5. Decoding
Dominick dalam Morissan (2008) mengutarakan bahwa decoding adalah
merupakan kegiatan yag berlawanan dengan proses encoding yaitu
kegiatan untuk menterjemahkan atau melakukan interpretasi pesan-pesan
fisik kedalam suatu bentuk sehingga memiliki arti bagi penerima pesan
tersebut. (Morissan, 2008, p. 48)
6. Penerima
Penerima pesan dapat berupa individu, kelompok, lembaga atau suatu
kumpulan besar manusia yang tidak mengenal satu sama lain dan
penerima pesan tersebut dapat ditentukan oleh source/sumber yang
mengirimkan pesan tersebut. (Morissan, 2008, p. 48)
7. Feedback
Feedback atau bisa disebut dengan umpan balik merupakan tanggapan
dari penerima pesan yang melakukan pengubahan pesan selanjutnya yang
akan disampaikan sumber dan menjadi tempat perputaran arah dari arus
13
komunikasi, umpan balik tersebut sangat berguna untuk untuk sumber
bilamana terdapat pertanyaan dari si penerima pesan (Morissan, 2008, p.
50).
8. Gangguan
Gangguan atau noise merupakan sesuatu yang mengintervensi proses
pengiriman pesan. Gangguan tersebut dapat berupa beberapa gangguan,
antara lain:
a. Gangguan semantik
gangguan karena orang yang melakukan komunikasi kegiatan
komunikasi memiliki perbedaan dalam mengartikan kata atas kata-
kata yang sama (Morissan, 2008, p. 52).
b. Ganguan mekanik
gangguan yang terjadi akibat ada kendala teknis pada alat komunikasi
yang digunakan untuk berkomunikasi (Morissan, 2008, p. 52).
c. Gangguan lingkungan.
Gangguan karena ada faktor yang berasal dari luar elemen-elemen
komunikasi yang sudah dijelaskan sebelumnya (Morissan, 2008, p.
53).
Peneliti menarik kesimpulan dari penjabaran teori diatas, yaitu Komunikasi
adalah proses pertukaran informasi antara dua orang atau lebih dan terdapat
gangguan yang dapat mengganggu jalannya proses komunikasi. hubungan dengan
penelitian ini adalah, kegiatan CSR memiliki kaitan dengan komunikasi khususnya
komunikasi yang dilakukan persuahaan kepada stakeholder yang dituju.
14
2.1.2 Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok menurut Michael Burgoon dalam Wiryanto, adalah
merupakan interaksi secara tatap mukan antra tiga orang atau lebih dengan memiliki
tujuan yang telah diketahui antara lain berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan
masalah, yang mana anggota tersebut dapat mengingat karakterisitik pribadi anggota-
anggotanya yang lain dengan tepat. (Wiryanto, 2004, p. 47). Sedangkan menurut
Goldberg dalam Wiryanto adalah suatu bidang studiyang menitikberatkan tidak
hanya pada proses kelompok secara umum, nsmun pada perilaku komunikasi tiap
individu pada tatap muka kelompok diskusi kecil. (Wiryanto, 2004, p. 47).
Peneliti menarik kesimpulan bahwa komunikasi kelompok menggunakan
tatap muka dan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu suatu kelompok.
Hubungannya dengan penelitian ini adalah, kegiatan CSR yang dilakukan Pertamina
melakukan komunikasi kelompok karena untuk mencapai tujuan tertentu.
2.1.3 Definisi Humas
Public relations dalam dunia saat ini memiliki banyak sebutan atau isitilah,
antara lain, humas(Hubungan Masyarakat) corporate communication (komunikasi
korporat), corporate relation (hubungan korporat), Corporate Affairs (hubungan
korporat), Corporate public affairs (hubungan public perusahaan), corporate
marketing and communication (pemasaran dan komunikasi perusahaan), corporate
secretary (hubungan perusahaan), public affairs(hubungan publik)danlain-
lain.(Ardianto & Machfudz, 2011, p. 4).Humas memiliki pengertian dan definisi
yang cukup banyak menurut Joseph Dominick, menurutnya pernah ada upaya untuk
mengumpulkan berbagai definisi mengenai humas hingga mencapai lima ratus
definisi (Morissan, 2008, p. 7). L. Berney dalam Morissan melakukan definisi
terhadap humas yaitu sebagai berikut: “Inducing the public to have understanding
15
for and goodwill”. Dalam bahasa Indonesia itu berarti membujuk publik untuk
memiliki pengertian yang mendukung serta memiliki niat baik (Morissan, 2008, p.
6).Selain itu definisi yang lain dikemukakan oleh Jefkins yang dikutip dalam buku
Manajemen Public Relations Strategi Menjadi Humas Profesional, yaitu “sesuatu
yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun
keluar antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian” (Morissan, 2008) .
Seperti yang dijabarkan diatas salah satu nama lain dari humas adalah Public
Relations. Sukatendel dalam Soemirat dan Ardianto mendefinisikan Public Relations
adalah metode komunikasi untuk menciptakan citra positif dari mitra organisasi atas
dasar menghormati kepentingan bersama (Ardianto & Machfudz, 2011, p. 2).Pakar
PR dan komunikasi yaitu Scot M Cutlip dan Allan Center juga memiliki definisi
terhadap PR itu sendiri yaitu, Sebuah upaya yang dilakukan secara terencana untuk
mempengaruhi opini publik melalui karakter yang baik dan kinerja yang bertanggung
jawab, yang didasarkan pada komunikasi dua arah yang memuaskan kedua belah
pihak. (Iriantara, 2010, p. 5)
Untuk lebih jelas dan tidak hanya memutar-mutar dalam banyaknya definisi
mengenai humas, berikut ini adalah pandangan Dominick mengenai hal-hal yang
mencakup humas (Morissan, 2008, pp. 8-9):
1. Humas memiliki kaitan dengan Public opinion.
Humas berupaya untuk mengumpulkan informasi dari khalayak,
menginterpretasiinformasi lalu melaporkan kepada manajemen dan pada
sisi yang lainnya humas berupaya untuk mempengaruhi opini publik agar
memberikan opini yang positif.
16
2. Humas memiliki kaitan dengan komunikasi
Humas harus menjadi saluran bolak-balik antara organisasi dan
khalayaknya dan menjelaskan mengenai tindakan perusahaan kepada
khalayak yang berkepentingan dengan organisasi.
3. Humas adalah fungsi manajemen.
humas berfungsi untuk menetapkan tujuan perusahaan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungan. Selanjutnya humas harus memberikan saran
secara rutin kepada manajemen, memiliki kegiatan yang terencana, dan
mengorganisir serta mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan
tersebut.
2.1.4 Stakeholder Humas
Humas dalam melakukan tugasnya tentunya memiliki sasaran yang akan
dituju. Sasaran tersebut biasa disebut dengan stakeholderatau para pihak yang dalam
hal ini biasa disamakan dengan publik pada organisasi (Iriantara, 2010, p. 7).
Rhenald Kasali dalam Iriantara (Iriantara, 2010, p. 7) menjelaskan arti dari pihak,
yaitu “setiap kelompok yang berada didalam maupun diluar perusahaan yang
mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan”.Artinya, pihak atau
stakeholder tersebut terdiri dari yang berada didalam (internal) maupun yang berada
di luar (eksternal) perusahaan.Khalayak internal organisasi misalnya karyawan dan
keluarga karyawan, sedangkan eksternal yaitu khalayak yang berada diluar
organisasi misalnya masyarakat sekitar, konsumen, pemerhati lingkungan, investor
dan lain-lain (Morissan, 2008, p. 10).Humas dituntut untuk memiliki latar belakang
atau pengetahuan tertentu untuk dapat berkomunikasi dengan khalayak karena humas
sudah harus memilih segmen masyarakat tertentu untuk lebih mengefektikan
penerimaan pesan oleh targetnya (Morissan, 2008, p. 10).
17
Penulis memiliki kesimpulan bahwa stakeholder Humas antara lain terdiri
dari internal dan ekternal. Internal merupakan stakeholder yang berasal dari dalam
perusahaan dan eksternal merupakan stakeholder yang berada diluar perusahaan.
Hubungan dengan penelitian ini adalah, CSR selaku salah satu kegiatan Humas
untuk membangun citra memiliki stakeholder yang mereka tuju untuk melakukan
kegiatan komunikasi.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Pengertian Citra
Citra adalah hal yang selalu dibentuk oleh sebuah perusahahaan. Orang yang
baik akan memiliki citra yang baik.Mackiewiczmengatakan bahwa citra korporasi
yang kuat adalah asset yang penting dalam era kompetisi tanpa batas. (Oliver, 2007,
p. 51)Menurut Soemirat, citra adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah
perusahaan, seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas (Soemirat 2010, 113).
Menurut pendapat Canton , citra merupakan kesan perasaan, gambaran diri publik
terhadap perusahaan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau
organisasi (Ardianto & Machfudz, 2011, p. 106). Citra itu tidak memiliki bentuk
wujud jadi citra hanya berupa kesan ide atau konsep. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dalam buku “Efek Kedermawan Pebisnis dan CSR”, yaitu: “Citra adalah
sebuah gambaran mental akan sesuatu yang sebenarnya tidak ada, kesan, sebuah
konsepsi mental yang dipegang oleh anggota dari sebuah grup dan simbolis dari
perilaku dasar dan orientasi, ide dan konsep”. (Ardianto & Machfudz, 2011, p. 107).
Citra juga erat kaitannya dengan media yang menyebarkan pesan pencitraan kepada
khalayak khusunya media massa. Citra merupakan gambaran yang bersifat umum
18
yang diperhitungkan melalui media massa.Citra memiliki beberapa jenis, antara lain
menurut Jefkins(Jefkins, 2004, p. 20):
1. Citra bayangan(mirror image), citra bayangan adalah hal yang melekat pada
orang dalam atau anggota organisasi mengenai anggapan yang dilihat oleh
pihak luar terhadap orgnisasi.
2. Citra kini(current image), Citra saat ini adalah pandangan yang dianut oleh
pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
3. Citra yang diharapkan (wish image), Citra yang diharapkan adalah citra yang
diharapkan oleh manajemen atau organisasi terhadap produk dan
perusahaan dimata masyarakat.
4. Citra Perusahaan(Corporate image), Citra perusahaan merupakan sosok
perusahaan menurut tujuannya yang dapat dilihat dan diterima masyarakat
sebagai suatu yang positif. Citra ini tidak dilihat hanya dari produk atau
pelayanannya, namun secara keseluruhan organisasi.
5. Citra majemuk(multiple image), citra ini merupakan gabungan dari
bermacam-macam citra yang ditimbulkan dari banyaknya komponen
perusahaan.
Berdasarkan Penjabaran diatas mengenai pengertian citra, Penulis memiliki
kesimpulan bahwa citra adalah sesuatu pandangan yang bisa dirasakan oleh orang
lain atau masyarakat dan tidak berwujud mengenai seseorang, sesuatu atau lembaga
secara garis besar. Hubungan Citra dengan penelitian ini adalah bahwa kegiatan CSR
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk membentuk citra positif dimata
masyarakat.
19
2.2.2 Membangun Citra
Didalam suatu perusahaan, ada yang bertugas untuk membentuk pencitraan
dari perusahaan tersebut.Tugas tersebut biasanya diambil oleh peran Humas atau
Public Relations dengan strategi yang mereka miliki.Sebagai contoh perusahaan
ingin dipandang sebagai perusahaan yang ramah lingkungan, dalam hal ini peran
Humas atau PR sangat besar karena sesuai dengan nama mereka yaitu Hubungan
masyarakat atau Public Relations yang senantiasa melakukan pendekatan dengan
masyarakat. Membangun Citra juga memiliki beberapa tahap strategi, dalam buku
Opini Publik yang ditulis oleh Helena Olii terdapat langkah-langkah membangun
citra lewat opini publik. Hal ini tergantung dari situasi perusahaan dan posisi saat ini,
langkah-langkah tersebut antara lain (Olii, 2007, p. 108):
1. Membentuk Citra baru
Bila citra baru sebuah perusahaan belum terbentuk, disinilah tugas dari
Humas yang akan memperkenalkan. Dalam penyebaran pesan tersebut,
Publikasinya dapat melalui selebaran (news release), iklan, surat kabar
radio dan televisi.Memperkenalkan diri kepada khalayak merupakan
strategi komunikasi yang mutlak dan harus dilakukan.Membentuk baru
lebih mudah dibandingkan apalagi untuk produk yang baru keluar dan
belum memiliki pesaing. Menurut James Lull, televisi itu sangat
dianjurkan untuk membentuk citra baru. Selain itu menjalin kerja sama
dengan tokoh-tokoh panutan masyarakat dan mengadakan aktifitas
bersama dengan institusi lain yang memiliki reputasi baik juga strategi
yang baik dalam membangun citra baru. (Olii, 2007, p. 108).
20
2. Mempertahankan Citra yang Sudah Terbangun
Mempertahnkan citra adalah kegiatan selanjutnya setelah citra tersebut
terbangun.Dalam hal ini, mempertahankan citra lebih sulit dibandingkan
membangunnya. Karena setelah citra terbangun biasanya akan muncul
pesaing lain dalam berkompetisi. Dalam hal mempertahankan citra,
pesan yang kita buat dan yang disusun tidak terkesan ambisius dan
mengundang konflik seperti maencari musuh.James Lull juga
menyatakan, dalam hal ini agar mempertimbangkan unsur budaya.(Olii,
2007, p. 109)
3. Memperbaiki Citra yang Terpuruk
Dalam Dalam situasi citra yang terpuruk, perusaaan tidak bisa
menggunakan pembelaan diri.Meski menggunakan bahasa yang halus,
argumentasi yang kuat dan data pendukung sekalipun. Prasangka yang
negatif tidak bisa memaksakan diri untuk mengatakan warna
sebenarnya.Untuk meredakan hal tersebut, diam adalah tindakan yang
paling tepat, untuk minimal menurunkan tensinya karena publik memiliki
titik kejenuhan dalam mengikuti opini publik dan bisa beralih kepada
opini publik lainnya.Setelah melakukan strategi tersebut, barulah strategi
berkomunikasi dengan publik disusun, antara lain:
a. Penggolongan posisi individu dalam kelompok, dan mencari panutan
(references group) didalam kelompok tersebut karena biasanya orang
atau kelompok ini lebih dapat dipercaya. Dalam keadaan yang tidak
baik ini mereka digunakan atau diminta berbicara.
21
b. Memilih kegiatan yang lebih bersifat kemanusiaan, sebagai contoh
kegiatan kelestarian lingkungan, kegiatan amal, kegiatan pendidikan
dan lain-lain. (Olii, 2007, p. 110).
4. Menguatkan Citra Karena Kekuatan Pesaing
Menguatkan citra karena kekuatan pesaing harus dilakukan secara
bijak.Citra bisa juga menurunkan popularitas karena kuatnya citra
pesaing yang yang mendapatkan dukungan publik lebih besar.Dalam
keadaan seperti ini biasanya keadaan lebih emosional, namun pada
dasarnya respon emosional yang dilakukan bisa berakibat memperparah
kondisi citra. Masyarakat tidak akan suka apabila menjelek-jelekan
lawan. (Olii, 2007, p. 111).
5. Mempertahankan Citra Ketika Berada di Puncak
Popularitas dapat menentukan kepuasan, popularitas yang tinggi atau
citra yang baik dapat menaikkan minat publik.dalam mempertahankan
citra sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Peninjauaan terhadap informasi yang akan keluar, hal ini
dimaksudkan supaya konsumen mengetahui dengan baik produk
tersebut.
b. Citra yang diatas berarti konsumen membeli produk atas kesadaran
mereka.
c. Bahan dasar untuk menciptakan citra tersebut harus diteliti agar bisa
diketahui faktor-faktor yang mebuat produk berada diatas.
d. Kalau citra berada diposisi permanen, Konsumen harus diingatkan
bahwa keberadaan produk sangat dihargai. (Olii, 2007, pp. 112-113).
22
Penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa cara untuk membangun citra,
tergantung dari posisi perusahaan tersebut saat ini. Hubungannya dengan penelitian
ini adalah Pertamina melakukan kegiatan membangun citra dengan menggunakan
fungsi CSR mereka. Oleh karena itu konsep mengenai membangun citra haruslah
digunakan dalam penelitian ini.
2.2.3 Pengertian Corporate Social Responsibility
Perusahaan saat ini bukan dihadapkan bukan hanya dalam mencari
keuntungan semata, keberhasilan mereka dilihat juga dari sejauh mana kepedulian
perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.(Rahmatullah & Kurniati, 2011, p.
1). Kenapa hal itu bisa terjadi, karena kehadiran perusahaan harus dapat dilihat
memiliki dampak sosial lingkungan sebagai parameter untuk mengetahui apakah
perusahaan sebagai komunitas baru berdampak postif atau negatif terhadap
komunitas lokal (Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 2). CSR itu sendiri memiliki
kepanjangan Corpotate Social Responsibility, Rahmatullah dan Trianita
menjabarkan nama lain dari CSR adalah tanggung jawab sosial (Rahmatullah &
Kurniati, 2011, p. 2).
Ada beberapa Definisi dari CSR, mengutip dari WBCSD (World Business
Council) definisi dari tanggung jawab sosial adalah “komitmen berkelanjutan
kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada
pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan
keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan” (Iriantara,
2010, p. 49).CSR is about capacity building for sustainable likelihood. It respect
cultural differences and finds the business opportunities in building skills of
employees, the community and the government”, yang artinya,CSR adalah tentang
membangun kapasitas yang kemungkinan berkelanjutan dan menghargai perbedaan
23
budaya dan menemukan peluang-peluang bisnis dalam membangun keterampilan
para karyawan, komunitas, dan pemerintah. Hal ini dikutip oleh Ardianto dan
Mahfudz pada bukunya dari Nor Hadi (Ardianto & Machfudz, 2011, p. 37). Selain
itu definisi yang dikemukakan oleh Mark Goyder mengenai CSR adalah bentuk
tindakan terhadap luar corporate memiliki kaitan yang erat dengan lingkungan
seperti komunitas lokal dan lingkungan alam, atau bagaimana corporate memenuhi
kebutuhan komunitas sekitarnya serta nilai CSR yang tertanam adalah nilai corporate
yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkkan tindakan-tindakan yang sesuai
dengan keadaan sosial terhadap komunitas. (Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 5).
Tanggung Jawab Sosial juga memiliki tujuan, terdapat tiga alasan penting
mengapa CSR harus direspon oleh kalangan dunia usaha, sebagaimana diungkapkan
Wibisono dalam Rahmatullah dan Trianita antara lain (Rahmatullah & Kurniati,
2011, p. 7):
1. Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat, dan harus menyadari
bahwa perusahaan beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat.
Kegiatan sosial dari sebuah perusahaan menjadi sebuah kompensasi
kepada masyarakat karena perusahaan kadang perusahaan bersifat
ekspansif dan eksploratif yang menimbulkan ketidaknyamanan pada
masyarakat.
2. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, kalangan bisnis
sebaiknya memiliki simbiosis saling menguntungkan dengan masyarakat.
Perusahaan dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat, sehingga tercipta hubungan harmonis bahkan bisa
mendongkrak citra dan performa persuahaan.
24
3. Kegiatan CSR adalah salah satu cara untuk meredam atau bahkan
menghindari konflik yang bisa berasal dari dampak operasional
perusahaan atau kesenjangan structural dan ekonomis yang timbul antara
perusahaan dan masyarakat. (Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 7)
Berdasarkan definisi diatas, penulis menarik kesimpulan mengenai pengertian
CSR.CSR merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan yang merupakan
kewajiban korporasi untuk melakukan tanggung jawab kepada khalayak dan
memiliki manfaat untuk membangun citra positif dimata masyarakat.
2.2.4 Tahapan Pelaksanaan CSR
Saat ini kegiatan CSR lebih menggunakan kegiatan Community Development
atau pemberdaaan masyarakat karena mendekati empowerment dan sustainable
developmentdengan kata lain perusahaan telah memiliki visi pengembangan
masyarakat yaitu memberdayakan masyarakat, bekerja sama dengan stakeholder agar
menjadi berdaya dan mandiri serta tumbuh menjadi agen perubahan sosial yang
efektif dilingkungannya (Rahmatullah & Kurniati, 2011, pp. 70-71).
Berikut ini merupakan tahapan pelaksanaan CSR menurut Adi dan Huraeroh
(Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 70):
Gambar 2.2 Tahapan pelaksanaan CSR
Assessment
Plan of Treatment
Monitoring and
Evaluation
Treatment of Action
After Care
Termination
25
1. Assesment
Proses Assessment dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau
kebutuhan yang dirasakan dibutuhkan (felt needs) atau kebutuhan yang
diekspresikan (expressed needs) dan juga sumberdaya yang dimiliki oleh
komunitas sasaran. Masyarakat dilibatkan secara aktif agar mereka dapat
mengutarakan permasalahan yang benar-benar keluar dari pandangan
mereka sendiri.Dalam menganalisa masalah tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai teknik, baik itu dengan pendekatan
kualitatif atau kuantitatif.(Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 70)
2. Plant of Treatment
Menurut Huraerah dalam buku Panduan Praktsi Pengelolaan CSR ,Plant
of treatment biasa juga disebut dengan rencana tindakan. Rencana
tindakan harus memiliki keterhubungan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan dan penanganan masalah yang dirasakan
masyarakat.(Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 76). Hasil kajian dan
potensi masyarakat dijadikan sebagai bahan untuk menyusun rencana
kegiatan sederhana, jelas dan realistis serta benar-benar dapat dilakukan
oleh masyarakat (Rahmatullah & Kurniati, 2011, pp. 77-78)
3. Treatment of Action
Treatment of action adalah tahap pelaksanaan CSR, menurut Adi dalam
Rahmatullah dan Kurniati (2011) tahap ini merupakan tahap yang paling
krusial karena perencanaan yang telah dilakukan dengan baik akan dapat
menyimpang bila tidak terdapat kerjasama antara masyarakat, fasilitator
maupun antar warga(Rahmatullah & Kurniati, 2011). Agar masyarakat
merasa memiliki program dan dengan sukarela melaksanakan setiap
26
tahap kegiatan, dibutuhkan peran aktif kader lokal atau relawan lokal
yang berasal dari unsur masyarakat itu sendiri (Rahmatullah & Kurniati,
2011, p. 79)
4. Monitoring and Evaluation
Monitoring merupakan tahap pemantauan yang dilakukan secara terus
menerus terkait proses pelaksanaan program CSR sedangkan evaluation
adalah menilai secara keseluruhan apakah pelaksanaan program CSR
tersebut dilakukan sesuai dengan rencana atau ketentuan yang telah
disusun sebelumnya (Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 79).
5. Termination
Dalam tahap ini program akan dilakukan pemutusan secara formal pada
masyarakat penerima kegiatan CSR, hal ini sangat penting karena
perusahaan seringkali melupakan proses terminasi sehingga program
yang seharusnya mengatasi masalah malah menjadi pemanjaan dengan
membuat masyarakat tergantung kepada program atau bantuan
perusahaan. (Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 84)
6. After Care
Program CSR secara formal sudah berakhir, dalam tahap ini sebaiknya
staf CSR masih mengunjungi secara berkala dan memantau proses
pengalihan mandate program kepada masyarakat.(Rahmatullah &
Kurniati, 2011, p. 85)
27
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Jurnal Internasional
1. The strategic nature of Corporate Social Responsibility: the role of
communication
Oleh: Rob van der Rijt, M.A
Prof. Dr. Hans Hoeken
Prof. Dr. Tinie Kardol
Tahun: 2011
Pada penelitian terdahulu Schuyt dalam jurnal Rijt, Hoeken, & Kardol, 2011,
p.2)mendefinisikan filantropi sebagaiusaha sukarela memberikankontribusi (dengan
uang, barang dan waktu) kepada suatu masalah dengantujuan utama
untukmeningkatkan minat komunal.Dari kasus terdahulu, sebagai bagian dari
kebijakan CSR, Rabobank mendirikan Yayasan Rabobank. Denganuang, keahlian
dan pengalaman Yayasan ini mendukung lembaga keuangan mikro di negara
berkembang. Kegiatan BankdisiarkanTVcommercialsdan iklan di majalah
untukmenginformasikantarget nya tentangdukungan dari lembaga-lembaga keuangan
mikro. Dengan berkomunikasi dan menyorot tentang Tanggung jawab filantropis,
bank tersebutbisa memperkuat posisi yang ada sebagaibank yang memiliki perbedaan
dengan Bank lain. Menurut Van Riel dalam jurnal (Rijt, Hoeken, & Kardol,
2011)tata letak teks, pilihan kata dan termasukmateri foto sehingga dapat disesuaikan
dengan gaya korporasi, dengan cara itumemperkuat citra perusahaan. Sebuah citra
perusahaan yang lebih kuat bisamemastikan bahwa nilai-nilai misi dan brand yang
lebih konsisten dikomunikasikan kepadapemangku kepentingan, sehingga dapat
meningkatkan posisi strategis korporasi.
28
Menurut Morsing & Schult dalam jurnal Sebuah perusahaan juga dapat
melakukan kontrol pada komunikasi, denganmengembangkankomunikasi bersama
dengan pemangku kepentingan penerima.Denganmewujudkankomunikasi tentang
kegiatan filantropi bersama-sama,misalnyadenganmenerbitkansiaran pers bersama,
atau denganco-writermenulis sebuah artikel di jurnal, adalah mungkin untuk lebih
beradaptasi dengan preferensi dari target audiens. Pesan tentang tanggung jawab
sosial lebih kredibel untuk masyarakat umum adalah ketika mereka dikomunikasikan
oleh sumber independen.
Dalam jurnal (Rijt, Hoeken, & Kardol, 2011) Simmons & Becker-Olsen
mengatakan bahwa memberikan Donasi kepadasesuatu yang melengkapi merek
perusahaan berdasarkan nilai-nilai, misi dan
tujuan Perusahaan, dapat meningkatkan posisi strategis. Contohnya adalah,
kontribusi TNT untuk Program Pangan Dunia PBB membuat TNT banyak
dibicarakan secara lisan maupun di atas kertas yang memberikan banyak kontribusi
untuk TNT, yaitu reputasi positif dan pengenalan merek.
Berdasarkan jurnal tersebut, hubungan Penelitian terdahulu tersebut dengan
penelitian ini adalah karena kegiatan CSR dapat mengangkat citra bila dilakukan
dengan strategi yang tepat.Jurnal tersebut memiliki hubungan dengan penelitian ini
dalam hal penggunaan CSR sebagai kewajiban tanggung jawab sosial dan sebagai
salah satu pembentukan citra perusahaan.
2. Strategic Corporate Social Responsibility Management for Competitive
Advantage
Oleh: José Milton de Sousa Filho
Lilian Soares Outtes Wanderley
29
Carla Pasa Gómez
Francisca Farache
Tahun: 2009
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari jawaban atas
pertanyaanberikut:"Bagaimana strategi tanggung jawab sosial menciptakan
keunggulan kompetitif?". Untukmenjawab pertanyaan ini, reviewliteratur dilakukan
dan studi kasus diperiksa. Mengenai hubungan antara tanggung jawab sosial, strategi
perusahaan dan keunggulan kompetitif, informasi yang tersedia dapatdigunakan oleh
perusahaan yang berniat untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Namun, ada
banyak faktor yangmempengaruhi hubungan ini, seperti nilai-nilai organisasi,
hubungan denganpemangku kepentingan,lingkungan eksternal dan konteks
kompetitif, sumber daya internal, ideologi manajemen puncakdan harapan
masyarakat. Faktor-faktor ini harus ditangani dalam studi empiris mencari masa
depan untukmemahami pengaruh yang mengatur manajemen strategis tanggung
jawab sosial.Sebuah kerangka kerja untuk strategi tanggung jawab sosial perusahaan
dirancang sebagai konsekuensi daripengembangan pertanyaan utama, mengingat
elemen dasar dari nilai-nilai,pemahaman tentanghubungan dengan dan pentingnya
pemangku kepentingan, analisis sumber daya internal dan keterampilan,peluang
dalam lingkungan eksternal dan struktur industri. Keunggulan kompetitif yang
berasaldari tanggung jawab sosial dapat dilihat melalui pengaruh langsung sumber
daya, menciptakanpeningkatan reputasi dan citra, retensi orang yang luar biasa,
motivasi karyawan,nilai agregat, kinerja ekonomi yang lebih baik yang disediakan
oleh tanggung jawab sosial sejalan dengan strategi perusahaan, proyek yang inovatif
dan efisien, kinerja lingkungan yang lebih baik, baik sosialkinerja dan perbaikan
30
dalam tata kelola perusahaan. Elemen tersebut adalah sumber daya tak berwujud,
merekajarang tak tergantikan, tak ada bandingannya dan berharga.Akhirnya, menurut
Husted dan Salazar, strategi CSR menyelesaikan ketegangan antaratujuan sosial dan
profitabilitas, dalam hal ini masyarakat dan pemegang saham berharap hasilnya
positif. Dengan demikian, penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan
tindakan strategis tanggung jawabsosial yang dapat membawa hasil yang positif baik
secara ekonomi maupun sosial, sehingga menyelesaikan masalah tujuan sosial
organisasi.Karena perluasan bidang tanggung jawab sosial, topik lebih lanjut harus
ditangani denganniat menambah studi saat ini. Para penulis menunjukkan adanya
asosiasi yang intensantara tanggung jawab sosial, strategi perusahaan dan
keunggulan kompetitif(Filho , Wanderley, Gomes, & Farache, 2009, p. 306).
Dalam jurnal tersebut, memperlihatkan adanya asosiasi yang intens antara
strategi CSR dengan keunggulan kompetitif. Hubungannya dengan penelitian ini
adalah, strategi yang baik dari sebuah perusahaan akan mengakibatkan hasil yang
positif baik secara ekonomi maupun sosial, sehinggamenyelesaikan masalah tujuan
sosial organisasi.
3. The effect of Corporate Social Responsibility (CSR) initiatives on consumers’
identification with companies
Oleh: Yuan-Shuh Lii
Tahun: 2010
Tujuan dari inisiatif CSRdalam bentuk sponsorship,filantropi dan CRM
adalah untuk mengasosiasikansebuah perusahaan dengan beberapa objek untuk
meningkatkan identifikasi nasabah.Filantropi memfasilitasi transferidentifikasi
positif dari obyek ke objectassociated merek yang lebih baik daripada sponsor atau
CRM. Artinya, konsumen bereaksi lebih baik terhadap perusahaan yang
31
menyumbangkan uang dalam jumlah besar untuk tujuan / NPO langsung daripada
mereka yang melakukan lebih langsung pendekatan sponsor dan CRM.
Dibandingkan dengan, filantropi dan sponsorship, CRM tampil buruk padaevaluasi
konsumen. Ini intuitif yang wajar,mengingat bahwa CRM memerlukan konsumen
untuk melakukan pembelian, manfaat yang jelas bagi perusahaan, sementara
filantropi dansponsorship tidak memerlukan konsumen untuk melakukan usaha
apapun. Sehubungan dengan bentuk lain dari CSR, CRMkampanye lebih mungkin
untuk dilihat dengan kecurigaan,mengingat bahwa kampanye ini sering eksplisit
karena dikaitkan dengan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan (Lii, 2010, p.
1647).
Hubungan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini sama-
sama mengenai CSR yang didalamnya terdapat salah satu jenis kegiatan CSR yang
disebutkan diatas.
2.3.2 Jurnal Nasional
1. Penerapan Corporate Social Responsibility dengan Konsep Community
Based Tourism
Oleh: Linda Suriany
Tahun: 2008
Vol: VOLUME 5, NOMOR 1
CSR juga merupakan tindakan tanpa pamrih yang berarti bukan suap
terselubung untuk keamanan berjalannya bisnis. CSR dalam program–programnya
haruslah melihat ke depan dengan melihat kesempatan hidup generasi mendatang.
Oleh karena itu, program–program CSR bukanlah program karitatif berjangka
pendek.CSR juga merupakan upaya mengatasi kondisi sosial, jadi program–program
32
yang dilaksanakan dalam CSR bukanlah suatu intuisi dari bisnis tetapi justru melihat
realita kondisi sosial yang sebenarnya.
Selanjutnya, CSR tersebut akan dituangkan dalam program–program
pelatihan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat lokal baik di daerah
wisata yang telah dikenal maupun daerah wisata yang belum dikenal namun
memiliki potensi. Program–program CSR yang dilakukan tersebut akan menciptakan
kemandirian masyarakat lokal sehingga masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif
dalam pengelolaan pariwisata (Suriany, 2008, p. 39).
Hubungan jurnal tersebut dengan penelitian ini adalah pada keikutsertaan
masyarakat dalam kegiatan CSR PT. Pertamina (PERSERO), yaitu penanaman
pohon mangrove di Tanjung Pasir.
2. Dampak Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA III Kebun Rantau Prapat Terhadap Pendapatan dan
Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Labuhan
Oleh: Karlos
Tahun: 2009
Vol: VOLUME 4 NO 3
Konsep Program Kemitraan dan BinaLingkungan yang di
implementasikanoleh PT. Perkebunan Nusantara IIIKebun Rantau Prapat diatur
denganKepmen BUMN No.Kep-236/MBU/2003 dan terakhir PermenBUMN Per-
05/MBU/2007 dengan pemberdayaan lokal, ekonomi lokal dan peningkatan
pelayanan umum guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep dan
kebijakan ProgramKemitraan Bina Lingkungan adalah berbentuk bantuan modal dan
hibah, namun bantuan modal yang diberikan masih sangat kecil dengan sistem
33
birokratis dan tidak bersifat mitra dimana belum melibatkan stakeholders dan
pemerintah dalam perencanaan, evaluasi dan hanya bersifat membantu sehingga
belum menghasilkan hubungan timbal balik serta adanya rasa memiliki. Dampak
Program Kemitraan Bina Lingkungan sangat berpengaruh secara signifikan terhadap
pendapatan, pendidikan, pedagang kaki lima dan jumlah tenaga kerja dalam
mendorong ekonomi lokal namun secara fisik pasar maupun pemasaran produk hasil
barang dan jasa tidak berkembang yangmenyebabkan pasar semakin sempit dan tidak
tertata (Karlos, 2009, p. 161).
Hasil dari jurnal tersebut menunjukkan adanya faktor kendala yang
menyebabkan hasil dari program PKBL tersebut tidak maksimal. Hubungan jurnal
tersebut dengan penelitian ini adalah didalam penelitian ini penulis mencoba
menemukan faktor yang menghambat kegiatan CSR PT. Pertamina (Persero)dalam
melakukan kegiatan CSR penanaman mangrove di Desa Muara.
2.4 KerangkaTeori
2.4.1 Kerangka Teori
Teori Umum Teori Khusus
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Komunikasi
Humas
CSR
Citra
34
PT. Pertamina (Persero)
Strategi CSR Lingkungan
Kerangka teori tersebut menjelaskan bahwa komunikasi merupakan suatu
bagian dari kegiatan CSR dan CSR adalah termasuk suatu kegiatan dari Humas. Dari
kegiatan CSR tersebut akan menghasikan citra yang diarahkan oleh kegiatan CSR
tersebut.
2.4.2 Kerangka Konseptual
Gambar 2.4 Kerangka konseptual
Gambar diatas merupakan kerangka konseptual pada penelitian ini. Terdiri
dari strategi CSR yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan proses kegiatan CSR.
Faktor pendukung dan faktor penghambat pada gambar tersebut yang nantinya akan
menjadi faktor yang berpengaruh terhadapkegiatan CSR yang akan berdampak pada
Assesment
PLAN of TREATMENT
Treatment of Action
Termination
After Care
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Citra
Kepedulian
Lingkungan
35
citra kepedulian terhadap lingkungan yang ingin dibangun oleh PT. Pertamina
(Persero).
2.4.3 Asumsi
Berdasarkan uraian teori umum dan teori khusus serta penelitian terdahulu
diatas, pada penelitian ini penulis memiliki asumsi antara lain:
1. PT. Pertamina (Persero) memiliki tahapan pelaksanaan CSR dalam
membangun citra positif pada kegiatan penanaman pohon mangrove di
Desa Muara.
2. PT. Pertamina (Persero) memiliki hambatan yang dapat menghambat
fungsi CSR dalam membangun citra perusahaan yang peduli terhadap
kelestarian lingkungan di Desa Muara.