BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

19
4 BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks tereduksi dan taktereduksi; matriks primitif; nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi matriks; teorema Perron-Frobenius; serta model populasi Leslie. 2.1 Matriks Matriks adalah susunan bilangan atau fungsi yang diletakkan atas baris dan kolom serta diapit oleh dua kurung siku. Bilangan atau fungsi tersebut disebut entri atau elemen matriks. Lambang matriks dilambangkan dengan huruf besar, sedangkan entri (elemen) dilambangkan dengan huruf kecil. Definisi 2.1. Sebuah matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks. (Anton, 2004) Dalam matriks dikenal ukuran matriks yang disebut ordo, yaitu banyak baris × banyak kolom (tanda × bukan menyatakan perkalian, tetapi hanya sebagai tanda pemisah). Secara umum sebuah matriks dapat ditulis: =[ 11 21 1 12 22 2 1 2 ] atau repository.unisba.ac.id

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

4

BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diberikan beberapa materi yang akan diperlukan di dalam

pembahasan, seperti: matriks secara umum; matriks yang dipartisi; matriks

tereduksi dan taktereduksi; matriks primitif; nilai eigen, vektor eigen, dan

diagonalisasi matriks; teorema Perron-Frobenius; serta model populasi Leslie.

2.1 Matriks

Matriks adalah susunan bilangan atau fungsi yang diletakkan atas baris dan

kolom serta diapit oleh dua kurung siku. Bilangan atau fungsi tersebut disebut entri

atau elemen matriks. Lambang matriks dilambangkan dengan huruf besar,

sedangkan entri (elemen) dilambangkan dengan huruf kecil.

Definisi 2.1. Sebuah matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari

bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri

dalam matriks. (Anton, 2004)

Dalam matriks dikenal ukuran matriks yang disebut ordo, yaitu banyak baris

× banyak kolom (tanda × bukan menyatakan perkalian, tetapi hanya sebagai tanda

pemisah).

Secara umum sebuah matriks dapat ditulis:

𝐴 = [

𝑎11

𝑎21

⋮𝑎𝑚1

𝑎12

𝑎22

⋮𝑎𝑚2

⋯⋯⋱⋯

𝑎1𝑛

𝑎2𝑛

⋮𝑎𝑚𝑛

] atau

repository.unisba.ac.id

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

5

penulisan yang lebih singkat 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] dengan 𝑖 = 1, 2,… , 𝑛 dan 𝑗 = 1, 2,… , 𝑚.

Indeks pertama (𝑖) menyatakan baris ke-𝑖 dan indeks kedua (𝑗) menyatakan kolom

ke-𝑗.

Dua matriks disebut sama, jika ordonya sama dan entri yang seletak bernilai

sama, matriks 𝐴 dan 𝐵 sama dapat ditulis 𝐴 = 𝐵.

Definisi 2.2. Misalkan 𝑉 adalah suatu himpunan tak kosong dari objek-objek

sebarang, dengan dua operasinya didefinisikan, yaitu penjumlahan dan perkalian

dengan skalar (bilangan). Operasi penjumlahan dapat diartikan sebagai suatu

aturan yang mengasosiasikan setiap pasang objek 𝐮 dan 𝐯 pada 𝑉 dengan suatu

objek 𝐮 + 𝐯, yaitu disebut jumlah dari 𝐮 dan 𝐯. Operasi perkalian skalar, dapat

diartikan sebagai suatu aturan yang mengasosiasikan setiap skalar 𝑘 dan setiap

objek 𝐮 pada 𝑉 dengan suatu objek 𝑘𝐮, yang disebut kelipatan skalar dari 𝐮 oleh

𝑘. Jika aksioma-aksioma berikut dipenuhi oleh semua objek 𝐮, 𝐯, 𝐰 pada 𝑉 dan

semua skalar 𝑘 dan 𝑙, maka kita menyebut 𝑉 sebagai ruang vektor dan objek-objek

pada 𝑉disebut sebagai vektor. (Anton, 2004)

Definisi tersebut terdiri dari 10 aksioma.

(1) Jika 𝐮 dan 𝐯 adalah objek-objek pada 𝑉, maka 𝐮 + 𝐯 berada pada 𝑉.

(2) 𝐮 + 𝐯 = 𝐯 + 𝐮

(3) 𝐮 + (𝐯 + 𝐰) = (𝐮 + 𝐯) + 𝐰

(4) Di dalam 𝑉 terdapat suatu objek 𝟎, yang disebut vektor nol untuk 𝑉,

sedemikian rupa sehingga 0 + 𝐮 = 𝐮 + 0 = 𝐮 untuk semua 𝐮 pada 𝑉.

repository.unisba.ac.id

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

6

(5) Untuk setiap 𝐮 pada 𝑉, terdapat suatu objek – 𝐮 pada 𝑉, yang disebut

sebagai negatif dari 𝐮, sedemikian rupa sehingga 𝐮 + (−𝐮) =

(−𝐮) + 𝐮 = 𝟎

(6) Jika 𝑘 adalah skalar sebarang dan 𝐮 adalah objek sebarang pada 𝑉,

maka 𝑘𝐮 terdapat pada 𝑉.

(7) 𝑘(𝐮 + 𝐯) = 𝑘𝐮 + 𝑘𝐯

(8) (𝑘 + 𝐼)𝐮 = 𝑘𝐮 + 𝑙𝐮

(9) 𝑘(𝑙𝐮) = (𝑘𝑙)(𝐮)

(10) 𝑙𝐮 = 𝐮

Skalar dapat berupa bilangan real atau bilangan kompleks, tergantung pada

aplikasinya. Ruang vektor dengan skalar-skalarnya adalah bilangan kompleks

disebut ruang vektor kompleks, dan ruang vektor dengan skalar-skalarnya

merupakan bilangan real disebut ruang vektor real.

Definisi dari suatu ruang vektor tidak menyebutkan sifat dari vektor maupun

operasinya. Objek apa saja dapat menjadi suatu vektor dan operasi penjumlahan

dan perkalian skalar kemungkinan tidak memiliki hubungan atau kemiripan apapun

dengan operasi-operasi vektor standar pada ℝ𝑛. Satu-satunya syarat adalah

terpenuhinya kesepuluh aksioma ruang vektor.

Definisi 2.3. Subhimpunan 𝑊 dari sebuah ruang vektor 𝑉 dinamakan

subruang 𝑉 jika 𝑊 itu sendiri adalah ruang vektor di bawah penambahan dan

perkalian skalar yang didefinisikan pada 𝑉. (Anton, 2004)

Umumnya, dibuktikan kesepuluh aksioma ruang vektor untuk

memperlihatkan bahwa himpunan 𝑊 dengan penambahan dan perkalian skalar

repository.unisba.ac.id

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

7

membentuk sebuah vektor. Akan tetapi, jika 𝑊 adalah bagian dari himpunan 𝑉

yang lebih besar, yang dikenal sebagai ruang vektor, aksioma-aksioma tertentu

tidak perlu dibuktikan untuk 𝑊 karena aksioma-aksioma tersebut diwarisi dari 𝑉.

Misalnya, tidak perlu untuk memeriksa bahwa 𝐮 + 𝐯 = 𝐯 + 𝐮 (Aksioma 2) untuk

𝑊 karena ini berlaku untuk semua vektor pada 𝑉 dan sebagai konsekuensinya akan

berlaku juga untuk semua vektor pada 𝑊. Aksioma-aksioma lain yang diwarisi oleh

𝑊 dan 𝑉 adalah aksioma 3, 7, 8, 9, dan 10. Jadi, untuk memperlihatkan bahwa

himpunan 𝑊 adalah subruang dari ruang vektor 𝑉, hanya perlu dibuktikan Aksioma

1, 4, 5, dan 6.

Definisi 2.4. Jika 𝑆 = {𝐯𝟏, 𝐯𝟐, … , 𝐯𝐧} adalah himpunan vektor, maka

persamaan vektor

𝑘1𝐯𝟏 + 𝑘2𝐯𝟐 + ⋯+ 𝑘𝑛𝐯𝐧 = 0

Mempunyai paling sedikit satu pemecahan, yakni

𝑘1 = 0, 𝑘2 = 0, … 𝑘𝑛 = 0

(Anton, 2004)

Jika ini adalah satu-satunya pemecahan, maka 𝑆 dinamakan himpunan bebas

linear. Jika ada pemecahan lain, maka 𝑆 dinamakan himpunan tak-bebas linear.

2.1.1 Matriks yang Dipartisi

Jika 𝐴 = [𝑎𝑖𝑗] adalah matriks 𝑚 × 𝑛 dan kemudian mencoret beberapa baris

atau kolom, diperoleh submatriks dari 𝐴.

repository.unisba.ac.id

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

8

Misalkan:

𝐴 = [1

−23

240

3−35

453].

Jika menghilangkan baris kedua dan kolom ketiga, diperoleh submatriks

[13 20

4−3

].

Matriks dapat dibagi menjadi submatriks dengan menggambar garis

horizontal antara baris dan garis vertikal antara kolom. Partisi dapat dilakukan

dalam berbagai cara.

Misalkan:

𝐴 =

[ 𝑎11

𝑎21

− −𝑎31

𝑎41

𝑎12

𝑎22

− −𝑎32

𝑎42

𝑎13

𝑎23

− −𝑎33

𝑎43

|||||

𝑎14

𝑎24

− −𝑎34

𝑎44

𝑎15

𝑎25

− −𝑎35

𝑎45 ]

dipartisi menjadi

𝐴 = [𝐴11 𝐴12

𝐴21 𝐴22].

Dapat ditulis juga menjadi

𝐴 =

[ 𝑎11

𝑎21

− −𝑎31

𝑎41

𝑎12

𝑎22

− −𝑎32

𝑎42

|||||

𝑎13

𝑎23

− −𝑎33

𝑎43

𝑎14

𝑎24

− −𝑎34

𝑎44

|||||

𝑎15

𝑎25

− −𝑎35

𝑎45 ]

= [�̂�11 �̂�12 �̂�13

�̂�21 �̂�22 �̂�23

].

(Kollman dan Hill, 2000)

repository.unisba.ac.id

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

9

2.1.2 Matriks Tereduksi dan Tak Tereduksi

Definisi 2.5. Matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dikatakan tereduksi jika memenuhi:

(a) 𝑛 = 1 dan 𝐴 = 0; atau

(b) 𝑛 ≥ 2, terdapat matriks permutasi 𝐾 ∈ 𝑀𝑛, dan terdapat beberapa

bilangan bulat 𝑟 dengan 1 ≤ 𝑟 ≤ 𝑛 − 1, sehingga

𝐾𝑇𝐴𝐾 = [𝐵 𝐶0 𝐷

]

dimana 𝐵 ∈ 𝑀𝑟, 𝐷 ∈ 𝑀𝑛−𝑟, 𝐶 ∈ 𝑀𝑟,𝑛−𝑟, dan 0 ∈ 𝑀𝑛−𝑟, r matriks nol.

(Horn dan Johnson, 1985)

Suatu matriks dikatakan tak tereduksi jika matriks tersebut tidak tereduksi.

Teorema 2.1. Misalkan matriks 𝐴 berukuran 𝑛 𝑥 𝑛 dan 𝐴 ≥ 0. Maka 𝐴

taktereduksi jika dan hanya jika (𝐼 + 𝐴)𝑛−1 > 0.

Bukti Teorema (2.1) dapat dilihat di (Horn dan Johnson, 1985)

2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Nilai Eigen (𝜆) adalah nilai karakteristik dari suatu matriks berukuran 𝑛 ×

𝑛.

Definisi 2.6. Jika 𝐴 adalah sebuah matriks 𝑛 × 𝑛, maka sebuah vektor taknol

𝐱 pada ℝ𝑛 disebut vektor eigen dari 𝐴 jika 𝐴𝒙 adalah sebuah kelipatan skalar dari

𝐱; jelasnya,

𝐴𝐱 = 𝜆𝐱

repository.unisba.ac.id

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

10

Untuk skalar sebarang 𝜆. Skalar 𝜆 disebut nilai eigen dari 𝐴, dan 𝐱 disebut sebagai

vektor eigen dari 𝐴 yang terkait dengan 𝜆. (Anton, 2004)

Nilai eigen dan vektor eigen mempunyai tafsiran geometrik yang bermanfaat

dalam ℝ2dan ℝ3. Jika 𝜆 adalah nilai eigen dari 𝐴 yang bersesuaian dengan 𝐱, maka

𝐴𝐱 = 𝜆𝐱, sehingga perkalian oleh 𝐴 akan memperbesar 𝐱, atau membalik arah 𝐱

yang bergantung pada nilai 𝜆 (Gambar 1).

(a) Dilatasi (Pembesaran) 𝜆 > 1. (b) Kontraksi 0 < 𝜆 < 1.

(c) Pembalikan arah 𝜆 < 0.

Untuk mencari nilai eigen matriks 𝐴 yang berukuran 𝑛 x 𝑛 maka dapat

dituliskan kembali 𝐴𝐱 = 𝜆𝐱 sebagai

𝐴𝐱 = 𝜆𝐱

𝜆𝐱 − 𝐴𝐱 = 𝟎

atau secara ekivalen

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐱 = 𝟎 (2.2.1)

Agar 𝜆 menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan taknol dari persamaan ini.

Persamaan (2.2.1) akan mempunyai pemecahan taknol jika dan hanya jika

det(𝜆𝐼 − 𝐴) = 0 (2.2.2)

repository.unisba.ac.id

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

11

Persamaan (2.2.2) dinamakan persamaan karakteristik 𝐴 karena skalar nilai 𝜆 yang

memenuhi persamaan ini adalah nilai eigen dari 𝐴. Bila diperluas maka determinan

det (𝜆𝐼 − 𝐴) adalah polinom 𝜆 yang kita namakan polinom karakteristik dari 𝐴.

Jika 𝐴 adalah matriks 𝑛 × 𝑛, maka polinom karakteristik 𝐴 = 0 dan

koefisien 𝜆𝑛 adalah 1. Jadi, polinom karakteristik dari matriks 𝑛 x 𝑛 mempunyai

bentuk

det (𝜆𝐼 − 𝐴) = 𝜆𝑛 + 𝑐1𝜆𝑛−1 + ⋯ + 𝑐𝑛.

Untuk mencari vektor eigen 𝐴 yang bersesuaian dengan nilai eigen 𝜆 adalah

vektor taknol 𝐱 yang memenuhi 𝐴𝐱 = 𝜆𝐱. Secara ekivalen, vektor eigen yang

bersesuaian dengan 𝜆 adalah vektor taknol dalam ruang pemecahan dari

(𝜆𝐼 − 𝐴)𝐱 = 𝟎. Ruang pemecahan ini dinamakan sebagai ruang eigen dari 𝐴 yang

bersesuaian dengan 𝜆.

Definisi 2.7 (Nilai Eigen Dominan). Sebuah nilai eigen dari sebuah matriks

𝐴 dinamakan nilai eigen dominan 𝐴 jika nilai mutlaknya lebih besar dari nilai-

nilai mutlak dari nilai-nilai eigen yang lainnya. (Anton, 2004)

Jika matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 yang mempunyai nilai-nilai eigen yang

berbeda didefinisikan nilai modulusnya dan dipilih yang terbesar, maka nilai eigen

modulus yang terbesar disebut sebagai radius spektral dari 𝐴 dan dinotasikan

dengan 𝜌(𝐴). Atau ditulis

𝜌(𝐴) =𝑚𝑎𝑥

𝜆𝜖𝜎(𝐴){|𝜆|}

Definisi 2.8 (Matriks Primitif). Matriks 𝐴 taknegatif berukuran 𝑛 × 𝑛

dikatakan primitif jika matriks tersebut taktereduksi dan hanya mempunyai satu

nilai eigen modulus maksimum. (Horn dan Johnson, 1985)

repository.unisba.ac.id

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

12

Teorema 2.2. Jika matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 adalah taknegatif, maka

matriks 𝐴 adalah primitif jika dan hanya jika 𝐴𝑛2−2𝑛+2 > 0.

Bukti Teorema (2.3) dapat dilihat di (Horn dan Johnson, 1985)

2.3 Diagonalisasi Matriks

Diagonalisasi matriks adalah mengenai penentuan matriks yang dapat dibalik

sedemikian sehingga dapat membentuk matriks pendiagonal.

Definisi 2.9. Sebuah matriks persegi 𝐴 dikatakan dapat didiagonalisasi jika

terdapat sebuah matriks 𝑃 yang dapat dibalik sedemikian rupa sehingga 𝑃−1𝐴𝑃

adalah sebuah matriks diagonal maka matriks 𝑃 dikatakan mendiagonalisasi 𝐴.

(Anton, 2004)

Teorema 2.3. Jika A adalah sebuah matriks 𝑛 × 𝑛 mempunyai 𝑛 nilai eigen

yang berbeda, maka kedua pernyataan berikut ini adalah ekuivalen.

(a) 𝐴 dapat didiagonalisasi.

(b) 𝐴 memiliki 𝑛 vektor eigen yang bebas linier.

Bukti (𝒂) ⇒ (𝒃). Karena 𝐴 diasumsikan dapat didiagonalisasi, maka terdapat

sebuah matriks yang dapat dibalik

𝑃 = [

𝑝11

𝑝21

⋮𝑝𝑛1

𝑝12

𝑝22

⋮𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝑝1𝑛

𝑝2𝑛

⋮𝑝𝑛𝑛

]

Sedemikian rupa sehingga 𝑃−1𝐴𝑃 adalah diagonal, katakanlah 𝑃−1𝐴𝑃 = 𝐷,

dengan

repository.unisba.ac.id

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

13

𝐷 = [

𝜆1

0⋮0

0𝜆2

⋮0

⋯⋯⋱⋯

00⋮

𝜆𝑛

]

Berdasarkan rumus 𝑃−1𝐴𝑃 = 𝐷

maka

𝑃𝑃−1𝐴𝑃 = 𝑃𝐷

𝐴𝑃 = 𝑃𝐷

sehingga.

𝐴𝑃 = [

𝑝11

𝑝21

⋮𝑝𝑛1

𝑝12

𝑝22

⋮𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝑝1𝑛

𝑝2𝑛

⋮𝑝𝑛𝑛

] [

𝜆1

0⋮0

0𝜆2

⋮0

⋯⋯⋱⋯

00⋮

𝜆𝑛

]

= [

𝜆1𝑝11

𝜆1𝑝21

⋮𝜆1𝑝𝑛1

𝜆2𝑝12

𝜆2𝑝22

⋮𝜆2𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝜆𝑛𝑝1𝑛

𝜆𝑛𝑝2𝑛

⋮𝜆𝑛𝑝𝑛𝑛

] (2.2.3)

Misalkan bahwa 𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧 dinotasikan sebagai vektor-vektor kolom dari

matriks 𝑃, maka dari persamaan (2.2.3) urutan kolom-kolom 𝐴𝑃 adalah

𝜆1𝐩𝟏, 𝜆2𝐩𝟐, … , 𝜆𝑛𝐩𝐧. Akan tetapi, dengan melakukan perkalian matriks dengan

kolom dan dengan baris maka urutan kolom-kolom 𝐴𝑃 adalah 𝐴𝐩𝟏, 𝐴𝐩𝟐, … , 𝐴𝐩𝐧

sehingga dapat diperoleh

𝐴𝐩𝟏 = 𝜆1𝐩𝟏, 𝐴𝐩𝟐 = 𝜆2𝐩𝟐, … , 𝐴𝐩𝐧 = 𝜆𝑛𝐩𝐧 (2.2.4)

Karena 𝑃 dapat dibalik, vektor-vektor kolomnya semua taknol sehingga

berdasarkan persamaan (2.2.4), 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 adalah nilai-nilai eigen dari 𝐴, dan

𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧 adalah vektor-vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛.

Karena 𝑃 dapat dibalik, maka 𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧 bebas linear. Dengan demikian, 𝐴

memiliki 𝑛 vektor eigen yang bebas linear.

repository.unisba.ac.id

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

14

(𝒃) ⇒ (𝒂). Asumsikan bahwa 𝐴 memiliki 𝑛 vektor eigen 𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧 yang bebas

linear, dengan nilai-nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 yang terkait, dan misalkan

𝑃 = [

𝑝11

𝑝21

⋮𝑝𝑛1

𝑝12

𝑝22

⋮ 𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝑝1𝑛

𝑝2𝑛

⋮ 𝑝𝑛𝑛

]

adalah sebuah matriks yang vektor-vektor kolomnya 𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧. Vektor-vektor

kolom dari matriks hasilkali 𝐴𝑃 adalah

𝐴𝐩𝟏, 𝐴𝐩𝟐, … , 𝐴𝐩𝐧

Namun

𝐴𝐩𝟏 = 𝜆1𝐩𝟏, 𝐴𝐩𝟐 = 𝜆2𝐩𝟐, … 𝐴𝐩𝐧 = 𝜆2𝐩𝐧

Sehingga

𝐴𝑃 = [

𝜆1𝑝11

𝜆1𝑝21

⋮𝜆1𝑝𝑛1

𝜆2𝑝12

𝜆2𝑝22

⋮𝜆2𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝜆𝑛𝑝1𝑛

𝜆𝑛𝑝2𝑛

⋮𝜆𝑛𝑝𝑛𝑛

]

= [

𝑝11

𝑝21

⋮𝑝𝑛1

𝑝12

𝑝22

⋮𝑝𝑛2

⋯⋯⋱⋯

𝑝1𝑛

𝑝2𝑛

⋮𝑝𝑛𝑛

] [

𝜆1

0⋮0

0𝜆2

⋮0

⋯⋯⋱⋯

00⋮𝜆𝑛

] = 𝑃𝐷 (2.2.5)

𝐷 adalah matriks diagonal yang memiliki nilai-nilai eigen 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 sebagai

entri-entri diagonal utamanya. Karena vektor-vektor kolom matriks 𝑃 bebas linear,

𝑃 dapat dibalik sehingga, persamaan (2.2.5) dapat ditulis kembali sebagai 𝑃−1𝐴𝑃 =

𝐷. Jadi, 𝐴 dapat didiagonalisasi.∎

Berdasarkan bukti tersebut maka didapatkan prosedur untuk mendiagonalisasi

matriks 𝐴 yang berukuran 𝑛 × 𝑛 dapat didiagonalisasi.

Langkah 1. Carilah vektor-vektor eigen dari 𝐴 yang bebas linier sebanyak 𝑛, yaitu

𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧.

repository.unisba.ac.id

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

15

Langkah 2. Bentuklah matriks 𝑃 yang mempunyai 𝐩𝟏, 𝐩𝟐, … , 𝐩𝐧 sebagai vektor-

vektor kolomnya.

Langkah 3. Matriks 𝑃−1𝐴𝑃 akan diagonal dengan 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 sebagai entri-entri

diagonalnya yang berurutan, dengan 𝜆𝑖 adalah nilai eigen yang bersesuaian dengan

𝐩𝐢, 𝑖 = 1,2,… , 𝑛.

2.4 Teorema Perron-Frobenius

Teori Perron Frobenius, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang

matematikawan asal German, Oskar Perron dan Ferdinand Georg Frobenius. Teori

ini pada dasarnya membahas sifat-sifat dari matriks positif dan negatif berdasarkan

sifat spektralnya.

Akibat 2.1. Misalkan matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dan ∑ 𝑎𝑖𝑗 > 0𝑛𝑗=1 untuk

semua 𝑖 = 1, 2,… , 𝑛 maka 𝜌(𝐴)>0. Khususnya, 𝜌(𝐴) > 0 jika 𝐴 > 0 atau jika 𝐴

taktereduksi dan nonnegatif.

Teorema 2.4. Misalkan matriks 𝐴 dan 𝐵 berukuran 𝑛 × 𝑛. Jika |𝐴| ≤ |𝐵|,

maka 𝜌(|𝐴|) ≤ 𝜌(𝐵).

Bukti. Untuk setiap 𝑚 = 1, 2,… didapatkan |𝐴𝑚| ≤ |𝐴|𝑚 ≤ 𝐵𝑚 dengan |𝐴𝑚| ≤

|𝐴|𝑚 dan jika 0 ≤ 𝐴 ≤ 𝐵, maka 0 ≤ 𝐴𝑚 ≤ 𝐵𝑚. Demikian jika |𝐴| ≤ |𝐵|, maka

‖𝐴‖2 ≤ ‖𝐵‖2 dan ‖𝐴‖2 = ‖|𝐴|‖2 didaptkan

‖𝐴𝑚‖2 ≤ ‖|𝐴|𝑚‖2 ≤ ‖𝐵𝑚‖2 dan ‖𝐴𝑚‖21/𝑚

≤ ‖|𝐴|𝑚‖21/𝑚

≤ ‖𝐵𝑚‖21/𝑚

untuk setiap 𝑚 = 1, 2,… . Jika dimisalkan 𝑚 → ∞ dapat disimpulkan bahwa

𝜌(𝐴) ≤ 𝜌(|𝐴|) ≤ 𝜌(𝐵). ∎

repository.unisba.ac.id

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

16

Teorema 2.5. Jika matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dan 𝐴 ≥ 0, maka 𝜌(𝐴) adalah

nilai-nilai eigen dari 𝐴 dan terdapat vektor nonegatif 𝑥 ≥ 0, 𝑥 ≠ 0, sehingga 𝐴𝐱 =

𝜌(𝐴)𝐱.

Bukti. Untuk setiap 𝜖 > 0, menjelaskan 𝐴(𝜖) ≡ [𝑎𝑖𝑗 + 𝜖] > 0. Dinotasikan

dengan 𝑥(𝜖) vektor dari 𝐴(𝜖). Jadi 𝑥(𝜖) > 0 dan ∑ 𝑥(𝜖)𝑖 = 1𝑛𝑖=1 . Karena aturan

dari vektor {𝑥(𝜖): 𝜖 > 0} yang terkandung dalam aturan yang telah ditentukan

𝑥: 𝑥 ∈ 𝐶𝑛, ‖𝑥‖1 ≤ 1}, terdapat rangkaian monoton turun 𝜖1, 𝜖2, … dengan lim𝑘→∞

𝜖𝑘 =

0 sedemikian sehingga lim𝑘→∞

𝑥(𝜖𝑘) ≡ 𝑥 ada. Karena 𝑥(𝜖𝑘) > 0 untuk semua 𝑘 =

1, 2,…, bahwa 𝑥 = lim𝑘→∞

𝑥(𝜖𝑘) ≥ 0; 𝑥 = 0 tidak mungkin karena

∑𝑥1

𝑛

𝑖=1

= lim𝑘→∞

∑𝑥

𝑛

𝑖=1

(𝜖𝑘)𝑖 ≡ 1

Dari Teorema (2.4), 𝜌(𝐴(𝜖𝑘)) ≥ 𝜌(𝐴(𝜖𝑘+1)) ≥ ⋯ ≥ 𝜌(𝐴) untuk 𝑘 = 1, 2, …, jadi

urutan bilangan real { 𝜌(𝐴(𝜖𝑘))}𝑘=1,2,… adalah monoton turun. Demikian, 𝜌 ≡

lim𝑘→∞

𝜌(𝐴(𝜖𝑘)) ada dan 𝜌 ≥ 𝜌(𝐴). Tetapi kenyataannya bahwa

𝐴𝑥 = lim𝑘→∞

𝐴(𝜖𝑘) 𝑥(𝜖𝑘) = lim𝑘→∞

(𝐴(𝜖𝑘))𝑥(𝜖𝑘)

= lim𝑘→∞

𝜌(𝐴(𝜖𝑘)) lim𝑘→∞

𝑥(𝜖𝑘) = 𝜌𝑥

dan faktanya bahwa 𝑥 ≠ 0, dapat disimpulkan bahwa 𝜌 adalah nilai eigen dari 𝐴.

Tetapi 𝜌 ≤ 𝜌(𝐴), jadi 𝜌 = 𝜌(𝐴). ∎

Lemma 2.1. Misalkan matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dan misalkan 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛

nilai eigen dari 𝐴. Kemudian 𝜆1 + 1, 𝜆2 + 1,… , 𝜆𝑛 + 1 adalah nilai eigen dari 𝐼 +

𝐴 dan 𝜌(𝐼 + 𝐴) ≤ 1 + 𝜌(𝐴). Jika 𝐴 > 0, maka 𝜌(𝐼 + 𝐴) = 1 + 𝜌(𝐴).

repository.unisba.ac.id

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

17

Bukti. Jika 𝜆 ∈ 𝜎(𝐴) adalah sebarang 𝑘, maka 𝜆 adalah akar karakteristik 𝑝𝐴(𝑡) =

det(𝑡𝐼 − 𝐴) = 0 dari sebarang 𝑘. Tetapi 𝜆 + 1 adalah akar dari 𝑝𝐴+1(𝑠) =

det[𝑠𝐼 − (𝐴 + 𝐼)] = 0 dari sebarang 𝑘 karena det(𝑡𝐼 − 𝐴) = det[(𝑡 + 1)𝐼 −

(𝐴 + 𝐼)]. Jadi 𝜆1 + 1, 𝜆2 + 1,… , 𝜆𝑛 + 1 adalah nilai eigen dari 𝐴 + 𝐼. Oleh karena

itu, 𝜌(𝐼 + 𝐴) = max1≤𝑖≤𝑛

|𝜆𝑖 + 1| ≤ max1≤𝑖≤𝑛

|𝜆𝑖| + 1 = 1 + 𝜌(𝐴). Dari Teorema 2.3, 1 +

𝜌(𝐴) adalah nilai eigen dari 𝐼 + 𝐴 dimana 𝐴 ≥ 0, jadi dalam kasus ini 𝜌(𝐼 + 𝐴) =

1 + 𝜌(𝐴). ∎

Lemma 2.2. Jika matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛, dimana 𝐴 ≥ 0 dan 𝐴𝑘 > 0

untuk setiap 𝑘 ≥ 1 maka 𝜌(𝐴) adalah persamaan aljabar nilai eigen sederhana

dari 𝐴.

Bukti. Jika 𝜆1, 𝜆2, … , 𝜆𝑛 adalah nilai eigen dari 𝐴, maka 𝜆1𝑘, 𝜆2

𝑘 , … , 𝜆𝑛𝑘 adalah

nilai eigen dari 𝐴𝑘. Menurut Teorema (2.5) diketahui bahwa 𝜌(𝐴) adalah nilai eigen

dari 𝐴, jadi jika 𝜌(𝐴) adalah perkalian nilai eigen dari 𝐴, maka 𝜌(𝐴)𝑘 = 𝜌(𝐴𝑘)

akan menjadi perkalian nilai eigen dari 𝐴𝑘. Tetapi ini tidak mungkin karena 𝜌(𝐴𝑘)

nilai eigen dari 𝐴𝑘. ∎

Teorema 2.6 (Perron-Frobenius). Misalkan matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 dan

jika 𝐴 taktereduksi dan nonnegatif, maka

(a) 𝜌(𝐴) > 0;

(b) 𝜌(𝐴) adalah nilai eigen dari 𝐴;

(c) terdapat vektor positif 𝐱 sehingga 𝐴𝐱 = 𝜌(𝐴)𝐱; dan

(d) 𝜌(𝐴) adalah nilai eigen dari 𝐴 yang multiplisitas dan aljabar geometrinya 1.

(e) |𝜆𝑘| < 𝜌(𝐴) dimana 𝜆𝑘 adalah nilai-nilai eigen dari matriks Leslie yang lain.

repository.unisba.ac.id

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

18

Bukti. Akibat (2.1) menunjukkan bahwa (a) mengikuti kondisi yang lebih kecil dari

taktereduksi. Pernyataan (b) untuk semua matriks nonnegatif 𝐴 dari Teorema (2.5),

yang mana juga dijamin bahwa terdapat vektor nonnegatif 𝑥 ≠ 0 sehingga 𝐴𝐱 =

𝜌(𝐴)𝐱. Tetapi kemudian (𝐼 + 𝐴)𝑛−1𝑥 = [𝐼 + 𝜌(𝐴)]𝑛−1𝑥, dan karena matriks

(𝐼 + 𝐴)𝑛−1 positif berdasarkanTeorema (2.1) dapat dilihat bahwa vektor

(𝐼 + 𝐴)𝑛−1𝑥 harus positif.

Demikian, 𝑥 = [1 + 𝜌(𝐴)]1−𝑛(𝐼 + 𝐴)𝑛−1𝑥 > 0. Untuk membuktikan (d) dapat

dilihat dari Lemma (2.1) untuk menunjukkan bahwa jika 𝜌(𝐴) adalah nilai eigen

dari 𝐴, kemudian 1 + 𝜌(𝐴) = 𝜌(𝐼 + 𝐴) adalah perkalian nilai eigen dari 𝐼 + 𝐴.

Tetapi 𝐼 + 𝐴 ≥ 0 dan (𝐼 + 𝐴)𝑛−1 > 0 dari Teorema (2.1), jadi 1 + 𝜌(𝐴) nilai eigen

sederhana dari 𝐼 + 𝐴 mengikuti Lemma (2.2). ∎

Pada matriks primitif, teorema Perron Frobenius berlaku karena matriks

primitif tersebut merupakan matriks taktereduksi dan taknegatif. Namun, matriks

primitif memiliki satu sifat tambahan yaitu, radius spektralnya (𝜌(𝐴)) juga

merupakan nilai eigen dominan. (Horn dan Johnson, 1985)

2.5 Model Populasi Leslie

Salah satu model pertumbuhan populasi yang digunakan adalah model Leslie.

Model ini menggunakan suatu matriks yang disebut matriks Leslie. Populasi yang

digunakan pada perhitungan dengan matriks Leslie adalah populasi betina dari

populasi yang diamati. Matriks Leslie ini menggambarkan proyeksi suatu populasi

repository.unisba.ac.id

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

19

yang dibangun dari hasil pengamatan tingkat kesuburan betina dan tingkat ketahan

hidup dari suatu jenis populasi pada daerah tertentu.

Dalam matriks Leslie ini faktor perubahan jumlah suatu populasi yang

digunakan adalah faktor internal dari populasi, yaitu kelahiran, kematian, dan

ketahanan hidup. Matriks Leslie memiliki bentuk yang unik yaitu matriks Leslie

berbentuk matriks persegi dengan entri baris pertama dari matriks Leslie terdiri dari

tingkat kesuburan betina, sub diagonalnya berisi tingkat ketahanan hidup betina dan

entri yang lain bernilai nol.

Misalkan umur maksimum hidup dari betina pada suatu populasi adalah 𝑇

tahun, dan populasi dibagi menjadi 𝑖 kelas umur, maka masing-masing kelas umur

memiliki rentang umur 𝑇/𝑖 tahun. (Pratama, 2013)

Seperti yang terlihat pada Tabel 1. Menunjukkan penentuan kelas umur dalam

model populasi Leslie.

Tabel 1. Penentuan Kelas Umur

Kelas umur Rentang umur

1 0 ≤ 𝑡 <𝑇

𝑖

2 𝑇

𝑖≤ 𝑡 <

2𝑇

𝑖

3 2𝑇

𝑖≤ 𝑡 <

3𝑇

𝑖

⋮ ⋮

𝑖 − 1 (𝑖 − 2)𝑇

𝑖≤ 𝑡 <

(𝑖 − 1)𝑇

𝑖

𝑖 (𝑖 − 1)𝑇

𝑖≤ 𝑡 < 𝑇

repository.unisba.ac.id

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

20

Misalkan diketahui jumlah populasi betina pada masing-masing dari 𝑖 kelas tersebut

pada saat 𝑡 = 0, dan 𝑛𝑖(0) adalah jumlah betina di kelas umur ke-𝑖, maka jumlah

keseluruhan populasi betina adalah

𝑁(0) = 𝑛1(0) + 𝑛2(0) + 𝑛3(0) + ⋯+ 𝑛𝑖(0).

Dengan 𝑛 bilangan-bilangan ini dapat dibentuk sebuah vektor kolom

𝐍(0) =

[ 𝑛1(0)𝑛2(0)𝑛3(0)

⋮𝑛𝑖(0)]

Vektor 𝐍(0) dinamakan vektor distribusi umur awal.

Prediksi jumlah populasi tahun berikutnya dipengaruhi oleh batas hidup dari

suatu betina, tingkat kesuburan betina, dan tingkat ketahanan hidup betina.

Dimisalkan 𝑎𝑘 sebagai tingkat kesuburan betina yaitu rata-rata jumlah anak betina

yang lahir dari tiap betina yang ada dalam kelas umur ke-𝑘 saat waktu ke-𝑡.

Dimisalkan 𝑏𝑘 sebagai tingkat ketahanan hidup betina yaitu peluang betina yang

dapat bertahan hidup dari kelas umur ke 𝑘 sampai 𝑘 + 1 saat waktu ke 𝑡.

𝑎𝑘 ≥ 0, untuk 𝑘 = 1,2,… , 𝑖

0 < 𝑏𝑘 ≤ 1, untuk 𝑘 = 1,2, … , 𝑖 − 1

Berdasarkan batasan-batasan diatas maka paling sedikit satu kelas umur dari

𝑎𝑘 > 0, karena jika 𝑎𝑘 = 0 untuk setiap 𝑘, maka pada kelas tersebut tidak ada

kelahiran yang terjadi. Kelas umur yang memiliki nilai 𝑎𝑘 > 0, disebut kelas usia

subur. Kemudian untuk 𝑏𝑘 menunjukkan peluang betina yang bertahan hidup pada

kelas umur berikutnya, sehingga untuk 𝑏𝑘 = 1 untuk setiap 𝑘, maka tidak ada

kematian yang terjadi pada kelas tersebut.

repository.unisba.ac.id

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

21

Berikutnya untuk waktu 𝑡 = 1 dan 𝑛𝑘(𝑡 = 1) adalah jumlah betina di kelas

umur ke-𝑖, maka jumlah keseluruhan populasi betina pada waktu 𝑡 = 1 adalah

𝑁(1) = 𝑛1(1) + 𝑛2(1) + 𝑛3(1) + ⋯ + 𝑛𝑖(1).

Vektor distribusi umur 𝐍 saat waktu 𝑡 = 1 dapat ditulis

𝐍(1) =

[ 𝑛1(1)𝑛2(1)

𝑛3(1)⋮

𝑛𝑖(1)]

Jumlah betina pada kelas umur ke-1 adalah banyaknya betina yang lahir

antara waktu 𝑡 = 0 dan 𝑡 = 1 sehingga populasi pada kelas umur ke-1 adalah

𝑁1(1) = 𝑎1𝑛1(𝑡) + 𝑎2𝑛2(𝑡) + ⋯ + 𝑎𝑖𝑛𝑖(𝑡).

Populasi betina pada kelas umur ke-𝑘 + 1 saat 𝑡 = 1 adalah jumlah betina yang

berada pada kelas umur ke-𝑘 pada saat 𝑡 yang dapat bertahan hidup saat 𝑡 = 1

dengan kata lain 𝑛𝑘+1(1) = 𝑏𝑘𝑛𝑘(0). Jadi dapat dituliskan dalam bentuk matriks

sebagai berikut,

[ 𝑛1(1)𝑛2(1)𝑛3(1)

⋮𝑛𝑖(1)]

=

[ 𝑎1

𝑏1

0⋮0

𝑎2

0𝑏2

⋮0

⋯⋯⋱⋱0

𝑎𝑖−1

00⋮

𝑏𝑖−1

𝑎𝑖

00⋮0

]

[ 𝑛1(0)𝑛2(0)𝑛3(0)

⋮𝑛𝑖(0)]

Jadi, model pertumbuhan populasi dapat dituliskan sebagai berikut:

𝐍(1) = 𝐿𝐍(0) (2.2.7)

repository.unisba.ac.id

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Matriks - Unisba

22

dengan

𝐿 =

[ 𝑎1

𝑏1

0⋮0

𝑎2

0𝑏2

⋮0

⋯⋯⋱⋱0

𝑎𝑖−1

00⋮

𝑏𝑖−1

𝑎𝑖

00⋮0

]

Matriks 𝐿 yang demikian dinamakan Matriks Leslie.

Model pertumbuhan populasi pada Persamaan (2.2.7) digunakan untuk

memprediksi jumlah populasi 1 tahun berikutnya. Untuk mengetahui prediksi

jumlah pertumbuhan populasi hingga 𝑡 tahun berikutnya dilakukan beberapa

pengembangan.

Dari Persamaan (2.2.7) diperoleh

𝐍(1) = 𝐿𝐍(0)

𝐍(2) = 𝐿𝐍(1) = 𝐿𝐿𝐍(0) = 𝐿2𝐍(0)

𝐍(3) = 𝐿𝐍(2) = 𝐿𝐿2𝐍(0) = 𝐿3𝐍(0)

𝐍(𝑡) = 𝐿𝐍(𝑡 − 1) = 𝐿𝐿𝑡−1𝐍(0) = 𝐿𝑡𝐍(0)

Sehingga untuk 𝑡 tahun berikutnya, model pertumbuhan populasi menjadi

𝐍(𝑡) = 𝐿𝑡𝐍(0) (2.2.8)

repository.unisba.ac.id