BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1...penerapannya harus...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)
Pada Penelitian “Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study
on Zappos” di jurnal “International Journal of Engineering and Management Research-
Volume 7, Issue 5, pp. 163-171” tahun 2017, Akkinapally Yugendhar dan Syed
Mahamood Ali meneliti tentang dampak sistem manajemen Holacracy di perusahaan
sepatu online internasional Zappos. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Dalam journal ini, 150 karyawan dari Zappos telah dianalisa. Menurut peniliti, hasil
analisa dari sistem Holacracy yang diterapkan oleh perusahan Zapoos menjadi belum
sempurna dikarenakan lemahnya komunikasi dari pimpinan dan lemahnya prosedur
transisi dari sistem tradisional menjadi sistem Holacracy sehingga cara kerja sistem
Holacracy menjadi tidak seperti yang diinginkan. Pada akhirnya peneliti
mengungkapkan bahwa penerapan Holacracy adalah langkah peralihan ke tingkat
inovasi dan cara kerja independen menengah untuk sebuah organisasi sehingga
penerapannya harus secara bertahap, mulai dari level manajemen kecil dan perlahan naik
ke manajemen atas sehingga keryawan bisa beradaptasi secara bertahap.
Tabel 2.1 State of Art 1
1. Evaluation of Implementing Holacracy, A Comprehensive Study on Zappos
Nama Peneliti Akkinapally Yugendhar dan Syed Mahamood Ali
Tahun 2017
Judul Jurnal International Journal of Engineering and Management Research- Volume 7, Issue
5, September - October 2017, pp. 163-171
Metodologi Kualitatif
Informan& Populasi Karyawan dan pimpinan perusahaan Zappos
Pada penelitian “The Relationship between Contemporary Holacratic Models of
Management and Company Performance: Evidence from Global Corporations in the
World”di jurnal “Global Journal of Business and Social Science Review, Volume 5, Issue
2, pp. 10 – 15” tahun 2017, Emil Velinov dan Igor Denisov meneliti bagaimana
pengaruh sistem pengelolahan perusahaan global dengan menggunalan sistem
Holacracy. Penelitian mereka berfokus pada dampak sitem Holacracy dan hasil
9
10
kinerja dari perusahaan tersebut Penelitian mereka melibatkan lebih dari 50
perusahaan internasional dengan mengumpulkan data statistik tahunan dari tahun
2014 sampai dengan 2016. Metode yang dipakai dalam pengelolahan data adalah
kuantitatif menggunakan OLS regression model untuk menganalisa data tersebut.
Hasil dari penelitian mereka menyimpulkan bahwa Holacracy secara positif telah
mempengaruhi kesuksesan kinerja dari perusahaan melalui terobosan pendekatan
inovatif dalam konteks komunikasi karyawan dan kepuasan karyawan, holacarcy
juga menjadi langkah yang memungkinkan organisasi untuk berubah secara
bertahap. Namun, peneliti juga mengungkapkan bahwa lebih banyak penelitian dan
pengalaman praktik diperlukan untuk menggali lebih dalam hubungan Holacracy dan
kinerja perusahaan dikarenakan Holacracy adalah sistem yang tergolong masih baru.
Tabel 2.2 State of Art 2
2. The Relationship between Contemporary Holacratic Models of Management and Company
Performance: Evidence from Global Corporations in the World
Nama Peneliti Emil Velinov dan Igor Denisov
Tahun 2017
Judul Jurnal Global Journal of Business and Social Science Review, Volume 5, Issue 2, pp. 10-
15
Metodologi Kuantitatif
Informan& Populasi Perusahaan Internasional
Pada penelitian ”Holacracy and Obliquity: contingency management approaches
in organizing companies” di jurnal “Problems and Perspectives in Management, Volume
16, Issue 1, 2018, pp.330-335”, Emil Velinov, Vasko Vassilev, dan Igor Denisov
meneliti perkembangan dari metode manajemen modern dan prakteknya seperti
Holacracy, Obliquity, Adhocracym dan Sociocracy terhadap kelincahan dan kecepatan
untuk menerapkan setiap metode menejemen tersebut. Penelitian ini melibatkan 97
perusahaan internasional nengan menggukanakan metode model kuantitatif statistic.
Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa perusahaan kecil lebih cenderung cepat
menerapkan dan mengimplementasikan sistem Holacracy dikarenakan sistem
managemen independen terbentuk dalam internal perusahaan dan struktur organisasi
mereka lebih datar dan lebih bisa beradaptasi daripada perusahaan multinasional. Karena
itu penelitian ini menyimpulkan bahwa Holacracy akan bekerja dengan jangka waktu
yang panjang dan efek negative dapat di
11
kecilkan apabila perusahaan tersebut adalah perushaan yang relatif kecil (2-50
karyawan).
Tabel 2.3 State of Art 3
3. Holacracy and Obliquity: contingency management approaches in organizing companies Nama Peneliti Emil Velinov, Vasko Vassilev, Igor Denisov
Tahun 2017
Judul Jurnal Problems and Perspectives in Management, Volume 16, Issue 1, 2018, pp.330-335
Metodologi Kuantitatif
Informan& Populasi 97 perusahaan internasional
Pada penelitian “Diklat, Kepemimpinan, Dan Kompensasi Terhadap Motivasi
Kerja Pada Kantor Otoritas” di jurnal “Jurnal Mirai Management, Volume 3 No.2
2018, pp 78-91”, Ruslan, Gunawan, dan Hasmin meneliti pengaruh gaya
pemimpinan, budaya organisasi, dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan
dinas pendidikan pemuda dan olahraga kabupaten Mamuju. Penelitian ini melibatkan
75 karyawan dinas dengan metode kuantitatif dan pengolahan data dengan model
regresi linear berganda. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan, budaya organisasi, serta lingkungan kerja berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan. Semakin baik gaya kepemimpinan organisasi, lingkungan
kerja, dan budaya organisasi, maka semakin tinggi kinerja karyawan.
Tabel 2.4 State of Art 4
4. Diklat, Kepemimpinan, Dan Kompensasi Terhadap Motivasi Kerja Pada Kantor Otoritas
Nama Peneliti Ruslan, Gunawan, dan Hasmin
Tahun 2018
Judul Jurnal Jurnal Mirai Management, Volume 3 No.2 2018, pp 78-91
Metodologi Regresi linear berganda (Kuantitatif)
Informan& Populasi Pegawai Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Mamuju
Pada penelitian “Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Sosial Sekertariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
” di jurnal ” Jurnal Administrative Reform, Vol.2 No.3,September 2014, pp. 397-409”,
Hairy Anshari, H.Masjaya, dan H.Jamal Amin meneliti pengaruh komunikasi organisasi
dan budaya organisasi terhadap kinerha karyawan bagain sosial sekertariat derah
kabupaten Kutai Timur baik secara bersama-sama maupun parsial dan manakah
12
yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan . Penelitian ini
melibatkan karyawan bagian sosial sekertariat daerah kabupaten kutai timur Metode
yang dipakai untuk menganalisa data adalah kuantitatif dengan menggunakan angket
atau kuestioner dan analisa data menggunakan metode regresi linear berganda. Hasil
dari penelitian menunjukan bahwa secara parsial budaya organisasi memberikan
pengaruh sangat kecil dibandingkan dengan komunikasi organisasi terhadap kinerja
yang artinya budaya organisasi tidak terlalu dominan dalam mempengaruhi terhadap
kinerja karyawan sehingga bukan menjadi prioritas utama dalam meningkatkan
kinerja karyawan. Kemudian secara parsial komunikasi organisasi memberikan
pengaruh paling besar dibandingkan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan.
Hal ini dapat dimaknai bahwa komunikasi organisasi sangat dominan dalam
mempengaruhi terhadap kinerja karyawan. Adapun arah komunikasi organisasi yang
memberikan pengaruh paling besar sampai terkecil secara berurutan terhadap kinerja
karyawan adalah komunikasi ke bawah, komunikasi diagonal, komunikasi ke atas
dan komunikasi horizontal. Arah komunikasi ke bawah pengaruhnya paling besar,
artinya bahwa komunikasi ke bawah ini paling dominan pengaruhnya sehingga
menjadikan prioritas dalam peningkatan kinerja karyawan. Selanjutnya secara
serentak, komunikasi organisasi dan budaya organisasi memberikan pengaruh yang
cukup besar dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini mengandung makna
bahwa komunikasi organisasi dan budaya organisasi cukup dominan dalam
mempengaruhi terhadap kinerja karyawan.
Tabel 2.5 State of Art 5
5. Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Bagian
Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
Nama Peneliti Hairy Anshari, H.Masjaya, dan H.Jamal Amin
Tahun 2014
Judul Jurnal Jurnal Administrative Reform, Vol.2 No.3,September 2014, pp. 397-409
Metodologi Kuantitatif
Informan& Populasi Karyawan Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Timur
Pada penelitian “Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Kompensasi Terhadap
Semangat Kerja Karyawan” dijurnal “Jurnal Economia, Volume 11, Nomor 2, Oktober
201, pp. 177-185”, Dwi Agung Nugroho Arianto meneliti Pengaruh
13
Komunikasi Organisasi dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan.
Penelitian ini melibatkan seluruh karyawan PT. Vermindo Utama Semarang dengan
menggunakan metode kuantitatif dengan analisis data menggunakan regresi linear
berganda dan pengumpulan data menggunaam metode angket atau kuestioner. Hasil
penelitian menunjukkan komunikasi organisasi berpengaruh positif terhadap semangat
kerja karyawan. Semakin baik komunikasi yang terjalin dalam perusahaan antara
karyawan dengan atasan maupun karyawan dengan rekan sejawat akan meningkatkan
semangat kerja. Hal ini berarti dengan komunikasi secara rutin, permasalahan dalam
perusahaan akan mudah terselesaikan. Kompensasi berpengaruh positif terhadap
semangat kerja karyawan. Kompensasi baik berupa finansial maupun fasilitas akan
meningkatkan semangat kerja karyawan, hal ini menunjukkan bahwa kompensasi baik
berupa finansial maupun fasilitas akan meningkatkan semangat kerja karyawan.
Tabel 2.6 State of Art 6
6. Pengaruh Komunikasi Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan
Nama Peneliti Dwi Agung Nugroho Arianto
Tahun 2015
Judul Jurnal Jurnal Economia, Volume 11, Nomor 2, Oktober 201, pp. 177-185
Metodologi Kuantitatif
Informan& Populasi Karyawan PT. Vermindo Utama Semarang
2.2 Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisai sangat penting untuk dipelajari karena pada saat ini
banyak orang yang tertarik dan memberikan perhatian kepadanya guna mengetahui
prinsip dan keahlian komunikasi yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan organisasi,
baik organisasi kormersial seperti lembaga bisnis dan industri maupun organisasi-
organisasi sosial seperti lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga-lembaga
swasta.
Komunikasi organisasi adalah suatu disiplin studi yang dapat mengambil
sejumlah arah yang sah dan bermanfaat. Bahkan studi komunikasi organisasi sebagai
landasan kuat bagi karir dalam manajemen, pengembangan sumber daya manusia,
dan komunikasi perusahaan, dan tugas-tugas lain yang berorientasikan manusia
dalam organisasi.
14
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai proses penafsiran pesan
diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis
antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan organisasi.
Komunikasi organisasi terjadi kapanpun juga, setidak-tidaknya ada satu orang yang
menduduki suatu jabatan dalam suatu organisasi menafsirkan suatu pertunjukan pesan.
Menggutip pernyataan dari buku Komunikasi Organisasi yang tuliskan oleh
Suminar et al. (2010) mengenai kebijakan komunikasi organisasi menggatakan bahwa,
sebuah organisasi dapat dipastikan memiliki berbagai aktivitas. Aktivitas-aktivitas
tersebut tidak tiba-tiba terlaksana dengan begitu saja, melainkan berpedoman pada
sesuatu yang biasa disebut dengan pedoman kebijakan. Pedoman kebijakan memiliki
cakupan aktivitas yang sangat luas, termasuk pemberian tugas, tanggung jawab dan
otoritas tenaga kerja, perencanaan sumber daya manusia, catatan data tenaga kerja, gaji
dan upah, keuntungan, keamanan, perawatan peralatan, pelatihan, pemilihan pasar, serta
rencana pengembangan organisasi tersebut. Kebijakan memberikan arahan dan standar
untuk pembuatan keputusan, sangat penting dalam menentukan cara berpikir atau
melakukan sesuatu. Kebijakan juga memberi patokan dalam mengelola masalah dan
orang-orang yang terdapat di dalam organisasi. Kebijakan juga salah satu hal yang
sangat menentukan komunikasi efektif dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengetahui berbagai hal penting yang berhubungan dengan kebijakan
organisasi, serta hubungannya dengan komunikasi organisasional.
Pengertian dari teori komunikasi organisasi itu sendiri Menurut Goldhaber
(1986) dalam bukunya Organizational Communication memberikan definisi
komunikasi organisasi sebagai berikut: “Organizational communication is the
process of creating and exchanging messages within a network of interdependent
relationship to cope with environmental uncertainty”. Atau dengan kata lain
“komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam
satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah”.
Joseph A. Devito mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai pengiriman dan
penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi, baik dalam kelompok formal maupun
kelompok informal organisasi. (Devito, 1997). Sedangkan menurut Wiyartono (2004),
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di
dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
15
Redding dan Sanborn (Arni, 2007) mendefinisikan komunikasi organisasi adalah
pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk
dengan bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan
pengelola, komunikasi downward, komunikasi upward, dan lain-lain.
Dari empat definisi tentang komunikasi organisasi di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa komunikasi organisasi merupakan sebuah proses komunikasi yang
terjadi pada sebuah organisasi formal maupun organisasi informal dalam bentuk
komunikasi yang kompleks. Komunikasi tersebut dapat menimbulkan pengertian yang
sama bagi anggota organisasi sehingga dapat mewujudkan tujuan organisasi tersebut.
2.3 Pola Komunikasi
Pola komunikasi terdiri dari dua kata, yakni pola dan komunikasi. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pola yang berarti sistem, cara kerja, bentuk
(struktur) yang tetap. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain. Maka dari itu, Pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk
atau pola hubungan dua orang atau lebih, dalam proses pengiriman dan penerimaan
pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Istilah
pola komunikasi biasa juga disebut dengan model atau system penyampaian pesan.
Menurut Effendy (1989) pola komunikasi adalah proses yang dirancang
untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup serta
kelangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.
Pengertian lainnya dari Cangara dan Hafied (2006) dalam buku Pengantar Ilmu
Komunikasi menyatakan bahwa pola komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk atau
pola hubungan dua orang atau lebih, dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan
dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa pola komunikasi merupakan suatu
sistem penayampaian pesan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti tertentu
dan pengoperan langsung untuk mengubah tingkah laku individu yang lain. Meskipun
semua organisasi harus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak (internal maupun
eksternal) untuk mencapai tujuannya, pendekatan dan sistem pesan yang dipakai antara
satu organisasi dengan organisasi yang lain bervariasi atau berbeda-beda. Untuk itu,
menentukan suatu pola komunikasi yang tepat dalam suatu organisasi merupakan suatu
keharusan. Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi dapat dilihat dalam bentuk
aktivitas regular meeting. Dimana pola komunikasi yang
16
terdapat dalam aktivitas regular meeting itu sendiri banyak dipengaruhi oleh jaringan
komunikasi. Secara umum pola komunikasi yang terdapat dalam aktivitas regular
meeting dikelompokkan menjadi jaringan komunikasi formal dan informal.
Menurut Muhammad (1995:102), jaringan komunikasi yang terdapat dalam
organisasi meliputi:
1. Jaringan Komunikasi Formal
Bila pesan mengalir melalui jalan resmi yang ditentukan oleh hirarki resmi organisasi
atau oleh fungsi pekerjaan maka pesan itu menurut jaringan formal. Ada tiga bentuk
utama dari arus pesan dalam jaringan komunikasi formal yang mengikuti struktur
organisasi, yaitu:
a. Komunikasi ke Bawah (Donward Communication)
Pada tingkat ini, arus pesan dan informasi dari pimpinan atau manajer yang
berada pada struktur lapisan atau organisasi mengalir keseluruh lapisan bawah
organisasi, kepada seluruh pegawai yang berada di bawah struktur organisasi.
Secara umum komunikasi kebawah dapat diklasifikasikan atas lima tipe, yaitu:
1. Intruksi tugas
Yaitu pesan yang disampaikan kepada bawahannya mengenai apa yang
dihapkan dilakukan mereka dan bagaimana melakukannya. Pesan itu
mungkin bervariasi seperti perintah langsung, deskripsi tugas, prosedur
manual, program latihan tertentu, alat-alat bantu melihat dan mendengar
yang berisi pesan-pesan tugas dan sebagainya. Intruksi tugas yang tepat dan
langsung cendrung dihubungkan dengan tugas yang sederhana yang hanya
menghendaki keterampilan dan pengalaman minimal. Instruksi yang lebih
umum biasanya digunakan bagi tugas-tugas yang kompleks, dimana
pegawai diharapkan pertimbangannya, keterampilan dan pengalamannya.
2. Rasional
Yaitu pesan yang menjelaskan mengenai tujuan aktivitas dan bagaimana
kaitan aktivitas itu dengan aktivitas lain dalam organisasi atau objektif
organisasi, kualitas dan kuantitas dari komunikasi rasional ditentukan oleh
filosofi dan asumsi pimpinan mengenai bawahannya. Bila pimpinan
mengangap bawahannya pemalas, atau hanya mau bekerja bila dipaksa
maka pimpinan memberikan pesan yang bersifat rasional ini sedikit. Tetapi
bila pimpinan menganggap bawahannya orang yang dapat memotivasi diri
sendiri dan produktif maka biasanya diberikan pesan rasional yang banyak.
17
3. Ideology
Pesan mengenai ideologi ini adalah merupakan perluasan perluasan dari
pesan rasional. Pada pesan rasional, penekananya ada pada tugas dan
kaitannya dengan perepektif organisasi. Sedangkan pada ideologi
sebaliknya, mencari sokongan dan antusias dari anggota organisasi guna
memperkuat loyalitas, moral dan motivasi
4. Informasi
Pesan informasi dimaksudkan untuk memperkenalkan bawahan dengan
praktek-praktek organisasi, peraturan-peraturan organisasi, keruntungan,
kebiasaan dan data lain yang tidak berhubungan dengan instruksi dan
rasional, Misalnya handbook bagi pegawai.
5. Balikan
Yaitu pesan berisi informasi mengenai ketepatan individu dalam melakukan
pekerjaannya. Salah satu bentuk sederhana dari balikan ini adalah
pembayaran gaji pegawai yang telah siap melakukan pekerjaannya atau
apabila tidak ada informasi dari atasan yang mengkritik pekerjaannya,
berarti pekerjaannya sudah memuaskan. Tetapi apabila hasil pekerjaan
pegawai kurang baik, balikannya mungkin berupa kritikan atau peringatan
terhadap pegawai tersebut.
Dalam realitas, ketika organisasi dalam skala relatif kecil karena baru
bertumbuh, kesederhanaan struktur, komunikasi, keterlibatan dan keikatan pegawai
relatif tinggi. Tetapi manakala telah berkembang makin besar dan kompleks, dimana
struktur tugas dan penerapan tekhnologi tinggi yang makin massif, serta tingkat
pelayanan produksi barang dan jasa makin bervariasi, meningkat dalam volume dan
kuantitas serta kualitas. Secara komunikatif, organisasi cendrung akan mengalami
banyak kemunduran yang dirasakan pegawainya.
Persoalan komunikasi yang sering kali muncul pada tingkatan ini, adalah
persoalan relavansi dan ketetapan isi pesan dan informasi dimana pesan dan
informasi tersebut mengalami disortasi, gangguan, penyaringan (filtering) ataupun
arti pesan yang telah dilebih-lebihkan (exaggeration), serta waktu (timing)
penyampaian yang tidak tepat. (Muhammad, 1995:110)
b. Komunikasi ke Atas (Upward Communication)
Komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan
atau dari tingkatan yang lebih rendah kepada tingkatan yang lebih tinggi. Arus
18
pesan pada tingkatan ini berisikan tentang laporan (harian, mingguan, bulanan
dan tahunan), tugas-tugas yang telah diselesaikan, pertanyaan yang tidak atau
kurang jelas mengenai metode dan prosedur kerja, pertanggung jawaban
karyawan kepada pimpinan atau tugas yang dipercayakan padanya. Tujuan dari
komunikasiini adalah untuk memberikan balikan, memberikan sran dan
mengejukan pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada
penyempurnaan moral dan sikap pegawai, tipe pesan adalah integrasi dan
pembaharuan. Dapat dikatakan, komunikasi pada tingkat ini merupkan sarana
atau mekanisme umpan balik (feedback) dari bawahan kepada atasan.
Pada arus komunikasi ke atas juga sering kali mengalami persoalan pada
relavansi dan kurasi pesan dan informasi, terutama diantara jaringan organisasi
lainnya. Masalah yang dimaksud terutama adalah penyaringan (filtering) dan
melebihkan arti pesan (exaggeration). Pegawai cendrung memberikan laporan
pada hal-hal yang baik saja mengenai tugas, tanggungjawab ndan mengenai
departemennya dan organisasi yang dipahaminya kepada pemimpin. Sharma
(Muhammad, 1995:118) mengatakan beberapa kesulitan untuk mendapatkan
informasi dari pegawai mungkin disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
sebagai berikut:
1. Kecendrungan pegawai untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya.
Hasil studi memperlihatkan bahwa pegawai merasa bahwa mereka akan
mendapatkan kesukaran bila menyatakan apa yang sebenarnya menurut
pikiran mereka. Karena itu cara yang terbaik adalah mengikuti apa yang
disampaikan oleh supervesor maupun atasan mereka.
2. Perasaan pegawai bahwa pimpinan dan supervesor tidak tertarik kepada
masalah mereka. Pegawai sering melaporkan bahwa pimpinan mereka tidak
perhatian terhadap masalah-masalah mereka.
3. Kurangnya rewards atau penghargaan terhadap pegawai yang
berkomunikasi ke atas. Seringkali supervesor dan pimpinan tidak
memberikan penghargaan yang nyata kepada pegawai untuk memlihara
keterbukaan komunikasi ke atas.
4. Perasaan pegawai bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima
dan memberikan respon terhadap apa yang dikatakan oleh pegawai.
Supervisor terlalu sibuk untuk mendengarkan atau pegawai susah untuk
menemuinya.
19
Sikap seperti ini sangat berbahaya bagi organisasi dalam jangka panjang
dikarenakan informasi yang relevan dan akurat sangat diperlukan pimpinan untuk
membuat keputusan dan kebijakan yang akurat dan efektif, didasarkan pada
informasi yang biasa, tidak relevan dan tidak tepat. Maka besar kemungkinan
keputusan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Salah satu
masalah yang penting adalah bagaimana menciptakan iklim saling percaya, saling
menghargai meningkatkan kejujuran dan keakraban antara pimpinan dengan
pegawai. Hal ini merupakan bagian dari tugas para eksekutif puncak.
c. Komunikasi Horizontal (Horizontal Communication)
Komunikasi horizontal adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang
sama tingkat otoritasnya didalam organasasi. Pesan ini biasanya berhubungan
dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan
masalah, penyelesaian konflik dan saling membagi informasi. Ada beberapa
tujuan tertentu dari komunikasi horizontal diantarnya adalah :
1. Mengkoordinasikan tugas-tugas.
2. Saling memberikan informasi untuk perencanaan dan aktifitas-aktifitas. 3.
Memecahkan masalah yang timbul diantara orang-orang yang berada dalam
tingkat yang sama.
3. Menyelesaikan konflik diantara anggota yang ada dalam bagian
organisasi dan antara bagian dengan bagian yang lainnya.
4. Menjamin pemahaman yang sama antara unit-unit organisasi atau
anggota unit organisasi tentang perubahan itu.
5. Mengembangkan sokongan interpersonal dari temannya. Kontak
interpersonal dalam komunikasi horizontal yang mungkin terjadi dapat
berupa rapat-rapat komite, interaksi informal pada waktu jam istirahat,
percakapan telepon, memo dan nota, serta aktifitas sosial.
2. Jaringan Komunikasi Informal
Selain jaringan formal, arus pesan dapat melewati jaringan informal yaitu jenis
jaringan dalam struktur organisasi yang sebenarnya tidak diikuti secara resmi
keberadaanya oleh manajemen. Jaringan komunikasi ini lebih dikenal dengan desas-
desus (grapevine) atau kabar angin (Muhammad, 1995:124).
Komunikasi informasi cendrung berisi laporan rahasia mengenai orang dan
kejadian-kejadian yang tidak mengalir secara resmi. Informasi yang diperoleh dari
20
desas-desus adalah berkenaan dengan apa yang didengar atau apa yang dikatakan
orang dan bukan apa yang di umumkan oleh pihak pimpinan.
Informasi ini mengalir ke atas, ke bawah atau secara horizontal tanpa
memperhatikan hubungan posisi, walaupun ada mungkin sedikit. Informasinya dapat
berubah-ubah dan tersembunyi. Namun nyata, oleh karena tuntutan pegawai akan
informasi relevan, akurat dan lengkap dalam tempo yang relatif singkat sangat besar
dan beragam dalam mutu dan volume sedangkan kebutuhan informasi dimaksud
tidak selalu dapat dipuaskan melalui jaringan formal. Dengan kata lain, jaringan
komunikasi informal dalam lingkup organisasi adalah suatu penyebaran pesan-pesan
yang pada dasarnya tidak diketahui keabsahannya atau kebenarannya, pesan-pesan
yang sudah melampaui aktivitas-aktivitas formal organisasi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa di dalam jaringan
komunikasi informal terdapat bebagai macam informasi yang mengalir. Namun dari
semua itu terdapat dua tipe informasi yang mengalir paling utama dan informasi
yang sering menjadi pembicaraan dalam organisasi contohya adalah gossip atau
rumor dimana suatu berita yang belum diketahui kejelasan dan kebenarannya yang
kemudian informasi tersebut di distribusikan dan disebarkan oleh seorang individu
kepada individu lainnya untuk membahas mengenai hal tersebut dan kemudian opini
public mulai terbentuk.
Jaringan komunikasi informal memiliki kelebihan dan kelemahan yang
memberikan dampak kepada organisasi. Adapun kelebihannya adalah dapat
berfungsi sebagai papan pengumuman yang menyuarakan kepenatan pegawai,
membantu menyalurkan berita yang tidak bisa dikirim lewat jaringan formal,
memperlancar proses penyelesaian tugas-tugas pekerjaan dan membantu
memperbaiki kehidupan sosial dan organisasi karena pegawai saling berbagi berita
selentingan, sehingga satu sama lain menjadi pemain kelompok yang kompak.
Sedangkan kelemahannya adalah meskipun akurasi berita bisa 75% sampai 95%
kebenaran namun seringkali kesalahan terjadi juga, pegawai terkadang dapat
mengubah fakta sesuai kepentingan pribadinya dari pada menyampaikan fakta
sebenarnya dan sulit memastikan siapa yang harus bertanggung jawab terhadap fakta
selentingan tersebut dimana pesan dikirim secara tidak tepat.
Efek negatif dari grapevine dapat dikontrol oleh pimpinan dengan menjaga
jaringan komunikasi formal yang bersifat terbuka, jujur, teliti dan sensitive terhadap
komunikasi ke atas, ke bawah dan horizontal. Pimpinan dapat memanfaatkan
21
kelebihan jaringan ini untuk menunjang dan melengkapi pesan yang diperlukan,
seperti suasana emosi, sentimen dan sikap karyawan terhadap berbagai masalah
organisasi dan menajemen yang berkaitan dengan kepentingan pegawai dan
keluarganya yang sulit didapat melalui jaringan formal, sehingga pimpinan dapat
lebih arif dalam mengambil keputusan.
2.3.1 Jenis Pola Komunikasi
Menurut Cangara dan Hafied (2006) dalam ilmu komunikasi terdapat emapat
jenis pola komunikasi yaitu;
1. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer merupakan suatu proses penyampaian pikiran oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu simbol sebagai media
atau saluran. Pola ini terbagi menjadi dua lambang, yaitu lambang verbal dan
lambang non-verbal. Lambang verbal berupa bahasa yang di gunakan sehari-hari
oleh para komunikan dan komunikator. Sedangkan lambang nonverbal berupa
gestikulasi tubuh, seperti: menggerakan kepala, mata, bibir, tangan.
2. Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi secara sekunder adalah penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang pada media pertama.
3. Pola Komunikasi Linear
Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti perjalanan dari satu titik ke titik
lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Pola ini lebih dikenal sebagai pola komunikasi satu
arah (one way traffic communication). Pola ini adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan, baik menggunakan media maupun tanpa media,
tanpa ada umpan balik dari komunikan. Dalam hal ini, Komunikan bertindak sebagai
pendengar saja.
4. Pola Komunikasi Sirkulasi
Dalam pola ini, terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari
komunikan ke komunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam
pola komunikasi yang seperti ini proses komunikasi dapat terus berjalan dengan baik.
Pola ini lebih dikenal dengan pola komunikasi dua arah atau timbal balik (two way
traffic communication), yaitu komunikator dan komunikan menjadi saling tukar
22
fungsi dalam komunikasi. Namun pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah
komunikator utama. Prosesnya dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.
2.4 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-
keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk
memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-ciri individual,
kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam oragnisasi dan
persepsi mengenai pengaruh yang sah. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dengan antusias (David, Keith,
1985). Menurut Veitzhal Rivai (2004), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah proses mengarahkan,
membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan tingkah laku orang
lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Kepemimpinan memainkan peranan
yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat
yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995) yang menyatakan bahwa pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh
bawahan. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan sikap pemimpin
dalam politik. Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan
tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 1993), sedangkan menurut Tjiptono (2001)
gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi
dengan bawahannya. Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah
pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang
dirasakan oleh orang lain (Hersey, 2004). Berdasarkan pengertian gaya
kepemimpinan menurut pakar diatas, maka dapat disimpulakan gaya kepemimpinan
23
adalah (leadership styles) merupakan cara yang diambil seseorang dalam rangka
mempraktekkan kepemimpinanannya.
2.4.1 Macam-macam Gaya Kepemimpinan
Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai maka maka lahir lah sifat-sifat
pimpinan dalam memimpin, sifat ini pada akhirnya secara psikologis akan
berpengaruh terhadap “gaya” yang digunakan oleh seorang pimpinan dalam
memimpin bawahannya untuk bekerja yaitu dengan cara mengetahui dan
mendiskripsikan karakteristik sifat pegawai apakah pegawai tersebut memiliki
kemampuan dalam bekerja atau apakah pegawai tersebut rajin dalam bekerja atau
dengan kata lain tidak bermalas-malasan. Karena pada dasarnya sifat pegawai ada 4
macam, ada yang memiliki kemampuan dalam bekerja tapi malas bekerja, ada yang
tidak memiliki kemampuan dalam bekerja tetapi rajin bekerja, ada yang tidak
memiliki kemampuan dalam bekerja dan malas bekerja serta ada yang memiliki
kemampuan dalam bekerja dan rajin bekerja. Blanchard K.H. (1996) membagi empat
gaya kepemimpinan yaitu:
1) Gaya konsultatif
Gaya konsultasi dicirikan oleh adanya pemimpin yang membatasi peranannya
dan menginstruksikan bawahan tentang apa, bagaiamana, bilamana, di mana
harus melakukan suatu tugas tertentu.
2) Gaya partisipatif
Gaya partisipasi dicirikan oleh adanya pemimpin dan bawahan yang saling
tukar menukar ide dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah,
dan yang dipimpin cukup mampu serta berpengetahuan untuk melaksanakan
tugas yang dibebankan kepada bawahan.
3) Gaya delegatif
Gaya delegatif dicirikan oleh adanya pemimpin yang banyak melibatkan
bawahan untuk melaksanakan tugas sendiri melalui pendelegasian dan
supervisi yang bersifat umum.
4) Gaya instruktif
Gaya instruktif diicirikan pimpinan masih banyak memberikan pengarahan
dan memberikan dukungan dalam keputusan melalui komunikasi dua arah.
24
2.4.2 Gaya Kepemimpinan Servant Leadership
Dalam sebuah organisasi pastinya mempunyai tujuan dan pencapaian (goals),
untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu hal yang sangat dibutuhkan oleh
organisasi dalam proses perkembangan organisasi ialah pemimpin untuk menggelola
dan mengerakan asset perusahaannya dengan baik.
Dalam mengimplementasikan sistem Holacracy, perusahaan GVM networks
juga menggunakan sistem kepemimpinan “Servant Leadership” untuk mendukung
keberhasilam implementasi Holacracy. Servant Leadership merupakan gaya
kepemimpinan yang sesuai dan mendekati dengan gaya dari sistem Holacracy
dimana setiap orang adalah pemimpin untuk dirinya sendiri dan bertanggung jawab
atas karirnya. Servant Leadership pastinya menjadi suatu paradoks bagi orang-orang
pendengar baru. Berdasarkan kedua kata tersebut yaitu “pelayan” dan “pemimpin”
merupakan dua hal yang sangat bertolak belakang, namun hal ini jika digabungkan
dapat menghasilkan suatu sistem kepemimpinan yang baik.
Menurut Greenleaf (2003) yang mengemukakan Servant Leadership mengakatan
bahwa servant leader menjadi pemimpin dimulai dari perasaan alami bahwa seorang
pemimpin ingin membantu, tujuan pertama seorang pemimpin adalah untuk membantu.
Kemudian orang tersebut menyadari dan memilih untuk mempunyai aspirasi memimpin.
Servant leadership adalah suatu kepemimpinan yang berawal dari perasaan tulus yang
timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak
pertama yang melayani. Esensi dari model kepemimpinan ini adalah melayani yang
dipimpin, baik karyawan, konstituen, pelanggan, atau masyarakat luas. Dalam konteks
servant leadership, seorang pemimpin berorientasi untuk melayani pengikutnya,
membantu pengikutnya untuk tumbuh dan berkembang secara profesional dan secara
personal. Greenleaf juga menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi pelayanan
memulai tindakannya dengan integritas, mengembangkan hubungan kepercayaan, dan
membantu orang lain untuk belajar, tumbuh, dan mengembangkan kemampuan orang-
orang disekitarnya untuk memimpin diri mereka sendiri (melatih self-management).
Ketika pemimpin benar-benar memiliki komitmen untuk mengembangkan pengikutnya,
mereka akan memberikan kebebasan untuk melakukan eksperimen bahkan menjadi
motivator, mengambil risiko, dan bahkan membuat kesalahan tanpa takut adanya
hukuman.
25
Dalam hal ini, seorang pemimpin harus menghadirkan hal positif kepada
pengikutnya. Menginspirasi mereka untuk bekerja sesuai dengan arah dan misi
organisasi.
10 atribut servant leadership yang dikemukakan oleh Greenleaf sebagai berikut:
1. Listening (Mendengarkan)
Atribut ini merupakan sarana komunikasi yang kritis, yang diperlukan agar
komunikasi bisa berjalan dengan lancar secara akurat dan secara aktif
menunjukkan rasa menghargai orang lain. Menurut Greenleaf, “Only a true
natural servant automatically responds to any problem by listening first”.
2. Empathy (Empati)
Atribut yang menunjukkan kemampuan seorang pemimpin untuk menyadari apa
yang dirasakan oleh orang lain. Greenleaf menyatakan bahwa, “The servant
always accepts and empathizes, never rejects” dan “Men grow taller when those
who lead them empathize, and when they are accepted for who they are”.
3. Healing (Penyembuhan)
Atribut ini didefinisikan Greenleaf sebagai “to make whole”. Artinya adalah
bahwa seorang pemimpin mengenali dan mengetahui harapan orang lain untuk
menemukan keseluruhan dari dirinya sendiri dan memberi dukungan kepada
orang lain.
4. Awareness (Kesadaran/ Kepekaan)
Atribut ini diperlukan bagi seorang pemimpin untuk memperoleh peluang
sebagai seorang pemimpin. Tanpa adanya awareness maka seorang pemimpin
akan kehilangan peluang kemimpinannya.
5. Persuasion (Persuasi)
Atribut ini membantu pemimpin mampu membangun konsensus kelompok
melalui persuasi yang gentle dan jelas, dan tidak menggunakan kepatuhan
kelompok karena adanya posisi kekuasaan. Greenleaf mencatat bahwa “A fresh
look is being taken at the issues of power and authority, and people are
beginning to learn, however haltingly, to relate to one another in less coercive
and more creatively supporting ways”. Artinya bahwa seorang pemimpin akan
menggunakan kekuatan pribadinya dan bukan kekuatan kekuasaannya untuk
mempengaruhi kelompok dan memperoleh tujuan organisasi.
6. Conceptualization (Konseptualisasi)
26
Atribut ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin dapat memperoleh solusi
terhadap permasalahan yang saat ini tidak ada. pembentukan konsep dengan
bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan. proses ini berjalan secara induktif,
dengan mengamati sejumlah gejala secara individual, kemudian merumuskannya
dalam bentuk konsep. konsep bersifat abstrak.
7. Foresight (Visi untuk masa depan)
Atribut ini menunjukkan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan dan cara
pandang ke depan yang leih baik mengenai apa yang akan terjadi di masa yang
akan datang seperti visi dan misi.
8. Stewardship (Penatagunaan)
Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam melakukan tata laksana
organisasi. Artinya, pemimpin tidak hanya mewakili bawahan secara personal,
tetapi juga mewakili organisasi secara keseluruhan, dan dampaknya terhadap
hubungan organisasi dengan masyarakat.
9. Commitment to The Growth of People (Komitmen terhadap pertumbuhan orang
di sekitarnya)
Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin dalam memegang komitmen
untuk pertumbuhan orang-orang yang dilakukan seorang pemimpin melalui
pemberian apresiasi dan pemberian semangat kepada orang lain. Sebagaimana
diungkapkan oleh Greenleaf, bahwa “The secret of institution building is to be
able to weld a team of such people by lifting them up to grow taller than they
would otherwise be”.
10. Building Community (Membangun Komunitas)
Atribut ini menunjukkan kemampuan pemimpin untuk membangun komunitas
yang menyatukan individu dalam masyarakat. Sebagaimana dijelaskan oleh
Greenleaf, “All that is needed to rebuild community as a viable life form…is for
enough servant-leaders to show the way”.
2.5 Hambatan dan Rintangan Komunikasi dalam Organisasi
2.5.1 Hambatan Komunikasi Organisasi
Komunikasi dalam organisasi merupakan bagian dari proses adaptasi budaya
dimana pastinya terdapat hambatan yang berpengaruh terhadap suatu komunikasi begitu
juga halnya dengan komunikasi organisasi dimana komunikasi organisasi tidak
27
selamanya berjalan secara efektif. Adapun hambatan-hambatan dalam komunikasi
organisasi:
1. Hambatan dari Proses Komunikasi:
a) Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan
belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh
perasaan atau situasi emosional.
b) Hambatan dalam penyandian/symbol, hal ini dapat terjadi karena bahasa
yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu,
simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama
atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
c) Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media
komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga
tidak dapat mendengarkan pesan.
d) Hambatan dalam bahasa, Bahasa yang digunakan baik verbal maupun non
verbal, menunjukkan tingkat intelektualitas seseorang. Sehingga orang
cenderung mempergunakan bahasa yang tinggi tanpa menghiraukan
kemampuan orang yang diajak berbicara, sehingga menimbulkan salah
pengertian (misscomunication).
e) Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat
menerima /mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru
dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
f) Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak
menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak
tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan
alat komunikasi, dan lain–lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat
komunikasi dan sebagainya.
3. Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai
arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan
dan penerima.
4. Hambatan Psikologis
28
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi,
misalnya; perbedaan nilai – nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim
dan penerima pesan.
2.5.2 Rintangan Komunikasi Organisasi
Menurut Arni (2007), ada beberapa hal dari lingkungan organisasi yang dapat
memberikan kontrobusi dalam menjadi rintangan komunikasi organisasi, di
antaranya adalah:
1) Kedudukan atau posisi dalam organisasi
Kedudukan atau posisi dalam suatu organisasi mempengaruhi cara orang
berkomunikasi. Anggota-anggota fungsional organisasi yang menduduki
posisi otoritas akan mempunyai pandangan dan sistem niai yang berbeda
dengan orang yang mempunyai kedudukan berbeda. Pengaruh perbedaan
posisi ini terhadap komunikasi adalah pada saat pengiriman atau
penyampaian pesan yang mengenai masalah tertentu maka hal ini akan
ditanggapi secara berbeda oleh setiap anggota yang menerima pesan tersebut
karena setiap orang akan melakukan proses penerimaan dan kemudian
dilanjutkan dengan proses pembentukan persepsi dari pandangan posisinya.
2) Hierarki dalam organisasi
Susunan poisisi dalam bentuk hierarki menggambarkan adanya orang yang
menduduki posisi yang superior (atasan) dan yang lainnya bawahan. Hierarki
hubungan atasan dan bawahan ini mempengaruhi cara seseorang
berkomunikasi. Tidak dapat di pungkiri akan terdapat perbedaan dalam
persepsi antara atasan dan bawahan. Informasi yang di sampaikan biasanya
tidak transparan, contohnya seperti atasan pastinya mempunyai informasi
yang lebih banyak di banding bawahannya namun atasan harus memilah
pesan apa saja yang dapat disampaikan kepada bawahannya, dan sebaliknya
bawahan harus berhati-hati membicarakan sesuatu hal yang baik dan menarik
untuk atasannya. Maka dari itu pada kondisi seperti ini dapat memungkinkan
terjadinya konflik komunikasi.
3) Keterbatasan komunikasi
Pembatasan yang ditentukan oleh organisasi mengenai ketentuan seseorang
boleh berkomunikasi dengan siapa dan ketentuan siapa yang dapat membuat
keputusan akan mempengaruhi cara anggota organisasi dalam berkomunikasi.
29
Koordinasi aktivitas dan arus informasi dalam organisasi menghendaki
beberapa pembuatan keputusan secara sentralisasi. Maka dari itu, agar
membuat arus pesan seimbang dan tidak overload, maka dibutuhkan jaringan
komunikasi. Hal ini juga dapatmenghindari terputusnya proses penyampaian
pesan.
4) Hubungan yang tidak personal
Hubungan yang tidak personal dalam organisai mempengaruhi cara
berkomunikasi. Salah satu karakteristik organisasi formal adalah hubungan
yang bersifat formal dan tidak personal. Hubungan-hubungan yang tidak
personal tersebut akan menimbulkan tekanan yang bersifat emosional.
Namun pada umumnya hal yang akan dilakukan adalah menyimpan emosi
atau perasaan tersebut dengan diam dan tidak ditunjukan. Penyimpanan
ekspresi ini akan membawa dampak yang kurang baik bagi organisasi.
5) Sistem aturan dan kebijaksanaan
Sistem aturan, kebijaksanaan, dan aturan-aturan yang berkenaan dengan
pemikiran, dan perbuatan akan mempengaruhi cara-cara orang dalam
berkomunikasi. Penggunaan aturan dan kebijaksanaan yang kaku akan
mengarahkan pada hubungan yang tidak personal dan kurangnya komunikasi.
Aturan yang ketat mengarahkan manusia pada pola komunikasi tradisional
yang kaku. Maka dari itu, komunikasi dalam organisasi akan berkurang,
terutama komunikasi interpersonal dan pada akhirnya arus informasi akan
terganggu karena anggota organisasi terlalu terikat dengan aturan yang ada
sehingga tidak berani berinovasi (speak out).
6) Spesialisasi tugas
Spesialisasi tugas dapat mempersempit persepsi seseorang dan mempengaruhi
cara dia berkomunikasi. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa spesialisasi
memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap produktivitas dan
peningkatan efisiensi, tetapi di balik itu dapat juga menjadi sumber masalah
masing-masing. Ditemukan kesulitan mengintegrasikan komunikasi mengenai
tugasnya dengan bagian lainnya. Dengan demikian, sering terjadi penundaan
arus kounikasi atau penghindaran menyampaian informasi kepada bagian lain.
7) Ketidakpedulian pimpinan
Sikap tidak peduli dari pimpinan organisasi juga merupakan rintangan dalam
proses komunikasi. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan pimpinan sering gagal
30
mengirim pesan yang dibutuhkan karyawan atau bawahannya karena atasan
sering kali berasumsi bahwa bawahannya telah mengetahui infirmasi tersebut.
Selain itu, seringkali ditemukan kebanyakan organisasi pada dasarnya tidak
menerapkankomunikasi dua arah yang benar. Pimpinan cenderung
menafsirkan komunikasi dua arah hanya sebagai perintah dari atasan ke
bawah serta pengiriman laporan dari bawah ke atas. Pimpinan yang terlalu
berpusat pada dirinya sendiri serta kurang peduli dan kurang mendengarkan
orang lain akan membuat komunikasi sulit dilakukan dengannya.
8) Prestise
Prestise merupakan sebuah kehormatan atau kemewahan dari seseorang yang
dalam suatu organisasi. Salah satu halangan yang mendasar dalam organisasi
adalah pretise. Prestise datang dari bermacam-macam bentuk, seperti besarnya
kantor atau ruangan kerja, kemewahan perabotan kantor, ruangan khusus atau
spesial, asisten atau sekretaris pribadi. Apapun bentuknya prestise merupakan
salah satu penghalang bagi komunikasi efektif antara orang yang berbeda
levelnya dalam organisasi. Prestise menjadikan hubungan komunikasi antara
orang yang mempunyai prestise tinggi dan rendah menjadi kurang lancar dan
kaku atau kurang bebas, adanya halangan (barrier) dalam komunikasi tersebut.
9) Jaringan komunikasi
Jaringan komunikasi juga menjadi salah satu hambatan dalam komunikasi
organisasi. Ini terjadi bila terlalu banyak tingkatan atau mata rantai yang harus
dilalui oleh suatu pesan dalam komunikasi. Pesan yang dikirimkan secara seri
atau berantai banyak, sering kali mengalami perubahan pada penerimanya
sebelum dilanjutkan pengirimannya. Menurut Lewis (1987) hanya kurang lebih
30% pesan yang dikirim secara berantai ini sampai sesuai dengan aslinya.
Semakin banyak mata rantai yang harus dilalui oleh pesan maka semakin besar
kemungkinan pesan tersebut mengalami salah arti atau salah paham. Pesan
tersebut akan berubah rincian (details) yang baru. Orang yang menyampaikan
pesan itu juga akan memasukan interpretasinya ke dalam pesan.
Perubahan ini merupakan proses penyaringan kebanyakan dilakukan dengan
tidak sengaja dimaksudkan untuk mengubahnya. Dalam organisasi hal ini akan
membawa masalah besar dalam komunikasi berkenaan dengan adanya informasi
yang hilang atau tertinggal sebelum sampai ke tujuan akhirnya.
31
2.6 Usaha Untuk Mengatasi Rintangan Komunikasi Organisasi
Adanya rintangan dalam komunikasi organisasi merupakan hal yang tidak dapat
dielakan. Namun demikian, perlu dilakukan usaha untuk mengatasi dan meminimalisir
rintangan serta hambatan yang menggangu proses komunikasi dalam organisasi.
Pace dan Faules (1989) mengemukakan empat cara umum yang dapat dilakukan oleh
organisasi untuk menambah ketepatan dalam mengkomunikasikan suatu pesan dalam
organisasi. Maka dari itu terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan:
1. Menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi
Bila seorang karyawan atau pimpinan merasa bahwa informasi yang diterima
mungkin mendapat gangguan, maka salah satu cara untuk mengatasinya adalah
dengan menemukan gangguan tersebut yaitu dengan melakukan konfirmasi
pesan tersebut dengan berbagai sumber pesan.
2. Menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi pesan
Seorang pemimpin hendaknya mengidentifikasi gangguan dan rintangan
komunikasi dengan teliti sehingga dapat menegenali informasi yang paling dekat
dengan aslinya. Karena itu perlu dikembangkan suatu prosedur yang dapat
mengimbangi penyimpangan pesan dalam organisasi agar penyimpangan yang
terjadi tidak merugikan dan menggangu komunikasi organisasi. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah lagi pesan yang telah
menyimpang tersebut agar dapat menguntungkan organisasi.
3. Menghilangkan pengantara anatara pembuat keputusan dengan pemberi
informasi.
Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam strategi
langsung. Salah satu diantaranya dalah dengan memelihara struktur organisasi
yang mendatar. Struktur organisasi yang datar menghendaki pengontrolan yang
luas, namun karena infromasi dapat disampaikan tanpa jenjang yang berbelit-
belit maka penyimpangan akan dapat dikurangi. Dengan mengurangi jumlah
mata rantai jaringan komunikasi, maka jumlah penyaringan dan penyimpangan
pesan akan berkurang.
4. Mengembangkan pembuktian gangguan pesan.
Salah satu cara untuk mengurangi gangguan adalah dengan menciptakan sistem
pesan yang didesain sedemikan rupa sehingga tidak mengubah arti pesan selama
dalam proses pengiriman. Untuk membuktikan tidak ada distorsi, suatu pesan
32
harus dapat dikirimkan tanpa penyingkatan (gunakan arti yang sebenarnya) atau
perluasan makna.
2.7 Pengertian Holacracy
Dalam menghadapi perkembangan zaman diera modern ini, dapat kita lihat
banyak perubahan yang terjadi. Organisasi atau perusahaan harus bisa bertahan diera
global yang terus berubah dan menuntut kita untuk beradaptasi. Tidak hanya teknologi
yang berkembang, namun tata kelola sosial juga terus menciptakan perubahan dan
perkembangan. Dikutip dari Website resmi Holacracy.org (“What is Holacracy,” 2018)
dimana menjelaskan bahwa “ Holacracy is a new way of structuring and running your
organization that replaces the conventional management hierarchy. Instead of operating
top-down, power is distributed throughout the organization, giving individuals and
teams more freedom to self-managent, while staying aligned to the organization’s
purpose”. Sistem Holacracy adalah tata kelola bisnis atau organisasi yang bersifat
modernisasi dan dan berbeda dengan hirarki tradisional. Holacracy diciptakan oleh
Robertson (2015) pada bukunya yang berjudul “Holacracy: The New Management
System for a Rapidly Changing World”, dan mulai dilirik saat Zappos
mengimplementasikan gaya ini. Dalam istilah manajemen, holacracy merupakan sistem
manajemen dimana bertujuan untuk mendistribusikan otoritas kepada semua aggota
didalam perusahaan dan tercatat secara sah dalam bentuk “role” (job desk atau posisi).
Bertolak belakang dengan sistem Traditional Hierarchy, Holacracy tidak memiliki
struktur baku organisasi melainkan memberikan kebebasan penuh kepada setiap individu
untuk bekerja dan berkarya sesuai dengan kapabilitas semaksimal mungkin. Maka dari
itu, setiap orang bertanggung jawab penuh atas tugas dan target yang ingin dicapai untuk
perusahaan tanpa perlu persetujuan dari supervisor atau manager dan tidak perlu
menunggu perintah pekerjaan. Diperlukan self-management yang tinggi untuk dapat
menjalankan sistem organisasi Holacracy.
Pada buku Holacracy, Robertson (2015) menjelaskan bahwa Holacracy
merupakan sistem integral untuk organisasi, yang bertujuan untuk memperbaiki
kelanjutan perkembangan suatu organisasi untuk meningkatakan kinerja setiap individu,
tim, dan performa bisnis baru dengan memfasilitasi dan memanfaatkan pengalaman
untuk mengembangkan organisasi. Dalam praktik Holacracy tidak dibutuhkan tingkatan
atau jabatan tertentu untuk dapat mengikuti implementasi sistem
33
ini, namun siapapun dengan berbagai kemampuan yang berbeda didalam organisasi
dapat turut ikut dalam pengimplementasian sistem Holacracy.
Tujuan utama Holacracy adalah Dynamic Steering atau pengarah dinamis untuk
organisasi. kebanyakan pengaturan operasional (manajemen) tradisional didasarkan pada
prediksi dan kontrol. Pada website resmi Holacracy.org (2018) juga menjelaskan bahwa
organisasi yang didukung oleh Holacracy akan berfokus pada tujuan di setiap tingkat
skala, yaitu tujuan organisasi, tujuan tim, dan tujuan individu yang semuanya akan
tersebar (terbagi) rata dan selaras. Hasilnya dari implementasi Holacracy akan
menghasilkan setiap anggota tim mengarahkan energi mereka sejajar dengan misi
organisasi, dan membuka potensi penuh organisasi. Dalam implementasi Holacracy,
setiap individu bertindak sebagai "sensor" untuk organisasi dan memiliki jalur langsung
untuk menindak tantangan dan peluang mereka terhadap perubahan organisasi. Semua
orang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukan untuk perusahaan.
Keputusan yang lebih kecil dan bertahap dapat dilakukan oleh masing-masing individu
sesuai dengan “role" untuk menggantikan organisasi berskala besar sehingga organisasi
dapat merespon dengan cepat ke lingkungan yang berubah (mudah beradaptasi) sehingga
bisnis dapat bergerak dengan lincah dan cepat.
Robertson menjelaskan sebuah analogi “hal ini seperti mengendarai sepeda
dengan mengarahkan tujuan anda di kejauhan, memegang setang kendali yang kaku, dan
kemudian mengayuh hati anda untuk sampai ke sana”, dan dilanjutkan dengan
penjelasannya “Kemungkinannya adalah anda tidak akan mencapai tujuan tersebut,
bahkan jika anda berhasil menjaga agar sepeda tetap seimbang dalam seluruh
perjalanan.” Yang dimaksud dengan Dynamic Steering adalah melakukan operasional
organisasi berdasarkan pengalaman dan adaptasi, dimana Anda memiliki tujuan dalam
pikiran, tetap menjaga kehadiran yang dinamis, mengumpulkan data, dan menyesuaikan.
“Jika Anda memperhatikan seseorang yang benar-benar mengendarai sepeda, Anda akan
melihat sedikit tenunan yang konstan. Tenunan ini adalah hasil dari pengendara yang
terus mendapatkan timbal balik dengan mengambil informasi baru tentang keadaan dan
lingkungan mereka saat ini dan terus menerus koreksi kecil dalam banyak dimensi
seperti kecepatan, keseimbangan dan sebagainya.
Dalam “Aturan main” secara tertulis dan jelas, Holacracy menggantikan hierarki
manajemen dengan aturan yang tegas dan ringan yang menetapkan ekspektasi yang jelas
dan menjadikan otoritas yang transparan dalam pengambilan keputusan di setiap tingkat
dalam organisasi. Holacracy juga memperjelas tentang bagaimana
34
pekerjaan harus diselesaikan, memotong dinamika kekuasaan yang tersembunyi, dan
menciptakan hubungan kerja yang lebih bersih. Dalam Holacracy menganut sistem peran
dan tanggung jawab yang sangat transparan dimana deskripsi pekerjaan yang statis
(tertulis pada glassfrog) menjadi peran dan tanggung jawab dinamis yang transparan dan
berkembang seiring pergerakan organisasi. Setiap tim diorganisasi dengan sendiri
memantau dan menyesuaikan struktur mereka sendiri hingga selaras dengan tujuan
organisasi. Dengan berjalannya waktu bertumbuhan organisasi semakin jelas dan
terlihat, termasuk dalam hal pekerjaan dari masing-masing individu didalam orgnanisasi
dan kepemilikan yang jelas dari pekerjaan itu tetap terjaga.
2.8 Kebijakan dan Pengukuran Tingkat Keberhasilan Implementasi
Holacracy
Dalam melakukan mencapai keberhasilan implementasi Holacracy ini
melibatkan beberapa aspek, yaitu struktur organisasi yang baru dan berkembang,
praktik-praktik pertemuan inovatif yang dirancang untuk eksekusi yang cepat,
pergeseran pola pikir menuju otonomi yang lebih besar dan mengambil tindakan dan
lainnya yang dapat mendukung keberhasilan implementasi holacracy.
Dalam menentukan hasil akhir mengenai keberhasilan adapatasi Holacracy di
butuhkan waktu selama 5 tahun untuk dapat menyatakan dan memvonis keberhasilan
maupun kegagal dari implementasi Holacracy didalam sebuah organisasi. Namun
dengan berjalannya waktu, organisasi dapat melakukan evaluasi secara berkala atau
“self evaluation” yang dapat dibantu dengan Self-Organization Maturity Map yang
disediakan pada website resmi Holacracy.org (2018) yang berbayar. Dengan
melakukan evaluasi sendiri terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi
selama implememtasi Holacracy dalam organisasi dapat membantu organisasi untuk
menyadari pertumbuhan organisasinya dalam beberapa aspek.
Menurut website resmi Holacracy.org terdapat 16 aspek yang harus
diperhatikan dan dievaluasi seiring berjalannya implementasi Holacracy, yaitu:
a) Power / Authority System (Sistem Otoritas dan Kekuasaan)
Bagaimana dan seberapa besar setiap individu dapat manjalankan dan menggunakan
otoritas dan wewenang dalam melakukan sesuatu dan menggambil keputusan. Pada
sistem hierarki tradisional dimana perintah dan kontrol masih mengacu pada kekuatan
dan kekuasaan dari atasan, atasan sangat berkuasa dan dapat memebri perintah kepada
anak buahnya. Sedangkan dalam implementasi Holacracy yang sesungguhnya sistem
35
ortoritas dan kekuasaan disebar secara merata sehingga adanya kesetaraan antar
individu didalam organisasi tersebut, bahkan budaya tidak lagi mengakui adanya
“CEO”.
b) Lead Links
Dalam poin ini seluruh anggota organisasi yang mengadaptasi sistem Holacracy harus
paham dengan perbedaan Lead Link dan manager. Hal ini sangatlah bertolak belakang
karena pada sistem hierarki piramid tradisional pada umunya menganut sistem atasan
yang biasa disebut dengan “manager” dimana semua kekuasaan masih dipegang erat
oleh manager. Manager bertindak semena-mena dan memerintah (directive), sedangkan
dalam sistem Holacracy Lead links hanya berguna untuk menjaga, menuntun dan
membimbing agar segala sesuatu yang di lakukan oleh aggota circlenya tidak keluar dari
tujuan utama lingkaran organisasi tersebut melainkan dapat mencapai tujuan organisasi
dengan cepat dan transparan. Lead links tidak bersifat directive.
c) Tactical Meetings (Meeting Taktikal)
Dalam implemetasi sistem Holacracy terdapat perbedaan dalam melakukan kegiatan
meeting atau diskusi kelompok. Pada sistem hierarki tradisional meeting merupakan
kegiatan dimana seluruh anggota berkumpul untuk membahas atau berdiskusi
menggenai suatu rencana dan mencari jalan keluar atas suatu issue atau masalah.
Namun biasanya meeting dapat berjalan sangat lama sehingga memakan bnayaka
waktu. Hal ini terjadi karena pembahasan tidak berfokus sehingga meeting yang
dilakukan tidak berjalan dengan efektif dan efisien. Sistem holacracy hadir agar
membantu kegiatan meeting dapat lebih taktis dan startegis tanpa harus memakan
waktu yang lama dengan menyediakan fasilitator pada setiap meeting agar semua
orang dapat berfokus pada issue yang sedang dibahas. Semua yang dibahas pada saat
meeting juga terekam dan tercatat dengan baik, mulai dari agenda yang
disampaiakan, aksi yang akan dilakukan, penentuan tanggung jawab, hinnga tenggat
waktu yang di sepakati.
d) Governance Meetings
Meeting kelompok para atasan biasanya memiliki agenda yang lebih sedikit, mereka
hanya menyampaikan hasil yang telah di lakukan oleh anak buahnya, kemudian hal
yang dibicarakan sering kali tidak berfokus pada startegi bisnis perusahaan. Namun
36
dalam Governance meeting pada Holacracy melakukan beberapa proposal berupaya
untuk merubah struktur secara signifikan, termasuk struktur circle itu sendiri, dan
mempertanyakan asumsi umu mengenai bagaimana pekerjaan seharusnya di susun
dengan baik.
e) Project Management
Pada sistem hierarki tradisional pendekatan dilakukan dengan cara memprediksi dan
mengontrol seperti pada sistem manajemen “Waterfall” dimana tim yang projek
manajer berusaha keras untuk meminimalisir penyimpangan dari rencana yang sudah
disetujui. Namun jika suatu organisasi menggunakan sistem Holacracy dimana
semua lebih agile dan semua orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan
tidak banyak bergantung pada tim projek manejemen karena semua informasi
terupdate di kolaborasi tools yang disediakan oleh Holacracy.
f) Job title (Jabatan)
Dalam sistem hierarki posisi atau jabatan sangatlah penting dalam karir didalam
suatu organisasi. Biasanya semakin tinggi posisi atau jabatan seseorang akan
memberi pengaruh pada kekuasaan orang tersebut. Jabatan memberikan prestige dan
sebuah kehormatan. Namun sebaliknya dalam sistem Holacracy tidak menggunakan
posisi ataupun jabatan, namun yang digunakan ialah role dan accountability
berdasarkan kemampuan yang dimiliki orang seseorang. Semua orang bertanggung
jawab atas akuntabilitas yang dimiliki. Jabatan hanya digunakan diluar organisasi.
g) Desicion-Making & Action-Taking (Pembuat Keputusan dan Pengambil Aksi)
Pada sistem hierarki tradisional biasanya keputusan di pertimbangkan dan diambil
oleh ketua atau manager dan juga dalam mengambil tindakan. Namun dalam
Holacracy hal tersebut di lakukan oleh masing-masing individu sesuai dengan role
yang dimiliki. Maka semua orang harus mengambil tindakan dan keputusan sendiri
dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Dengan demikian orotitas di sebar
secara rata dan adil.
h) Budgets (Anggaran)
Pada sistem hierarki tradisional budget atau keuangan di atur oleh circle terluar atau
terbesar. Para pemegang jabatan tinggi memiliki otoritas tertinggi dalam pemakaian
37
budget dan menyetujui maupuan menolak permintaan uang, dan atasan masih
membuat kepeutusan khusus untuk mendelegasi keuangan kepada masing-masing
tim kelompok. Sedangkan dalam Holacracy alokasi keuangan dan otoritas pemakaian
budget disetujui melalui proses yang rumit berdasarkan kebutuhan di lapangan,
dengan adanya mekanisme timbal balik yang terintegrasi untuk mengalokasikan
keuangan atau budget secara otomatis harus sesuai dengan apa yang terbaik untuk
klien dan untuk mencapai tujuan dari tim kelompok dengan lebih cepat.
i) Information Flow (Arus Informasi)
Dalam hal arus informasi dalam implementasi holacracy seharusnya menajdi lebih
baik. Pada sistem hierarkir tradisional setiap informasi di tujukan pada banyak orang
melalui meeting atau email, berantakan dan tidak teratur sehingga sering kali terjadi
masalah komunikasi atau pesan tidak tersampaikan dengan baik kepada orang yang
tepat. Namun dalam Holacracy seharusnya arus informasi jauh lebih baik karena
semua informasi terupdate dan tersampaikan tidak melalui email namun melalui
kolaborasi alat yang telah disediakan oleh Holacracy yang transparan sehingga
semua orang dapat melihat dengan sendirinya informasi terbaru.
j) Role Allocation (Alokasi Peran)
Perbedaan dari sistem hierarki tradisional dan holacracy ialah dalam menentukan
peran individu dalam kelompok atau lingkarannya. Pada sistem hierarki manager
atau atasan akan menunjuk orang unutk mengisi peran, namun sebaliknya pada
sistem Holacracy Lead Link akan menentukan peran apa saja yang dibutuhkan dalam
kelompok sehinnga dapat menjalankan tugas tim dengan baik untuk mencapai
tujuannya, dan kemudian anggota mengajukan diri untuk mengisi peran tersebut
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu.
k) Performace Management (Kinerja Manajemen)
Biasanya pada sistem tradisional berfokus pada kinerja perorangan, atasan atau
manajer menilai kinerja masing-masing anak buahnya dengan memberikan nilai
secara formal dan kaku, siklus timbal balik masih berhubungan secara langsung
dengan siklus kompensasi.
Sedangkan dalam Holacracy timbal nalik mengalir dengan mudah, bebas, dan sering
dilakukan, timbal balik dari kolega atau anggota tim sering dianggap sebagai timbal
38
balik dari pelanggan. Selain itu tersedia juga beberapa proses timbal balik untuk
menyesuaikan dengan pilihan dan kebutuhan peorangan.
l) Compensation (Kompensasi)
Manajer secara tersirat biasanya mempunyai otoritas untuk menentukan kompensasi,
misalnya didalam suatu sistem atau proses yang berkaitan, tersapat insentif untuk
kinerja individu. Hal ini biasanya terjadi pada sistem tradisional. Berbeda dengan
Holacracy, kompensasi muncul berdasarkan proses di lapangan atau timbal balik dari
anggota tim/kolega tanpa adanya kelompok tertentu yang menentukan kompensasi
untuk orang lain.
m) Dismissal (Pemecatan)
Pada umunya sistem hierarki tradisional, manejer memiliki otoritas untuk
memberhentikan atau memecat anak buahnya melalui proses yang telah ditentukan oleh
tim HRD, namun dalam sistem Holacracy pemberhentian atau pemecatan anggota tim
terjadi sebagai hasil dari penilaian di lapangan atau penilaian dari anggota tim yang
bekerja sama dengan orang tersebut, yang juga menawarkan cara untuk mengangkat
potensi masalah secara praktek dalam Holacracy, pemberhentian atau pemecatan sangat
jarang terjadi, melainkan pengunduran diri dari individu itu sendiri.
n) Recruitment (Pengerahan)
Pada saat merekrut atau memasukan orang baru kedalam organisasi, calon personil
akan di wawancara oleh HRD dan berfokus pada pengalaman sebelumnya dan cocok
dengan deskripsi pekerjaan yang dibutuhkan dalam perusahaan. Hal ini yang
biasanya terjadi hampir diseluruh perusahaan didunia. Namun perusahaan yang
mengadopsi dan mengimplemetasi Holacracy tidak demikian.
o) Onboarding & Traning
Dalam sistem tradisional biasanya tidak ada On Boarding atau pelatihan tentang
menejemen diri, Self-Organizaion, kepemimpinan, skill komunikasi dan pelatihan
lainnya guna memberikan bekal moral dan pemahaman lebih mengenai sistem
organisasi. Namun, jika suatu organisasi menganut dan mengimplementasi sistem
Holacracy maka organisasi mempunyai banyak program untuk pengembangan diri,
gaya kepemimpinan seperti Servant Leadership, tata komunikasi dan lainnya.
39
Pe;atihan Holacracy untuk internal, men-sertifikasi praktisi, fasilitator dan ‘coach’
Holacracy itu sendiri.
p) Focus On Purpose (Fokus Tujuan)
Pada organisasi yang menganut sistem tradisional, tujuan yang di capai biasanya
hanyalah berfokus pada pengembangan organisasi, profit, dan biasanya visi misi
tidak di jalankan dengan serius kerena organisasi belum menemukan tujuan yang
jelas. Namun pada Holacracy tujuan organisasi sangat jelas dan dibantu oleh visi
misi yang berfokus pada budaya, kesetaraan atau alignment, dan tujuan utama
organisasi terus menerus diingat oleh seluruh anggota organisasi dalam melakukan
apapun yang berhungan atau memberikan dampak kepada organisasi.
Dari 16 aspek diatas terdapat empat tingkat penilaian pada masing-masing
poin. Pada angka satu (1) menggambarkan tingkatan yang paling rendah dan tidak
mendukung keberhasilan implementasi Holacracy dan sebaliknya di angka empat (4)
merupakan tingkatan yang paling tinggi dimana adaptasi implememtasi holacracy
sudah berhasil. Saat ini GVM Networks masih belum mengimplememtasi semua
aspek yang tertera diatas, masih dalam masa peralihan dimana baru sebagian dari 16
aspek tersebut. Maka dari itu, dalam penelitian ini juga hanya mengobservasi yang
mendalami beberpa aspek yang telah dipilih dan disesuai dengan objektif penelitian.
Aspek yang dipilih dan yang telah diimplementasi di dalam organisasi ialah pada
sistem operasi Power and Authority system, dalam pengaplikasiannya yaitu Lead
Links, Tactical Meeting, Job Titles, Decision Making & Action Taking, Information
Flow, Role Allocation, dan Focus on Purpose. Delapan poin yang akan diteliti dalam
penelitian ini berhubungan dengan pola komunikasi dan perilaku serta gaya
kepemimpinan.
40
2.9 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Kerangka diatas menunjukan pola pikir dalam penelitian ini, dimana
penelitian ini merupakan penelitian komunikasi organisasi yang dilakukan di PT.
Global Visi Media dan objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pola
komunikasi dan gaya kepemimpinan sistem Holacracy, serta hambatan dan
rrintanganyang dialami oleh PT. Global Visi Media. Fokus peneleitian ini berfokus
pada proses perubahan yang terjadi setelah organisasi mengadaptasi dan
mengimplementasi sistem Holacracy selama kurang lebih 1 tahun 8 bulan.