Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

45
Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW ) 2.1 UMUM Data-data hidrologi yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisa dan dievaluasi. Hasil analisa dan evaluasi data digunakan sebagai masukan dalam pengkajian perhitungan hidrologi di lokasi pekerjaan. Pengkajian pekerjaan hidrologi dimaksudkan untuk meninjau dan melengkapi data akhir yang telah ada. Analisa dan evaluasi data hidrologi secara garis besar diuraikan di bawah ini. Analisa hidrologi meliputi : 1. Pengumpulan dan Pengolahan Data: Curah hujan harian yang didapatkan dari Stasiun Hujan yang ada/terdekat di lokasi kajian yaitu Kabupaten Garut dengan periode pengamatan 2000– 2009. Data Klimatologi yang didapatkan dari Stasiun Meteorologi Bandung dengan periode pengamatan 2000-2009. 2 - 1 HIDROLOGI 2

description

b

Transcript of Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Page 1: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

2.1 UMUM

Data-data hidrologi yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisa dan dievaluasi. Hasil analisa dan evaluasi data digunakan sebagai masukan dalam pengkajian perhitungan hidrologi di lokasi pekerjaan. Pengkajian pekerjaan hidrologi dimaksudkan untuk meninjau dan melengkapi data akhir yang telah ada. Analisa dan evaluasi data hidrologi secara garis besar diuraikan di bawah ini.

Analisa hidrologi meliputi :

1. Pengumpulan dan Pengolahan Data: Curah hujan harian yang didapatkan dari Stasiun Hujan yang ada/terdekat di lokasi

kajian yaitu Kabupaten Garut dengan periode pengamatan 2000– 2009. Data Klimatologi yang didapatkan dari Stasiun Meteorologi Bandung dengan periode

pengamatan 2000-2009. Pengolahan data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban relatif, lama penyinaran

matahari, kecepatan angin, curah hujan, dan penguapan (evapotranspirasi). Pengolahan data klimatologi ini yang diutamakan adalah data curah hujan. Data yang akan diolah diambil dari stasiun pencatat iklim yang berada di sekitar lokasi pekerjaan. Data hujan itu sendiri meliputi data hujan harian, hujan ekstrim, dan hujan durasi.

Peta Rupa Bumi dalam bentuk digital (Autocad) untuk Garut (Kontur/Topografi, Jaringan Jalan, Daerah Rawan Bencana, Kawasan Hutan Lindung, Kepadatan Penduduk, Potensi Pariwisata, Sistem Penyediaan Air Bersih, Rencana Pemanfaatan Ruang, Lingkungan Wilayah Rencana dan Sumber Daya Air).

2 - 1

HIDROLOGI2

Page 2: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Peta Tata Guna Lahan dan Jenis Tanah

2. Perhitungan curah hujan maksimum.

3. Perhitungan debit banjir.

4. Analisis Debit ketersediaan/Andal.

2.2 ANALISA DATA HUJAN

2.2.1 Pengumpulan Data Curah Hujan

Data yang digunakan pada analisa hidrologi ini adalah data hujan yang meliputi data hujan harian, data hujan harian maksimum tahunan.

Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana analisa hujan dapat dilakukan. Apabila data hujan tidak lengkap atau tidak teridentifikasi maka dapat dilakukan interprestasi data hujan atau pengisian data hujan dengan berbagai metoda.

Stasiun curah hujan terdekat yang digunakan dalam perencanaan ini adalah Stasiun Malabar dengan periode pengamatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 2-1 Stasiun Pos Hujan Yang Digunakan

NoNama Stasiun

Hujan

Periode Pengumpulan

Data

1 Malabar 2000 - 2009

Data-data curah hujan dari Stasiun Malabar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2-2 dan fluktuasi data curah hujan setiap tahun dapat dilihat pada Gambar 2-1 di bawah ini:

Tabel 2-2 Data Hujan Bulanan Stasiun Hujan Malabar

No Tahun

Hujan Bulanan (mm)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1 2000 261,40 140,70 135,70 259,00 240,10 47,40 80,20 9,80 44,80 152,40 317,10 70,60

2 2001 219,00 248,90 208,00 244,30 83,10 87,50 187,20 52,30 107,00 410,10 526,40 75,50

3 2002 364,80 81,40 344,10 183,10 55,00 54,50 121,80 37,90 10,30 20,60 196,20 457,70

4 2003 72,10 265,60 365,00 136,00 111,70 37,40 40,50 74,70 76,30 314,20 197,20 185,90

5 2004 195,60 189,20 240,80 310,80 286,50 76,20 34,40 11,40 84,70 8,50 184,40 238,90

6 2005 168,20 416,60 307,70 166,90 190,60 201,00 76,30 64,20 15,30 114,90 225,80 204,70

7 2006 299,90 282,30 53,40 232,60 89,50 32,20 45,00 0,00 0,00 57,10 109,30 499,80

8 2007 127,50 405,70 105,40 462,00 55,60 164,10 11,00 0,00 44,10 98,40 316,20 410,50

9 2008 240,90 103,30 242,40 297,10 165,40 65,30 3,60 58,60 41,50 137,00 277,30 332,80

10 2009 336,00 415,00 284,00 223,00 187,00 151,00 44,00 0,00 39,00 154,00 425,00 211,00

Jumlah 2285,40

2548,70

2286,50

2514,80

1464,50

916,60 644,00 308,90 463,00 1467,20

2774,90

2687,40

Rata-rata 228,54 254,87 228,65 251,48 146,45 91,66 64,40 30,89 46,30 146,72 277,49 268,74

Max 364,80 416,60 365,00 462,00 286,50 201,00 187,20 74,70 107,00 410,10 526,40 499,80

Min 72,10 81,40 53,40 136,00 55,00 32,20 3,60 0,00 0,00 8,50 109,30 70,60

2 - 2

Page 3: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

0

100

200

300

400

500

600H

uja

n B

ula

nan

(m

m)

Waktu

Fluktuasi Hujan Bulanan Th 2000

Th 2001

Th 2002

Th 2003

Th 2004

Th 2005

Th 2006

Th 2007

Th 2008

Th 2009

Rata-Rata

Gambar 2-1 Grafik Fluktuasi Hujan Bulanan Stasiun Hujan Malabar

Besarnya curah hujan maksimum dari data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah ini

Tabel 2-3 Data Hujan Harian Maximum Tahunan Stasiun Malabar

No Tahun Hujan Max (mm)

1 2004 69

2 2005 73

3 2006 80

4 2007 84

5 2008 120

6 2009 87

2.2.2 Analisa Frekuensi

Analisis frekuensi adalah analisa untuk memperkirakan harga besaran hidrologi (variate) yang masa ulangnya panjang, atau digunakan untuk peramalan dalam arti menentukan peluang terjadinya suatu peristiwa bagi tujuan perencanaan di masa datang. Variate terbesar yang didapatkan dari pengamatan hujan dan banjir, biasanya tidak ada sebesar atau lebih besar dari pada variate yang besarnya diperkirakan sebelumnya. Karena itu perlu dibuat suatu ekstrapolasi secara tepat, hanya mungkin jika persamaan matematis dari lengkungnya diketahui. Analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui distribusi yang sesuai dengan rentetan data hujan ekstrim yang ada.

Berdasarkan data hidrologi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisa curah hujan maksimum yaitu analisa frekuensi untuk menghasilkan curah hujan rencana titik dengan periode ulang 2, 5, 25, dan 50, dan 100 tahun.

Perhitungan curah hujan maksimum yang sering digunakan adalah dengan menggunakan Metode Gumbel, Normal, Log Normal, Log Normal 2, Log Normal 3, Pearson III, Log Pearson III, dengan menggunakan paket program SMADA 6.26 For Windows.

2 - 3

Page 4: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Metoda perhitungan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metoda Gumbel

Perhitungan dengan Metoda Gumbel didasarkan pada data curah hujan harian maksimum. Persamaan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

RT = R + KT Sx

Sx = ( )R R

ni

2

1

KT =

60 5772

1( , ln(ln( ))

T

T atau KT = (YT - Yn) / Sn

Dimana :RT = curah hujan maksimum dalam perioda ulang T tahun,

R = curah hujan rata-rata,

KT = faktor frekuensi,Sx = standar deviasi,T = periode ulang,Ri = curah hujan tahunan ke-i,n = jumlah data,Yn = reduced mean,Sn = reduced standard deviation, danYT = reduced variated.

Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka diperoleh nilai curah hujan maksimum untuk beberapa periode ulang yang diperlukan.

2. Metoda Normal

Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

Dengan :

= koefisien kekerapan normal dan dirumuskan seperti berikut

untuk p < 0,5 p = probability

untuk p > 0,5 p = probability

C0 = 2,515517 d1 = 1,432788C1 = 0,802853 d2 = 0,189269C2 = 0,010328 d3 = 0,001308

3. Sebaran Peluang Log Normal Dua Parameter

2 - 4

Page 5: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

Dengan pengertian:

: Koefisien kekerapan Log Normal Dua

Untuk mendapatkan besaran kekerapan jenis sebaran ini, seri data yang ada dibuat dalam bentuk ln terlebih dahulu untuk mendapatkan harga rata-rata dan simpangan bakunya. Koefisien kekerapan log normal 2 dirumuskan seperti di bawah ini :

Kofisien kekerapan log Normal dua ini sedikit kompleks, untuk mempermudah dapat digunakan kekerapan normal (KN), tetapi rumus umumnya berubah seperti berikut :

Dengan :

= Debit/hujan maksimum tahunan rata rata dalam bentuk ln

= Simpangan baku dalam bentuk ln.

4. Sebaran Peluang Pearson Tipe IIIPersamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun :

Dengan pengertian :

= koefisien kemencengan (Skewness coeficient)

5. Sebaran peluang Log Pearson Tipe III

Pada sebaran peluang ini hampir sama dengan sebaran peluang Log Normal dua parameter yaitu seri data diubah kedalam bentuk ln dan dihitung rata-rata serta simpangan bakunya. Koefisien kekerapan menggunakan koefisien Pearson III. Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

Dengan pengertian :

= Debit/hujan maksimum tahunan rata rata dalam bentuk ln

= Simpangan baku dalam bentuk ln.

Berdasarkan hasil analisis maka metode analisa frekuensi yang digunakan adalah metode Log Pearson III.

2 - 5

Page 6: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tabel 2-4 Hasil Analisa Frekuensi Stasium Malabar Garut

No

Periode

Ulang (T)

Normal 2 Parameter Log Normal

3 Parameter Log Normal

Pearson Tipe III Log Pearson Tipe III

Gumbel

Analisa Frekuen

siSDV

Analisa Frekuen

siSDV

Analisa Frekuen

siSDV

Analisa Frekuen

siSDV

Analisa Frekuen

siSDV

Analisa Frekuen

siSDV

1 2 85,50 7,42 83,63 7,20 82,88 8,29 77,98 3,96 82,63 6,80 82,85 6,87

2 5 100,80 9,70 99,82 10,33

99,15 10,69

88,50 39,40

97,27 9,70 112,15 16,29

3 10 108,81 12,07

109,51 12,98

109,45 14,21

101,19 48,41

107,02 13,75 131,54 23,82

4 25 117,34 14,97

120,87 16,38

122,06 22,32

122,32 49,10

119,45 22,07 156,05 33,59

5 50 122,86 16,96

128,83 18,86

131,20 31,18

140,96 59,61

128,83 30,45 174,24 40,91

6 100 127,81 18,80

136,43 21,28

140,16 41,33

161,54 90,10

138,33 40,58 192,28 48,21

Gambar 2-2 Grafik Analisis Distribusi untuk Pearson III

2.2.3 Estimasi Hujan Rencana TitikSetelah diketahui distribusi yang cocok untuk karakteristik data tersebut selanjutnya dihitung hujan rencana periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50, dan 100 tahun. Hasil perhitungan hujan rencana disajikan pada Tabel 2-5 dibawah ini.

Tabel 2-5 Hasil Estimasi Hujan Rencana Titik Stasiun Malabar

NoPerioda Ulang

(T)Hujan Max

(mm)

1 2 82,63

2 5 97,27

3 10 107,02

4 25 119,45

5 50 128,83

6 100 138,33

2 - 6

Actual Data

Distribution

Log Pearson Type III

Weibull Probability

Value

0

50

100

150

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Page 7: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

2.2.4

2.2.5 Peta Tata Guna Lahan Kondisi tata guna lahan secara umum meliputi: sawah, hutan dan sebagainya. Peta tata guna lahan didapat dari Bakosurtanal dengan skala 1 : 250.000, Peta ini digunakan untuk mengetahui kondisi dari tata guna lahan di daerah studi. Kondisi data dari wilayah tersebut cukup lengkap. Sehingga dari peta tata guna lahan dan topografi dapat diketahui karakteristik DAS-nya. Secara umum kondisi tata guna lahan di lokasi studi masih didominasi oleh ladang, hutan, Perkebunan dan sisanya berupa pemukiman. Kebutuhan akan data tata guna lahan ini digunakan untuk perhitungan analisis ketersediaan banjir. Berikut Peta tata guna lahan untuk DAS Sungai pada gambar berikut

Gambar 2-3 Peta Tata Guna Lahan Keseluruhan DAS Bojong Boled

2.2.6 Perhitungan Hujan Rencana WilayahHujan rencana wilayah dapat diestimasikan dengan berbagai metode seperti poligon Thiessen atau Isohit, hal ini tergantung dari jumlah stasiun hujan dan lokasinya. Dalam analisa hidrologi ini dikarenakan stasiun yang digunakan adalah tunggal/satu, maka hanya pos itu saja yang berpengaruh. Analisa hujan wilayah dilakukan dengan meneliti hujan wilayah harian dan hujan wilayah titik untuk hujan ekstrim yang kemudian dianalisis menjadi hujan rencana wilayah. Seperti yang disebutkan di atas, stasiun yang digunakan untuk masing DAS Cibatarua hanya satu pos saja, sehingga faktor bobot yang berlaku bernilai satu.

2 - 7

Sungai Cibatarua

Page 8: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Perhitungan curah hujan rencana untuk daerah studi adalah hujan rencana 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun dan dapat dilihat pada Tabel 2-6 dibawah ini.

Tabel 2-6 Hujan Rencana Periode Ulang DAS Bojong Boled

No DASHujan Rencana Periode Ulang (T )

2 5 10 25 50 100

1 Bojong Boled 82,63 97,27 107,02 119,45 128,83 138,33

2.2.7 Distribusi Hujan Jam-jamanDistribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.Hubungan tinggi durasi hujan untuk durasi 4 hingga 24 jam dan juga untuk durasi jam ditabelkan pada PSA-007. Kutipan kedua tabel tersebut ditunjukan pada Tabel 7 s/d Tabel 9. Bentuk hubungan tinggi durasi hujan yang intensitas hujan yang tinggi pada awal hujan dan berangsur-angsur mengecil selama berlangsungnya hujan. Di Inggris, agihan hujannya merupakan pola agihan yang lebih rata dan kurang ekstrim di bagian awal hujannya. Secara normal profil hujan yang digunakan di Inggris adalah profil yang simetris berbentuk genta (bell shaped).

Tabel 2-7 Distribusi Curah Hujan Durasi 24 Jam

Durasi Hujan (jam) 4 8 12 16 20 24

Persentase Curah Hujan (%) 60 75 87 92 96 100

Tabel 2-8 Distribusi Curah Hujan Durasi 6 am

Durasi Hujan (jam) 1 2 3 4 5 6

Persentase Curah Hujan (%) 48 65 77 87 95 100

Tabel 2-9 Hubungan Tinggi – Durasi Hujan

Durasi Hujan (jam) 1 2 3 4 5 6 8 12 16 20 24

Durasi Hujan (%) 4,2 8,3 12,5 16,7 20,8 25 33,3 50 66,7 83,3 100

2 - 8

Page 9: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Persentase Curah Hujan (%) 32 44 52 60 65 68 75 87 92 96 100

2.2.8

2.2.9 Penentuan Profil Curah HujanProfil curah hujan ditinjau berdasarkan metode pada PSA - 007 dan metode Inggris. Diperkirakan hubungan yang ada dalam PSA-007 lebih sesuai untuk Indonesia, dimana curah hujan paling lebat terjadi di awal hujan. Akan tetapi agihan Inggris, jika intensitas puncaknya ditempatkan di tengah-tengah periode hujan dengan profil simetris, akan sedikit memperbesar kenaikan muka air.

a. Agihan PSA-007 (intensitas Tertinggi di Awal)Profil curah hujan menurut PSA-007 ditunjukkan pada Tabel 10. Untuk memformulasikan agihan menurut PSA-007 untuk curah hujan 12 jam dengan interval waktu satu jam, maka setiap jam akan setara dengan 8,33% durasi hujannya. Dengan menggunakan tabel hubungan maka diperoleh :

Setelah satu jam (8,33% durasi), jumlah curah hujan 44% dari totalnya jadi selama jam ke-1 : curah hujan 44%,

Setelah dua jam (16,67% durasi), jumlah curah hujan 60% dari totalnya jadi pada jam ke-2 ada curah hujan 16% selama jam ke-2 : curah hujan 16%, dan

Setelah tiga jam (25% durasi), jumlah curah hujan 68% dari totalnya jadi pada jam ke-3 ada curah hujan 8%. Selama jam ke-3 : curah hujan 8%.

Profil curah hujan ini ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 2-4 Distribusi Hujan 12 Jam

Pemilihan durasi hujan kritis (Critical Storm Duration), pada prinsipnya tergantung pada luas DAS dan pengaruh-pengaruh lain seperti luas genangan waduk dan konfigurasi bangunan pelimpah, sehingga untuk setiap waduk walaupun memiliki luas DAS yang sama belum pasti durasi hujan kritisnya sama.Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat berpengaruh pada hasil banjir desain yang diperhitungkan. Curah hujan yang sama yang terdistribusi dengan dengan

2 - 9

Page 10: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

curah hujan yang panjang akan menghasilkan puncak banjir yang belbih rendah dibanding dengan yang terdistribusi dengan durasi yang pendek.Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan data distribusi hujan jam-jaman dari stasiun hujan otomatis tidak tersedia, pola distribusi hujan dapat ditetapkan dengan mengacu PSA 007.

Tabel 2-10 Intensitas Hujan Dalam % yang Disarankan PSA 007

Kala Ulang (Tahun)

Durasi Hujan

½ jam 3/4 jam 1 jam 2 jam 3 jam 6 jam 12 jam 24 jam

5 32 41 48 59 66 78 88 100

10 30 38 45 57 64 76 88 100

25 28 36 43 55 63 75 88 100

50 27 35 42 53 61 73 88 100

100 26 34 41 52 60 72 88 100

1000 25 32 39 49 57 69 88 100

CMB 20 27 34 45 52 64 88 100

Untuk mendapatkan curah hujan kritis selanjutnya sesuai dengan PSA 007, distribusi-distribusi hujan disusun dalam bentuk genta, dimana hujan tertinggi didapatkan di tengah, tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di sebelah kanan dan seterusnya.Gambar di bawah ini memperlihatkan distribusi hujan dengan durasi 12 jam yang telah disusun dalam bentuk genta. Tabel Berikut memperlihatkan total CMB dalam % durasi 24, 48 dan 72 jam.

2 2

6 7

16

44

8 7

2 2 2 2

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Gambar 2-5 Distribusi Hujan dengan Durasi 12 jam dalam Bentuk Genta

Tabel 2-11 Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi dalam % untuk Durasi 24, 48, dan 72 Jam

2 - 10

Page 11: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Durasi hujan (jam) 24 48 72

Curah hujan % 100 150 175

b. Pemakaian AgihanDalam perhitungan selanjutnya agihan yang dipakai menurut PSA-007, dan dicoba dengan berbagai interval agar diketahui perbedaan yang terjadi untuk masing-masing debit puncak. Yang terpilih adalah yang menghasilkan debit banjir terbesar, dari analisis didapat distribusi hujan dengan durasi 6 jam-an yang menghasilkan debit banjir yang maksimum.seperti dalam tabel berikut dan distribusi hujan dengan durasi 6 jam dalam bentuk genta dapat dilihat pada Gambar di bawah ini,

Tabel 2-12 Total Curah Hujan durasi 6 jam-an

Durasi Hujan (jam) 1 2 3 4 5 6

Durasi Hujan (%) 0,05 0,12 0,69 0,07 0,04 0,03

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 2 3 4 5 6

Gambar 2-6 Distribusi Hujan dengan Durasi 6 Jam dalam Bentuk Genta

2.3 ANALISA DEBIT BANJIR

Untuk memperkirakan debit banjir yang akan terjadi dapat dilakukan analisa hidrologi dengan menggunakan metoda rasional dan metode hidrograf hal itu tergantung dari data yang tersedia. Debit banjir ini digunakan dalam simulasi perilaku hidrolik untuk mengetahui tinggi muka air maksimum sungai atau saluran.Dalam Perhitungan debit banjir metode yang akan digunakan adalah metode hidrograf SCS (Soil Conservation Service).

Metode hidrograf yang digunakan adalah hidrograf SCS (Soil Conservation Service). Salah satu metode hidrograf yang digunakan dalam memperkirakan debit banjir adalah Hidrograf

2 - 11

Page 12: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Satuan Sintetik. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dulu, misalnya waktu konsentrasi (tc), kemiringan, panjang alur terpanjang (length of the longest channel), koefisien limpasan (runoff coefficient) dan sebagainya. Dalam hal ini dapat digunakan hidrograf-hidrograf sintentik dimana parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau.

1. Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi (tc) adalah lamanya waktu perjalanan yang dibutuhkan sebuah partikel air untuk mencapai sebuah titik debit dalam DPS. Dalam perhitungan waktu konsentrasi (tc) digunakan tiga buah metode yaitu Metode FAA (Federal Aviation Agency, 1970), Metode SCS (Soil Conservation Service, 1975), dan Metode Bransby Williams (1922). Rumus yang digunakan untuk ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut:

Federal Aviation Agency Equation:

Dimana:C = koefisien rasional,L = panjang maksimum aliran overland (dalam feet), danS = kemiringan aliran overland (dalam %)

Soil Conservation Service Equation:

Dimana:L = panjang hidrolik daerah pengairan sungai (ft),ws = slope daerah pengairan sungai rata-rata (nilai persen),S' = penyimpanan daerah pengairan sungai potensial (in.), dan

= (1000/CN) - 10

CN = nomer kurva limpasan yang muncul sebagai fungsi karakteristik daerah pengairan sungai seperti klasifikasi tanah dan jenis tanaman penutup (tata guna lahan).

Curve Number (CN) yang digunakan untuk perhitungan debit banjir ini bervariasi untuk setiap sub DAS, tergantung dari tata guna lahan dan jenis tanah yang ada pada lokasi.

Bransby Williams Equation :

Dimana :L = Panjang saluran (dalam miles)A = Luas watershed (dalam miles2)S = Kemiringan watershed rata-rata (dalam ft/ft)

2 - 12

Page 13: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

2. Perhitungan Hidrograf Debit Banjir

Dalam perhitungan debit banjir dengan metode hidrograf digunakan SCS Hydrograf. Debit puncak Qp diramalkan dengan mengikuti formula empirik:

Dimana :Qp = debit puncak,K = faktor penurunan puncak = 484 (untuk type SCS),A = luas drainase basin (mi2)R = hujan efektif (in.)D = durasi hujan efektif (jam)tc = waktu konsentrasi pada DAS (jam)

Berikut dibawah ini adalah nilai resume debit banjir periode ulang untuk berbagai DAS.

Tabel 2-13 Debit Banjir Rencana Periode Ulang DAS Bojong Boled di Kab Garut

No.Perioda Ulang

(tahun)Debit Rencana

(m3/det)

1. 2 47,93

2. 5 70,36

3. 10 86,62

4. 25 108,63

5. 50 126,05

6. 100 144,27

0102030405060708090

100110120130140150160170180190200

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11121314151617181920212223242526272829303132333435363738394041424344454647484950

De

bit

(m3

/de

t)

Waktu

Debit Banjir Rencana Periode Ulang DAS Bojongboled

PERIODE 2

PERIODE 5

PERIODE 10

PERIODE 25

PERIODE 50

PERIODE 100

Gambar 2-7 Unit Hidorgraf Banjir Rencana Periode Ulang DAS Bojong Boled

2 - 13

Page 14: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

2.4 ANALISA KETERSEDIAAN AIR

2.4.1 Metode Mock

a. Umum

Kegiatan analisis ketersediaan air ditujukan untuk memperoleh informasi mengenai potensi atau ketersediaan air di lokasi kajian. Metode yang paling ideal untuk memperkirakan potensi air permukaan adalah dengan melakukan kajian berdasarkan data catatan debit sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di titik yang ditinjau untuk durasi pengukuran yang lama (tahunan). Namun hal ini sangat bergantung dari intansi yang terkait, apakah sudah melaksanakan pengukuran debit air secara kontinyu.

Alternatif lain adalah melakukan prediksi kuantitas berdasarkan data sekunder yang ada, dengan durasi yang lama. Data sekunder yang dimaksud adalah data klimatologi. Salah satu metode untuk memperkirakan limpasan (aliran permukaan / runoff) adalah dengan menggunakan metode Mock. Agar hasil kajian dengan metode ini dapat diandalkan, data hasil survei lapangan sangat perlu untuk digunakan sebagai acuan dalam menentukan “orde” besaran debit yang diperkirakan. Debit sungai berasal dari aliran limpasan hujan (direct run off) dan aliran air tanah (mata air).

Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang tertentu, dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh. Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan disajikan pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2-8 Ilustrasi Aliran Permukaan

Yang paling berperan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.

2 - 14

AIR TANAH

BATU PERKOLASI

INFILTRASI

HUJAN

EVAPO

TRANSPIRASI

LimpasanPermukaan

Al

i r

an

TANAH

A L I R AN A I R T AN AH

Sung

ai

Page 15: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off) tidak bisa menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau perkiraan.

Ada banyak metode untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-masing metode tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data yang tersedia. Salah satu metode tersebut adalah Metode Mock.

Metode Mock adalah suatu metode untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai.

Metode Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metode Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metode yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff.

Metode Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metode Mock ini adalah data klimatologi, luas, dan penggunaan lahan dari catchment area.

Pada prinsipnya, Metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar, dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metode Aritmatik. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metode Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi, dan distribusinya yang bervariasi.

Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metode Mock dijelaskan dalam gambar di bawah ini,

Gambar 2-9 Bagan Alir Perhitungan Debit Metoda Mock

2 - 15

PerhitunganBase Flow, Direct Run Off, dan Storm Run Off

PerhitunganEvapotranspirasi Potensial

(Metode Penman)

PerhitunganEvapotranspirasi Aktual

PerhitunganWater Surplus

Page 16: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Curah Hujan

Air Permukaan

Presipitasi

Limpasan

Perkolasi

Air

ke

luar

Perkolasi

Presipitasi

Evaporasi

Presipitasi

Evaporasi

Uap Air

Kelembaban Tanah dan Air Tanah

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

b. Water Balance

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance).

Bentuk umum persamaan water balance adalah:

P = Ea + GS + TRO

Dengan: P = presipitasi.Ea = evapotranspirasi.GS = perubahan groundwater storage.TRO = total run off.

Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau GS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:

P = Ea + TRO

Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metode Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu tertentu adalah:

Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (GS) harus sama dengan nol.

Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.

Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balance di atas, maka prediksi debit dengan Metode Mock akan akurat.

Gambar 2-10 Sirkulasi Air

2 - 16

Page 17: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

c. Data Iklim

Data iklim yang digunakan dalam Metode Mock adalah presipitasi, temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotransprasi. Dalam Metode Mock, data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan. Notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim ditabelkan pada berikut

Tabel 2-14 Notasi dan Satuan Parameter Iklim

Data Meteorologi Notasi Satuan

Presipitasi P Milimeter (mm)

Temperatur T Derajat Celcius (0C)

Penyinaran Matahari S Persen (%)

Kelembaban Relatif H Persen (%)

Kecepatan Angin W Mile per hari (mile/hr)

Analisis hidrologi dan hidrolika sangat bergantung pada data historis iklim yang berasal dari pengukuran langsung di lokasi yang ditinjau.

Durasi data Klimatologi yang tersedia di BMKG Pos Klimatologi yang dekat dengan lokasi pekerjaan, yaitu Pos Klimatologi Cimaranginang untuk lokasi DAS yang ada di Garut berupa data sepanjang 10 tahun. Data ini akan digunakan dalam menganalisis ketersediaan air.

Tabel 2-15 Penyinaran Matahari

TahunPenyinaran Matahari (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2000 36,00 48,00 44,00 45,00 66,00 85,00 72,00 75,00 75,00 48,00 38,00 68,00

2001 40,00 40,00 41,00 60,00 59,00 72,00 68,00 70,00 65,00 45,00 38,00 73,00

2002 47,00 42,00 59,00 58,00 54,00 74,00 72,00 84,00 77,00 80,00 51,00 52,00

2003 60,00 4,00 58,00 60,00 68,00 80,00 79,00 73,00 65,00 56,00 46,00 32,00

2004 54,00 39,00 59,00 53,00 65,00 75,00 66,00 90,00 66,00 81,00 48,00 36,00

2005 49,00 54,00 57,00 60,00 68,00 60,00 71,00 75,00 64,00 57,00 53,00 35,00

2006 47,00 67,00 57,00 60,00 67,00 76,00 77,00 89,00 83,00 77,00 65,00 42,00

2007 65,00 39,00 50,00 45,00 61,00 64,00 80,00 75,00 81,00 64,00 57,00 38,00

2008 63,00 19,00 45,00 37,00 63,00 63,00 86,00 64,00 74,00 58,00 45,00 45,00

2009 55,00 38,00 64,00 53,00 58,00 71,00 88,00 87,00 76,00 57,00 48,00 50,00

Rata-rata 51,60 39,00 53,40 53,20 62,90 72,00 75,90 78,20 72,60 62,30 48,90 47,10

Max 65,00 67,00 64,00 60,00 68,00 85,00 88,00 90,00 83,00 81,00 65,00 73,00

Min 36,00 4,00 41,00 37,00 54,00 60,00 66,00 64,00 64,00 45,00 38,00 32,00

Sumber : Badan meteorologi dan Geofisika, Bandung

2 - 17

Page 18: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tabel 2-16 Suhu Udara

TahunSuhu Udara (0C)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2000 22,70 22,80 23,10 22,30 23,60 22,80 22,90 23,00 23,20 23,70 23,30 23,90

2001 22,10 22,70 23,10 23,30 23,50 23,10 22,40 23,20 23,80 22,70 23,10 24,00

2002 23,20 22,90 23,50 23,70 23,90 23,40 23,20 22,90 23,70 24,90 24,30 23,60

2003 23,90 23,30 23,40 24,10 24,20 23,50 22,90 23,40 23,60 23,70 23,70 23,10

2004 23,80 23,10 23,80 23,90 24,60 22,30 22,90 23,10 23,50 24,50 23,90 23,00

2005 23,30 23,10 23,60 23,70 23,80 23,40 22,80 23,40 23,60 23,50 23,40 23,20

2006 23,10 23,50 23,90 23,50 23,30 22,70 23,00 22,60 23,60 24,40 24,80 23,20

2007 24,10 22,80 23,40 22,90 23,60 23,10 23,30 23,60 24,40 24,50 23,60 22,90

2008 23,30 22,50 22,80 22,90 23,00 22,70 22,70 23,10 24,20 24,00 23,10 23,40

2009 23,10 22,90 23,00 23,40 23,60 23,40 23,00 23,60 24,40 23,40 23,30 23,50

Rata-rata 23,26 22,96 23,36 23,37 23,71 23,04 22,91 23,19 23,80 23,93 23,65 23,38

Max 24,10 23,50 23,90 24,10 24,60 23,50 23,30 23,60 24,40 24,90 24,80 24,00

Min 22,10 22,50 22,80 22,30 23,00 22,30 22,40 22,60 23,20 22,70 23,10 22,90

Sumber : Badan meteorologi dan Geofisika, Bandung

Tabel 2-17 Kelembaban Relatif

TahunKelembaban Relatif (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2000 82,00 78,00 79,00 80,00 78,00 77,00 73,00 75,00 66,00 78,00 83,00 73,00

2001 82,00 79,00 80,00 82,00 79,00 76,00 77,00 71,00 74,00 84,00 85,00 70,00

2002 83,00 81,00 83,00 81,00 76,00 77,00 76,00 7,00 68,00 66,00 76,00 82,00

2003 75,00 82,00 82,00 78,00 75,00 71,00 67,00 69,00 71,00 77,00 80,00 81,00

2004 81,00 82,00 77,00 8,00 80,00 70,00 76,00 68,00 75,00 71,00 81,00 85,00

2005 83,00 85,00 84,00 83,00 82,00 85,00 80,00 77,00 79,00 81,00 81,00 84,00

2006 85,00 83,00 82,00 83,00 80,00 77,00 78,00 76,00 73,00 72,00 78,00 88,00

2007 77,00 87,00 83,00 88,00 8,00 83,00 81,00 73,00 72,00 73,00 87,00 86,00

2008 79,00 83,00 82,00 84,00 77,00 78,00 73,00 77,00 72,00 77,00 85,00 82,00

2009 81,00 83,00 82,00 83,00 80,00 80,00 73,00 7,00 70,00 76,00 82,00 82,00

Rata-rata 80,80 82,30 81,40 75,00 71,50 77,40 75,40 60,00 72,00 75,50 81,80 81,30

Max 85,00 87,00 84,00 88,00 82,00 85,00 81,00 77,00 79,00 84,00 87,00 88,00

Min 75,00 78,00 77,00 8,00 8,00 70,00 67,00 7,00 66,00 66,00 76,00 70,00

Sumber : Badan meteorologi dan Geofisika, Bandung

2 - 18

Page 19: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tabel 2-18 Kecepatan Angin

TahunKelembaban Relatif (%)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2000 4,00 5,00 5,00 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00 5,00 4,00 3,00 5,00

2001 5,00 6,00 5,00 2,00 3,00 4,00 5,00 5,00 5,00 3,00 3,00 5,00

2002 4,00 6,00 4,00 4,00 4,00 4,00 5,00 5,00 5,00 7,00 4,00 5,00

2003 5,00 3,00 4,00 3,00 6,00 4,00 4,00 4,00 5,00 5,00 6,00 5,00

2004 5,00 6,00 6,00 4,00 3,00 3,00 3,00 2,00 5,00 7,00 4,00 4,00

2005 6,00 6,00 4,00 4,00 3,00 4,00 4,00 4,00 3,00 4,00 4,00 4,00

2006 6,00 6,00 5,00 5,00 4,00 5,00 5,00 5,00 6,00 6,00 4,00 2,00

2007 4,00 2,00 4,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00

2008 4,00 4,00 3,00 3,00 2,00 1,00 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00 2,00

2009 3,00 3,00 2,00 1,00 1,00 1,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00

Rata-rata 4,60 4,70 4,20 3,30 3,30 3,30 3,70 3,60 4,10 4,30 3,40 3,60

Max 6,00 6,00 6,00 5,00 6,00 5,00 5,00 5,00 6,00 7,00 6,00 5,00

Min 3,00 2,00 2,00 1,00 1,00 1,00 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00 1,00

Sumber : Badan meteorologi dan Geofisika, Bandung

d. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data curah hujan dan klimatologi dengan Metode Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah pengaliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Hasil Evapotranspirasi diuraikan di bawah ini.

o Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air di bawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial adalah: rumus empiris dari Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc-Langbein-Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metode Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan panas.

Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan sebagai berikut:

Dengan:

2 - 19

Page 20: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

H = energy budget,

= R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 – 0,092 ) (0,10 + 0,9 S)

D = panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, dan = 0,35 (ea – ed) (k + 0,01w)

A = slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam mm Hg/oF.

B = radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam mm H2O/hari.

ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur rata-rata (mmHg).

Besarnya A, B dan ea tergantung pada temperatur rata-rata. Hubungan temperatur rata-rata

Tabel 2-19 Hubungan A, B, dan Ea

Temperatur (0C)

8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

A (mmHg/0F) 0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013

B (mmH2O/hari) 12.60 12.90 13.30 13.70 14.80 14.50 14.90 15.40 15.80 16.20 16.70 17.10

ea (mmHg) 8.05 9.21 10.50 12.00 13.60 15.50 17.50 19.80 22.40 25.20 28.30 31.80

Sumber: Sudirman (2002).

R = radiasi matahari, dalam mm/hari.

Besarnya tergantung letak lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut bulan,

Tabel 2-20 Nilai Radiasi Matahari Pada Permukaan Horizontal Atmosfir

BulanJan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des

2.4.1.1.1.1.1.1Tahun

50 LU 13.7 14.5 15.0 15.0 14.5 14.1 14.2 14.6 14.9 14.6 13.9 13.4 14.39

00 14.5 15.0 15.2 14.7 13.9 13.4 13.5 14.2 14.9 15.0 14.6 14.3 14.45

50 LS 15.2 15.4 15.2 14.3 13.2 12.5 12.7 13.6 14.7 15.2 15.2 15.1 14.33

100 LS 15.8 15.7 15.1 13.8 12.4 11.6 11.9 13.0 14.4 15.3 15.7 15.8 14.21

r = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan dalam persentasi.

Koefisien Refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi.

2 - 20

Page 21: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tabel 2-21 Koefisien Refleksi

No. Permukaan Koefisien Refleksi [r]

1 Rata-rata permukaan bumi 40 %2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim – masih segar 40 – 85 %

3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu 30 – 40 %

4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %

5 Permukaan padang pasir 24 – 28 %

6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 – 27 %

7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 – 24 %

8 Hutan musiman 15 – 20 %

9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15 %

10 Tanah gundul kering 12 – 16 %

11 Tanah gundul lembab 10 – 12 %

12 Tanah gundul basah 8 – 10 %

13 Pasir, basah – kering 9 – 18 %

14 Air bersih, elevasi matahari 450 5 %

15 Air bersih, elevasi matahari 200 14 %

S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%).ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam mmHg.

= ea x h.h = kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).k = koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating surface).

Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan permukaan vegetasi nilai k = 1,0.w = kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari.

Substitusi persamaan-persamaan di atas menghasilkan:

dalam bentuk lain:

Jika :

Maka:

E = F1 x R(1 - r) - F2 x (0,1 + 0,9S) + F3 x (k + 0,01w)

Dan jika:

E1 = F1 x R(1 - r)

2 - 21

Page 22: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)

E3 = F3 x (k + 0,01w)

Maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial menurut Penman adalah:

E = E1 - E2 + E3

Formulasi inilah yang dipakai dalam Metode Mock untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/hari. Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu.

o Evapotranspirasi Aktual

Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-masing nilai exposed surface ditampilkan pada tabel berikut,

Tabel 2-22 Exposed Surface, m

No. m Daerah

1 0 % Hutan primer, sekunder

2 10 – 40 % Daerah tererosi

3 30 – 50 % Daerah ladang pertanian

Sumber : Sudirman (2002).

Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan.

Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan dalam formulasi sebagai berikut.

Sehingga:

Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau E = 0) jika:

2 - 22

Page 23: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder. Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol.

Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama dengan 18 hari.

Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration, dihitung sebagai berikut:

Tabel 2-23 Hasil Evapotranspirasi

TahunEvapotranspirasi (mm/bln)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

2000 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2001 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2002 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2003 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2004 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2005 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2006 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2007 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2008 75,93 61,49 77,03 69,52 75,24 63,11 67,84 76,35 83,71 85,23 72,75 72,77

2009 77,07 62,72 77,22 69,52 74,49 61,85 65,30 72,91 80,58 83,73 73,30 71,31

Rata-rata 76,05 61,61 77,05 69,52 75,16 62,98 67,59 76,01 83,40 85,08 72,81 72,62

e. Water Surplus

Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut :

WS = (P – Ea) + SS

Dengan memperhatikan Gambar 11, maka water surplus merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi.

Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land covery) dan tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 24.

Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor, ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan. Dalam Metode Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut:

SMS = ISMS + (P – Ea)

2 - 23

Page 24: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Dengan :

ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya.

P – Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.

Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:

SMC = 200 mm/bulan, jika P – Ea < 0.

Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P - Ea.

SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika P – Ea < 0.

Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P – Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0).

Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run off). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

Gambar 2-11 Water surplus merupakan presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi atau limpasan yang ditambah infiltrasi

Tabel 2-24 Nilai Soil Moisture Capacity Untuk Berbagai Tipe Tanaman dan Tipe Tanah

Tipe Tanaman Tipe TanahZone Akar(dalam m)

Soil Moisture Capacity(dalam mm)

2 - 24

KAPASITAS KELEMBABAN TANAH

ZONA INFILTRASI

LIMPASAN PERMUKAAN

PRESIPITASI

EVAPOTRANSPIRASI

TAM

PU

NG

AN

K

EL

EM

BA

BA

N T

AN

AH

Page 25: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tanaman Berakar Pendek

Pasir Halus 0.50 50

Pasir Halus dan Loam 0.50 75

Lanau dan Loam 0.62 125

Lempung dan Loam 0.40 100

Lempung 0.25 75

Tanaman Berakar Sedang

Pasir Halus 0.75 75

Pasir Halus dan Loam 1.00 150

Lanau dan Loam 1.00 200

Lempung dan Loam 0.80 200

Lempung 0.50 150

Tanaman Berakar Dalam

Pasir Halus 1.00 100

Pasir Halus dan Loam 1.00 150

Lanau dan Loam 1.25 250

Lempung dan Loam 1.00 250

Lempung 0.67 200

Tanaman Palm

Pasir Halus 1.50 150

Pasir Halus dan Loam 1.67 250

Lanau dan Loam 1.50 300

Lempung dan Loam 1.00 250

Lempung 0.67 200

Mendekati Hutan Alam

Pasir Halus 2.50 250

Pasir Halus dan Loam 2.00 300

Lanau dan Loam 2.00 400

Lempung dan Loam 1.60 400

Lempung 1.17 350

f. Limpasan Total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya akan melimpas di permukaan (surface run off) dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau:

Infiltrasi (i) = WS x if

Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang bersifat poros umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya bernilai kecil.

Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS). Keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam tanah.

Dalam Metode ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh Infiltrasi (i). Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula, dan begitu pula sebaliknya.

Konstanta resesi aliran bulanan

2 - 25

Page 26: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constan) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah

Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom)

Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.

Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:

GS = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom }

Gambar 2-12 Perjalanan Air Hujan Sampai Terbentuk Debit

Seperti telah dijelaskan, metode Mock adalah metoda untuk memprediksi debit yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage (GS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1 tahun):

Perubahan groundwater storage (GS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan:

BF = i - GS

Jika pada suatu bulan GS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu

2 - 26

SRO Ea

DRO

Percolasi

BF

TRO Channel

P

SROS

GS

Page 27: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

(misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (GS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi. Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan:

DRO = WS - i

Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3%.

Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa:

Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity, nilai storm run off = 0.

Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor, atau:

SRO = P x PF

Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off dan storm run off, atau:

TRO = BF + DRO + SRO

Total run off ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam m3/det.

g. Parameter Mock

Secara umum, parameter-parameter yang akan dijelaskan ini mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, Infiltrasi, groundwater storage dan storm run off.

Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing.

Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau sekunder, daerah tererosi dan daerah

2 - 27

Page 28: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

ladang pertanian. Besarnya harga exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap bulan. Harga m untuk ketiga klasifikasi daerah ini telah ditabelkan dalam Tabel 5 di atas.

Koefisien Infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien Infiltrasi mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahanya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.

Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off. Storm run off hanya dimasukkan kedalam total run off, bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat sampai harga 37,3%.

h. Data Kalibrasi

Kalibrasi terhadap parameter Mock yang digunakan perlu dilakukan agar hasil perhitungan debit dengan metoda ini dapat mewakili kondisi aktual seperti di lapangan (dibandingkan dengan debit hasil survei hidrometri).

Dalam perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metode Mock tersebut, akan digunakan data debit hasil survei hidrometri untuk kalibrasi yang dilakukan pada beberapa sungai di wilayah kajian.

i. Kuantifikasi Potensi Air Permukaan

a) Jumlah Sungai

Langkah kuantifikasi air permukaan adalah melacak DAS dan menghitung luas catchment area pada peta hasil survei topografi. Penelusuran didasarkan pada muara aliran di sepanjang garis pantai. Dari sekitar sungai dan alur yang terdapat di wilayah kajian, tidak semua akan dihitung besar debit sintetiknya. Dilakukan pemilihan dan pemilahan terhadap sungai-sungai yang dianggap mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai sumber air baku, ditinjau dari aspek kuantitasnya.

b) Titik Perhitungan

Besar ketersediaan air baku di sungai dihitung berdasarkan curah hujan di DAS (hujan bulanan), luas DAS dan koefisien pengaliran. Dengan demikian ketersediaan air baku adalah besar debit di suatu titik pengeluaran (outlet) pada suatu waktu tertentu. Debit yang dihitung adalah debit pada tiap outlet yang dipilih:

2 - 28

Page 29: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Di titik yang merupakan lokasi pencatatan debit, yang berfungsi sebagai kalibrasi perhitungan debit dengan model mock.

Di titik muara sungai, dimana dapat diketahui besarnya potensi debit untuk keseluruhan luas DAS.

Gambar 2-13 Titik Perhitungan Debit Mock

j. Hasil Perhitungan

Secara statistik, debit pada outlet dinyatakan dengan peluang kejadian yang dihubungkan dengan jenis pengambilan, misal debit 90% terlampaui (Q90) untuk pengambilan DMI (Domestik, Municipal, Industri) atau 50% terlampaui (Q50) untuk pengeluaran dengan waduk/tampungan.

Tabel 2-25 Tabel Hasil Perhitungan Debit Kesediaan DAS Bojong Boled

TahunDebit (m3/detik)

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1999 9,40 5,51 4,02 9,60 8,41 1,29 1,57 0,81 0,69 3,65 11,30 0,84

2000 6,87 9,73 6,63 8,78 1,74 2,27 6,03 1,00 2,09 12,50 18,25 2,01

2001 13,51 2,80 12,60 6,64 1,53 1,32 3,44 0,92 0,67 0,57 6,05 14,71

2002 1,36 10,58 13,29 4,52 3,02 1,16 0,95 0,99 0,86 10,30 6,39 5,72

2003 6,06 7,08 7,97 11,68 10,24 2,25 1,19 0,88 1,23 0,57 5,56 7,73

2004 4,75 15,20 11,01 6,08 6,49 7,40 1,97 1,20 0,82 2,62 7,63 6,40

2005 10,34 11,48 1,33 8,24 1,95 0,97 0,84 0,51 0,42 0,58 2,24 16,00

2006 2,81 14,35 2,27 15,66 1,43 5,63 0,97 0,74 0,81 1,46 11,19 13,13

2007 7,90 3,13 7,90 10,96 5,22 1,50 0,82 0,91 0,72 2,94 9,49 11,76

2008 12,03 15,72 10,44 8,50 6,49 5,53 1,44 0,99 1,00 3,39 14,07 7,18

Rata-rata 7,00 8,87 7,45 9,13 4,45 2,64 1,97 0,88 0,92 3,91 8,68 8,70

Max 13,51 15,20 13,29 15,66 10,24 7,40 6,03 1,20 2,09 12,50 18,25 16,00

Min 1,36 2,80 1,33 4,52 1,43 0,97 0,82 0,51 0,42 0,57 2,24 0,84

2 - 29

Page 30: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

No. % TerlampauiDebit

(m3/det)No. % Terlampaui

Debit (m3/det)

No. % TerlampauiDebit

(m3/det)No. % Terlampaui

Debit (m3/det)

1 0.83 18.26 31 25.83 8.78 61 50.83 4.52 91 75.83 1.232 1.67 16.00 32 26.67 8.50 62 51.67 4.02 92 76.67 1.203 2.50 15.72 33 27.50 8.41 63 52.50 3.93 93 77.50 1.194 3.33 15.66 34 28.33 8.24 64 53.33 3.65 94 78.33 1.165 4.17 15.20 35 29.17 7.97 65 54.17 3.44 95 79.17 1.006 5.00 14.71 36 30.00 7.90 66 55.00 3.13 96 80.00 1.007 5.83 14.35 37 30.83 7.90 67 55.83 3.02 97 80.83 0.998 6.67 14.07 38 31.67 7.73 68 56.67 2.94 98 81.67 0.999 7.50 13.51 39 32.50 7.63 69 57.50 2.81 99 82.50 0.9710 8.33 13.29 40 33.33 7.40 70 58.33 2.80 100 83.33 0.9711 9.17 13.13 41 34.17 7.18 71 59.17 2.62 101 84.17 0.9512 10.00 12.60 42 35.00 7.08 72 60.00 2.27 102 85.00 0.9213 10.83 12.50 43 35.83 6.87 73 60.83 2.27 103 85.83 0.9114 11.67 12.03 44 36.67 6.64 74 61.67 2.25 104 86.67 0.8815 12.50 11.76 45 37.50 6.63 75 62.50 2.24 105 87.50 0.8616 13.33 11.68 46 38.33 6.49 76 63.33 2.09 106 88.33 0.8417 14.17 11.48 47 39.17 6.49 77 64.17 2.01 107 89.17 0.8418 15.00 11.30 48 40.00 6.40 78 65.00 1.97 108 90.00 0.8219 15.83 11.19 49 40.83 6.39 79 65.83 1.95 109 90.83 0.8220 16.67 11.01 50 41.67 6.08 80 66.67 1.74 110 91.67 0.8121 17.50 10.96 51 42.50 6.06 81 67.50 1.57 111 92.50 0.8122 18.33 10.58 52 43.33 6.05 82 68.33 1.53 112 93.33 0.7423 19.17 10.44 53 44.17 6.03 83 69.17 1.50 113 94.17 0.7224 20.00 10.34 54 45.00 5.72 84 70.00 1.46 114 95.00 0.6925 20.83 10.30 55 45.83 5.63 85 70.83 1.44 115 95.83 0.6726 21.67 10.24 56 46.67 5.56 86 71.67 1.43 116 96.67 0.5827 22.50 9.73 57 47.50 5.53 87 72.50 1.36 117 97.50 0.5728 23.33 9.60 58 48.33 5.51 88 73.33 1.33 118 98.33 0.5729 24.17 9.49 59 49.17 5.22 89 74.17 1.32 119 99.17 0.5130 25.00 9.40 60 50.00 4.75 90 75.00 1.29 120 100.00 0.42

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Gambar 2-14 Hasil Perhitungan Debit Ketersediaan dengan Mock DAS Bojong Boled

Dari hasil perhitungan debit diatas, kemudian dilakukan perhitungan tingkat keandalan debit tersebut

Tabel 2-26 Debit Andal DAS Bojong Boled di Kab.Garut

Debit dengan kala ulang 90 % = 0,82 m3/det

2 - 30

Page 31: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

80 % = 1,00 m3/det

70 % = 1,46 m3/det

60 % = 2,27 m3/det

50 % = 4,75 m3/det

40 % = 6,40 m3/det

Gambar di bawah ini menggambarkan flow duration curve perhitungan debit andalan pada DAS Bojong Boled dengan menggunakan metoda FJ Mock. Dari model FJ Mock tersebut didapatkan besaran nilai debit andalan pada probabilitas 60% = 2.27 m3/det, probabilitas 80% = 1.00 m3/det, dan probabilitas 90% = 0.82 m3/det.

Gambar 2-15 Flow Duration Curve Debit Andalan di DAS Bojong Boled

2.4.2 Metode NRECA

Debit aliran yang dilokasi studi dapat diperkirakan selama tidak tersedia pencatatan atau pengamatan aliran di sungai. Salah satu cara memperkirakan debit adalah dengan bantuan model hujan-limpasan NRECA.

a. Struktur Model NRECA dan Pemilihan ParameternyaModel NRECA dikembangkan oleh Crawford (Ref. 3) untuk memperkirakan debit bulanan dari hujan bulanan. Simulasi debit bulanan dilakukan karena data debit di lokasi studi tidak ada.Konsep model Nreca ini memerlukan input utama data hujan dan evapotranspirasi actual yang diilustrasikan pada gambar berikut. Kandungan air dalam tanah atau kelengasan tanih (Soil Moisture) dihitung setiap bulan dan merupakan fungsi dari evapotranspirasi actual dan curah hujan. Evapotranspirasi aktual dihitung dari evapotranspirasi potensial dan hujan dengan bantuan persamaan empiris. Bagian dari kelebihan hujan yang tidak teruapkan

2 - 31

Page 32: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

dapat menjadi aliran permukaan dan bawah permukaaan atau menjadi imbuhan ke tampungan air tanah. PSUB adalah parameter model yang menggambarkan bagian dari kelebihan tadi dan menjadi imbuhan. Sisanya mengalir sebagai aliran langsung yang terdiri dari aliran permukaan dan bawah permukaan. Tampungan airtanah menampung air imbuhan tersebut yang dikeluarkan menjadi aliran dasar di sungai. Besarnya aliran dasar yang dikeluarkan adalah GWF kali jumlah tampungan, dengan sendirinya GWF nilainya lebih kecil dari satu. Makin besar GWF makin banyak air yang dikeluarkan dari tampungan sehingga air tampungan akan cepat habis, begitu pula sebaliknya. Kombinasi parameter PSUB dan GWF memegang peranan penting dalam menentukan hidrograf aliran di sungai yang merupakan penjumlahan antara debit aliran langsung dan aliran dasar.Untuk DAS dalam lokasi studi, dikarenakan tidak adanya data debit untuk kalibrasi, maka dilakukan prediksi sesuai data acuan yang diperlukan seperti jenis tanah dan tata guna lahan, sehingga di dalam model sudah mengandung program optimasi yang mengubah parameter dengan cara langkah demi langkah sampai kriteria kecocokan dipenuhi.

Gambar 2-16 Konsep Model NRECA

b. Penentuan Parameter NRECA

Data MasukanData masukan yang diperlukan dari model hujan-limpasan NRECA adalah sebagai berikut :- Hujan rata-rata bulanan dari suatu DAS.- Evapotranspirasi potensial bulanan dari DAS (PET).- Kapasitas tampungan kelengasan (NOM) dapat diperkirakan sebagai berikut :

Nom = 100 + 0.2 x hujan rata-rata tahunan (mm).- Persentasi limpasan yang keluar dari DAS di sub surface (PSUB). Nilai PSUB berkisar antara 0.3 sampai dengan 0.9.- Persentasi limpasan tampungan air tanah menuju ke sungai (GWF) yang berkisar 0.2 sampai dengan 0.8.

2 - 32

Recharge to GW

Groundwater flow

Excess Moisture Direct flow

MOISTURE STORAGE

GROUNDWATER STORAGE

TOTAL DISCHARGE

Hujan Evapotranspirasii

Page 33: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

- Nilai awal dari tampungan kelengasan tanah (SMSTOR) dan air tanah (GWSTOR). - Faktor tanaman (CROPF)

Perhitungan LimpasanPerhitungan limpasan model NRECA dibagi menjadi dua bagian, yaitu perhitungan limpasan langsung (direct runoff) dan airtanah yang menuju ke sungai (groundwater)Q = (DRO + GF) x A (m3/dt)Total debit sungai dihitung sebagai berikut :

A = luas DAS (km2)

DRO = limpasan langsung (mm)= excm (1 – PSUB), dengan excm = kelebihan kelengasan

GF = limpasan airtanah (mm)= GWF x (PSUB x excm = GWSTOR)

excm = excess moisture (kelebihan kelengasan)= exrat x (P – AET)

exrat = excess moisture ratio (nilai banding kelebihan kelengasan)= 0.5 x (1 + tgh ((Sr – 1)/0.52)) bila Sr > 0= 0 bila Sr < 0

Sr = angka tampungan = SMSTOR/NOM = tampungan kelengasan tanah /kapasitas tampungan

kelengasanP = hujan bulanan (mm)AET = evapotranspirasi actual

= CROPF x PET bila P/PET > 1 atau Sr > 2= (kl x PET) x CROPF bila P/PET < 1 dan Sr <2

kl = (P/PET) x (1 – 0.5 x Sr) + 0.5 x SrCROPF = Faktor tanaman

Tabel 2-27 Parameter Model NRECA di DAS Bojong Boled

Parameter DAS

PSUBGWFCROPFSMSTORGWSTORPeriode (tahun)

0.70.20.95002502000 - 2009

Perhitungan Debit AndalanBesarnya debit andalan diperlukan untuk menjamin ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan seperti irigasi, air bersih, air bersih, pembangkit listrik tenaga air ,dll.Perhitungan debit andalan berkaitan dengan tingkat atau resiko keandalan ketersediaan air. Dalam studi ini dihitung tingkat keandalan 60%, 80% dan 90% atau kata lain tingkat kegagalan 40%, 20% dan 10%. Sehubungan dengan keterbatasan debit aliran, cara perhitungan debit andalan dilakukan dengan model Nreca di atas.

2 - 33

Page 34: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

No. % Terlampaui Debit (m3/det) No. % Terlampaui Debit (m3/det) No. % Terlampaui Debit (m3/det) No. % Terlampaui Debit (m3/det)

1 0.8 16.90 31 25.8 7.96 61 50.8 4.81 91 75.8 2.352 1.7 16.23 32 26.7 7.67 62 51.7 4.61 92 76.7 2.333 2.5 14.42 33 27.5 7.34 63 52.5 4.57 93 77.5 2.294 3.3 14.38 34 28.3 7.29 64 53.3 4.51 94 78.3 2.275 4.2 13.88 35 29.2 7.17 65 54.2 4.36 95 79.2 2.256 5.0 13.73 36 30.0 7.14 66 55.0 4.28 96 80.0 2.057 5.8 13.39 37 30.8 7.04 67 55.8 4.20 97 80.8 2.058 6.7 13.26 38 31.7 7.03 68 56.7 4.15 98 81.7 2.019 7.5 13.02 39 32.5 6.71 69 57.5 4.10 99 82.5 1.99

10 8.3 12.60 40 33.3 6.49 70 58.3 4.05 100 83.3 1.9711 9.2 11.99 41 34.2 6.46 71 59.2 4.01 101 84.2 1.7512 10.0 11.87 42 35.0 6.35 72 60.0 4.00 102 85.0 1.5413 10.8 11.64 43 35.8 6.29 73 60.8 3.99 103 85.8 1.4614 11.7 11.01 44 36.7 6.22 74 61.7 3.90 104 86.7 1.4615 12.5 10.99 45 37.5 6.20 75 62.5 3.43 105 87.5 1.3416 13.3 10.87 46 38.3 5.87 76 63.3 3.36 106 88.3 1.2517 14.2 10.56 47 39.2 5.76 77 64.2 3.36 107 89.2 1.2418 15.0 10.32 48 40.0 5.76 78 65.0 3.28 108 90.0 1.2419 15.8 10.25 49 40.8 5.76 79 65.8 3.23 109 90.8 1.1920 16.7 10.09 50 41.7 5.70 80 66.7 3.20 110 91.7 1.1621 17.5 9.84 51 42.5 5.65 81 67.5 3.13 111 92.5 1.0122 18.3 9.76 52 43.3 5.47 82 68.3 3.00 112 93.3 0.9523 19.2 9.53 53 44.2 5.37 83 69.2 2.84 113 94.2 0.9324 20.0 9.46 54 45.0 5.34 84 70.0 2.81 114 95.0 0.9325 20.8 9.19 55 45.8 5.25 85 70.8 2.79 115 95.8 0.8826 21.7 9.13 56 46.7 5.19 86 71.7 2.69 116 96.7 0.8527 22.5 8.94 57 47.5 5.10 87 72.5 2.61 117 97.5 0.8328 23.3 8.84 58 48.3 5.10 88 73.3 2.57 118 98.3 0.7729 24.2 8.64 59 49.2 4.98 89 74.2 2.53 119 99.2 0.6830 25.0 8.42 60 50.0 4.85 90 75.0 2.43 120 100.0 0.67

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Tabel 2-28 Debit Andalan DAS Bojong Boled

Debit dengan kala ulang 90 % = 1,24 m3/det

80 % = 2,05 m3/det

70 % = 2,81 m3/det

60 % = 4,00 m3/det

50 % = 4,85 m3/det

40 % = 5,76 m3/det

Flow Duration Curve perhitungan debit andalan pada DAS Bojong Boled dengan menggunakan metoda Nreca. Dari model Nreca tersebut didapatkan besaran nilai debit andalan pada probabilitas 60% = 4.00 m3/det, probabilitas 80% = 2.05 m3/det dan, dan probabilitas 90% = 1.24 m3/det.

2 - 34

Page 35: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

Data Teknis: PLTM CIBATARUA ( 2 x 2.25 MW )

Gambar 2-17 Flow Duration Curve untuk perhitungan debit andalan di DAS Bojong Boled

2.4.3 Resume Hasil Perhitungan dengan Metoda FJ Mock dan Metoda Nreca

Resume hasil perhitungan besarnya debit andalan dengan menggunakan 2 metoda yaitu Metoda FJ Mock dan Metoda Nreca

Tabel 2-29 Resume Analisa Ketersediaan Air DAS Bojong Boled

No Lokasi

Q (m3/det)

60 % 80 % 90 %

Nreca Mock Nreca Mock Nreca Mock

1 Bojong Boled 4,000 2,271 2,053 1,002 1,237 0,825

2 - 35

Page 36: Bab 2 Dokumen Teknis CIBATARUA

2 - 36