BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00451-TI...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00451-TI...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler (Kotler, 2002, h 42) kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi atau kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan
harapan-harapannya.
Menurut Hurriyati (2005, h104) pelanggan adalah pihak yang
memaksimalkan nilai, mereka yang membentuk harapan akan nilai dan
bertindak berdasarkan itu.
Menurut Tse dan Wilton, 1998 (dalam Tjiptono, 2004, h146) kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian atau dikonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya.
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan
merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan
harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa.
Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila
18
kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas. Harapan
pelanggan akan dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari
kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang
puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap apa harga dan memberi
komentar yang baik terhadap perusahaan.(Supranto,J. Pengukuran Tingkat
Kepuasan Pelanggan,2001)
Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan
antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel (1990)
dan Pawitra (1993) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan
dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan
tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan,
sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini : (Rangkuti, 2002, h 23)
Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Gambar 2.1 Diagram Kepuasan Pelanggan
(Sumber : Rangkuti Freddy, 2002, h 24)
19
Menurut Kotler dalam mengukur tingkat kepuasan dapat digunakan
beberapa metode yaitu:
1) Complaint & Suggestion Sistems
Metode ini menyediakan pusat pelayanan konsumen yang
memudahkan konsumen menyampaikan saran dan keluhan mereka
terhadap layanan atau produk yang dibeli perusahaan
2) Customer Satisfaction Surveys
Metode ini melakukan survey dengan mengirim kuesioner kepada
konsumen atau menelepon konsumen secara acak untuk menanyakan
tingkat kepuasan konsumen tersebut terhadap layanan atau produk
yang dihasilkan perusahaan.
3) Ghost Shopping
Metode ini menyewa beberapa orang sebagai pembeli potensial (ghost
shopper) yang akan mengamati kegiatan perusahaan dalam melayani
konsumen kemudian melaporkannya ke pihak manajemen
perusahaan mengenai apa yang telah mereka amati, baik hal-hal yang
baik maupun yang buruk dalam pelayanan perusahaan terhadap
konsumen.
4) Last Customer Analysis
Perusahaan menghubungi konsumen yang telah berhenti membeli
produk atau layanan perusahaan yang bersangkutan dan membeli dari
pesaing. Dari tingkat kehilangan konsumen, dapat diketahui berapa
20
persen dari konsumen yang tidak merasa puas atau produk layanan
yang diberikan oleh perusahaan.
Manfaat dari pengukuran kepuasan konsumen adalah untuk
menemukan bagian yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari
konsumen secara langsung atau dari keluhan konsumen adalah alat untuk
mengukur kepuasan konsumen. Pemahaman atas kepuasan konsumen akan
bermanfaat untuk beberapa hal berikut ini :
a. Memberikan kontribusi dalam mempersiapkan perusahaan
menghadapi persaingan.
b. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi
harmonis.
c. Dapat mendorong terciptanya loyalitas konsumen.
d. Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan perusahaan.
e. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata konsumen.
f. Laba yang diperoleh dapat meningkat.
2.1.1 Identifikasi jenis-jenis konsumen
Konsumen adalah semua orang yang menuntut perusahaan untuk memenuhi
suatu standar kualitas tertentu, dan itu akan memberikan pengaruh pada
performansi perusahaan. Manajemen perusahaan L.L.Bean, Freport, Maine,
21
memberikan beberapa definisi tentang konsumen (Vincent Gasperz, 1997, h
73) yaitu:
1. Konsumen adalah orang yang tidak tergantung pada perusahaan, tetapi
perusahaan tergantung padanya.
2. Konsumen adalah orang yang membawa perusahaan pada
keinginannya.
3. Konsumen adalah orang yang teramat penting yang harus dipuaskan.
Pada dasarnya ada tiga konsumen dalam sistem kualitas modern, yaitu:
1. Konsumen internal
Orang yang di dalam perusahaan dan berpengaruh pada performansi
pekerjaan. Contoh: bagian pembayaran gaji memandang karyawan
yang dibayar gajinya sebagai konsumen yang dipuaskan. Kebutuhan
karyawan, seperti menerima pembayaran gaji tepat waktu dan tepat
jumlah, mutlak diperhatikan oleh bagian pembayaran gaji, yang dalam
hal ini bertindak sebagai pemasok internal.
2. Konsumen antara
Mereka yang bertindak bukan sebagai pemakai akhir produk.
Distributor yang mendistribusikan produk, agen perjalanan yang
memesan kamar hotel, merupakan contoh konsumen antara. Misalnya:
hotel (sebagai pemasok) menerima pesanan tempat dari agen
perjalanan (agen merupakan konsumen antara) dan tamu atau
22
pengguna kamar hotel merupakan konsumen akhir atau konsumen
nyata.
3. Konsumen eksternal
Terkadang konsumen dibedakan antara yang membayar atau yang
memakai. Sebagai contoh: swalayan yang menerima pembayaran
dengan kartu kredit, dalam hal ini pembayaran tunai akan dilakukan
oleh bank yang mengeluarkan kartu kredit itu, sedangkan pemakai
produk adalah si pemegang kartu. Dalam kasus ini konsumen
pembayar (bank) maupun konsumen pemakai produk (pemegang
kartu) harus dipuaskan oleh swalayan yang bertindak sebagai pemasok
produk. Dalam kualitas modern, prinsip hubungan pemasok,
konsumen harus dipelihara agar saling memuaskan.
2.2 Kualitas
Membicarakan tentang pengertian tentang kualitas dapat berbeda makna bagi
setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung
pada konteksnya. Banyak pakar dibidang kualitas yang mencoba untuk
mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.
Beberapa diantaranya yang paling popular adalah yang dikembangkan oleh
tiga pakar kualitas tingkat internasional, yaitu W.Edwards Deming, Philip B.
Crosby dan Joseph M.Juran. (Zulian Yamit, 2004, h 7)
23
• Deming : Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
• Crosby : Mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan
dan kesesuaian terhadap persyaratan.
• Juran : Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.
Goetsch Davis, 1994 membuat definisi kualitas yang lebih luas
cakupannya yaitu ”kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan”. Pendekatan yang dikemukakan Goetsch
Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek
hasil akhir, yaitu produk atau jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia,
kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan
produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang
berkualitas.
Menurut David Garvin,1994 mengidentifikasikan lima pendekatan
perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu:
(Zulian Yamit, 2004, h 7)
1. Transcedental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dirasakan,
tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur.
24
Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni
musik, seni tari,seni drama dan seni rupa. Untuk produk jasa dan
pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan
kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik),
pelayanan prima (bank), dan tempat belanja yang nyaman (mall).
Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar
perencanaan dalam manajemen kualitas.
2. Product based approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau
atribut yang diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya
perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi
pendekatan ini tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera
dan preferensi individual.
3. User based approach
Kualitas pada pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk
yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan
selera (fitnes for used) merupakan produk yang berkualitas tinggi.
Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang
berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
25
sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum
yang dapat dirasakannya.
4. Manufacturing based approach
Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau
dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas
sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya (conformance
quality) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian
spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh
karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang
ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang
menggunakannya.
5. Value based approach
Kualitas dalampendekatan ini adalah memandang kualitas dari
segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai ”affordable
excellence”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini
bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang
paling bernilai adalah produk yang paling tepat beli.
2.3 Jasa
Jasa didefinisikan oleh Vincent Gasperz (Manajemen Kualitas dalam
Industri Jasa, 1997, h 181) sebagai ”suatu hasil yang diciptakan melalui
26
aktivitas dalam keterkaitan diantara perusahaan jasa dan pelanggan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan”. Sedangkan menurut Kotler (Marketing
Manajemen Analysis, Planning, Implementation, and Control, 1991, p 455)
”Jasa adalah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun”.
Jasa memiliki 4 karakteristik utama (Marketing Manajemen Analysis,
Planning, Implementation and Control, 1991, h 455) yaitu sebagai berikut:
1. Tidak berwujud (Intangibility)
Jasa tak berwujud artinya jasa yang tidak dapat dilihat,dirasa,
diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk
mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari bukti dari
kualitas jasa.
2. Tidak terpisahkan (Inseparability)
Barang fisik yang diproduksi, kemudian disimpan dalam
persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjual dan kemudian
baru dikonsumsi. Sebaliknya jasa dijual dulu, kemudian diproduksi
dan dikonsumsi bersamaan. Pada umunya jasa dihasilkan dan
dikonsumsi secara bersamaan. Jasa tak terpisahkan berarti jasa
tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, baik penyedia manusia,
atau mesin.
27
3. Bervariasi (Variability)
Karena tergantung pada siapa yang menyediakan jasa, disamping
waktu,tempat dan bagaimana disediakan. Sebuah perusahaan jasa
dapat mengambil langkah kearah pengendalian kualitas yaitu,
investasi dalam seleksi dan pelatihan karyawan, menstandarisasi
proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi dan memantau
kepuasan konsumen lewat sistem saran dan keluhan, survey
konsumen sehungga pelayanan yang kurang dapat dideteksi dan
diperbaiki.
4. Tidak tahan lama (Perishability)
Jasa tidak tahan lama berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dijual
atau dipakai kemudian. Sehingga jika suatu jasa tidak dipergunakan
maka jasa itu akan menghilang begitu saja karena tidak dapat
disimpan untuk digunakan lain waktu.
2.4 Kualitas Pelayanan Jasa
Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan lebih unggul
dibandingkan para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang
berkualitas dan bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen.
Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan mereka terima dapat
dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang mereka peroleh. Konsumen
memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Dan setelah
28
menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan
yang mereka harapkan.(Rangkuti, 2002, h 17)
Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh dibawah jasa yang
mereka harapkan, para konsumen akan kehilangan minat terhadap pemberi
jasa yang mereka nikmati memenuhi atau melebihi tingkat kepentingan,
mereka akan cenderung memakai kembali produk jasa tersebut.
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut
pandang perusahaan tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian
pelanggan. Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan ,
perusahaan harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan
memperhatikan komponen kualitas pelayanan. (Rangkuti, 2002, h 18)
Menurut Parasuraman,Zeithaml, dan Berry dalam Love Lock
(1991:367) ciri-ciri kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi
besar, yaitu: (Rangkuti, 2002, h 19)
a) Reliability (Keandalan)
Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang
tepat dan dapat diandalkan.
b) Responsiveness (Daya Tanggap)
Untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan
cepat.
29
c) Assurance (Jaminan)
Untuk mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh karyawan.
d) Emphaty (Empati)
Untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen
serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.
e) Tangible (Kasat mata)
Untuk mengukur penampilan fisik, peralatan, karyawan serta sarana
komunikasi.
Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel yaitu jasa yang dirasakan
(perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa
yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi
tidak tertarik penyedia jasa yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi
adalah sebaliknya, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan
penyedia jasa itu lagi. (Rangkuti, 2002, h 21)
Penelitian mengenai customer perceived quality pada industri jasa oleh
Leonard L Berry A Parasuraman, dan Valerie A Zeithalm (1985),
mengidentifikasikan lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan
penyampaian jasa, yaitu :
a. Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dan persepsi manajemen.
Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para
30
pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana
produk jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa
saja yang diinginkan konsumen.
b. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan
konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu
memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi
mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi
karena tiga faktor yaitu tidak adanya komitmen total manajemen
terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya atau karena adanya
kelebihan permintaan.
c. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan
kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja yang
melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja, atau
ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal.
Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan
pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi
oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat
dipenuhi, janji menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas
jasa perusahaan.
31
e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi
perusahaan dengan cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru
mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.5 SERVQUAL
Servqual merupakan sebuah model pengukuran skala multi-item yang
dimaksudkan untuk mengukur harapan dan persepsi yang diterima oleh
pelanggan, dan kesenjangan (gap) yang ada dalam model kualitas jasa.
Servqual mendefinisikan evaluasi kualitas pelanggan dalam bentuk
kesenjangan antara tingkat harapan dan tingkat persepsi yang duterima
pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala likert, dimana
responden tinggal memilih derajat kesetujuan/ ketidaksetujuannya atas
pernyataan mengenai penyampaian kualitas jasa. (Tjiptono, 2000, h 99)
Pengukuran kualitas jasa harus dilakukan dan disempurnakan secara periodik.
Jadi kuesioner yang digunakan harus terus menerus dikembangkan dan
disesuaikan dengan situasi yang dihadapi.
Servqual berasumsi bahwa kepuasan pelanggan berhubungan secara linier
dengan performansi atribut pelayanan. Implikasinya adalah kepuasan
pelanggan yang rendah dihasilkan dari rendahnya performansi atribut, oleh
karena itu atribut-atribut dengan performansi rendah inilah yang menjadi
fokus dalam usaha peningkatan. Asumsi ini tidak sepenuhnya benar.
32
Memfokuskan peningkatan terhadap atribut pelayanan tertentu tidak selalu
mengarah kepada peningkatan kepuasan pelanggan bila atribut pelayanan
tersebut tidak dianggap penting oleh pelanggan. Sebaliknya, kepuasan
pelanggan kadang kala dapat ditingkatkan hanya dengan peningkatan kecil
terhadap atribut pelayanan yang menyenangkan yang tidak disangka akan
diberikan oleh perusahaan. Selain itu servqual menyediakan informasi penting
mengenai kesenjangan (gap) antara tingkat harapan pelanggan dan tingkat
kepuasan pelanggan, namun servqual tidak dapat memberikan solusi
bagaimana kesenjangan tersebut bisa diatasi. (Pawitra & Tan, 2001, h 419)
2.6 Quality Function Deployment
Quality Function Deployment merupakan suatu proses perencanaan sistematis
yang diciptakan untuk membantu tim proyek menggabungkan dan mengatur
seluruh elemen yang dibutuhkan untuk mendefinisikan, mendesain, dan
menghasilkan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan pelanggan.
(Quality Function Deployment: How To Make QFD Work Of You, 1995, h 11)
2.6.1 Keuntungan penerapan QFD
Penerapan QFD mempunyai banyak keuntungan, antara lain :
(Implementasi TQM : Menerapkan Manajemen Terpadu, h 203)
33
1. Proses dimulai dari konsumen
Service QFD memerlukan pengumpulan input dan respond dari
konsumen untuk mengetahui perbandingan dengan pesaing dalam
memenuhi kebutuhan konsumen.
2. Service QFD dapat mengurangi cycle time
Service QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk atau jasa
karena berfokus sepenuhnya pada kebutuhan konsumen yang spesifik
dan teridentifikasi baik.
3. Service QFD dapat mengembangkan team building
Keputusan dalam proses pembuatan QFD harus berdasarkan
konsensus bersama dan memerlukan diskusi mendalam dari berbagai
fungsional dalam perusahaan.
4. Service QFD membantu untuk penciptaan database yang kuat dari
pemahaman konsumen, efektivitas internal, dan kompetitif eksternal.
Dengan menerapkan service QFD, perusahaan selalu mempunyai
informasi up to date mengenai kebutuhan konsumen dan proses
internal bila terjadi perubahan.
5. Service QFD mendorong pemakainya untuk selalu mengukur
kemampuannya dan dibandingkan dengan pesaing. Jika produk atau
jasa yang dihasilkan tidak mempunyai pesaing, maka kinerja
dibandingkan periode per periode.
34
6. Service QFD berorientasi pada perbaikan berkelanjutan (continuos
improvment)
7. Penerapan QFD dapat mengurangi biaya dan pemborosan
2.6.2 Proses Service QFD
Gagasan utama dari service QFD adalah untuk menerjemahkan kebutuhan
konsumen kedalam kualitas final produk atau jasa. Mungkin metodologi
service QFD yang umumnya dikenal dengan metode clausing, lebih dikenal
dengan sebutan ”The Clausing Four Phase Model”. Metodologi ini cocok
untuk diterapkan kedalam bidang-bidang manufaktur, atau lebih tepatnya
untuk pengembangan produk. Proses penerjemahan tersebut dilakukan dalam
beberapa tahap (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work for
You, 1995, h 311). Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penerjemahan kebutuhan konsumen menjadi karakteristik teknis
(Product Planning)
Kebutuhan konsumen ditransformasikan menjadi karakteristik produk.
Pada saat yang sama dilakukan analisis terhadap kemampuan pesaing.
Hasil akhirnya adalah identifikasi dari karakteristik teknis yang akan
ditransfer ke langkah selanjutnya.
35
2. Penerjemahan karakteristik teknis menjadi karakteristik part(Part
Planning)
Konsep rancangan yang akan memenuhi nilai target yang telah
ditentukan. Part kritis diidentifikasi untuk mengetahui apakah
perkembangan lebih jauh diperlukan untuk memenuhi permintaan
pasar.
3. Penerjemahan karakteristik part menjadi operasi proses utama
(Process Planning)
Karakteristik part kritis ditransformasikan kedalam operasi produksi
dan parameter kritisnya diidentifikasi. Metode untuk kontrol proses
disiapkan.
4. Penerjemahan operasi proses utama menjadi kebutuhan produksi
(Production Planning)
Instruksi produksi dirancang pada tahap ini dan diperlukan deskripsi
detail dari part yang harus diukur dan diteliti.
2.7 House Of Quality (HOQ)
HOQ adalah serangkaian yang dipergunakan dalam proses serviceQFD. HOQ
membantu untuk mempelajari dan menganalisis hubungan, kepentingan, dan
trade off antara beberapa faktor (kebutuhan konsumen).
Pada dasarnya HOQ terdiri atas 2 (dua) bagian utama, yaitu tabel konsumen
(horizontal) dan tabel teknis (vertical). Didalam HOQ, ditampilkan atribut
36
kebutuhan pelanggan dibagian sebelah kiri dan respon teknis dari perusahaan
yang memenuhi atribut kebutuhan tersebut dibagian atas (Quality Function
Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 12). Matriks ini
terdiri dari beberapa bagian atau sub matriks yang masing-masingnya
mengandung informasi yang saling berhubungan satu sama lain. Tiap bagian
adalah hasil pemahaman perusahaan terhadap suatu aspek proses perencanaan
produk, jasa, atau suatu proses.
Langkah-langkah pembuatan HOQ (Quality Function Deployment, How to
Make QFD Work For You, 1995, h 69) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi atribut kebutuhan konsumen.
Dalam pembuatan HOQ, langkah ini adalah yang pertama dan
terpenting karena QFD bergerak dari kebutuhan konsumen (Customer
Focus). Identifikasi atribut kebutuhan konsumen dapat dilakukan
dengan beberapa metode, yaitu wawancara dengan konsumen secara
perseorangan atau secara kelompok. Dari kedua metode tersebut,
didapat banyak sekali atribut kebutuhan konsumen. Untuk itu
digunakan diagram afinitas dan diagram pohon untuk
mengelompokkannya kedalam atribut kebutuhan primer, sekunder,
dan tersier. Setelah didapat pengelompokkannya, maka atribut
kebutuhan konsumen tersebut dimasukkan kedalam HOQ dibagian
sebelah kiri.
37
2. Membuat matriks perencanaan
Matriks perencanaan adalah suatu alat untuk membantu perusahaan
membuat prioritas atribut kebutuhan konsumen HOQ (Quality
Function Deployment, How to Make QFD Work For You, 1995, h 92).
Matriks perencanaan menyediakan metode sistematis bagi perusahaan
untuk membandingkan kinerja produk atau jasa mereka saat ini dalam
memenuhi kebutuhan konsumen dengan kinerja produk atau jasa
pesaing. Matriks ini berisi data-data tentang:
Tingkat kepentingan konsumen
Menunjukkan seberapa penting suatu atribut kebutuhan
konsumen menurut persepsi konsumen. Skala yang digunakan
adalah skala likert dengan nilai minimum adalah 1 (sangat
tidak penting) dan nilai maksimum adalah 5 (sangat penting).
Nilai tingkat kepentingan didapat dari hasil survey
konsumen.Untuk menentukan tingkat kepentingan, diambil
median dari hasil survey konsumen. Median adalah nilai yang
paling mewakili tingkat kepentingan, yang dalam ilmu statistik
termasuk kedalam kategori data ordinal.
Tingkat kepuasan konsumen
Tingkat kepuasan konsumen menunjukkan seberapa baik
kinerja produk atau jasa memenuhi atribut kebutuhan
konsumen. Skala yang digunakan adalah skala likert, dengan
38
nilai minimum minimum adalah 1 (sangat tidak puas) dan nilai
maksimum adalah 5 (sangat puas). Untuk menentukan tingkat
kepuasan, diambil median dari hasil survey konsumen. Median
adalah nilai yang paling mewakili tingkat kepuasan, yang
dalam ilmu statistik termasuk kedalam kategori data ordinal.
3. Menentukan respon teknis
Respon teknis adalah karakteristik produk atau jasa yang dapat diukur
untuk memenuhi atribut kebutuhan konsumen. Dengan kata lain,
atribut kebutuhan konsumen diterjemahkan kedalam bahasa yang
digunakan perusahaan (Quality Function Deployment, How to Make
QFD Work For You, 1995, h 123).
4. Menentukan hubungan antara respon teknis dan atribut kebutuhan
konsumen.
Matriks ini bertujuan untuk memperlihatkan kekuatan hubungan
antara keduanya. Jenis hubungan ini dibagi 3 dan masing-masing
mempunyai bobot yang berbeda yaitu:
a. Hubungan Kuat
Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan
sangat erat terpenuhinya atribut kebutuhan konsumen.
b. Hubungan Sedang
Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan
erat terpenuhinya kebutuhan konsumen
39
c. Hubungan Lemah
Merupakan hubungan yang terjadi jika respon teknis berhubungan
tidak terlalu erat terpenuhinya atribut kebutuhan konsumen.
5. Menentukan arah pengembangan (Direction of Improvment)
Arah pengembangan dari masing-masing respon teknis sangat penting
untuk diketahui guna memberikan peningkatan terhadap kepuasan
konsumen.
Terdapat 3 jenis arah pengembangan, yaitu:
a. Tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis
semakin besar.
b. Tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis
semakin kecil
c. o tingkat kepuasan konsumen akan meningkat jika respon teknis
pada target tertentu.
6. Menentukan Korelasi teknis
Matriks korelasi teknis digunakan untuk mengetahui hubungan antar
respon teknis (Quality Function Deployment, How to Make QFD Work
For You, 1995, h 152), bentuknya yang segitiga membuat matriks ini
disebut atap dari HOQ. Dalam service QFD, biasanya korelasi teknis
dibagi atas 4 jenis hubungan, yaitu:
40
1. Hubungan kuat positif
hubungan yang searah dimana jika salah satu respon teknis
mengalami peningkatan, maka akan berdampak kuat pada
peningkatan respon teknis lain yang terkait
2. Hubungan positif
hubungan yang searah dimana jika salah satu respon teknis
mengalami penignkatan, maka akan berdampak pada
peningkatan respon teknis lain yang terkait
3. Hubungan negatif
Hubungan yang tidak searah dimana jika salah satu respon
teknis mengalami peningkatan, maka akan berdampak pada
penurunan respon teknis lain yang terkait.
4. Hubungan kuat negatif
Hubungan yang tidak searah dimana jika salah satu respon
teknis mengalami peningkatan, maka akan berdampak kuat
pada penurunan respon terkait.
7. Menentukan Target Respon Teknis
Pada tahap ini perusahaan menentukan target yang ingin dicapai untuk
setiap karakteristik teknis yang dapat memenuhi keinginan konsumen.
Proses penentuan target ini umumnya dilakukan secara subjektif, misalnya
melalui konsensus lain.
41
2.8 Model Kano
Kano et al. (1984) membuat sebuah model untuk mengkategorikan
atribut- atribut dari sebuah produk atau jasa berdasarkan seberapa baik atribut-
atribut tersebut dapat memuaskan pelanggan (Pawitra & Tan, 2001, p421).
Berikut ini adalah kategori kano kebutuhan pelanggan yang
memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan (Pawitra & Tan, 2001,
p421) :
• The must be atau basic needs
Untuk kebutuhan ini, pelanggan akan merasa tidak puas ketika
performansi atribut produk (barang atau jasa) rendah. Tetapi,
kepuasan pelanggan tidak akan meningkat melebihi area netral
meskipun performansi atribut produk tinggi.
• The one dimensional atau performance needs
Untuk kebutuhan ini, kepuasan pelanggan memiliki fungsi linier
dengan performansi atribut produk. Performansi atribut produk
yang tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi pula.
• The attractive atau excitement needs
Untuk kebutuhan ini, kepuasan pelanggan meningkat secara
super linier (berlipatganda) seiring dengan peningkatan
performansi atribut. Namun, penurunan performansi atribut ini
tidak menyebabkan penurunan tingkat kepuasan pelanggan.
42
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa seiring dengan berjalannya
waktu dan perkembangan produk, atribut produk yang semula attractive
dapat bergeser menjadi one dimensional, atau bahkan menjadi kebutuhan
dasar (basic needs). Oleh karena itu, penting dilakukan pengembangan dan
pengenalan produk dengan atribut yang inovatif secara berkesinambungan.
Model kano menunjukkan bahwa tidak cukup bila perusahaan hanya
memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan performansi saja. Dalam pasar
dengan tingkat persaingan tinggi, perusahaan perlu mengadopsi startegi dan
menciptakan atribut produk yang ditargetkan secara khusus untuk
menyenangkan (over satisfying) pelanggan (Pawitra & Tan, 2001, p422).
Langkah-langkah dalam menerapkan Model Kano adalah sebagai
berikut (Pawitra & Tan, 2001, p427) :
1. Atribut pelayanan yang ada dibuat dalam bentuk pernyataan
fungsional dan disfungsionalnya. Kemudian pasangan pernyataan
fungsisonal dan disfungsionalnya seluruh atribut pelayanan disusun
dengan urutan yang acak.
2. Kemudian daftar pasangan pernyataan atribut yang telah dibuat
diberikan kepada responden untuk diisi. Untuk setiap pernyataan,
responden dapat memilih lima pilihan jawaban, yaitu atribut disukai
(like), atribut harus ada (must be), atribut netral (neutral), atribut tidak
disukai tapi masih bisa ditolerir (live with), dan atribut tidak disukai
(dislike).
43
3. Setelah itu, untuk menentukan kategori kano atribut pelayanan maka
pasangan jawaban dari setiap atribut pelayanan dicocokkan dengan
tabel evaluasi kano. Dalam penggunaan, tingkat kepentingan atribut
pelayanan dikalikan dengan bobot tertentu sesuai dengan kategori
kano atribut pelayanan yang bersangkutan sehingga diperoleh tingkat
kepentingan yang disesuaikan (adjusted importance). Adjusted
importance inilah yang dipakai dalam menghitung tingkat kepentingan
HOWs sesuai dengan hubungan yang terdapat dalam matriks
hubungan. perlu diingat bahwa atribut pelayanan yang diperhitungkan
hanya atribut yang memiliki pengaruh terhadap kepuasan pelanggan,
yaitu atribut yang masuk dalam kategori attractive, one dimensional,
dan must be.
Tabel 2.1 Kategori Kano
Disfungsional Kebutuhan Pelanggan Like Must be Neutral Live with Dislike
Like Q A A A O Must be R I I I M Neutral R I I I M
Live with R I I I M
Fungsional
Dislike R R R R Q Sumber : (Pawitra & Tan, 2001, p428)
Keterangan :
A = attractive Q = questionable (dipertanyakan)
O = one dimensional R = reverse (bertentangan)
M = must be I = indifferent (tidak berbeda)
44
Beberapa keuntungan penggunaan Model Kano menurut Matzler dan Hinterhuber
(1998) adalah (Pawitra & Tan, 2001, p422)
• Model Kano mementingkan pemahaman kebutuhan dari produk
atau pelayanan. Atribut yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap kepuasan pelanggan dapat diidentifikasi.
• Model Kano menyediakan panduan berharga dalam situasi trade
off. Bila terdapat dua atribut produk atau jasa yang tidak dapat
dilaksankan bersamaan berhubungan dengan alasan teknis atau
finansial, maka atribut yang dipilih untuk dilaksanakan adalah
atribut yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap kepuasan
pelanggan.
• Penggunaan Model Kano dapat mengarahkan kepada
pengembangan diferensiasi produk atau jasa yang luas dengan
cara menganalisa atribut yang menarik (attractive atribute) lebih
jauh. Atribut menarik inilah yang menjadi kunci dalam
memenangkan persaingan pasar.
Disamping keuntungan yang telah disebutkan diatas, Model Kano juga
memiliki beberapa keterbatasan, yaitu (Pawitra & Tan, 2001, p422) :
• Model Kano hanya dapat diklasifikasikan atribut, tetapi tidak
dapat mengkuantitatifkan nilai performansi atribut.
45
• Model Kano tidak menyediakan penjelasan mengenai hal-hal
apa yang mendorong atau membentuk persepsi pelanggan,
mengapa atribut tertentu penting bagi pelanggan, dan apa
maksud dari perilaku pelanggan tersebut.
Dengan mempertimbangkan keterbatasan Model Kano yang ada,
mengintegrasikan ke dalam servqual dapat membantu untuk memprioritaskan
kesenjangan atribut pelayanan mana yang harus difokuskan terlebih dahulu
untuk ditanggulangi. Keseluruhan proses pengembangan atribut pelayanan
dapat ditingkatkan lebih jauh bila pengukuran periodik dapat diterapkan
secara sistematis ke dalam langkah-langkah peningkatan. Disinilah peran
Quality Function Deployment dibutuhkan (Pawitra & Tan, 2001, p422).
2.9 Total Quality Management
Total quality management adalah sistem manajemen yang berorientasi
pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang
diupayakan sekali benar (right first time), melalui perbaikan
berkesinambungan (continuos improvement) dan memotivasi karyawan.(Kid
Sadgrove, 1995). Definisi lain menyatakan bahwa TQM adalah sistem
manajemen untuk meningkatkan keseluruhan kualitas menuju pencapaian
keunggulan bersaing yang berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh (total) anggota organisasi. Santoso, 1992 mendefinisikan
46
TQM adalah sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai
strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi. Fandy Tjiptono, 1996 mendefinisikan TQM
adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atau
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
Seperti apapun TQM didefinisikan, yang lebih penting adalah
bagaimana mengimplementasikan TQM dengan menggunakan prinsip-prinsip
dalam sistem TQM secara utuh agar berhasil dalam penerapannya,
memberikan nilai tambah, dan berdampak positif bagi perusahaan, karyawan,
dan pelanggan. Bila TQM diimplementasikan tidak tepat malah menjadi
sumber pemborosan, hal ini bukan tidak sering terjadi meskipun
kedengarannya ironis.
Menurut Scheuing dan Christoper dalam Fandy Tjiptono, 1996
menyatakan terdapat empat prinsip utama dalam sistem TQM yaitu : (Zulian
Yamit, 2004, h 182)
1. Kepuasan pelanggan internal dan eksternal
2. Respek terhadap setiap orang
3. Manajemen berdasarkan fakta
4. Perbaikan berkesinambungan atau perbaikan terus menerus.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari TQM khususnya bagi
pelanggan, perusahaan, maupun bagi staf dan karyawan. Manfaat tersebut
47
didasarkan pada system kerja dari program TQM yang berlandaskan pada
perbaikan berkesinambungan atau berkelanjutan. (Zulian Yamit, 2004, h 186)
Manfaat TQM bagi pelanggan :
1. Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau
pelayanan
2. Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih
diperhatikan
3. Kepuasan pelanggan terjamin
Manfaat TQM bagi perusahaan :
1. Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2. Staf lebih termotivasi
3. Produktivitas meningkat
4. Biaya turun
5. Produk cacat berkurang
6. Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat
7. Membuat perusahaan sebagai pemimpin (leader) dan bukan sekedar
pengikut (follower)
8. Membantu terciptanya team work
9. Membuat perusahaan lebih sensitf terhadap kebutuhan pelanggan
10. Membuat perusahaan siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap
perubahan
11. Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih muda
48
Manfaat TQM bagi staf organisasi yaitu:
1. Pemberdayaan
2. Lebih terlatih dan berkemampuan
3. Lebih dihargai dan diakui
2.10 Metode Penelitian
2.10.1 Data
Data menurut pendapat Mc Leod (1995) adalah fakta-fakta maupun
angka- angka yang secara relatif tidak berarti bagi pemakai. Informasi data
yang telah ada diolah dan memiliki arti bagi pemakai. Data merupakan salah
satu komponen riset, artinya tanpa data tidak akan ada riset (Umar, 1996, h
41).
Data dibedakan menajdi dua yaitu (Umar, 1996, h 42) :
1. Data primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik
dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner.
2. Data sekunder, merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut
dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak
lain, misalnya dalam bentuk tabel atau diagram. Data sekunder ini
digunakan peneliti untuk diproses lebih lanjut.
49
2.10.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ilmiah, ada beberapa teknik pengumpulan data beserta
masing-masing perangkat pengumpul datanya yaitu (Umar, 1996, h 49) :
1. Angket (Kuesioner)
Teknik angket merupakan suatu pengumpulan data dengan
memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada
responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan
tersebut.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang lain.
Pelaksanaanya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan
yang diwawancarai, tetapi dapat juga secara tidak langsung seperti
memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain.
Instrumen dapat berupa pedoman atau wawancara atau checklist.
3. Observasi
Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari si peneliti baik secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya.
Instrumen yang dipakai dapat berupa lembar pengamatan, panduan
pengamatan, dan lainnya.
50
2.10.3 Teknik Sampling
Sampel merupakan bagian kecil dari populasi diartikan sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Umar, 1996, h 77).
2.10.4 Teknik Pengumpulan Sampel
Secara garis besar, ada dua macam metode pengambilan sampel yaitu
probability sampling dan non probability sampling. Probability sampling
merupakan metode sampling dimana setiap elemen dari populasi mempunyai
peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Pada non probability
sampling, sampel tidak mempunyai peluang yang sama karena pemilihan
sampel dari populasi didasarkan pada penelitian terhadap responden (Umar,
1996, h 82).
Metode pengambilan sampel dengan probabilitas (probability sampling)
dibedakan menjadi (Umar, 1996, h 82) :
1. Simple Random Sampling
Yang dimaksud dengan acakan atau random adalah kesempatan yang
sama untuk dipilih setiap individu atau unit dalam keseluruhan populasi.
Ciri utama dari sampling acakan ini adalah bahwa setiap unsur dari
keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih.
51
2. Stratified Random Sampling
Populasi biasanya perlu kita golongkan menurut ciri tertentu untuk
keperluan penelitian. Penggolongan menurut ciri itu disebut stratifikasi.
Sampling itu bertambah kompleks bila kita ingin memperoleh sampel
yang mempunyai beberapa ciri sekaligus.
3. Cluster Sampling
Bila populasi tersebar di suatu daerah seperti negara, provinsi, kabupaten,
kota, kecamatan, dan sebagainya, maka sampling dapat dilakukan
berdasarkan daerah. Metode sampling ini banyak dilakukan bila populasi
tersebar di wilayah tertentu yang keadaannya tidak dikenal sepenuhnya.
Metode pengambilan sampel tanpa probabilitas (non probablity
sampling) dibedakan menjadi (Umar, 1996, h 90) :
1. Cara Keputusan (Judgement Sampling/Purposive Sampling)
Dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh
peneliti menurut cirri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu.
Sampling yang purposive adalah sampel yang dipilih dengan cermat
hingga relevan dengan desain penelitian.
2. Cara Kuota (Quota Sampling)
Adalah metode memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu
dalam jumlah atau kuota yang diinginkan. Responden yang dipilih
adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi dari
suatu fenomena.
52
3. Cara Dipermudah (Convinience Sampling)
Sampel ini nyaris tidak dapat dihandalkan, tetapi biasanya paling
murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk
memilih siapa saja yang mereka temui. Biasanya digunakan pada
tahap awal penelitian eksploratif saat mencari petunjuk-petunjuk
penelitian.
4. Cara Bola Salju (Snowball Sampling)
Dalam sampling ini dimulai dengan kelompok kecil yang diminta
untuk menunjuk kawan masing-masing. Sampling ini dipilih bila kita
ingin menyelidiki hubungan antar manusia dalam kelompok yang
akrab atau menyelidiki cara-cara informasi tersebar di kalangan
tertentu.
5. Area Sampling
Pada prinsipnya cara ini menggunakan perwakilan bertingkat. Populasi
dibagi atas beberapa bagian populasi di mana bagian populasi ini dapat
dibagi-bagi lagi. Dari bagian populasi yang paling kecil diambil
sampel sebagai wakilnya untuk masuk ke dalam bagian populasi yang
lebih besar dan seterusnya.
2.10.5 Ukuran Sampel
Tidak ada aturan yang tegas tentang jumlah sampel yang
dipersyaratkan untuk suatu penelitian dari populasi yang tersedia. Sampel
53
yang kecil lebih sedikit membutuhkan biaya, lebih mudah diolah akan tetapi
mempunyai kesalahan sampling yang lebih besar. Semakin besar jumlah
sampel yang digunakan kesalahan samplingnya akan semakin kecil (Umar,
1996, h 77).
Besarnya sampel penelitian yang diperlukan ditentukan dengan menggunakan
rumus uji kecukupan data berikut:
22/
2
4eZn α=
dimana : n = jumlah minimal sampel
α = tingkat kepercayaan atau tingkat signifikan
e = tingkat ketelitian atau tingkat kesalahan (margin of error)
2.10.6 Kuesioner
Menurut sifat jawaban yang diinginkan, maka kuesioner dapat dibedakan
menjadi (Umar, 1996, h 50) :
1. Kuesioner Terbuka
Kuesioner ini memberi kesempatan penuh kepada responden untuk
memberikan jawaban menurut apa yang dirasa perlu oleh
responden (jawaban tidak ditentukan sebelumnya).
2. Kuesioner Tertutup
Terdiri atas pertanyaan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai
pilihan (alternatif-alternatif jawaban telah disediakan). Kuesioner
54
bentuk ini dipilih bila peneliti cukup menguasai materi yang akan
ditanyakan, selain itu responden dianggap cukup mengetahui
materi yang ditanyakan.
3. Kuesioner Kombinasi antara kuesioner tertutup dan terbuka
Pada umunya para peneliti menggunakan kuesioner ini untuk
mendapatkan data atau informasi yang diinginkan. Karena
disamping kuesioner tertutup yang mempunyai sejumlah jawaban
juga ditambah alternatif terbuka yang memberi kesempatan kepada
responden memberi jawaban disamping atau di luar jawaban yang
tersedia.
2.10.7 Skala
2.10.7.1Teknik Pengukuran Skala
Tujuan dari teknik pengukuran skala adalah untuk mengetahui ciri-ciri atau
karakteristik suatu hal berdasarkan suatu ukuran tertentu, sehingga kita dapat
membedakan, menggolongkan, bahkan mengurutkan ciri-ciri atau
karakteristik tersebut. Terdapat empat tingkatan skala yaitu (Umar, 1996, h
44) :
1. Skala nominal
Skala yang hanya membedakan suatu kategori dengan kategori lainnya
dari suatu variabel, dimana angka-angka yang diberikan pada objek
55
hanya merupakan label dan tidak diasumsikan adanya tingkatan antara
satu kategori dengan kategori lainnya dari satu variabel.
2. Skala ordinal
Skala yang bertujuan untuk membedakan antar kategori dalam suatu
variabel dengan asumsi bahwa ada urutan atau tingkatan skala.
Dimana angka-angka yang diberikan lebih menunjukkan urutan
peringkat dan tidak menunjukkan kuantitas absolut ataupun
memberikan petunjuk bahwa interval antara setiap dua angka adalah
sama.
3. Skala interval
Skala dari suatu variabel yang dibedakan, dan mempunyai tingkatan,
serta jarak yang pasti antara satu kategori dengan kategori lainnya
dalam suatu variabel.
4. Skala rasio
Skala dari suatu variabel yang dibedakan, dan mempunyai tingkatan,
serta jarak yang pasti antara satu nilai dengan nilai lainnya, dan juga
diasumsikan bahwa setiap nilai variabel diukur dari suatu keadaan atau
titik yang sama yang mempunyai titik nol mutlak, dan angka-angka
yang ada pada skala ini menunjukkan besaran sesungguhnya dari sifat
yang diukur.
56
2.10.7.2Teknik Membuat Skala
Teknik membuat skala ada bermacam-macam, yaitu (Umar, 1996, h 69) :
1. Skala Likert
Dalam skala likert, kemungkinan jawaban seperti sangat tidak puas (1),
tidak puas (2), cukup puas (3), puas (4), dan sangat puas (5).
Cara mengerjakannya adalah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
erat dengan masalah yang akan diteliti. Disini responden
diharuskan memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban
yang tersedia. Lalu masing-masing jawaban diberi skor tertentu,
misalnya 1,2,3,4,5.
b. Membuat skor total untuk setiap responden dengan menjumlahkan
skor untuk semua jawaban.
c. Menilai kekompakan antar pernyataaan dengan cara
membandingkan jawaban antara dua responden yang mempunyai
skor total yang sangat berbeda, tetapi memberikan jawaban yang
sama untuk suatu pernyataan tertentu. Pernyataan tersebut dinilai
tidak baik dan pernyataan tersebut dikeluarkan karena tidak dapat
digunakan untuk mengukur konsep yang akan diteliti.
d. Menjumlahkan setiap pernyataan yang kompak untuk membentuk
variabel baru dengan menggunakan summated rating.
57
2. Skala Guttman
Skala Guttman digunakan untuk memperoleh ukuran gabungan yang
bersifat inidimensional yaitu hanya mengukur satu dimensi saja. Disini
juga dikumpulkan sejumlah pernyataan-pernyataan yang berkaitan erat
dengan masalah yang akan diteliti. Dalam skala ini, hanya akan diperoleh
hasil jawaban ”ya” yang diberi kode 1 dan jawaban ”tidak” yang diberi
kode 0.