GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK...
Transcript of GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK...
BAB II
GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK
TERKENAL
A. Konsep Goodwill dalam Hukum Merek
Setiap kegiatan masyarakat, utamanya bisnis, selalu didahului dengan pembuatan
perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan mengikat para pihak. Artinya,
para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan tuangkan dalam
perjanjian itu sebab kesepakatan di antara mereka itu menimbulkan hubungan hukum di
antara keduanya.
Namun demikian, perjanjian yang telah disepakati oleh dan mengikat para pihak itu
seringkali menimbulkan permasalahan dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu,
sangat penting bagi para pihak untuk mengerti dan memahami substansi atau isi perjanjian
sebelum menyetujui atau menyepakati perjanjian. Secara teoritis, tahapan dalam penyusunan
perjanjian menurut van Dunne dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap penyusunan
perjanjian (precontractuele fase), tahap pelaksanaan isi perjanjian (contractuele fase) dan
tahap setelah kontrak dilaksanakan (postcontractuele fase1).
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik”. Pasal ini bermakna perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak
harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan.
1 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta, 2003, h.190.
Secara teoritis asas itikad baik dapat dibedakan menjadi dua2:
1) Itikad baik subjektif, yaitu sebelum perjanjian dilaksanakan para pihak harus
menunjukkan kejujuran. Biasanya itikad baik subjektif ada pada tahap negosiasi, di mana
para pihak secara terbuka memberikan informasi yang sesungguhnya tentang siapa dirinya
dengan meberikan bukti berupa dokumen tentang dirinya (misalnya dokumen Anggaran
Dasar jika pihak dalam perjanjian adalah badan hukum PT) dan pihak lain wajib memeriksa
dengan teliti.
2) Itikad baik objektif, yaitu pada saat pelaksanaan perjanjian harus sesuai dengan
kepatutan atau keadilan.
Dalam sistem hukum di Indonesia, asas itikad baik berkembang utamanya dalam
kegiatan bisnis (property). Membahas itikad baik pada merek dapat dipandang dari cara
pembuktian kepemiliknya. Hak kekayaan intelektual yang merupakaan bagian perkembangan
hukum benda yang tidak berwujud, Untuk menjadi pemilik suatu merek, terbentukalah
perikatan negara dengan pendaftar merek untuk mengakui merek sebagai sebuah benda tak
berwujud yang diakui eberadaanya. Benda tersebut haruslah di dapatkan dengan itikad baik.
Pada prakteknya penerapan “penafsiran” itikad baik dalam pendaftaran merek sangat
kontroversial dikarenakan keberadaanya yang perlu dibuktikan. Hal ini sejalan pada
pembuktian gugatan pembatalan pendaftan merek.
Rahmi jened menyatakan bahwa itikad baik memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
dan membedakaan produk barang danatau jasa satu produsen dari produsen lain. Merek yang
digunakan harus dengan itikad baik bukan sekedar mengadopsi tanpa penggunaan yang dapat
dipercaya dan hanya sekedar upaya menahan pasar3.
2 Charles Yeremia Far-Far, TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK DAGANG TERDAFTAR
TERKAIT PRINSIP ITIKAD BAIK (GOOD FAITH)DALAM SISTEM PENDAFTARAN MEREK (studi putusan
nomor 356/Pdt.Sus-HaKI/2013)
3 Rahmi Janed, Op.Cit. h. 95
Merek digunakan sebagai tanda pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang
atau badan hukum dengan produk yang dihasilkan oleh pihak lain.Merek merupakan hasil
pemikiran dan kecerdasan manusia yang dapat berbentuk penemuan, oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa merek bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga
dengan property rights yang dapat menembus segala batas antara negara.Hak Kekayaan
Intelektual atau property rights, sangat penting terutama di bidang industri dan perdagangan
baik nasional maupun internasional.
Menurut TRIPs (Ketentuan dalam TRIPs Agreement telah diratifikasi melalui Undang-
Undang No. 7 Tahun 1994). Ketentuan dalam TRIPs yang memuat mengenai Merek dengan
asas itikad baik terdapat dalam Pasal 58 Paragraf 1 huruf c yang menyatakan bahwa tindakan
tindakan dari pada pejabat pejabat suatu negara anggota TRIPs akan memberikan
perlindungan hukum yang sama bagi setiap anggota yang memiliki itikad baik.
”Members shall only exempt both public authorities and officials from liability to
appropriate remedial measures where actions are taken or intended in good faith”
Untuk itu, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk melakukan sebuah perbuatan
hukum dalam hal ini adalah pendaftaran merek setiap orang wajiib memiliki itikad baik,
dimana suatu itikad baik haruslah di buktikan keberadaanya, indikator daripada pembuktian
itikad baik menurut peraturan merek secara internasional dikembalikan kepada negara masing
masing.
Merek berguna untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai
peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek
itu sendiri untuk membedakan dalam memperkenalkan suatu barang dan/atau jasa dengan
barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau
jasasejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.
Beragamnya merek-merek produk yang ditawarkan produsen kepada konsumen
menjadikan konsumen fanatik terhadap merek-merek tertentu. Sebab konsumen dihadapkan
pada berbagai macam pilihan, bergantung kepada daya beli atau kemampuan konsumen.
Dimana masyarakat menengah ke bawah dalam menggunakan barang-barang yang bermerek
dengan cara membeli barang palsunya. Walaupun barangnya palsu, imitasi, dan bermutu
rendah, tidak menjadi masalah asalkan dapat membeli barang yang mirip dengan barang yang
mereknya asli.
Tujuan bagi pemilik merek dalam menggunakan merek atas barang-barang produksinya
adalah untuk memantapkan pertanggungjawaban pihak produsen atas kualitas barang yang
diperdagangkan selain itu dimaksudkan untuk mengawasi batas-batas teritorial perdagangan
suatu jenis barang tertentu dengan merek tersebut, karena nilai suatu barang menjadi penting
di mata konsumen4.Oleh sebab itu, suatu produk tanpa identitas atau merek maka dapat
dipastikan akan menemui kesulitan dalam pemasaran, karena dengan merek merupakan
”penjual awal” bagi suatu produk untuk dijual kepada konsumen5.Para konsumen biasanya
untuk membeli produk tertentu dengan melihat dari mereknya, karena menurut konsumen,
bahwa merek yang dibeli berkualitas tinggi dan aman untuk dikonsumsi sebagai reputasi dari
merek6.
Merek merupakan suatu basis dalam perdagangan modern di era perdagangan bebas
saat ini. Dikatakan demikian, karena merek dapat menjadi dasar perkembangan perdagangan
4 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang, Alumni,
Bandung, 2009, h. 2.
5 Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni,
Bandung, 2006, h. 131-132.
6 Julius Rizaldi, Op. Cit., h. 3.
modern yang ruang lingkupnya mencakup reputasi penggunaan merek (goodwill7),lambang
kualitas, standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar, dan diperdagangkan dengan
jaminan guna menghasilkan keuntungan besar.Terdapatnya merek dapat lebih memudahkan
konsumen membedakan produk yang akan dibeli oleh konsumen dengan produk lain
sehubungan dengan kualitasnya, kepuasan, kebanggaan, maupun atribut lain yang melekat
pada merek.
Merek merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan goodwill
di mata konsumen di pasaran luar negeri. Merek merupakan simbol bagi pihak pedagang
untuk memperluas dan mempertahankan pasarnya di luar negeri. Goodwill dari suatu produk
barang dan/atau jasa merupakan sesuatu yang tak ternilai dalam memperluas pasar8.Merek
juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat, dan
menguntungkan semua pihak.
Merek perlu dilindungi karena merupakan kekayaan immaterial yang dapat
mendatangkan keuntungan ekonomi yang tinggi atau bernilai mahal. Hal ini dapat terjadi
apabila digunakan untuk memasarkan suatu produk tertentu. Kualitas tingginya suatu produk
ditandai oleh adanya suatu merek yang melekat pada barang dagangan9.
Terhadap merek tersebut harus didaftarkan untuk memperoleh landasan dan kekuatan
hukum suatu merek yang beredar di pasaran. Merek dapat dilindungi apabila merek tersebut
7 Abdulkadir Muhammad, Kajian Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cipta Aditya Bakti, Bandung, 2001,
h. 68. Goodwill dipandang dari dua sisi. Pertama dari sisi ekonomi, goodwiil adalah benda ekonomi tidak
berwujud yang timbul dalam hubungan antara perusahaan dan pelanggan serta kemungkinan perkembangan
yang akan datang. Goodwill dapat diperhitungkan bersama dengan urusan perusahaan dan dicatat dalam neraca
sebagai keuntungan atau laba, dengan pengertian lain goodwill adalah hubungan antara perusahaan dengan
pelanggan atau konsumen yang menciptakan keuntungan perusahaan. Kedua goodwill dipandang dari sisi
hukum adalah usaha perusahaan bukan benda dalam arti hukum karena tidak dapat dialihkan (dijual) kepada
pihak lain dengan kata lain goodwill bukan kekayaan yang dapat dijadikan objek hak.
8 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Teori dan Prakteknya di Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 160.
9 Abdulkadir Muhammad., Op. Cit., h. 12.
di daftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Dirjen HKI). Demikian pula dalam perjanjian TRIPs
yang ditandatangani Indonesia dan juga dalam Undang-Undang Merek disebutkan bahwa
merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga yang tanpa seizin dan
sepengetahuan pemilik merek tersebutuntuk memakai merek yang sama untuk barang
dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu, namun perlindungan hukum terhadap
merek terdaftar tersebut bukan merupakan jaminan, adakalanya apabila terdapat cukup
alasan-alasan, pendaftaran merek di Dirjen HKI dapat dihapus atau dibatalkan10
.
Prinsip-prinsip yang penting yang dijadikan sebagai pedoman berkenaan dengan
pendaftaran merek adalah perlunya itikad baik (goodwill) dari pendaftar. Berdasarkan prinsip
ini, hanya pendaftar yang beritikad baiklah yang akan mendapat perlindungan hukum. Hal ini
membawa konsekuensi bahwa Dirjen HKI di Indonesia berkewajiban secara aktif untuk
menolak pendaftaran merek bilamana secara nyata ditemukan adanya kemiripan atau
peniruan dengan suatu merek yang didaftar atas dasar itikad tidak baik11
.
Dalam perspektif Undang-Undang Merek, pemohon yang beritikad baik adalah
pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk
membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya
yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang,
mengecoh atau menyesatkan konsumen.
Terdapat konsekuensi yang harus ditanggung terhadap pelanggaran merek yang
berkaitan dengan prinsip itikad baik (goodwill). Sebagaimana bahwa pelanggaran yang
10
Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan Undang-Undang Merek,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, h. 19.
11 O.C. Kaligis, Teori & Praktik Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, h. 6.
berkaitan dengan itikad baik tidak dapat lepas dari pelanggaran yang memuat persamaan pada
pokoknya serta keseluruhan dari suatu produk merek.
B. Konsep Merek Terkenal
Kebutuhan untuk melindungi hak merek, termasuk merekterkenal menjadi hal yang
sangat penting, ketika dalam praktek perdagangan barang dan/atau jasa dijumpai adanya
pelanggaran dibidang merek yang merugikan semua pihak, tidak saja pemilik merek yang
berhak, tetapi juga konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Dengan demikian dapat
dikatakan betapa pentingnya pengaturan merek, utamanya merek terkenal dalam mencegah
terjadinya kasus-kasus pelanggaran merek. Munculnya istilah merek terkenal berawal dari
tinjauan terhadap merek berdasarkan reputasi (reputation) dan kemasyuran (renown) suatu
merek.
Berdasarkan pada reputasi dan kemasyhuran merek dapatdibedakan dalam tiga jenis,
yakni merek biasa (normal makes), merek terkenal (well know marks), dan merek termasyhur
(famous marks). Khusus untuk merek terkenal didefinisikan sebagai merek yang memiliki
reputasi tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan
menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung
menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attechement) dan ikatan mitos (mythical context)
kepada segala lapisan konsumen12
.
Mengenai reputasi merek terkenal yang diperolehkarena promosi yang gencar dan
besar-besaran, ini memerlukan pembuktian akan adanya kegiatan promosi tersebut. Promosi
yang gencar dan besar-besaran tersebut hampir setiap hari dipromosikan/diiklankan atau ada
ukuran-ukuran lainnya. Menurut penulis promosi tersebut harus jelas tolok ukurnya, misalnya
12
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h. 82.
diadakan promosi melalui iklan di media cetak dan mediaelektronik secara terus menerus
dalam jangka waktu tertentu sesuai kriteria yang sudah ditentukan.
Adanya pelanggaran merek seperti peniruan dan pemalsuan merek sesungguhnya
dilatar belakangi adanya persaingan curang atau persaingan tidak jujur yang dilakukan oleh
pelaku usaha dalam perdagangan barang atau jasa dengan melakukan cara-cara yang
bertentangan dengan itikad baik dengan mengenyampingkan nilai kejujuran dalam
melakukan kegiatan usaha.
Mengingat tingkat kerawanan terhadap pelanggaran atasmerek-merek terkenal
demikian besar, maka diperlukan suatu mekanisme perlindungan secara khusus, agar kasus-
kasus pelanggaran merek terkenal tidak berkembang lebih luas lagi. Salah satu hal yang perlu
dicarikan kejelasan terlebih dahulu adalah menyangkut kriteria dari merek terkenal tersebut,
dalam upaya mempermudah untuk mengidentifikasi adanya unsur pelanggaran merek.
Persoalan merek terkenal itu demikian penting jika dikaitkan dengan era persaingan
bisnis yang makin kompetitive seperti sekarang ini, karena hanya merek-merek yang dikenal
memiliki reputasi baik saja yang dapat bertahan, sementara merek-merek yang belum dikenal
oleh masyarakat secara luas akan menghadapi berbagai kendala untuk dapat dipilih oleh
konsumen. Oleh karena itu para pengusaha harus berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan
mereknya dapat terkenal.
Seperti yang dikatakan oleh Wiston mengenai keterkenalan suatu merek dapat diukur
dan beberapa parameteryakni:
Pertama, derajat pengakuan merek oleh konsumen. Derajat ini bisa diperoleh dengan
melakukan survey kepada konsumen merek yang bersangkutan. Jika suatu merek banyak
dipergunakan oleh pihak lain melalui perjanjian lisensi di berbagai negara, akan membuat
suatu merek menjadi terkenal13
.Kedua, luasnya masyarakat yang menggunakan suatu merek
dan berapa lama masyarakat menggunakan suatu merek. Ketiga, seberapa lama pengiklanan
dan publisitas suatu merek. Dalam hal ini iklan dipandang sebagai elemen yang
memungkinkan suatu merek dikenal secara luas oleh masyarakat.
Merek tidak hanya merupakan alat pembeda antara produk yang satudengan yang
lainnya, tetapi juga sebagai petunjuk kualitas atas suatu produk, disamping sebagai pengenal
atau identitas yang akan memudahkan konsumen untuk menentukan pilihannya14
. Demikian
penting arti dan peranan merek, sehingga suatu produk yang tidak memilki merek tentu tidak
akan dikenal atau dibutuhkan oleh konsumen. Memang tidak dapat di bayangkan jika suatu
produk barang dan/atau jasa tanpa memiliki suatu merek, tentu akan membingungkan
pengusaha yangbersangkutan selaku penghasil. Disamping itu tentu juga akan
membingungkan konsumen selaku pemakai atas suatu produk barang dan/atau jasa tertentu.
Mengingat demikian penting arti dan peranan merek dalamdunia industri dan
perdagangan, maka sudah seharusnya jika hak merek yang dimiliki seseorang dilindungi
secara yuridis dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada pemakaian merek secara salah
atau melawan hukum. Perlindungan hukum tersebut berfungsi untuk memproteksi suatu hak
merek dari perbuatan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Konsep perlindungan hukum terhadap hak merek tersebut mengacu pada sifat hak
merek yang bersifat khusus (exclusive). Hak khusus tersebut bersifat monopoli artinya hak itu
hanya dapat dilaksanakan oleh pemilik merek. Tanpa adanya izin dari pemilik merek, orang
lain tidak boleh mempergunakan hak khusus. Jika ada pihak lain yang mempergunakan hak
13
Keny Wiston, Famous and Well-Know Trade Mark Versus Domain Names, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 9,
1999, h. 68.
14 Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, P.T. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997, h. 60.
khusus tadi dengan tanpa adanya izin dari pemilik hak merek, maka telah terjadi pelanggaran
yang dapat dikenai sanksi tertentu15
.
Implementasi hak khusus yang terkandung dalam hak merek adalah hak untuk memakai
suatu merek pada produk barang atau jasa serta hak untuk memberi izin pada pihak lain untuk
memakai merek tersebut melalui perjanjian lisensi. Hak khusus yang terdapat pada hak merek
tersebut pada asasnya sama dengan hak yang melekat pada property lainnya. Oleh karenanya
hak khusus pada hak merek merupakan hak kebendaan yang bersifat tidak
berwujud(intangible)16
.
Karena sepadan dengan hak kebendaan lainnya, hak mereksecara ekonomis memiliki
nilai yang tinggi. Apalagi jika suatu merek telah menjadi merek terkenal, maka hak yang
melekat padanya tidak ternilai harganya. Suatu merek terkenal pada asasnya merupakan
itikad baik (goodwill) yang memiliki prospek cerah bagi kelangsungan suatu usaha. Oleh
karenanya hak itu perlu dilindungi.
Sebagai salah satu Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) merek memiliki fungsi yang
sangat penting dan strategis. Pentingnya hak merek tidak hanya pada pembedaan barang atau
jasa sejenis saja, melainkan juga berfungsi sebagai assetperusahaan yang tidak ternilai
harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well known marks)17
.
Pada sisi lain keterkenalan suatu merek mengundang orang-orang yang tidak
bertanggungjawab untuk memakaianya secara salah. Bentuk-bentuk kesalahan tersebut ada
yang sengaja dilakukan dengan cara menggunakan merek orang lain tanpa hak atau
menggunakan merek yang mengandung persamaan pada keseluruhannya atau persamaan
pada pokoknya dengan merek terkenal.
15
Agung Sudjatmiko, Perlindungan Hukum Hak Atas Merek, Yuridika, Vol. 15 No. 5 September-Agustus,
2000, h. 349.
16Ibid.
17 Soendari Kabat dan Agung Sudjatmiko, Aspek Yuridis Pemakaian Merek Terkenal Sebagai Domain
Names, Yuridika, Vol. 16 No. 5 September –Oktober, 2001, h. 438
Perlindungan hukum atas merek terkenal sebagai hakkekayaan intelektual memang
wajar, mengingat terciptanya karya-karya intelektual tersebut juga atas dasar pengorbanan
yang tidak sedikit baik biaya maupun tenaga dari pemiliknya, sehingga terhadapnya perlu
diberikan insentif dan penghargaan guna mendorong seseorang untuk berkarya dan
berkreativitas.
C. Meniru Merek Terkenal Membuktikan adanya Itikad Tidak Baik
Merek Terkenal merupakan merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek ini memiliki
kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang yang berada di bawah
merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar) dan ikatan mitos (mythical
context) kepada segala lapisan konsumen18
.
Apabila suatu perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh
masyarakat konsumen, maka hal itu dapat menimbulkan terdapatnya parakompetitor yang
beritikad tidak baik (bad faith)untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara peniruan,
pembajakan, bahkan mungkin dengan cara pemalsuan produk bermerek dengan mendapatkan
keuntungan dagang dalam waktu yang singkat19
.Karena untuk mejadi sebuah merek dan
mendapat perlindungan hukum syaratnya adalah merek tersebut harus didaftarkan ke instansi
terkait yaitu Dirjen HKI. Prinsip-prinsip yang penting yang dijadikan sebagai pedoman
berkenaan dengan pendaftaran merek adalah perlunya itikad baik (goodwill) dari pendaftar.
Sebuah merek yang terdaftar ternyata ditemukan adanya kesamaan dalam merek yang
ternyata sudah terlebih dahulu terdaftar, maka hal tersebut dikatakan sebagai dasar dari itikad
tidak baik. Terhadap pendaftaran yang dilakukan dengan dasar itikad tidak baik tersebut
dapat dilakukan upaya hukum yaitu pembatalan merek.Adapun Itikad tidak baik dalam
18
Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 91-92.
19 Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas
Perilaku Merek, Gramedia Utama Pustaka, Jakarta, 2011, h. 22.
pendaftaran merek di UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, diatur di
dalam Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi : "Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon
yang beriktikad tidak baik". Yang dimaksud dengan "Pemohon yang beriktikad tidak baik"
adalah Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan Mereknya memiliki niat untuk
meniru, menjiplak, atau mengikuti Merek pihak lain demi kepentingan usahanya,
menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.
Contohnya Permohonan Merek bentuk tulisan, lukisan, logo, atau susunan warna yang sama
dengan Merek milik pihak lain atau Merek yang sudah dikenal masyarakat secara umum
sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah dikenal tersebut.
Oleh karena itu, pemilik merek beritikad baik harus memperoleh perlindungan hukum
yang memadai. Selama ini perlindungan hukum pemilik merek beritikad baik, dirasa masih
lemah. Ini dibuktikan dengan adanya merek produk ganda dengan pemilikan berbeda. Aparat
penegak hukum tidak boleh membiarkan terjadinya peniruan merek-merek terkenal oleh
masyarakat sebagai konsumen. Peniruan merek terkenal dalam perdagangan akan
menimbulkan kerancuan dan penyesatan atas pengenalan konsumen terhadap produk-produk
tertentu. Peniruan merek terkenal ini akan berjalan terus-menerus sepanjang industri eksis
dan berkembang sehingga upaya penegakkan hukum merek juga harus dilaksanakan terus-
menerus dan terorganisasi dengan baik dengan paradigma bahwa menurunnya upaya
penegakkan hukum berhubungan langsung dengan meningkatnya peniruan merek terkenal
baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Merek harus didaftar dengan itikad baik. Artinya jika seseorang mencoba untuk
mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang lain, maka merek
tersebut tidak dapat didaftarkan. Masalah itikad baik tersebut juga akan timbul jika seseorang
telah memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih untuk tidak
mendaftarkannya merek tersebut. Jika seseorang tersebut dapat membuktikan bahwa dia telah
menggunakan merek tersebut, maka usaha mendaftarkan merek tersebut oleh orang lain dapat
dicegah dengan menyebut usaha tersebut dengan “itikad tidak baik”20
.
Adapun pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan usaha tidak
jujur berwujud penggunaan upaya-upaya atau ikhtiar-ikhtiar mempergunakan merek dengan
meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah ada sehingga merek atas barang
dan/atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan merek atas barang dan/atau jasa
yang sudah terkenal (untuk barang yang sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan kepada
para konsumen, seakan-akan barang dan/atau jasa yang diproduksinya tersebut sama dengan
produksi barang dan/atau jasa yang telah terkenal.
Jika suatu merek diajukan di Indonesia oleh seseorang yang tidak bermaksud memakai
merek tersebut dan bertujuan untuk menghalangi pihak lain masuk ke pasar lokal, atau
menghambat pesaing memperluas jaringan bisnisnya, maka merek tersebut tidak dapat
didaftarkan di Indonesia.Larangan ini untuk mencegah jangan sampai orang/pihak tertentu
melakukan pendaftaran berbagai barang dalam suatu merek dengan itikad buruk agar orang
lain tidak dapat menggunakan merek tersebut atau dengan cara-cara curang membatasi
perdagangan barang tersebut.
Jadi menurut penulis, merek harus didaftarkan dengan itikad baik, yang asrtinya jika
seseorang mencoba mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang
lain atau serupa dengan milik orang lain, maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan.
Masalah itikad tidak baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah memakai suatu
merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan merek tersebut. Jika
seseorang itu dapat membuktikan bahwa dia sudah menggunakan merek tersebut, maka usaha
20
Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, Op. Cit., h. 140-141.
mendaftarkan merek itu oleh orang lain dapat dicegah dengan menyebut usaha tadi sebagai
“itikad tidak baik”. Sedangkan dalam konsepsi penggunaan merek, pensyaratan itikad baik
berarti bahwa untuk dapat didaftarkan, sebuah merek harus digunakan atau dimaksudkan
untuk digunakan dalam perdagangan barang dan/atau jasa.
Contohnya kasus antara Merek Terkenal ”PIAGET”dan “PIAGET POLO” milik
Richemont International S.A sebagai Penggugat melawan merek “PIAGETPOLO” milik
Hartafadjaja Mulia sebagai Tergugat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 762K/Pdt.Sus-
HKI/2012 tanggal 26 Februari 2013 memenangkan “PIAGET” dan “PIAGET POLO” milik
Penggugat sebagai Merek Terkenal atas dasar telah dikenal diberbagai penjuru dunia
termasuk Indonesia yang berakibat merek “PIAGETPOLO” milik Tergugat yang telah
beredar di pasaran sebagai merek tiruan dari aslinya. Hal tersebut, meskipun memiliki
kualitas yang baik, akan tetapi secara tidak langsung konsumen mengalami kerugian karena
Merek Terkenal yang diakui oleh Indonesia pada kasus ini adalah ”PIAGET”dan “PIAGET
POLO”. Dan dalam kenyataannya merek tiruan “PIAGETPOLO” dianggap telah melakukan
perbuatan melawan hukum dengan memiliki itikad tidak baik yang merugikan Merek
Terkenal milik Penggugat serta para konsumen. Dalam contoh itu sudah terjadi itikad tidak
baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru
merek dagang yang sudah dikenal tersebut dalam persamaan pada pokoknya21
.
Bahwa selain itu, kriteria mengenai keterkenalan suatu merek atas dasar adanya
pendaftaran merek diberbagai negara juga didukung dengan adanya Yurisprudensi
Mahkamah Agung R.I Nomor 1486 K/Pdt/1991 :
“Suatu merek termasuk dalam pengertian Well-Known Mark pada prinsipnya diartikan
bahwa merek tersebut telah beredar keluar dari batas-batas regional malahan sampai batas-
21
Putusan Mahkamah Agung No. 762 K/Pdt.Sus/2012.
batas transnasionai, karenanya apabila terbukti suatu merek telah terdaftar di banyak negara
dunia, maka dikwalifisir sebagai merek terkenal karena telah beredar sampai Area batas-batas
di luar negara asalnya”
Perbuatan beritikad tidak baik sebenarnya merupakan tindakan curang untuk
membonceng merek yang sudah terkenal atau sesuatu yang sudah banyak dikenal masyarakat
luas, sehingga dengan menggunakan merek yang demikian, suatu produk ikut menjadi
dikenal di masyarakat. Sudah tentu perbuatan ini tidak sesuai dengan etika intelektual yang
telah diatur dengan undang-undang. Suatu hasil karya orang lain tidak dapat ditiru begitu
saja, tetapi terlebih dahulu harus dengan izin pemiliknya22
.
Oleh sebab itu maka penerapan dari itikad tidak baik dalam pendaftaran merek
dijadikan sebagai alasan pembatalan merek menurut Undang-Undang Merek, bertujuan untuk
mengetahui adanya penerapan persamaan pada pokoknya dan itikad tidak baik dalam suatu
gugatan pembatalan pendaftaran merek. Alasan terjadinya suatu pembatalan pendaftaran
merek yang didasarkan pada persamaan pada pokoknya sama dengan yang dibuktikan pada
itikad baik dalam suatu gugatan pembatalan terhadap pendaftaran merek23
.
Pelanggaran di bidang merek pada umumnya adalah pemakaian Merek Terkenal tanpa
izin, atau peniruan terhadap Merek Terkenal dengan tujuan untuk memudahkan pemasaran.
Hal ini dilakukan umumnya untuk kepentingan sesaat, namun sangat merugikan konsumen.
22
RR. Putri Ayu Priamsari, Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek, Program Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. h. 11
23Ibid.