BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus...

32
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Pada Penelitian “Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study on Zappos” di jurnal “International Journal of Engineering and Management Research- Volume 7, Issue 5, pp. 163-171” tahun 2017, Akkinapally Yugendhar dan Syed Mahamood Ali meneliti tentang dampak sistem manajemen Holacracy di perusahaan sepatu online internasional Zappos. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dalam journal ini, 150 karyawan dari Zappos telah dianalisa. Menurut peniliti, hasil analisa dari sistem Holacracy yang diterapkan oleh perusahan Zapoos menjadi belum sempurna dikarenakan lemahnya komunikasi dari pimpinan dan lemahnya prosedur transisi dari sistem tradisional menjadi sistem Holacracy sehingga cara kerja sistem Holacracy menjadi tidak seperti yang diinginkan. Pada akhirnya peneliti mengungkapkan bahwa penerapan Holacracy adalah langkah peralihan ke tingkat inovasi dan cara kerja independen menengah untuk sebuah organisasi sehingga penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas sehingga keryawan bisa beradaptasi secara bertahap. Tabel 2.1 State of Art 1 1. Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study on Zappos Nama Peneliti Akkinapally Yugendhar dan Syed Mahamood Ali Tahun 2017 Judul Jurnal International Journal of Engineering and Management Research- Volume 7, Issue 5, September - October 2017, pp. 163-171 Metodologi Kualitatif Informan& Populasi Karyawan dan pimpinan perusahaan Zappos Pada penelitian “The Relationship between Contemporary Holacratic Models of Management and Company Performance: Evidence from Global Corporations in the World”di jurnal “Global Journal of Business and Social Science Review, Volume 5, Issue 2, pp. 10 – 15” tahun 2017, Emil Velinov dan Igor Denisov meneliti bagaimana pengaruh sistem pengelolahan perusahaan global dengan menggunalan sistem Holacracy. Penelitian mereka berfokus pada dampak sitem Holacracy dan hasil 9

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)

Pada Penelitian “Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study

on Zappos” di jurnal “International Journal of Engineering and Management Research-

Volume 7, Issue 5, pp. 163-171” tahun 2017, Akkinapally Yugendhar dan Syed

Mahamood Ali meneliti tentang dampak sistem manajemen Holacracy di perusahaan

sepatu online internasional Zappos. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Dalam journal ini, 150 karyawan dari Zappos telah dianalisa. Menurut peniliti, hasil

analisa dari sistem Holacracy yang diterapkan oleh perusahan Zapoos menjadi belum

sempurna dikarenakan lemahnya komunikasi dari pimpinan dan lemahnya prosedur

transisi dari sistem tradisional menjadi sistem Holacracy sehingga cara kerja sistem

Holacracy menjadi tidak seperti yang diinginkan. Pada akhirnya peneliti

mengungkapkan bahwa penerapan Holacracy adalah langkah peralihan ke tingkat

inovasi dan cara kerja independen menengah untuk sebuah organisasi sehingga

penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik

ke manajemen atas sehingga keryawan bisa beradaptasi secara bertahap.

Tabel 2.1 State of Art 1

1. Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study on Zappos

Nama Peneliti Akkinapally Yugendhar dan Syed Mahamood Ali

Tahun 2017

Judul Jurnal International Journal of Engineering and Management Research- Volume 7, Issue

5, September - October 2017, pp. 163-171

Metodologi Kualitatif

Informan& Populasi Karyawan dan pimpinan perusahaan Zappos

Pada penelitian “The Relationship between Contemporary Holacratic Models of

Management and Company Performance: Evidence from Global Corporations in the

World”di jurnal “Global Journal of Business and Social Science Review, Volume 5, Issue

2, pp. 10 – 15” tahun 2017, Emil Velinov dan Igor Denisov meneliti bagaimana

pengaruh sistem pengelolahan perusahaan global dengan menggunalan sistem

Holacracy. Penelitian mereka berfokus pada dampak sitem Holacracy dan hasil

9

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

10

kinerja dari perusahaan tersebut Penelitian mereka melibatkan lebih dari 50

perusahaan internasional dengan mengumpulkan data statistik tahunan dari tahun

2014 sampai dengan 2016. Metode yang dipakai dalam pengelolahan data adalah

kuantitatif menggunakan OLS regression model untuk menganalisa data tersebut.

Hasil dari penelitian mereka menyimpulkan bahwa Holacracy secara positif telah

mempengaruhi kesuksesan kinerja dari perusahaan melalui terobosan pendekatan

inovatif dalam konteks komunikasi karyawan dan kepuasan karyawan, holacarcy

juga menjadi langkah yang memungkinkan organisasi untuk berubah secara

bertahap. Namun, peneliti juga mengungkapkan bahwa lebih banyak penelitian dan

pengalaman praktik diperlukan untuk menggali lebih dalam hubungan Holacracy dan

kinerja perusahaan dikarenakan Holacracy adalah sistem yang tergolong masih baru.

Tabel 2.2 State of Art 2

2. The Relationship between Contemporary Holacratic Models of Management and Company

Performance: Evidence from Global Corporations in the World

Nama Peneliti Emil Velinov dan Igor Denisov

Tahun 2017

Judul Jurnal Global Journal of Business and Social Science Review, Volume 5, Issue 2, pp. 10-

15

Metodologi Kuantitatif

Informan& Populasi Perusahaan Internasional

Pada penelitian ”Holacracy and Obliquity: contingency management approaches

in organizing companies” di jurnal “Problems and Perspectives in Management, Volume

16, Issue 1, 2018, pp.330-335”, Emil Velinov, Vasko Vassilev, dan Igor Denisov

meneliti perkembangan dari metode manajemen modern dan prakteknya seperti

Holacracy, Obliquity, Adhocracym dan Sociocracy terhadap kelincahan dan kecepatan

untuk menerapkan setiap metode menejemen tersebut. Penelitian ini melibatkan 97

perusahaan internasional nengan menggukanakan metode model kuantitatif statistic.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa perusahaan kecil lebih cenderung cepat

menerapkan dan mengimplementasikan sistem Holacracy dikarenakan sistem

managemen independen terbentuk dalam internal perusahaan dan struktur organisasi

mereka lebih datar dan lebih bisa beradaptasi daripada perusahaan multinasional. Karena

itu penelitian ini menyimpulkan bahwa Holacracy akan bekerja dengan jangka waktu

yang panjang dan efek negative dapat di

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

11

kecilkan apabila perusahaan tersebut adalah perushaan yang relatif kecil (2-50

karyawan).

Tabel 2.3 State of Art 3

3. Holacracy and Obliquity: contingency management approaches in organizing companies Nama Peneliti Emil Velinov, Vasko Vassilev, Igor Denisov

Tahun 2017

Judul Jurnal Problems and Perspectives in Management, Volume 16, Issue 1, 2018, pp.330-335

Metodologi Kuantitatif

Informan& Populasi 97 perusahaan internasional

Pada penelitian “Diklat, Kepemimpinan, Dan Kompensasi Terhadap Motivasi

Kerja Pada Kantor Otoritas” di jurnal “Jurnal Mirai Management, Volume 3 No.2

2018, pp 78-91”, Ruslan, Gunawan, dan Hasmin meneliti pengaruh gaya

pemimpinan, budaya organisasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan

dinas pendidikan pemuda dan olahraga kabupaten Mamuju. Penelitian ini melibatkan

75 karyawan dinas dengan metode kuantitatif dan pengolahan data dengan model

regresi linear berganda. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan, budaya organisasi, serta lingkungan kerja berpengaruh positif

terhadap kinerja karyawan. Semakin baik gaya kepemimpinan organisasi, lingkungan

kerja, dan budaya organisasi, maka semakin tinggi kinerja karyawan.

Tabel 2.4 State of Art 4

4. Diklat, Kepemimpinan, Dan Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja Pada Kantor Otoritas

Nama Peneliti Ruslan, Gunawan, dan Hasmin

Tahun 2018

Judul Jurnal Jurnal Mirai Management, Volume 3 No.2 2018, pp 78-91

Metodologi Regresi linear berganda (Kuantitatif)

Informan& Populasi Pegawai Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Mamuju

Pada penelitian “Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Budaya Organisasi

Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Sosial Sekertariat Daerah Kabupaten Kutai Timur

” di jurnal ” Jurnal Administrative Reform, Vol.2 No.3,September 2014, pp. 397-409”,

Hairy Anshari, H.Masjaya, dan H.Jamal Amin meneliti pengaruh komunikasi organisasi

dan budaya organisasi terhadap kinerha karyawan bagain sosial sekertariat derah

kabupaten Kutai Timur baik secara bersama-sama maupun parsial dan manakah

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

12

yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan . Penelitian ini

melibatkan karyawan bagian sosial sekertariat daerah kabupaten kutai timur Metode

yang dipakai untuk menganalisa data adalah kuantitatif dengan menggunakan angket

atau kuestioner dan analisa data menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil

dari penelitian menunjukan bahwa secara parsial budaya organisasi memberikan

pengaruh sangat kecil dibandingkan dengan komunikasi organisasi terhadap kinerja

yang artinya budaya organisasi tidak terlalu dominan dalam mempengaruhi terhadap

kinerja karyawan sehingga bukan menjadi prioritas utama dalam meningkatkan

kinerja karyawan. Kemudian secara parsial komunikasi organisasi memberikan

pengaruh paling besar dibandingkan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.

Hal ini dapat dimaknai bahwa komunikasi organisasi sangat dominan dalam

mempengaruhi terhadap kinerja karyawan. Adapun arah komunikasi organisasi yang

memberikan pengaruh paling besar sampai terkecil secara berurutan terhadap kinerja

karyawan adalah komunikasi ke bawah, komunikasi diagonal, komunikasi ke atas

dan komunikasi horizontal. Arah komunikasi ke bawah pengaruhnya paling besar,

artinya bahwa komunikasi ke bawah ini paling dominan pengaruhnya sehingga

menjadikan prioritas dalam peningkatan kinerja karyawan. Selanjutnya secara

serentak, komunikasi organisasi dan budaya organisasi memberikan pengaruh yang

cukup besar dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini mengandung makna

bahwa komunikasi organisasi dan budaya organisasi cukup dominan dalam

mempengaruhi terhadap kinerja karyawan.

Tabel 2.5 State of Art 5

5. Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Bagian

Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur

Nama Peneliti Hairy Anshari, H.Masjaya, dan H.Jamal Amin

Tahun 2014

Judul Jurnal Jurnal Administrative Reform, Vol.2 No.3,September 2014, pp. 397-409

Metodologi Kuantitatif

Informan& Populasi Karyawan Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur

Pada penelitian “Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Kompensasi Terhadap

Semangat Kerja Karyawan” dijurnal “Jurnal Economia, Volume 11, Nomor 2, Oktober

201, pp. 177-185”, Dwi Agung Nugroho Arianto meneliti Pengaruh

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

13

Komunikasi Organisasi dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan.

Penelitian ini melibatkan seluruh karyawan PT. Vermindo Utama Semarang dengan

menggunakan metode kuantitatif dengan analisis data menggunakan regresi linear

berganda dan pengumpulan data menggunaam metode angket atau kuestioner. Hasil

penelitian menunjukkan komunikasi organisasi berpengaruh positif terhadap semangat

kerja karyawan. Semakin baik komunikasi yang terjalin dalam perusahaan antara

karyawan dengan atasan maupun karyawan dengan rekan sejawat akan meningkatkan

semangat kerja. Hal ini berarti dengan komunikasi secara rutin, permasalahan dalam

perusahaan akan mudah terselesaikan. Kompensasi berpengaruh positif terhadap

semangat kerja karyawan. Kompensasi baik berupa finansial maupun fasilitas akan

meningkatkan semangat kerja karyawan, hal ini menunjukkan bahwa kompensasi baik

berupa finansial maupun fasilitas akan meningkatkan semangat kerja karyawan.

Tabel 2.6 State of Art 6

6. Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan

Nama Peneliti Dwi Agung Nugroho Arianto

Tahun 2015

Judul Jurnal Jurnal Economia, Volume 11, Nomor 2, Oktober 201, pp. 177-185

Metodologi Kuantitatif

Informan& Populasi Karyawan PT. Vermindo Utama Semarang

2.2 Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisai sangat penting untuk dipelajari karena pada saat ini

banyak orang yang tertarik dan memberikan perhatian kepadanya guna mengetahui

prinsip dan keahlian komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan organisasi,

baik organisasi kormersial seperti lembaga bisnis dan industri maupun organisasi-

organisasi sosial seperti lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga-lembaga

swasta.

Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil

sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Bahkan studi komunikasi organisasi sebagai

landasan kuat bagi karir dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia,

dan komunikasi perusahaan, dan tugas-tugas lain yang berorientasikan manusia

dalam organisasi.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

14

Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai proses penafsiran pesan

diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.

Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis

antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan organisasi.

Komunikasi organisasi terjadi kapanpun juga, setidak-tidaknya ada satu orang yang

menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan pesan.

Menggutip pernyataan dari buku Komunikasi Organisasi yang tuliskan oleh

Suminar et al. (2010) mengenai kebijakan komunikasi organisasi menggatakan bahwa,

sebuah organisasi dapat dipastikan memiliki berbagai aktivitas. Aktivitas-aktivitas

tersebut tidak tiba-tiba terlaksana dengan begitu saja, melainkan berpedoman pada

sesuatu yang biasa disebut dengan pedoman kebijakan. Pedoman kebijakan memiliki

cakupan aktivitas yang sangat luas, termasuk pemberian tugas, tanggung jawab dan

otoritas tenaga kerja, perencanaan sumber daya manusia, catatan data tenaga kerja, gaji

dan upah, keuntungan, keamanan, perawatan peralatan, pelatihan, pemilihan pasar, serta

rencana pengembangan organisasi tersebut. Kebijakan memberikan arahan dan standar

untuk pembuatan keputusan, sangat penting dalam menentukan cara berpikir atau

melakukan sesuatu. Kebijakan juga memberi patokan dalam mengelola masalah dan

orang-orang yang terdapat di dalam organisasi. Kebijakan juga salah satu hal yang

sangat menentukan komunikasi efektif dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, sangat

penting untuk mengetahui berbagai hal penting yang berhubungan dengan kebijakan

organisasi, serta hubungannya dengan komunikasi organisasional.

Pengertian dari teori komunikasi organisasi itu sendiri Menurut Goldhaber

(1986) dalam bukunya Organizational Communication memberikan definisi

komunikasi organisasi sebagai berikut: “Organizational communication is the

process of creating and exchanging messages within a network of interdependent

relationship to cope with environmental uncertainty”. Atau dengan kata lain

“komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam

satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi

lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah”.

Joseph A. Devito mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan

penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi, baik dalam kelompok formal maupun

kelompok informal organisasi. (Devito, 1997). Sedangkan menurut Wiyartono (2004),

komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di

dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

15

Redding dan Sanborn (Arni, 2007) mendefinisikan komunikasi organisasi adalah

pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk

dengan bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan

pengelola, komunikasi downward, komunikasi upward, dan lain-lain.

Dari empat definisi tentang komunikasi organisasi di atas, maka penulis

menyimpulkan bahwa komunikasi organisasi merupakan sebuah proses komunikasi yang

terjadi pada sebuah organisasi formal maupun organisasi informal dalam bentuk

komunikasi yang kompleks. Komunikasi tersebut dapat menimbulkan pengertian yang

sama bagi anggota organisasi sehingga dapat mewujudkan tujuan organisasi tersebut.

2.3 Pola Komunikasi

Pola komunikasi terdiri dari dua kata, yakni pola dan komunikasi. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pola yang berarti sistem, cara kerja, bentuk

(struktur) yang tetap. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang

kepada orang lain. Maka dari itu, Pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk

atau pola hubungan dua orang atau lebih, dalam proses pengiriman dan penerimaan

pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Istilah

pola komunikasi biasa juga disebut dengan model atau system penyampaian pesan.

Menurut Effendy (1989) pola komunikasi adalah proses yang dirancang

untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup serta

kelangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.

Pengertian lainnya dari Cangara dan Hafied (2006) dalam buku Pengantar Ilmu

Komunikasi menyatakan bahwa pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk atau

pola hubungan dua orang atau lebih, dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan

dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa pola komunikasi merupakan suatu

sistem penayampaian pesan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti tertentu

dan pengoperan langsung untuk mengubah tingkah laku individu yang lain. Meskipun

semua organisasi harus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak (internal maupun

eksternal) untuk mencapai tujuannya, pendekatan dan sistem pesan yang dipakai antara

satu organisasi dengan organisasi yang lain bervariasi atau berbeda-beda. Untuk itu,

menentukan suatu pola komunikasi yang tepat dalam suatu organisasi merupakan suatu

keharusan. Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi dapat dilihat dalam bentuk

aktivitas regular meeting. Dimana pola komunikasi yang

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

16

terdapat dalam aktivitas regular meeting itu sendiri banyak dipengaruhi oleh jaringan

komunikasi. Secara umum pola komunikasi yang terdapat dalam aktivitas regular

meeting dikelompokkan menjadi jaringan komunikasi formal dan informal.

Menurut Muhammad (1995:102), jaringan komunikasi yang terdapat dalam

organisasi meliputi:

1. Jaringan Komunikasi Formal

Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hirarki resmi organisasi

atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan formal. Ada tiga bentuk

utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti struktur

organisasi, yaitu:

a. Komunikasi ke Bawah (Donward Communication)

Pada tingkat ini, arus pesan dan informasi dari pimpinan atau manajer yang

berada pada struktur lapisan atau organisasi mengalir keseluruh lapisan bawah

organisasi, kepada seluruh pegawai yang berada di bawah struktur organisasi.

Secara umum komunikasi kebawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yaitu:

1. Intruksi tugas

Yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahannya mengenai apa yang

dihapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu

mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur

manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar

yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya. Intruksi tugas yang tepat dan

langsung cendrung dihubungkan dengan tugas yang sederhana yang hanya

menghendaki keterampilan dan pengalaman minimal. Instruksi yang lebih

umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, dimana

pegawai diharapkan pertimbangannya, keterampilan dan pengalamannya.

2. Rasional

Yaitu pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana

kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif

organisasi, kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh

filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan

mengangap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa

maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi

bila pimpinan menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri

sendiri dan produktif maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

17

3. Ideology

Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan perluasan dari

pesan rasional. Pada pesan rasional, penekananya ada pada tugas dan

kaitannya dengan perepektif organisasi. Sedangkan pada ideologi

sebaliknya, mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna

memperkuat loyalitas, moral dan motivasi

4. Informasi

Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan

praktek-praktek organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keruntungan,

kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan

rasional, Misalnya handbook bagi pegawai.

5. Balikan

Yaitu pesan berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan

pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah

pembayaran gaji pegawai yang telah siap melakukan pekerjaannya atau

apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya,

berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaan

pegawai kurang baik, balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan

terhadap pegawai tersebut.

Dalam realitas, ketika organisasi dalam skala relatif kecil karena baru

bertumbuh, kesederhanaan struktur, komunikasi, keterlibatan dan keikatan pegawai

relatif tinggi. Tetapi manakala telah berkembang makin besar dan kompleks, dimana

struktur tugas dan penerapan tekhnologi tinggi yang makin massif, serta tingkat

pelayanan produksi barang dan jasa makin bervariasi, meningkat dalam volume dan

kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cendrung akan mengalami

banyak kemunduran yang dirasakan pegawainya.

Persoalan komunikasi yang sering kali muncul pada tingkatan ini, adalah

persoalan relavansi dan ketetapan isi pesan dan informasi dimana pesan dan

informasi tersebut mengalami disortasi, gangguan, penyaringan (filtering) ataupun

arti pesan yang telah dilebih-lebihkan (exaggeration), serta waktu (timing)

penyampaian yang tidak tepat. (Muhammad, 1995:110)

b. Komunikasi ke Atas (Upward Communication)

Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan

atau dari tingkatan yang lebih rendah kepada tingkatan yang lebih tinggi. Arus

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

18

pesan pada tingkatan ini berisikan tentang laporan (harian, mingguan, bulanan

dan tahunan), tugas-tugas yang telah diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau

kurang jelas mengenai metode dan prosedur kerja, pertanggung jawaban

karyawan kepada pimpinan atau tugas yang dipercayakan padanya. Tujuan dari

komunikasiini adalah untuk memberikan balikan, memberikan sran dan

mengejukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada

penyempurnaan moral dan sikap pegawai, tipe pesan adalah integrasi dan

pembaharuan. Dapat dikatakan, komunikasi pada tingkat ini merupkan sarana

atau mekanisme umpan balik (feedback) dari bawahan kepada atasan.

Pada arus komunikasi ke atas juga sering kali mengalami persoalan pada

relavansi dan kurasi pesan dan informasi, terutama diantara jaringan organisasi

lainnya. Masalah yang dimaksud terutama adalah penyaringan (filtering) dan

melebihkan arti pesan (exaggeration). Pegawai cendrung memberikan laporan

pada hal-hal yang baik saja mengenai tugas, tanggungjawab ndan mengenai

departemennya dan organisasi yang dipahaminya kepada pemimpin. Sharma

(Muhammad, 1995:118) mengatakan beberapa kesulitan untuk mendapatkan

informasi dari pegawai mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya

sebagai berikut:

1. Kecendrungan pegawai untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya.

Hasil studi memperlihatkan bahwa pegawai merasa bahwa mereka akan

mendapatkan kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya menurut

pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti apa yang

disampaikan oleh supervesor maupun atasan mereka.

2. Perasaan pegawai bahwa pimpinan dan supervesor tidak tertarik kepada

masalah mereka. Pegawai sering melaporkan bahwa pimpinan mereka tidak

perhatian terhadap masalah-masalah mereka.

3. Kurangnya rewards atau penghargaan terhadap pegawai yang

berkomunikasi ke atas. Seringkali supervesor dan pimpinan tidak

memberikan penghargaan yang nyata kepada pegawai untuk memlihara

keterbukaan komunikasi ke atas.

4. Perasaan pegawai bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima

dan memberikan respon terhadap apa yang dikatakan oleh pegawai.

Supervisor terlalu sibuk untuk mendengarkan atau pegawai susah untuk

menemuinya.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

19

Sikap seperti ini sangat berbahaya bagi organisasi dalam jangka panjang

dikarenakan informasi yang relevan dan akurat sangat diperlukan pimpinan untuk

membuat keputusan dan kebijakan yang akurat dan efektif, didasarkan pada

informasi yang biasa, tidak relevan dan tidak tepat. Maka besar kemungkinan

keputusan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Salah satu

masalah yang penting adalah bagaimana menciptakan iklim saling percaya, saling

menghargai meningkatkan kejujuran dan keakraban antara pimpinan dengan

pegawai. Hal ini merupakan bagian dari tugas para eksekutif puncak.

c. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication)

Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang

sama tingkat otoritasnya didalam organasasi. Pesan ini biasanya berhubungan

dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan

masalah, penyelesaian konflik dan saling membagi informasi. Ada beberapa

tujuan tertentu dari komunikasi horizontal diantarnya adalah :

1. Mengkoordinasikan tugas-tugas.

2. Saling memberikan informasi untuk perencanaan dan aktifitas-aktifitas. 3.

Memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam

tingkat yang sama.

3. Menyelesaikan konflik diantara anggota yang ada dalam bagian

organisasi dan antara bagian dengan bagian yang lainnya.

4. Menjamin pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau

anggota unit organisasi tentang perubahan itu.

5. Mengembangkan sokongan interpersonal dari temannya. Kontak

interpersonal dalam komunikasi horizontal yang mungkin terjadi dapat

berupa rapat-rapat komite, interaksi informal pada waktu jam istirahat,

percakapan telepon, memo dan nota, serta aktifitas sosial.

2. Jaringan Komunikasi Informal

Selain jaringan formal, arus pesan dapat melewati jaringan informal yaitu jenis

jaringan dalam struktur organisasi yang sebenarnya tidak diikuti secara resmi

keberadaanya oleh manajemen. Jaringan komunikasi ini lebih dikenal dengan desas-

desus (grapevine) atau kabar angin (Muhammad, 1995:124).

Komunikasi informasi cendrung berisi laporan rahasia mengenai orang dan

kejadian-kejadian yang tidak mengalir secara resmi. Informasi yang diperoleh dari

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

20

desas-desus adalah berkenaan dengan apa yang didengar atau apa yang dikatakan

orang dan bukan apa yang di umumkan oleh pihak pimpinan.

Informasi ini mengalir ke atas, ke bawah atau secara horizontal tanpa

memperhatikan hubungan posisi, walaupun ada mungkin sedikit. Informasinya dapat

berubah-ubah dan tersembunyi. Namun nyata, oleh karena tuntutan pegawai akan

informasi relevan, akurat dan lengkap dalam tempo yang relatif singkat sangat besar

dan beragam dalam mutu dan volume sedangkan kebutuhan informasi dimaksud

tidak selalu dapat dipuaskan melalui jaringan formal. Dengan kata lain, jaringan

komunikasi informal dalam lingkup organisasi adalah suatu penyebaran pesan-pesan

yang pada dasarnya tidak diketahui keabsahannya atau kebenarannya, pesan-pesan

yang sudah melampaui aktivitas-aktivitas formal organisasi.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa di dalam jaringan

komunikasi informal terdapat bebagai macam informasi yang mengalir. Namun dari

semua itu terdapat dua tipe informasi yang mengalir paling utama dan informasi

yang sering menjadi pembicaraan dalam organisasi contohya adalah gossip atau

rumor dimana suatu berita yang belum diketahui kejelasan dan kebenarannya yang

kemudian informasi tersebut di distribusikan dan disebarkan oleh seorang individu

kepada individu lainnya untuk membahas mengenai hal tersebut dan kemudian opini

public mulai terbentuk.

Jaringan komunikasi informal memiliki kelebihan dan kelemahan yang

memberikan dampak kepada organisasi. Adapun kelebihannya adalah dapat

berfungsi sebagai papan pengumuman yang menyuarakan kepenatan pegawai,

membantu menyalurkan berita yang tidak bisa dikirim lewat jaringan formal,

memperlancar proses penyelesaian tugas-tugas pekerjaan dan membantu

memperbaiki kehidupan sosial dan organisasi karena pegawai saling berbagi berita

selentingan, sehingga satu sama lain menjadi pemain kelompok yang kompak.

Sedangkan kelemahannya adalah meskipun akurasi berita bisa 75% sampai 95%

kebenaran namun seringkali kesalahan terjadi juga, pegawai terkadang dapat

mengubah fakta sesuai kepentingan pribadinya dari pada menyampaikan fakta

sebenarnya dan sulit memastikan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap fakta

selentingan tersebut dimana pesan dikirim secara tidak tepat.

Efek negatif dari grapevine dapat dikontrol oleh pimpinan dengan menjaga

jaringan komunikasi formal yang bersifat terbuka, jujur, teliti dan sensitive terhadap

komunikasi ke atas, ke bawah dan horizontal. Pimpinan dapat memanfaatkan

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

21

kelebihan jaringan ini untuk menunjang dan melengkapi pesan yang diperlukan,

seperti suasana emosi, sentimen dan sikap karyawan terhadap berbagai masalah

organisasi dan menajemen yang berkaitan dengan kepentingan pegawai dan

keluarganya yang sulit didapat melalui jaringan formal, sehingga pimpinan dapat

lebih arif dalam mengambil keputusan.

2.3.1 Jenis Pola Komunikasi

Menurut Cangara dan Hafied (2006) dalam ilmu komunikasi terdapat emapat

jenis pola komunikasi yaitu;

1. Pola Komunikasi Primer

Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran oleh

komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol sebagai media

atau saluran. Pola ini terbagi menjadi dua lambang, yaitu lambang verbal dan

lambang non-verbal. Lambang verbal berupa bahasa yang di gunakan sehari-hari

oleh para komunikan dan komunikator. Sedangkan lambang nonverbal berupa

gestikulasi tubuh, seperti: menggerakan kepala, mata, bibir, tangan.

2. Pola Komunikasi Sekunder

Pola komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh komunikator

kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua

setelah memakai lambang pada media pertama.

3. Pola Komunikasi Linear

Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik

lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada

komunikan sebagai titik terminal. Pola ini lebih dikenal sebagai pola komunikasi satu

arah (one way traffic communication). Pola ini adalah proses penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan, baik menggunakan media maupun tanpa media,

tanpa ada umpan balik dari komunikan. Dalam hal ini, Komunikan bertindak sebagai

pendengar saja.

4. Pola Komunikasi Sirkulasi

Dalam pola ini, terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari

komunikan ke komunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam

pola komunikasi yang seperti ini proses komunikasi dapat terus berjalan dengan baik.

Pola ini lebih dikenal dengan pola komunikasi dua arah atau timbal balik (two way

traffic communication), yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

22

fungsi dalam komunikasi. Namun pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah

komunikator utama. Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.

2.4 Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen

organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-

keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk

memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual,

kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan

persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith,

1985). Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi

atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam

upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah proses mengarahkan,

membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang

lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Kepemimpinan memainkan peranan

yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu

perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya

dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk

tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat

yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa pola

tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh

bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin

dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk

mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan

tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 1993), sedangkan menurut Tjiptono (2001)

gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi

dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah

pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang

dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004). Berdasarkan pengertian gaya

kepemimpinan menurut pakar diatas, maka dapat disimpulakan gaya kepemimpinan

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

23

adalah (leadership styles) merupakan cara yang diambil seseorang dalam rangka

mempraktekkan kepemimpinanannya.

2.4.1 Macam-macam Gaya Kepemimpinan

Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai maka maka lahir lah sifat-sifat

pimpinan dalam memimpin, sifat ini pada akhirnya secara psikologis akan

berpengaruh terhadap “gaya” yang digunakan oleh seorang pimpinan dalam

memimpin bawahannya untuk bekerja yaitu dengan cara mengetahui dan

mendiskripsikan karakteristik sifat pegawai apakah pegawai tersebut memiliki

kemampuan dalam bekerja atau apakah pegawai tersebut rajin dalam bekerja atau

dengan kata lain tidak bermalas-malasan. Karena pada dasarnya sifat pegawai ada 4

macam, ada yang memiliki kemampuan dalam bekerja tapi malas bekerja, ada yang

tidak memiliki kemampuan dalam bekerja tetapi rajin bekerja, ada yang tidak

memiliki kemampuan dalam bekerja dan malas bekerja serta ada yang memiliki

kemampuan dalam bekerja dan rajin bekerja. Blanchard K.H. (1996) membagi empat

gaya kepemimpinan yaitu:

1) Gaya konsultatif

Gaya konsultasi dicirikan oleh adanya pemimpin yang membatasi peranannya

dan menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaiamana, bilamana, di mana

harus melakukan suatu tugas tertentu.

2) Gaya partisipatif

Gaya partisipasi dicirikan oleh adanya pemimpin dan bawahan yang saling

tukar menukar ide dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah,

dan yang dipimpin cukup mampu serta berpengetahuan untuk melaksanakan

tugas yang dibebankan kepada bawahan.

3) Gaya delegatif

Gaya delegatif dicirikan oleh adanya pemimpin yang banyak melibatkan

bawahan untuk melaksanakan tugas sendiri melalui pendelegasian dan

supervisi yang bersifat umum.

4) Gaya instruktif

Gaya instruktif diicirikan pimpinan masih banyak memberikan pengarahan

dan memberikan dukungan dalam keputusan melalui komunikasi dua arah.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

24

2.4.2 Gaya Kepemimpinan Servant Leadership

Dalam sebuah organisasi pastinya mempunyai tujuan dan pencapaian (goals),

untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh

organisasi dalam proses perkembangan organisasi ialah pemimpin untuk menggelola

dan mengerakan asset perusahaannya dengan baik.

Dalam mengimplementasikan sistem Holacracy, perusahaan GVM networks

juga menggunakan sistem kepemimpinan “Servant Leadership” untuk mendukung

keberhasilam implementasi Holacracy. Servant Leadership merupakan gaya

kepemimpinan yang sesuai dan mendekati dengan gaya dari sistem Holacracy

dimana setiap orang adalah pemimpin untuk dirinya sendiri dan bertanggung jawab

atas karirnya. Servant Leadership pastinya menjadi suatu paradoks bagi orang-orang

pendengar baru. Berdasarkan kedua kata tersebut yaitu “pelayan” dan “pemimpin”

merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang, namun hal ini jika digabungkan

dapat menghasilkan suatu sistem kepemimpinan yang baik.

Menurut Greenleaf (2003) yang mengemukakan Servant Leadership mengakatan

bahwa servant leader menjadi pemimpin dimulai dari perasaan alami bahwa seorang

pemimpin ingin membantu, tujuan pertama seorang pemimpin adalah untuk membantu.

Kemudian orang tersebut menyadari dan memilih untuk mempunyai aspirasi memimpin.

Servant leadership adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang

timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak

pertama yang melayani. Esensi dari model kepemimpinan ini adalah melayani yang

dipimpin, baik karyawan, konstituen, pelanggan, atau masyarakat luas. Dalam konteks

servant leadership, seorang pemimpin berorientasi untuk melayani pengikutnya,

membantu pengikutnya untuk tumbuh dan berkembang secara profesional dan secara

personal. Greenleaf juga menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pelayanan

memulai tindakannya dengan integritas, mengembangkan hubungan kepercayaan, dan

membantu orang lain untuk belajar, tumbuh, dan mengembangkan kemampuan orang-

orang disekitarnya untuk memimpin diri mereka sendiri (melatih self-management).

Ketika pemimpin benar-benar memiliki komitmen untuk mengembangkan pengikutnya,

mereka akan memberikan kebebasan untuk melakukan eksperimen bahkan menjadi

motivator, mengambil risiko, dan bahkan membuat kesalahan tanpa takut adanya

hukuman.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

25

Dalam hal ini, seorang pemimpin harus menghadirkan hal positif kepada

pengikutnya. Menginspirasi mereka untuk bekerja sesuai dengan arah dan misi

organisasi.

10 atribut servant leadership yang dikemukakan oleh Greenleaf sebagai berikut:

1. Listening (Mendengarkan)

Atribut ini merupakan sarana komunikasi yang kritis, yang diperlukan agar

komunikasi bisa berjalan dengan lancar secara akurat dan secara aktif

menunjukkan rasa menghargai orang lain. Menurut Greenleaf, “Only a true

natural servant automatically responds to any problem by listening first”.

2. Empathy (Empati)

Atribut yang menunjukkan kemampuan seorang pemimpin untuk menyadari apa

yang dirasakan oleh orang lain. Greenleaf menyatakan bahwa, “The servant

always accepts and empathizes, never rejects” dan “Men grow taller when those

who lead them empathize, and when they are accepted for who they are”.

3. Healing (Penyembuhan)

Atribut ini didefinisikan Greenleaf sebagai “to make whole”. Artinya adalah

bahwa seorang pemimpin mengenali dan mengetahui harapan orang lain untuk

menemukan keseluruhan dari dirinya sendiri dan memberi dukungan kepada

orang lain.

4. Awareness (Kesadaran/ Kepekaan)

Atribut ini diperlukan bagi seorang pemimpin untuk memperoleh peluang

sebagai seorang pemimpin. Tanpa adanya awareness maka seorang pemimpin

akan kehilangan peluang kemimpinannya.

5. Persuasion (Persuasi)

Atribut ini membantu pemimpin mampu membangun konsensus kelompok

melalui persuasi yang gentle dan jelas, dan tidak menggunakan kepatuhan

kelompok karena adanya posisi kekuasaan. Greenleaf mencatat bahwa “A fresh

look is being taken at the issues of power and authority, and people are

beginning to learn, however haltingly, to relate to one another in less coercive

and more creatively supporting ways”. Artinya bahwa seorang pemimpin akan

menggunakan kekuatan pribadinya dan bukan kekuatan kekuasaannya untuk

mempengaruhi kelompok dan memperoleh tujuan organisasi.

6. Conceptualization (Konseptualisasi)

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

26

Atribut ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin dapat memperoleh solusi

terhadap permasalahan yang saat ini tidak ada. pembentukan konsep dengan

bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. proses ini berjalan secara induktif,

dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya

dalam bentuk konsep. konsep bersifat abstrak.

7. Foresight (Visi untuk masa depan)

Atribut ini menunjukkan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan cara

pandang ke depan yang leih baik mengenai apa yang akan terjadi di masa yang

akan datang seperti visi dan misi.

8. Stewardship (Penatagunaan)

Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam melakukan tata laksana

organisasi. Artinya, pemimpin tidak hanya mewakili bawahan secara personal,

tetapi juga mewakili organisasi secara keseluruhan, dan dampaknya terhadap

hubungan organisasi dengan masyarakat.

9. Commitment to The Growth of People (Komitmen terhadap pertumbuhan orang

di sekitarnya)

Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam memegang komitmen

untuk pertumbuhan orang-orang yang dilakukan seorang pemimpin melalui

pemberian apresiasi dan pemberian semangat kepada orang lain. Sebagaimana

diungkapkan oleh Greenleaf, bahwa “The secret of institution building is to be

able to weld a team of such people by lifting them up to grow taller than they

would otherwise be”.

10. Building Community (Membangun Komunitas)

Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin untuk membangun komunitas

yang menyatukan individu dalam masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh

Greenleaf, “All that is needed to rebuild community as a viable life form…is for

enough servant-leaders to show the way”.

2.5 Hambatan dan Rintangan Komunikasi dalam Organisasi

2.5.1 Hambatan Komunikasi Organisasi

Komunikasi dalam organisasi merupakan bagian dari proses adaptasi budaya

dimana pastinya terdapat hambatan yang berpengaruh terhadap suatu komunikasi begitu

juga halnya dengan komunikasi organisasi dimana komunikasi organisasi tidak

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

27

selamanya berjalan secara efektif. Adapun hambatan-hambatan dalam komunikasi

organisasi:

1. Hambatan dari Proses Komunikasi:

a) Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan

belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh

perasaan atau situasi emosional.

b) Hambatan dalam penyandian/symbol, hal ini dapat terjadi karena bahasa

yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,

simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama

atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.

c) Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media

komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga

tidak dapat mendengarkan pesan.

d) Hambatan dalam bahasa, Bahasa yang digunakan baik verbal maupun non

verbal, menunjukkan tingkat intelektualitas seseorang. Sehingga orang

cenderung mempergunakan bahasa yang tinggi tanpa menghiraukan

kemampuan orang yang diajak berbicara, sehingga menimbulkan salah

pengertian (misscomunication).

e) Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat

menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru

dan tidak mencari informasi lebih lanjut.

f) Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak

menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak

tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.

2. Hambatan Fisik

Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan

alat komunikasi, dan lain–lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat

komunikasi dan sebagainya.

3. Hambatan Semantik.

Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai

arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan

dan penerima.

4. Hambatan Psikologis

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

28

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi,

misalnya; perbedaan nilai – nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim

dan penerima pesan.

2.5.2 Rintangan Komunikasi Organisasi

Menurut Arni (2007), ada beberapa hal dari lingkungan organisasi yang dapat

memberikan kontrobusi dalam menjadi rintangan komunikasi organisasi, di

antaranya adalah:

1) Kedudukan atau posisi dalam organisasi

Kedudukan atau posisi dalam suatu organisasi mempengaruhi cara orang

berkomunikasi. Anggota-anggota fungsional organisasi yang menduduki

posisi otoritas akan mempunyai pandangan dan sistem niai yang berbeda

dengan orang yang mempunyai kedudukan berbeda. Pengaruh perbedaan

posisi ini terhadap komunikasi adalah pada saat pengiriman atau

penyampaian pesan yang mengenai masalah tertentu maka hal ini akan

ditanggapi secara berbeda oleh setiap anggota yang menerima pesan tersebut

karena setiap orang akan melakukan proses penerimaan dan kemudian

dilanjutkan dengan proses pembentukan persepsi dari pandangan posisinya.

2) Hierarki dalam organisasi

Susunan poisisi dalam bentuk hierarki menggambarkan adanya orang yang

menduduki posisi yang superior (atasan) dan yang lainnya bawahan. Hierarki

hubungan atasan dan bawahan ini mempengaruhi cara seseorang

berkomunikasi. Tidak dapat di pungkiri akan terdapat perbedaan dalam

persepsi antara atasan dan bawahan. Informasi yang di sampaikan biasanya

tidak transparan, contohnya seperti atasan pastinya mempunyai informasi

yang lebih banyak di banding bawahannya namun atasan harus memilah

pesan apa saja yang dapat disampaikan kepada bawahannya, dan sebaliknya

bawahan harus berhati-hati membicarakan sesuatu hal yang baik dan menarik

untuk atasannya. Maka dari itu pada kondisi seperti ini dapat memungkinkan

terjadinya konflik komunikasi.

3) Keterbatasan komunikasi

Pembatasan yang ditentukan oleh organisasi mengenai ketentuan seseorang

boleh berkomunikasi dengan siapa dan ketentuan siapa yang dapat membuat

keputusan akan mempengaruhi cara anggota organisasi dalam berkomunikasi.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

29

Koordinasi aktivitas dan arus informasi dalam organisasi menghendaki

beberapa pembuatan keputusan secara sentralisasi. Maka dari itu, agar

membuat arus pesan seimbang dan tidak overload, maka dibutuhkan jaringan

komunikasi. Hal ini juga dapatmenghindari terputusnya proses penyampaian

pesan.

4) Hubungan yang tidak personal

Hubungan yang tidak personal dalam organisai mempengaruhi cara

berkomunikasi. Salah satu karakteristik organisasi formal adalah hubungan

yang bersifat formal dan tidak personal. Hubungan-hubungan yang tidak

personal tersebut akan menimbulkan tekanan yang bersifat emosional.

Namun pada umumnya hal yang akan dilakukan adalah menyimpan emosi

atau perasaan tersebut dengan diam dan tidak ditunjukan. Penyimpanan

ekspresi ini akan membawa dampak yang kurang baik bagi organisasi.

5) Sistem aturan dan kebijaksanaan

Sistem aturan, kebijaksanaan, dan aturan-aturan yang berkenaan dengan

pemikiran, dan perbuatan akan mempengaruhi cara-cara orang dalam

berkomunikasi. Penggunaan aturan dan kebijaksanaan yang kaku akan

mengarahkan pada hubungan yang tidak personal dan kurangnya komunikasi.

Aturan yang ketat mengarahkan manusia pada pola komunikasi tradisional

yang kaku. Maka dari itu, komunikasi dalam organisasi akan berkurang,

terutama komunikasi interpersonal dan pada akhirnya arus informasi akan

terganggu karena anggota organisasi terlalu terikat dengan aturan yang ada

sehingga tidak berani berinovasi (speak out).

6) Spesialisasi tugas

Spesialisasi tugas dapat mempersempit persepsi seseorang dan mempengaruhi

cara dia berkomunikasi. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa spesialisasi

memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap produktivitas dan

peningkatan efisiensi, tetapi di balik itu dapat juga menjadi sumber masalah

masing-masing. Ditemukan kesulitan mengintegrasikan komunikasi mengenai

tugasnya dengan bagian lainnya. Dengan demikian, sering terjadi penundaan

arus kounikasi atau penghindaran menyampaian informasi kepada bagian lain.

7) Ketidakpedulian pimpinan

Sikap tidak peduli dari pimpinan organisasi juga merupakan rintangan dalam

proses komunikasi. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan pimpinan sering gagal

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

30

mengirim pesan yang dibutuhkan karyawan atau bawahannya karena atasan

sering kali berasumsi bahwa bawahannya telah mengetahui infirmasi tersebut.

Selain itu, seringkali ditemukan kebanyakan organisasi pada dasarnya tidak

menerapkankomunikasi dua arah yang benar. Pimpinan cenderung

menafsirkan komunikasi dua arah hanya sebagai perintah dari atasan ke

bawah serta pengiriman laporan dari bawah ke atas. Pimpinan yang terlalu

berpusat pada dirinya sendiri serta kurang peduli dan kurang mendengarkan

orang lain akan membuat komunikasi sulit dilakukan dengannya.

8) Prestise

Prestise merupakan sebuah kehormatan atau kemewahan dari seseorang yang

dalam suatu organisasi. Salah satu halangan yang mendasar dalam organisasi

adalah pretise. Prestise datang dari bermacam-macam bentuk, seperti besarnya

kantor atau ruangan kerja, kemewahan perabotan kantor, ruangan khusus atau

spesial, asisten atau sekretaris pribadi. Apapun bentuknya prestise merupakan

salah satu penghalang bagi komunikasi efektif antara orang yang berbeda

levelnya dalam organisasi. Prestise menjadikan hubungan komunikasi antara

orang yang mempunyai prestise tinggi dan rendah menjadi kurang lancar dan

kaku atau kurang bebas, adanya halangan (barrier) dalam komunikasi tersebut.

9) Jaringan komunikasi

Jaringan komunikasi juga menjadi salah satu hambatan dalam komunikasi

organisasi. Ini terjadi bila terlalu banyak tingkatan atau mata rantai yang harus

dilalui oleh suatu pesan dalam komunikasi. Pesan yang dikirimkan secara seri

atau berantai banyak, sering kali mengalami perubahan pada penerimanya

sebelum dilanjutkan pengirimannya. Menurut Lewis (1987) hanya kurang lebih

30% pesan yang dikirim secara berantai ini sampai sesuai dengan aslinya.

Semakin banyak mata rantai yang harus dilalui oleh pesan maka semakin besar

kemungkinan pesan tersebut mengalami salah arti atau salah paham. Pesan

tersebut akan berubah rincian (details) yang baru. Orang yang menyampaikan

pesan itu juga akan memasukan interpretasinya ke dalam pesan.

Perubahan ini merupakan proses penyaringan kebanyakan dilakukan dengan

tidak sengaja dimaksudkan untuk mengubahnya. Dalam organisasi hal ini akan

membawa masalah besar dalam komunikasi berkenaan dengan adanya informasi

yang hilang atau tertinggal sebelum sampai ke tujuan akhirnya.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

31

2.6 Usaha Untuk Mengatasi Rintangan Komunikasi Organisasi

Adanya rintangan dalam komunikasi organisasi merupakan hal yang tidak dapat

dielakan. Namun demikian, perlu dilakukan usaha untuk mengatasi dan meminimalisir

rintangan serta hambatan yang menggangu proses komunikasi dalam organisasi.

Pace dan Faules (1989) mengemukakan empat cara umum yang dapat dilakukan oleh

organisasi untuk menambah ketepatan dalam mengkomunikasikan suatu pesan dalam

organisasi. Maka dari itu terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan:

1. Menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi

Bila seorang karyawan atau pimpinan merasa bahwa informasi yang diterima

mungkin mendapat gangguan, maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah

dengan menemukan gangguan tersebut yaitu dengan melakukan konfirmasi

pesan tersebut dengan berbagai sumber pesan.

2. Menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi pesan

Seorang pemimpin hendaknya mengidentifikasi gangguan dan rintangan

komunikasi dengan teliti sehingga dapat menegenali informasi yang paling dekat

dengan aslinya. Karena itu perlu dikembangkan suatu prosedur yang dapat

mengimbangi penyimpangan pesan dalam organisasi agar penyimpangan yang

terjadi tidak merugikan dan menggangu komunikasi organisasi. Salah satu cara

yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah lagi pesan yang telah

menyimpang tersebut agar dapat menguntungkan organisasi.

3. Menghilangkan pengantara anatara pembuat keputusan dengan pemberi

informasi.

Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam strategi

langsung. Salah satu diantaranya dalah dengan memelihara struktur organisasi

yang mendatar. Struktur organisasi yang datar menghendaki pengontrolan yang

luas, namun karena infromasi dapat disampaikan tanpa jenjang yang berbelit-

belit maka penyimpangan akan dapat dikurangi. Dengan mengurangi jumlah

mata rantai jaringan komunikasi, maka jumlah penyaringan dan penyimpangan

pesan akan berkurang.

4. Mengembangkan pembuktian gangguan pesan.

Salah satu cara untuk mengurangi gangguan adalah dengan menciptakan sistem

pesan yang didesain sedemikan rupa sehingga tidak mengubah arti pesan selama

dalam proses pengiriman. Untuk membuktikan tidak ada distorsi, suatu pesan

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

32

harus dapat dikirimkan tanpa penyingkatan (gunakan arti yang sebenarnya) atau

perluasan makna.

2.7 Pengertian Holacracy

Dalam menghadapi perkembangan zaman diera modern ini, dapat kita lihat

banyak perubahan yang terjadi. Organisasi atau perusahaan harus bisa bertahan diera

global yang terus berubah dan menuntut kita untuk beradaptasi. Tidak hanya teknologi

yang berkembang, namun tata kelola sosial juga terus menciptakan perubahan dan

perkembangan. Dikutip dari Website resmi Holacracy.org (“What is Holacracy,” 2018)

dimana menjelaskan bahwa “ Holacracy is a new way of structuring and running your

organization that replaces the conventional management hierarchy. Instead of operating

top-down, power is distributed throughout the organization, giving individuals and

teams more freedom to self-managent, while staying aligned to the organization’s

purpose”. Sistem Holacracy adalah tata kelola bisnis atau organisasi yang bersifat

modernisasi dan dan berbeda dengan hirarki tradisional. Holacracy diciptakan oleh

Robertson (2015) pada bukunya yang berjudul “Holacracy: The New Management

System for a Rapidly Changing World”, dan mulai dilirik saat Zappos

mengimplementasikan gaya ini. Dalam istilah manajemen, holacracy merupakan sistem

manajemen dimana bertujuan untuk mendistribusikan otoritas kepada semua aggota

didalam perusahaan dan tercatat secara sah dalam bentuk “role” (job desk atau posisi).

Bertolak belakang dengan sistem Traditional Hierarchy, Holacracy tidak memiliki

struktur baku organisasi melainkan memberikan kebebasan penuh kepada setiap individu

untuk bekerja dan berkarya sesuai dengan kapabilitas semaksimal mungkin. Maka dari

itu, setiap orang bertanggung jawab penuh atas tugas dan target yang ingin dicapai untuk

perusahaan tanpa perlu persetujuan dari supervisor atau manager dan tidak perlu

menunggu perintah pekerjaan. Diperlukan self-management yang tinggi untuk dapat

menjalankan sistem organisasi Holacracy.

Pada buku Holacracy, Robertson (2015) menjelaskan bahwa Holacracy

merupakan sistem integral untuk organisasi, yang bertujuan untuk memperbaiki

kelanjutan perkembangan suatu organisasi untuk meningkatakan kinerja setiap individu,

tim, dan performa bisnis baru dengan memfasilitasi dan memanfaatkan pengalaman

untuk mengembangkan organisasi. Dalam praktik Holacracy tidak dibutuhkan tingkatan

atau jabatan tertentu untuk dapat mengikuti implementasi sistem

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

33

ini, namun siapapun dengan berbagai kemampuan yang berbeda didalam organisasi

dapat turut ikut dalam pengimplementasian sistem Holacracy.

Tujuan utama Holacracy adalah Dynamic Steering atau pengarah dinamis untuk

organisasi. kebanyakan pengaturan operasional (manajemen) tradisional didasarkan pada

prediksi dan kontrol. Pada website resmi Holacracy.org (2018) juga menjelaskan bahwa

organisasi yang didukung oleh Holacracy akan berfokus pada tujuan di setiap tingkat

skala, yaitu tujuan organisasi, tujuan tim, dan tujuan individu yang semuanya akan

tersebar (terbagi) rata dan selaras. Hasilnya dari implementasi Holacracy akan

menghasilkan setiap anggota tim mengarahkan energi mereka sejajar dengan misi

organisasi, dan membuka potensi penuh organisasi. Dalam implementasi Holacracy,

setiap individu bertindak sebagai "sensor" untuk organisasi dan memiliki jalur langsung

untuk menindak tantangan dan peluang mereka terhadap perubahan organisasi. Semua

orang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan untuk perusahaan.

Keputusan yang lebih kecil dan bertahap dapat dilakukan oleh masing-masing individu

sesuai dengan “role" untuk menggantikan organisasi berskala besar sehingga organisasi

dapat merespon dengan cepat ke lingkungan yang berubah (mudah beradaptasi) sehingga

bisnis dapat bergerak dengan lincah dan cepat.

Robertson menjelaskan sebuah analogi “hal ini seperti mengendarai sepeda

dengan mengarahkan tujuan anda di kejauhan, memegang setang kendali yang kaku, dan

kemudian mengayuh hati anda untuk sampai ke sana”, dan dilanjutkan dengan

penjelasannya “Kemungkinannya adalah anda tidak akan mencapai tujuan tersebut,

bahkan jika anda berhasil menjaga agar sepeda tetap seimbang dalam seluruh

perjalanan.” Yang dimaksud dengan Dynamic Steering adalah melakukan operasional

organisasi berdasarkan pengalaman dan adaptasi, dimana Anda memiliki tujuan dalam

pikiran, tetap menjaga kehadiran yang dinamis, mengumpulkan data, dan menyesuaikan.

“Jika Anda memperhatikan seseorang yang benar-benar mengendarai sepeda, Anda akan

melihat sedikit tenunan yang konstan. Tenunan ini adalah hasil dari pengendara yang

terus mendapatkan timbal balik dengan mengambil informasi baru tentang keadaan dan

lingkungan mereka saat ini dan terus menerus koreksi kecil dalam banyak dimensi

seperti kecepatan, keseimbangan dan sebagainya.

Dalam “Aturan main” secara tertulis dan jelas, Holacracy menggantikan hierarki

manajemen dengan aturan yang tegas dan ringan yang menetapkan ekspektasi yang jelas

dan menjadikan otoritas yang transparan dalam pengambilan keputusan di setiap tingkat

dalam organisasi. Holacracy juga memperjelas tentang bagaimana

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

34

pekerjaan harus diselesaikan, memotong dinamika kekuasaan yang tersembunyi, dan

menciptakan hubungan kerja yang lebih bersih. Dalam Holacracy menganut sistem peran

dan tanggung jawab yang sangat transparan dimana deskripsi pekerjaan yang statis

(tertulis pada glassfrog) menjadi peran dan tanggung jawab dinamis yang transparan dan

berkembang seiring pergerakan organisasi. Setiap tim diorganisasi dengan sendiri

memantau dan menyesuaikan struktur mereka sendiri hingga selaras dengan tujuan

organisasi. Dengan berjalannya waktu bertumbuhan organisasi semakin jelas dan

terlihat, termasuk dalam hal pekerjaan dari masing-masing individu didalam orgnanisasi

dan kepemilikan yang jelas dari pekerjaan itu tetap terjaga.

2.8 Kebijakan dan Pengukuran Tingkat Keberhasilan Implementasi

Holacracy

Dalam melakukan mencapai keberhasilan implementasi Holacracy ini

melibatkan beberapa aspek, yaitu struktur organisasi yang baru dan berkembang,

praktik-praktik pertemuan inovatif yang dirancang untuk eksekusi yang cepat,

pergeseran pola pikir menuju otonomi yang lebih besar dan mengambil tindakan dan

lainnya yang dapat mendukung keberhasilan implementasi holacracy.

Dalam menentukan hasil akhir mengenai keberhasilan adapatasi Holacracy di

butuhkan waktu selama 5 tahun untuk dapat menyatakan dan memvonis keberhasilan

maupun kegagal dari implementasi Holacracy didalam sebuah organisasi. Namun

dengan berjalannya waktu, organisasi dapat melakukan evaluasi secara berkala atau

“self evaluation” yang dapat dibantu dengan Self-Organization Maturity Map yang

disediakan pada website resmi Holacracy.org (2018) yang berbayar. Dengan

melakukan evaluasi sendiri terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi

selama implememtasi Holacracy dalam organisasi dapat membantu organisasi untuk

menyadari pertumbuhan organisasinya dalam beberapa aspek.

Menurut website resmi Holacracy.org terdapat 16 aspek yang harus

diperhatikan dan dievaluasi seiring berjalannya implementasi Holacracy, yaitu:

a) Power / Authority System (Sistem Otoritas dan Kekuasaan)

Bagaimana dan seberapa besar setiap individu dapat manjalankan dan menggunakan

otoritas dan wewenang dalam melakukan sesuatu dan menggambil keputusan. Pada

sistem hierarki tradisional dimana perintah dan kontrol masih mengacu pada kekuatan

dan kekuasaan dari atasan, atasan sangat berkuasa dan dapat memebri perintah kepada

anak buahnya. Sedangkan dalam implementasi Holacracy yang sesungguhnya sistem

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

35

ortoritas dan kekuasaan disebar secara merata sehingga adanya kesetaraan antar

individu didalam organisasi tersebut, bahkan budaya tidak lagi mengakui adanya

“CEO”.

b) Lead Links

Dalam poin ini seluruh anggota organisasi yang mengadaptasi sistem Holacracy harus

paham dengan perbedaan Lead Link dan manager. Hal ini sangatlah bertolak belakang

karena pada sistem hierarki piramid tradisional pada umunya menganut sistem atasan

yang biasa disebut dengan “manager” dimana semua kekuasaan masih dipegang erat

oleh manager. Manager bertindak semena-mena dan memerintah (directive), sedangkan

dalam sistem Holacracy Lead links hanya berguna untuk menjaga, menuntun dan

membimbing agar segala sesuatu yang di lakukan oleh aggota circlenya tidak keluar dari

tujuan utama lingkaran organisasi tersebut melainkan dapat mencapai tujuan organisasi

dengan cepat dan transparan. Lead links tidak bersifat directive.

c) Tactical Meetings (Meeting Taktikal)

Dalam implemetasi sistem Holacracy terdapat perbedaan dalam melakukan kegiatan

meeting atau diskusi kelompok. Pada sistem hierarki tradisional meeting merupakan

kegiatan dimana seluruh anggota berkumpul untuk membahas atau berdiskusi

menggenai suatu rencana dan mencari jalan keluar atas suatu issue atau masalah.

Namun biasanya meeting dapat berjalan sangat lama sehingga memakan bnayaka

waktu. Hal ini terjadi karena pembahasan tidak berfokus sehingga meeting yang

dilakukan tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Sistem holacracy hadir agar

membantu kegiatan meeting dapat lebih taktis dan startegis tanpa harus memakan

waktu yang lama dengan menyediakan fasilitator pada setiap meeting agar semua

orang dapat berfokus pada issue yang sedang dibahas. Semua yang dibahas pada saat

meeting juga terekam dan tercatat dengan baik, mulai dari agenda yang

disampaiakan, aksi yang akan dilakukan, penentuan tanggung jawab, hinnga tenggat

waktu yang di sepakati.

d) Governance Meetings

Meeting kelompok para atasan biasanya memiliki agenda yang lebih sedikit, mereka

hanya menyampaikan hasil yang telah di lakukan oleh anak buahnya, kemudian hal

yang dibicarakan sering kali tidak berfokus pada startegi bisnis perusahaan. Namun

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

36

dalam Governance meeting pada Holacracy melakukan beberapa proposal berupaya

untuk merubah struktur secara signifikan, termasuk struktur circle itu sendiri, dan

mempertanyakan asumsi umu mengenai bagaimana pekerjaan seharusnya di susun

dengan baik.

e) Project Management

Pada sistem hierarki tradisional pendekatan dilakukan dengan cara memprediksi dan

mengontrol seperti pada sistem manajemen “Waterfall” dimana tim yang projek

manajer berusaha keras untuk meminimalisir penyimpangan dari rencana yang sudah

disetujui. Namun jika suatu organisasi menggunakan sistem Holacracy dimana

semua lebih agile dan semua orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan

tidak banyak bergantung pada tim projek manejemen karena semua informasi

terupdate di kolaborasi tools yang disediakan oleh Holacracy.

f) Job title (Jabatan)

Dalam sistem hierarki posisi atau jabatan sangatlah penting dalam karir didalam

suatu organisasi. Biasanya semakin tinggi posisi atau jabatan seseorang akan

memberi pengaruh pada kekuasaan orang tersebut. Jabatan memberikan prestige dan

sebuah kehormatan. Namun sebaliknya dalam sistem Holacracy tidak menggunakan

posisi ataupun jabatan, namun yang digunakan ialah role dan accountability

berdasarkan kemampuan yang dimiliki orang seseorang. Semua orang bertanggung

jawab atas akuntabilitas yang dimiliki. Jabatan hanya digunakan diluar organisasi.

g) Desicion-Making & Action-Taking (Pembuat Keputusan dan Pengambil Aksi)

Pada sistem hierarki tradisional biasanya keputusan di pertimbangkan dan diambil

oleh ketua atau manager dan juga dalam mengambil tindakan. Namun dalam

Holacracy hal tersebut di lakukan oleh masing-masing individu sesuai dengan role

yang dimiliki. Maka semua orang harus mengambil tindakan dan keputusan sendiri

dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Dengan demikian orotitas di sebar

secara rata dan adil.

h) Budgets (Anggaran)

Pada sistem hierarki tradisional budget atau keuangan di atur oleh circle terluar atau

terbesar. Para pemegang jabatan tinggi memiliki otoritas tertinggi dalam pemakaian

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

37

budget dan menyetujui maupuan menolak permintaan uang, dan atasan masih

membuat kepeutusan khusus untuk mendelegasi keuangan kepada masing-masing

tim kelompok. Sedangkan dalam Holacracy alokasi keuangan dan otoritas pemakaian

budget disetujui melalui proses yang rumit berdasarkan kebutuhan di lapangan,

dengan adanya mekanisme timbal balik yang terintegrasi untuk mengalokasikan

keuangan atau budget secara otomatis harus sesuai dengan apa yang terbaik untuk

klien dan untuk mencapai tujuan dari tim kelompok dengan lebih cepat.

i) Information Flow (Arus Informasi)

Dalam hal arus informasi dalam implementasi holacracy seharusnya menajdi lebih

baik. Pada sistem hierarkir tradisional setiap informasi di tujukan pada banyak orang

melalui meeting atau email, berantakan dan tidak teratur sehingga sering kali terjadi

masalah komunikasi atau pesan tidak tersampaikan dengan baik kepada orang yang

tepat. Namun dalam Holacracy seharusnya arus informasi jauh lebih baik karena

semua informasi terupdate dan tersampaikan tidak melalui email namun melalui

kolaborasi alat yang telah disediakan oleh Holacracy yang transparan sehingga

semua orang dapat melihat dengan sendirinya informasi terbaru.

j) Role Allocation (Alokasi Peran)

Perbedaan dari sistem hierarki tradisional dan holacracy ialah dalam menentukan

peran individu dalam kelompok atau lingkarannya. Pada sistem hierarki manager

atau atasan akan menunjuk orang unutk mengisi peran, namun sebaliknya pada

sistem Holacracy Lead Link akan menentukan peran apa saja yang dibutuhkan dalam

kelompok sehinnga dapat menjalankan tugas tim dengan baik untuk mencapai

tujuannya, dan kemudian anggota mengajukan diri untuk mengisi peran tersebut

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu.

k) Performace Management (Kinerja Manajemen)

Biasanya pada sistem tradisional berfokus pada kinerja perorangan, atasan atau

manajer menilai kinerja masing-masing anak buahnya dengan memberikan nilai

secara formal dan kaku, siklus timbal balik masih berhubungan secara langsung

dengan siklus kompensasi.

Sedangkan dalam Holacracy timbal nalik mengalir dengan mudah, bebas, dan sering

dilakukan, timbal balik dari kolega atau anggota tim sering dianggap sebagai timbal

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

38

balik dari pelanggan. Selain itu tersedia juga beberapa proses timbal balik untuk

menyesuaikan dengan pilihan dan kebutuhan peorangan.

l) Compensation (Kompensasi)

Manajer secara tersirat biasanya mempunyai otoritas untuk menentukan kompensasi,

misalnya didalam suatu sistem atau proses yang berkaitan, tersapat insentif untuk

kinerja individu. Hal ini biasanya terjadi pada sistem tradisional. Berbeda dengan

Holacracy, kompensasi muncul berdasarkan proses di lapangan atau timbal balik dari

anggota tim/kolega tanpa adanya kelompok tertentu yang menentukan kompensasi

untuk orang lain.

m) Dismissal (Pemecatan)

Pada umunya sistem hierarki tradisional, manejer memiliki otoritas untuk

memberhentikan atau memecat anak buahnya melalui proses yang telah ditentukan oleh

tim HRD, namun dalam sistem Holacracy pemberhentian atau pemecatan anggota tim

terjadi sebagai hasil dari penilaian di lapangan atau penilaian dari anggota tim yang

bekerja sama dengan orang tersebut, yang juga menawarkan cara untuk mengangkat

potensi masalah secara praktek dalam Holacracy, pemberhentian atau pemecatan sangat

jarang terjadi, melainkan pengunduran diri dari individu itu sendiri.

n) Recruitment (Pengerahan)

Pada saat merekrut atau memasukan orang baru kedalam organisasi, calon personil

akan di wawancara oleh HRD dan berfokus pada pengalaman sebelumnya dan cocok

dengan deskripsi pekerjaan yang dibutuhkan dalam perusahaan. Hal ini yang

biasanya terjadi hampir diseluruh perusahaan didunia. Namun perusahaan yang

mengadopsi dan mengimplemetasi Holacracy tidak demikian.

o) Onboarding & Traning

Dalam sistem tradisional biasanya tidak ada On Boarding atau pelatihan tentang

menejemen diri, Self-Organizaion, kepemimpinan, skill komunikasi dan pelatihan

lainnya guna memberikan bekal moral dan pemahaman lebih mengenai sistem

organisasi. Namun, jika suatu organisasi menganut dan mengimplementasi sistem

Holacracy maka organisasi mempunyai banyak program untuk pengembangan diri,

gaya kepemimpinan seperti Servant Leadership, tata komunikasi dan lainnya.

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

39

Pe;atihan Holacracy untuk internal, men-sertifikasi praktisi, fasilitator dan ‘coach’

Holacracy itu sendiri.

p) Focus On Purpose (Fokus Tujuan)

Pada organisasi yang menganut sistem tradisional, tujuan yang di capai biasanya

hanyalah berfokus pada pengembangan organisasi, profit, dan biasanya visi misi

tidak di jalankan dengan serius kerena organisasi belum menemukan tujuan yang

jelas. Namun pada Holacracy tujuan organisasi sangat jelas dan dibantu oleh visi

misi yang berfokus pada budaya, kesetaraan atau alignment, dan tujuan utama

organisasi terus menerus diingat oleh seluruh anggota organisasi dalam melakukan

apapun yang berhungan atau memberikan dampak kepada organisasi.

Dari 16 aspek diatas terdapat empat tingkat penilaian pada masing-masing

poin. Pada angka satu (1) menggambarkan tingkatan yang paling rendah dan tidak

mendukung keberhasilan implementasi Holacracy dan sebaliknya di angka empat (4)

merupakan tingkatan yang paling tinggi dimana adaptasi implememtasi holacracy

sudah berhasil. Saat ini GVM Networks masih belum mengimplememtasi semua

aspek yang tertera diatas, masih dalam masa peralihan dimana baru sebagian dari 16

aspek tersebut. Maka dari itu, dalam penelitian ini juga hanya mengobservasi yang

mendalami beberpa aspek yang telah dipilih dan disesuai dengan objektif penelitian.

Aspek yang dipilih dan yang telah diimplementasi di dalam organisasi ialah pada

sistem operasi Power and Authority system, dalam pengaplikasiannya yaitu Lead

Links, Tactical Meeting, Job Titles, Decision Making & Action Taking, Information

Flow, Role Allocation, dan Focus on Purpose. Delapan poin yang akan diteliti dalam

penelitian ini berhubungan dengan pola komunikasi dan perilaku serta gaya

kepemimpinan.

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik ke manajemen atas

40

2.9 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka diatas menunjukan pola pikir dalam penelitian ini, dimana

penelitian ini merupakan penelitian komunikasi organisasi yang dilakukan di PT.

Global Visi Media dan objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pola

komunikasi dan gaya kepemimpinan sistem Holacracy, serta hambatan dan

rrintanganyang dialami oleh PT. Global Visi Media. Fokus peneleitian ini berfokus

pada proses perubahan yang terjadi setelah organisasi mengadaptasi dan

mengimplementasi sistem Holacracy selama kurang lebih 1 tahun 8 bulan.