GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK...

15
BAB II GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK TERKENAL A. Konsep Goodwill dalam Hukum Merek Setiap kegiatan masyarakat, utamanya bisnis, selalu didahului dengan pembuatan perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan mengikat para pihak. Artinya, para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan tuangkan dalam perjanjian itu sebab kesepakatan di antara mereka itu menimbulkan hubungan hukum di antara keduanya. Namun demikian, perjanjian yang telah disepakati oleh dan mengikat para pihak itu seringkali menimbulkan permasalahan dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi para pihak untuk mengerti dan memahami substansi atau isi perjanjian sebelum menyetujui atau menyepakati perjanjian. Secara teoritis, tahapan dalam penyusunan perjanjian menurut van Dunne dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap penyusunan perjanjian (precontractuele fase), tahap pelaksanaan isi perjanjian (contractuele fase) dan tahap setelah kontrak dilaksanakan (postcontractuele fase 1 ). Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pasal ini bermakna perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan. 1 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, h.190.

Transcript of GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK...

BAB II

GOODWILL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN MEREK

TERKENAL

A. Konsep Goodwill dalam Hukum Merek

Setiap kegiatan masyarakat, utamanya bisnis, selalu didahului dengan pembuatan

perjanjian. Setelah isinya disepakati, maka perjanjian ini akan mengikat para pihak. Artinya,

para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan tuangkan dalam

perjanjian itu sebab kesepakatan di antara mereka itu menimbulkan hubungan hukum di

antara keduanya.

Namun demikian, perjanjian yang telah disepakati oleh dan mengikat para pihak itu

seringkali menimbulkan permasalahan dan hambatan di kemudian hari. Oleh karena itu,

sangat penting bagi para pihak untuk mengerti dan memahami substansi atau isi perjanjian

sebelum menyetujui atau menyepakati perjanjian. Secara teoritis, tahapan dalam penyusunan

perjanjian menurut van Dunne dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap penyusunan

perjanjian (precontractuele fase), tahap pelaksanaan isi perjanjian (contractuele fase) dan

tahap setelah kontrak dilaksanakan (postcontractuele fase1).

Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik”. Pasal ini bermakna perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak

harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan.

1 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, Jakarta, 2003, h.190.

Secara teoritis asas itikad baik dapat dibedakan menjadi dua2:

1) Itikad baik subjektif, yaitu sebelum perjanjian dilaksanakan para pihak harus

menunjukkan kejujuran. Biasanya itikad baik subjektif ada pada tahap negosiasi, di mana

para pihak secara terbuka memberikan informasi yang sesungguhnya tentang siapa dirinya

dengan meberikan bukti berupa dokumen tentang dirinya (misalnya dokumen Anggaran

Dasar jika pihak dalam perjanjian adalah badan hukum PT) dan pihak lain wajib memeriksa

dengan teliti.

2) Itikad baik objektif, yaitu pada saat pelaksanaan perjanjian harus sesuai dengan

kepatutan atau keadilan.

Dalam sistem hukum di Indonesia, asas itikad baik berkembang utamanya dalam

kegiatan bisnis (property). Membahas itikad baik pada merek dapat dipandang dari cara

pembuktian kepemiliknya. Hak kekayaan intelektual yang merupakaan bagian perkembangan

hukum benda yang tidak berwujud, Untuk menjadi pemilik suatu merek, terbentukalah

perikatan negara dengan pendaftar merek untuk mengakui merek sebagai sebuah benda tak

berwujud yang diakui eberadaanya. Benda tersebut haruslah di dapatkan dengan itikad baik.

Pada prakteknya penerapan “penafsiran” itikad baik dalam pendaftaran merek sangat

kontroversial dikarenakan keberadaanya yang perlu dibuktikan. Hal ini sejalan pada

pembuktian gugatan pembatalan pendaftan merek.

Rahmi jened menyatakan bahwa itikad baik memiliki tujuan untuk mengidentifikasi

dan membedakaan produk barang danatau jasa satu produsen dari produsen lain. Merek yang

digunakan harus dengan itikad baik bukan sekedar mengadopsi tanpa penggunaan yang dapat

dipercaya dan hanya sekedar upaya menahan pasar3.

2 Charles Yeremia Far-Far, TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN MEREK DAGANG TERDAFTAR

TERKAIT PRINSIP ITIKAD BAIK (GOOD FAITH)DALAM SISTEM PENDAFTARAN MEREK (studi putusan

nomor 356/Pdt.Sus-HaKI/2013)

3 Rahmi Janed, Op.Cit. h. 95

Merek digunakan sebagai tanda pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang

atau badan hukum dengan produk yang dihasilkan oleh pihak lain.Merek merupakan hasil

pemikiran dan kecerdasan manusia yang dapat berbentuk penemuan, oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa merek bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga

dengan property rights yang dapat menembus segala batas antara negara.Hak Kekayaan

Intelektual atau property rights, sangat penting terutama di bidang industri dan perdagangan

baik nasional maupun internasional.

Menurut TRIPs (Ketentuan dalam TRIPs Agreement telah diratifikasi melalui Undang-

Undang No. 7 Tahun 1994). Ketentuan dalam TRIPs yang memuat mengenai Merek dengan

asas itikad baik terdapat dalam Pasal 58 Paragraf 1 huruf c yang menyatakan bahwa tindakan

tindakan dari pada pejabat pejabat suatu negara anggota TRIPs akan memberikan

perlindungan hukum yang sama bagi setiap anggota yang memiliki itikad baik.

”Members shall only exempt both public authorities and officials from liability to

appropriate remedial measures where actions are taken or intended in good faith”

Untuk itu, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa untuk melakukan sebuah perbuatan

hukum dalam hal ini adalah pendaftaran merek setiap orang wajiib memiliki itikad baik,

dimana suatu itikad baik haruslah di buktikan keberadaanya, indikator daripada pembuktian

itikad baik menurut peraturan merek secara internasional dikembalikan kepada negara masing

masing.

Merek berguna untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai

peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek

itu sendiri untuk membedakan dalam memperkenalkan suatu barang dan/atau jasa dengan

barang dan/atau jasa lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan/atau

jasasejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda.

Beragamnya merek-merek produk yang ditawarkan produsen kepada konsumen

menjadikan konsumen fanatik terhadap merek-merek tertentu. Sebab konsumen dihadapkan

pada berbagai macam pilihan, bergantung kepada daya beli atau kemampuan konsumen.

Dimana masyarakat menengah ke bawah dalam menggunakan barang-barang yang bermerek

dengan cara membeli barang palsunya. Walaupun barangnya palsu, imitasi, dan bermutu

rendah, tidak menjadi masalah asalkan dapat membeli barang yang mirip dengan barang yang

mereknya asli.

Tujuan bagi pemilik merek dalam menggunakan merek atas barang-barang produksinya

adalah untuk memantapkan pertanggungjawaban pihak produsen atas kualitas barang yang

diperdagangkan selain itu dimaksudkan untuk mengawasi batas-batas teritorial perdagangan

suatu jenis barang tertentu dengan merek tersebut, karena nilai suatu barang menjadi penting

di mata konsumen4.Oleh sebab itu, suatu produk tanpa identitas atau merek maka dapat

dipastikan akan menemui kesulitan dalam pemasaran, karena dengan merek merupakan

”penjual awal” bagi suatu produk untuk dijual kepada konsumen5.Para konsumen biasanya

untuk membeli produk tertentu dengan melihat dari mereknya, karena menurut konsumen,

bahwa merek yang dibeli berkualitas tinggi dan aman untuk dikonsumsi sebagai reputasi dari

merek6.

Merek merupakan suatu basis dalam perdagangan modern di era perdagangan bebas

saat ini. Dikatakan demikian, karena merek dapat menjadi dasar perkembangan perdagangan

4 Julius Rizaldi, Perlindungan Kemasan Produk Merek Terkenal Terhadap Persaingan Curang, Alumni,

Bandung, 2009, h. 2.

5 Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni,

Bandung, 2006, h. 131-132.

6 Julius Rizaldi, Op. Cit., h. 3.

modern yang ruang lingkupnya mencakup reputasi penggunaan merek (goodwill7),lambang

kualitas, standar mutu, sarana menembus segala jenis pasar, dan diperdagangkan dengan

jaminan guna menghasilkan keuntungan besar.Terdapatnya merek dapat lebih memudahkan

konsumen membedakan produk yang akan dibeli oleh konsumen dengan produk lain

sehubungan dengan kualitasnya, kepuasan, kebanggaan, maupun atribut lain yang melekat

pada merek.

Merek merupakan satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan goodwill

di mata konsumen di pasaran luar negeri. Merek merupakan simbol bagi pihak pedagang

untuk memperluas dan mempertahankan pasarnya di luar negeri. Goodwill dari suatu produk

barang dan/atau jasa merupakan sesuatu yang tak ternilai dalam memperluas pasar8.Merek

juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat, dan

menguntungkan semua pihak.

Merek perlu dilindungi karena merupakan kekayaan immaterial yang dapat

mendatangkan keuntungan ekonomi yang tinggi atau bernilai mahal. Hal ini dapat terjadi

apabila digunakan untuk memasarkan suatu produk tertentu. Kualitas tingginya suatu produk

ditandai oleh adanya suatu merek yang melekat pada barang dagangan9.

Terhadap merek tersebut harus didaftarkan untuk memperoleh landasan dan kekuatan

hukum suatu merek yang beredar di pasaran. Merek dapat dilindungi apabila merek tersebut

7 Abdulkadir Muhammad, Kajian Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Cipta Aditya Bakti, Bandung, 2001,

h. 68. Goodwill dipandang dari dua sisi. Pertama dari sisi ekonomi, goodwiil adalah benda ekonomi tidak

berwujud yang timbul dalam hubungan antara perusahaan dan pelanggan serta kemungkinan perkembangan

yang akan datang. Goodwill dapat diperhitungkan bersama dengan urusan perusahaan dan dicatat dalam neraca

sebagai keuntungan atau laba, dengan pengertian lain goodwill adalah hubungan antara perusahaan dengan

pelanggan atau konsumen yang menciptakan keuntungan perusahaan. Kedua goodwill dipandang dari sisi

hukum adalah usaha perusahaan bukan benda dalam arti hukum karena tidak dapat dialihkan (dijual) kepada

pihak lain dengan kata lain goodwill bukan kekayaan yang dapat dijadikan objek hak.

8 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Teori dan Prakteknya di Indonesia,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 160.

9 Abdulkadir Muhammad., Op. Cit., h. 12.

di daftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Dirjen HKI). Demikian pula dalam perjanjian TRIPs

yang ditandatangani Indonesia dan juga dalam Undang-Undang Merek disebutkan bahwa

merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga yang tanpa seizin dan

sepengetahuan pemilik merek tersebutuntuk memakai merek yang sama untuk barang

dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu, namun perlindungan hukum terhadap

merek terdaftar tersebut bukan merupakan jaminan, adakalanya apabila terdapat cukup

alasan-alasan, pendaftaran merek di Dirjen HKI dapat dihapus atau dibatalkan10

.

Prinsip-prinsip yang penting yang dijadikan sebagai pedoman berkenaan dengan

pendaftaran merek adalah perlunya itikad baik (goodwill) dari pendaftar. Berdasarkan prinsip

ini, hanya pendaftar yang beritikad baiklah yang akan mendapat perlindungan hukum. Hal ini

membawa konsekuensi bahwa Dirjen HKI di Indonesia berkewajiban secara aktif untuk

menolak pendaftaran merek bilamana secara nyata ditemukan adanya kemiripan atau

peniruan dengan suatu merek yang didaftar atas dasar itikad tidak baik11

.

Dalam perspektif Undang-Undang Merek, pemohon yang beritikad baik adalah

pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk

membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya

yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang,

mengecoh atau menyesatkan konsumen.

Terdapat konsekuensi yang harus ditanggung terhadap pelanggaran merek yang

berkaitan dengan prinsip itikad baik (goodwill). Sebagaimana bahwa pelanggaran yang

10

Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan Undang-Undang Merek,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, h. 19.

11 O.C. Kaligis, Teori & Praktik Hukum Merek Indonesia, Alumni, Bandung, 2008, h. 6.

berkaitan dengan itikad baik tidak dapat lepas dari pelanggaran yang memuat persamaan pada

pokoknya serta keseluruhan dari suatu produk merek.

B. Konsep Merek Terkenal

Kebutuhan untuk melindungi hak merek, termasuk merekterkenal menjadi hal yang

sangat penting, ketika dalam praktek perdagangan barang dan/atau jasa dijumpai adanya

pelanggaran dibidang merek yang merugikan semua pihak, tidak saja pemilik merek yang

berhak, tetapi juga konsumen sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Dengan demikian dapat

dikatakan betapa pentingnya pengaturan merek, utamanya merek terkenal dalam mencegah

terjadinya kasus-kasus pelanggaran merek. Munculnya istilah merek terkenal berawal dari

tinjauan terhadap merek berdasarkan reputasi (reputation) dan kemasyuran (renown) suatu

merek.

Berdasarkan pada reputasi dan kemasyhuran merek dapatdibedakan dalam tiga jenis,

yakni merek biasa (normal makes), merek terkenal (well know marks), dan merek termasyhur

(famous marks). Khusus untuk merek terkenal didefinisikan sebagai merek yang memiliki

reputasi tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan

menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung

menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attechement) dan ikatan mitos (mythical context)

kepada segala lapisan konsumen12

.

Mengenai reputasi merek terkenal yang diperolehkarena promosi yang gencar dan

besar-besaran, ini memerlukan pembuktian akan adanya kegiatan promosi tersebut. Promosi

yang gencar dan besar-besaran tersebut hampir setiap hari dipromosikan/diiklankan atau ada

ukuran-ukuran lainnya. Menurut penulis promosi tersebut harus jelas tolok ukurnya, misalnya

12

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h. 82.

diadakan promosi melalui iklan di media cetak dan mediaelektronik secara terus menerus

dalam jangka waktu tertentu sesuai kriteria yang sudah ditentukan.

Adanya pelanggaran merek seperti peniruan dan pemalsuan merek sesungguhnya

dilatar belakangi adanya persaingan curang atau persaingan tidak jujur yang dilakukan oleh

pelaku usaha dalam perdagangan barang atau jasa dengan melakukan cara-cara yang

bertentangan dengan itikad baik dengan mengenyampingkan nilai kejujuran dalam

melakukan kegiatan usaha.

Mengingat tingkat kerawanan terhadap pelanggaran atasmerek-merek terkenal

demikian besar, maka diperlukan suatu mekanisme perlindungan secara khusus, agar kasus-

kasus pelanggaran merek terkenal tidak berkembang lebih luas lagi. Salah satu hal yang perlu

dicarikan kejelasan terlebih dahulu adalah menyangkut kriteria dari merek terkenal tersebut,

dalam upaya mempermudah untuk mengidentifikasi adanya unsur pelanggaran merek.

Persoalan merek terkenal itu demikian penting jika dikaitkan dengan era persaingan

bisnis yang makin kompetitive seperti sekarang ini, karena hanya merek-merek yang dikenal

memiliki reputasi baik saja yang dapat bertahan, sementara merek-merek yang belum dikenal

oleh masyarakat secara luas akan menghadapi berbagai kendala untuk dapat dipilih oleh

konsumen. Oleh karena itu para pengusaha harus berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan

mereknya dapat terkenal.

Seperti yang dikatakan oleh Wiston mengenai keterkenalan suatu merek dapat diukur

dan beberapa parameteryakni:

Pertama, derajat pengakuan merek oleh konsumen. Derajat ini bisa diperoleh dengan

melakukan survey kepada konsumen merek yang bersangkutan. Jika suatu merek banyak

dipergunakan oleh pihak lain melalui perjanjian lisensi di berbagai negara, akan membuat

suatu merek menjadi terkenal13

.Kedua, luasnya masyarakat yang menggunakan suatu merek

dan berapa lama masyarakat menggunakan suatu merek. Ketiga, seberapa lama pengiklanan

dan publisitas suatu merek. Dalam hal ini iklan dipandang sebagai elemen yang

memungkinkan suatu merek dikenal secara luas oleh masyarakat.

Merek tidak hanya merupakan alat pembeda antara produk yang satudengan yang

lainnya, tetapi juga sebagai petunjuk kualitas atas suatu produk, disamping sebagai pengenal

atau identitas yang akan memudahkan konsumen untuk menentukan pilihannya14

. Demikian

penting arti dan peranan merek, sehingga suatu produk yang tidak memilki merek tentu tidak

akan dikenal atau dibutuhkan oleh konsumen. Memang tidak dapat di bayangkan jika suatu

produk barang dan/atau jasa tanpa memiliki suatu merek, tentu akan membingungkan

pengusaha yangbersangkutan selaku penghasil. Disamping itu tentu juga akan

membingungkan konsumen selaku pemakai atas suatu produk barang dan/atau jasa tertentu.

Mengingat demikian penting arti dan peranan merek dalamdunia industri dan

perdagangan, maka sudah seharusnya jika hak merek yang dimiliki seseorang dilindungi

secara yuridis dari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada pemakaian merek secara salah

atau melawan hukum. Perlindungan hukum tersebut berfungsi untuk memproteksi suatu hak

merek dari perbuatan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Konsep perlindungan hukum terhadap hak merek tersebut mengacu pada sifat hak

merek yang bersifat khusus (exclusive). Hak khusus tersebut bersifat monopoli artinya hak itu

hanya dapat dilaksanakan oleh pemilik merek. Tanpa adanya izin dari pemilik merek, orang

lain tidak boleh mempergunakan hak khusus. Jika ada pihak lain yang mempergunakan hak

13

Keny Wiston, Famous and Well-Know Trade Mark Versus Domain Names, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 9,

1999, h. 68.

14 Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, P.T. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997, h. 60.

khusus tadi dengan tanpa adanya izin dari pemilik hak merek, maka telah terjadi pelanggaran

yang dapat dikenai sanksi tertentu15

.

Implementasi hak khusus yang terkandung dalam hak merek adalah hak untuk memakai

suatu merek pada produk barang atau jasa serta hak untuk memberi izin pada pihak lain untuk

memakai merek tersebut melalui perjanjian lisensi. Hak khusus yang terdapat pada hak merek

tersebut pada asasnya sama dengan hak yang melekat pada property lainnya. Oleh karenanya

hak khusus pada hak merek merupakan hak kebendaan yang bersifat tidak

berwujud(intangible)16

.

Karena sepadan dengan hak kebendaan lainnya, hak mereksecara ekonomis memiliki

nilai yang tinggi. Apalagi jika suatu merek telah menjadi merek terkenal, maka hak yang

melekat padanya tidak ternilai harganya. Suatu merek terkenal pada asasnya merupakan

itikad baik (goodwill) yang memiliki prospek cerah bagi kelangsungan suatu usaha. Oleh

karenanya hak itu perlu dilindungi.

Sebagai salah satu Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) merek memiliki fungsi yang

sangat penting dan strategis. Pentingnya hak merek tidak hanya pada pembedaan barang atau

jasa sejenis saja, melainkan juga berfungsi sebagai assetperusahaan yang tidak ternilai

harganya, khususnya untuk merek-merek yang berpredikat terkenal (well known marks)17

.

Pada sisi lain keterkenalan suatu merek mengundang orang-orang yang tidak

bertanggungjawab untuk memakaianya secara salah. Bentuk-bentuk kesalahan tersebut ada

yang sengaja dilakukan dengan cara menggunakan merek orang lain tanpa hak atau

menggunakan merek yang mengandung persamaan pada keseluruhannya atau persamaan

pada pokoknya dengan merek terkenal.

15

Agung Sudjatmiko, Perlindungan Hukum Hak Atas Merek, Yuridika, Vol. 15 No. 5 September-Agustus,

2000, h. 349.

16Ibid.

17 Soendari Kabat dan Agung Sudjatmiko, Aspek Yuridis Pemakaian Merek Terkenal Sebagai Domain

Names, Yuridika, Vol. 16 No. 5 September –Oktober, 2001, h. 438

Perlindungan hukum atas merek terkenal sebagai hakkekayaan intelektual memang

wajar, mengingat terciptanya karya-karya intelektual tersebut juga atas dasar pengorbanan

yang tidak sedikit baik biaya maupun tenaga dari pemiliknya, sehingga terhadapnya perlu

diberikan insentif dan penghargaan guna mendorong seseorang untuk berkarya dan

berkreativitas.

C. Meniru Merek Terkenal Membuktikan adanya Itikad Tidak Baik

Merek Terkenal merupakan merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek ini memiliki

kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang yang berada di bawah

merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar) dan ikatan mitos (mythical

context) kepada segala lapisan konsumen18

.

Apabila suatu perusahaan mencapai tahapan yang menjadikan merek dikenal luas oleh

masyarakat konsumen, maka hal itu dapat menimbulkan terdapatnya parakompetitor yang

beritikad tidak baik (bad faith)untuk melakukan persaingan tidak sehat dengan cara peniruan,

pembajakan, bahkan mungkin dengan cara pemalsuan produk bermerek dengan mendapatkan

keuntungan dagang dalam waktu yang singkat19

.Karena untuk mejadi sebuah merek dan

mendapat perlindungan hukum syaratnya adalah merek tersebut harus didaftarkan ke instansi

terkait yaitu Dirjen HKI. Prinsip-prinsip yang penting yang dijadikan sebagai pedoman

berkenaan dengan pendaftaran merek adalah perlunya itikad baik (goodwill) dari pendaftar.

Sebuah merek yang terdaftar ternyata ditemukan adanya kesamaan dalam merek yang

ternyata sudah terlebih dahulu terdaftar, maka hal tersebut dikatakan sebagai dasar dari itikad

tidak baik. Terhadap pendaftaran yang dilakukan dengan dasar itikad tidak baik tersebut

dapat dilakukan upaya hukum yaitu pembatalan merek.Adapun Itikad tidak baik dalam

18

Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 91-92.

19 Darmadi Durianto, Sugiarto, dan Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas

Perilaku Merek, Gramedia Utama Pustaka, Jakarta, 2011, h. 22.

pendaftaran merek di UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, diatur di

dalam Pasal 21 ayat (3) yang berbunyi : "Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon

yang beriktikad tidak baik". Yang dimaksud dengan "Pemohon yang beriktikad tidak baik"

adalah Pemohon yang patut diduga dalam mendaftarkan Mereknya memiliki niat untuk

meniru, menjiplak, atau mengikuti Merek pihak lain demi kepentingan usahanya,

menimbulkan kondisi persaingan usaha tidak sehat, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.

Contohnya Permohonan Merek bentuk tulisan, lukisan, logo, atau susunan warna yang sama

dengan Merek milik pihak lain atau Merek yang sudah dikenal masyarakat secara umum

sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya

atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah dikenal tersebut.

Oleh karena itu, pemilik merek beritikad baik harus memperoleh perlindungan hukum

yang memadai. Selama ini perlindungan hukum pemilik merek beritikad baik, dirasa masih

lemah. Ini dibuktikan dengan adanya merek produk ganda dengan pemilikan berbeda. Aparat

penegak hukum tidak boleh membiarkan terjadinya peniruan merek-merek terkenal oleh

masyarakat sebagai konsumen. Peniruan merek terkenal dalam perdagangan akan

menimbulkan kerancuan dan penyesatan atas pengenalan konsumen terhadap produk-produk

tertentu. Peniruan merek terkenal ini akan berjalan terus-menerus sepanjang industri eksis

dan berkembang sehingga upaya penegakkan hukum merek juga harus dilaksanakan terus-

menerus dan terorganisasi dengan baik dengan paradigma bahwa menurunnya upaya

penegakkan hukum berhubungan langsung dengan meningkatnya peniruan merek terkenal

baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Merek harus didaftar dengan itikad baik. Artinya jika seseorang mencoba untuk

mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang lain, maka merek

tersebut tidak dapat didaftarkan. Masalah itikad baik tersebut juga akan timbul jika seseorang

telah memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih untuk tidak

mendaftarkannya merek tersebut. Jika seseorang tersebut dapat membuktikan bahwa dia telah

menggunakan merek tersebut, maka usaha mendaftarkan merek tersebut oleh orang lain dapat

dicegah dengan menyebut usaha tersebut dengan “itikad tidak baik”20

.

Adapun pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan usaha tidak

jujur berwujud penggunaan upaya-upaya atau ikhtiar-ikhtiar mempergunakan merek dengan

meniru merek terkenal (well know trade mark) yang sudah ada sehingga merek atas barang

dan/atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan merek atas barang dan/atau jasa

yang sudah terkenal (untuk barang yang sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan kepada

para konsumen, seakan-akan barang dan/atau jasa yang diproduksinya tersebut sama dengan

produksi barang dan/atau jasa yang telah terkenal.

Jika suatu merek diajukan di Indonesia oleh seseorang yang tidak bermaksud memakai

merek tersebut dan bertujuan untuk menghalangi pihak lain masuk ke pasar lokal, atau

menghambat pesaing memperluas jaringan bisnisnya, maka merek tersebut tidak dapat

didaftarkan di Indonesia.Larangan ini untuk mencegah jangan sampai orang/pihak tertentu

melakukan pendaftaran berbagai barang dalam suatu merek dengan itikad buruk agar orang

lain tidak dapat menggunakan merek tersebut atau dengan cara-cara curang membatasi

perdagangan barang tersebut.

Jadi menurut penulis, merek harus didaftarkan dengan itikad baik, yang asrtinya jika

seseorang mencoba mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang

lain atau serupa dengan milik orang lain, maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan.

Masalah itikad tidak baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah memakai suatu

merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan merek tersebut. Jika

seseorang itu dapat membuktikan bahwa dia sudah menggunakan merek tersebut, maka usaha

20

Eddy Damian, Simon Butt, dan Tomi Suryo Utomo, Op. Cit., h. 140-141.

mendaftarkan merek itu oleh orang lain dapat dicegah dengan menyebut usaha tadi sebagai

“itikad tidak baik”. Sedangkan dalam konsepsi penggunaan merek, pensyaratan itikad baik

berarti bahwa untuk dapat didaftarkan, sebuah merek harus digunakan atau dimaksudkan

untuk digunakan dalam perdagangan barang dan/atau jasa.

Contohnya kasus antara Merek Terkenal ”PIAGET”dan “PIAGET POLO” milik

Richemont International S.A sebagai Penggugat melawan merek “PIAGETPOLO” milik

Hartafadjaja Mulia sebagai Tergugat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 762K/Pdt.Sus-

HKI/2012 tanggal 26 Februari 2013 memenangkan “PIAGET” dan “PIAGET POLO” milik

Penggugat sebagai Merek Terkenal atas dasar telah dikenal diberbagai penjuru dunia

termasuk Indonesia yang berakibat merek “PIAGETPOLO” milik Tergugat yang telah

beredar di pasaran sebagai merek tiruan dari aslinya. Hal tersebut, meskipun memiliki

kualitas yang baik, akan tetapi secara tidak langsung konsumen mengalami kerugian karena

Merek Terkenal yang diakui oleh Indonesia pada kasus ini adalah ”PIAGET”dan “PIAGET

POLO”. Dan dalam kenyataannya merek tiruan “PIAGETPOLO” dianggap telah melakukan

perbuatan melawan hukum dengan memiliki itikad tidak baik yang merugikan Merek

Terkenal milik Penggugat serta para konsumen. Dalam contoh itu sudah terjadi itikad tidak

baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru

merek dagang yang sudah dikenal tersebut dalam persamaan pada pokoknya21

.

Bahwa selain itu, kriteria mengenai keterkenalan suatu merek atas dasar adanya

pendaftaran merek diberbagai negara juga didukung dengan adanya Yurisprudensi

Mahkamah Agung R.I Nomor 1486 K/Pdt/1991 :

“Suatu merek termasuk dalam pengertian Well-Known Mark pada prinsipnya diartikan

bahwa merek tersebut telah beredar keluar dari batas-batas regional malahan sampai batas-

21

Putusan Mahkamah Agung No. 762 K/Pdt.Sus/2012.

batas transnasionai, karenanya apabila terbukti suatu merek telah terdaftar di banyak negara

dunia, maka dikwalifisir sebagai merek terkenal karena telah beredar sampai Area batas-batas

di luar negara asalnya”

Perbuatan beritikad tidak baik sebenarnya merupakan tindakan curang untuk

membonceng merek yang sudah terkenal atau sesuatu yang sudah banyak dikenal masyarakat

luas, sehingga dengan menggunakan merek yang demikian, suatu produk ikut menjadi

dikenal di masyarakat. Sudah tentu perbuatan ini tidak sesuai dengan etika intelektual yang

telah diatur dengan undang-undang. Suatu hasil karya orang lain tidak dapat ditiru begitu

saja, tetapi terlebih dahulu harus dengan izin pemiliknya22

.

Oleh sebab itu maka penerapan dari itikad tidak baik dalam pendaftaran merek

dijadikan sebagai alasan pembatalan merek menurut Undang-Undang Merek, bertujuan untuk

mengetahui adanya penerapan persamaan pada pokoknya dan itikad tidak baik dalam suatu

gugatan pembatalan pendaftaran merek. Alasan terjadinya suatu pembatalan pendaftaran

merek yang didasarkan pada persamaan pada pokoknya sama dengan yang dibuktikan pada

itikad baik dalam suatu gugatan pembatalan terhadap pendaftaran merek23

.

Pelanggaran di bidang merek pada umumnya adalah pemakaian Merek Terkenal tanpa

izin, atau peniruan terhadap Merek Terkenal dengan tujuan untuk memudahkan pemasaran.

Hal ini dilakukan umumnya untuk kepentingan sesaat, namun sangat merugikan konsumen.

22

RR. Putri Ayu Priamsari, Penerapan Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek, Program Magister

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2010. h. 11

23Ibid.