bab 2 baru

15
1. Distonia Akut Akibat Neuroleptik Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang jelas abnormal, termasuk krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh. Anak-anak terutama sekali adanya opisiotonus, skoliosis, lordosis, dan pergerakan menggeliat. Distonia dapat menyebabkan nyeri dan menakutkan serta sering mengakibatkan kegagalan dalam memenuhi regimen obat selanjutnya. Epidemiologi Perkembangan gejala distonia dikarakterisasi dengan onset pertama selama pengobatan neuroleptik dan insidensi tertinggi terjadi pada laiki-laki pada pasien muda kurang dari 30 tahun dan pada pasien yang diberikan pengobatan potensi tinggi Etiologi

description

nnnnnn

Transcript of bab 2 baru

Page 1: bab 2 baru

1. Distonia Akut Akibat Neuroleptik

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya

menyebabkan gerakan atau postur yang jelas abnormal, termasuk krisis

okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur

distonik pada anggota gerak dan batang tubuh. Anak-anak terutama sekali adanya

opisiotonus, skoliosis, lordosis, dan pergerakan menggeliat. Distonia dapat

menyebabkan nyeri dan menakutkan serta sering mengakibatkan kegagalan dalam

memenuhi regimen obat selanjutnya.

Epidemiologi

Perkembangan gejala distonia dikarakterisasi dengan onset pertama selama

pengobatan neuroleptik dan insidensi tertinggi terjadi pada laiki-laki pada pasien

muda kurang dari 30 tahun dan pada pasien yang diberikan pengobatan potensi

tinggi

Etiologi

Meskipun distonia paling sering disebabkan dengan antipsikotik dengan

potensi tinggi secara intramuscular, distonia disebabkan oleh beberapa obat

antipsikotik. Mekanisme kerja diperkirakan akibat hiperaktivitas dopaminergik di

ganglia basal yang terjadi ketika hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basal

yang terjadi ketika sistem saraf pusat (SSP) kadar obat antipsikotik mulai

diturunkan antara dosis.

Page 2: bab 2 baru

Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Distonia Akut Akibat Neuroleptik

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang

tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan

dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan

untuk mengobati gejala extrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan

dengan pemakaian medikasi neuroleptik:

(1) Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh

(misalnya retrokolis, tortikolis)

(2) Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)

(3) Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernapas (spasme laring-

faring, disfonia)

(4) Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar

(disartria, makroglosia)

(5) Penonjolan lidah atau disfungsi lidah

(6) Mata deviasi ke atas , ke bawah, kea rah samping (krisis okulorigik)

(7) Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah

memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau

menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (mencegah)

gejala extrapiramidal akut (misalnya, obat antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental

(misalnya, gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala

lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut: gejala

mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai

dengan pola intervensi farmakologis (misalnya, tidak ada perbaikan

setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik).

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi

neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena

kondisi medis umum dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan

dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak

Page 3: bab 2 baru

dapat diterangkan, atau gejala berkmbang tanpa adanya perubahan

medikasi.

Perkembangan gejala distonik ditandai oleh onsetnya yang awal selama

perjalanan terapi dengan neuroleptik dan tingginya insidensi pada laki-laki, pada

pasien yang berusia di bawah 30 tahun, dan pasien yang mendapatkan dosis tinggi

medikasi potensi tinggi. Mekanisme patofisiologi untuk distonia adalah tidak

jelas, walaupun perubahan dalam konsentrasi neuroleptik dan perubahan yang

terjadi dalam mekanisme homeostatik di dalam ganglia basalis mungkin

merupakan penyebab utama distonia.

Diagnosis Banding

Kejang dan tardive dyskinesia

Terapi

Terapi dystonia harus dilakukan dengan segera, paling sering dengan

obat antikolinergik atau antihistaminergik. Jika pasien tidak berespons dengan tiga

dosis obat-obatan tersebut dalam dua jam, klinisi harus mempertimbangkan

penyebab gerakan distonik selain medikasi neuroleptik. Pengobatan dengan

antikolinergik intramuskular atau intravena atau intramuskular diphenhydramine

(50 mg) hampir selalu mengurangi gejala. Diazepam (Valium) (10 mg

intravena), amobarbital (Amytal), natrium benzoat kafein, dan hipnosis juga telah

dilaporkan efektif. Meskipun toleransi untuk efek samping biasanya berkembang,

kadang-kadang terdapat kebijaksanaan untuk mengganti obat antipsikotik.

Tabel dari DSM IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak Cipta American Psychiatric Associtaion, Washington, 1994. Digunakan dengan izin

Page 4: bab 2 baru

2. Akathisia Akut Akibat Neuroleptik

Akathisia adalah ditandai oleh perasaan subjektif keglisahan atau tanda

objektif kegelisahan atau keduanya. Contohnya adalah rasa kecemasan,

ketidakmampuan untuk santai, kegugupan, langkah bolak-balik, gerakan

mengguncang saat duduk, dan perubahan cepat antara duduk dan berdiri.

Epidemiologi

Angka kejadian akathisia terjadi pada wanita usia pertengahan

Kriteria Diagnostik dan Riset Untuk Akathisia Akut Akibat Neuroleptik

Keluhan subjektif berupa keglisahan yang disertai oleh gerakan yang

terlihat (misalnya, gerakan tungkai yang resah, bergoyang dari kaki ke kaki,

bolak balik, atau tidak dapat duduk atau berdiri diam), yang berkembang dalam

beberapa minggu setelah memulai atau menurunkan dosis medikasi neuroleptik

(menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala

extrapiramidal).

A. Perkembangan keluhan subjektif keglisahan setelah pemaparan dengan

medikasi neuroleptik

B. Sekurangnya terlihat satu dari berikut ini:

1. Menggerakkan atau mengayunkan kaki yang resah

2. Mnggoyangkan kaki saat berdiri

3. Berjalan bolak-balik untuk menghilangkan keglisahan

4. Tidak dapat duduk atau berdiri selama sekurangnya beberapa menit

Page 5: bab 2 baru

C. Onset gejala dalam kriteria A dan B terjadi dalam empat minggu setelah

memulai atau menaikkan dosis neuroleptik, atau menurunkan medikasi

yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala extrapiramidalis,

(misalnya, obat antikolinergik).

D. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan

mental (misalnya skizofrenia, putus zat, agitasi dari episode depresi berat

atau manik, hiperaktivitas pada gangguan defisit –atensi/hiperaktivitas).

Tanda-tanda bahwa gejala adalah lebih baik diterangkan oleh gangguan

mental adalah berupa berikut ini: Onset gejala mendahului pemaparan

dengan medikasi neuroleptik, tidak adanya peningkatan kegelisahan

dengan peningkatan dosis neuroleptik, dan tidak reda dengan intervensi

farmakologis (misalnya, tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan

dosis neuroleptik atau terapi dengan medikasi yang ditujukan untuk

mengobati akathisia).

E. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi

neurologis atau medis umum lainnya. Tanda-tanda bahwa gejala adalah

karena kondisi umum adalah bahwa onset gejala mendahului pemaparan

medikasi neuroleptik atau berkembangnya gejala tanpa adanya perubahan

medikasi.

Akathisia sering kali keliru didiagnosis dengan kecemasan atau sebagai

peningkatan agitasi psikotik. Wanita dalam usia pertengahan berada pada risiko

yang lebih tinggi untuk mengalami akathisia, dan perjalanan waktu akathisia

adalah serupa dengan parkinsonisme akibat neuroleptik.

Terapi

Tiga langkah dasar dalam terapi akathisia:

1. Menurunkan dosis mediaksi neuroleptik

2. Mengusahakan terapi dengan obat yang sesuai, dan

3. Mempertimbangkan mengganti neuroleptik

Obat yang paling bermanfaat dalam terapi akathisia adalah antagonis

reseptor adrenergik-beta yaitu propanolol (inderal) 10-30 mg, walaupun obat

Tabel dari DSM IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak Cipta American Psychiatric Associtaion, Washington, 1994. Digunakan dengan izin

Page 6: bab 2 baru

antikolinergik dan benzodiazepine juga dapat berguna pada beberapa kasus.

Pasien mungkin kurang mengalami akathisia dengan neuroleptik potensi rendah-

sebagai contoh, thioridazine (Mellaril)- dibandingkan neuroleptik potensi tinggi-

sebagai contoh haloperidol (Haldol)- dan beberapa antipsikotik baru (sebagai

contoh risperidone dan remoxipride) mungkin disertai dengan insidensi rendah

akathisia.

Page 7: bab 2 baru

3.Parkinsonisme Akibat Neuroleptik

Parkinsonisme akibat neuroleptik ditandai terutama oleh trias tremor yang

paling jelas pada saat istirahat, rigiditas dan bradikinesia. Rigiditas adalah

gangguan pada tonus otot, yaitu derajat ketegangan yang ada pada otot. Gangguan

tonus dapat menyebabkan hipertonia (yaitu rigiditas) atau hipotonia. Hipertonia

yang berkaitan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa besi

(lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type), dua istilah yang

menggambarkan kesan subjektif dari anggota gerak atau sendi yang terkena,

sindrom bradikinesia dapat termasuk gambaran wajah yang mirip topeng pada

pasien, penurunan gerakan lengan asesoris selama pasien berjalan, dan kesulitan

dalam memulai pergerakkan yang karakteristik. Yang disebut sindrom kelinci

(rabbit syndrome) adalah tremor yang mengenai bibir dan otot-otot perioral;

keadaan ini sering diperkirakan merupakan bagian dari sindrom parkinsonisme

akibat neuroleptik, walaupun keadaan ini sering timbul lebih lambat dalam terapi

dibandingkan gejala lain.

Epidemiologi

Adapun efek samping parkinsonisme terjadi pada 15 % pasien yang

mendapatkan terapi dengan antipsikotik, biasanya dalam 5 sampai 90 hari dari

awal terapi. Pasien yang memiliki risiko tinggi menderita parkinsonisme akibat

obat antipsikotik adala pada orang tua dan wanita. Meskipun penyakit ini bisa

terjadi pada setiap usia.

Page 8: bab 2 baru

Etiologi

Patofisiologi parkinsonisme akibat neuroleptik mengakibatkan

penghambatan reseptor D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamin

nigostriatal, yaitu neuron yang sama yang berdegenerasi pada penyakit

Parkinsonisme idiopatik. Semua antipsikotik dapat menyebabkan gejala

khususnya obat-obat potensi tinggi dengan kadar aktivitas antikolinergik rendah

contohnya trifluoperazine (stelazine). Chlorpromazine (thorazine) dan thioridazine

(mellaril) tidak terlibat menyebabkan gejala ini. Saat ini, antipsikotik atipikal

contohnya, aripiprazole (abilify), olanzapine (zyprexa), dan quetiapine (seroquel)

memiliki efek samping yang sedikit terhadap terjadinya parkinsonisme.

Diagnosis Banding

Diagnosis Banding adalah parkinsonisme idiopatik, penyebab organik lain

parkinsonime, dan depresi yang juga berhubungan dengan gejala parkinsonisme

Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Parkinsonisme Akibat Neuroleptik

Tremor parkinsonisme, kekakuan (rigiditas) otot atau akinesia yang timbul

dalam beberapa minggu setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi

neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati

gejala extrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala ini telah timbul berhubungan dengan

pemakaian medis neuroleptik:

1. Tremor parkinsonisme (yaitu tremor kasar, ritmik, dan saat istirahat

dengan frekuensi antara 3 dan 6 siklus per detik, yang mengenai

anggota gerak, kepala , mulut, dan lidah).

2. Rigiditas otot parkinsonisme (yaitu rigiditas gigi gergaji atau rigiditas

pipa besi kontinu)

3. Akinesia (yaitu penurunan ekspresi wajah, gerak-gerik, bicara, atau

gerakan tubuh spontan)

B. Gejala dalam kriteria A berkembang dalam beberapa minggu setelah

memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan

medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala

extrapiramidal akut ( misalnya, obat antikolinergik).

Page 9: bab 2 baru

C. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan

mental (misalnya gejala katatonik atau negatif skizofrenia, retardasi

psikomotor pada episode depresif berat). Tanda-tanda bahwa gejala adalah

lebih baik diterangkan oleh gangguan mental adalah berupa berikut ini:

Onset gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, tidak

adanya peningkatan kegelisahan dengan peningkatan dosis neuroleptik,

dan tidak reda dengan intervensi farmakologis (misalnya, tidak mengalami

perbaikan setelah menurunkan dosis neuroleptik atau memberikan

medikasi antikolinergik).

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi

neurologis atau medis umum lainnya (misalnya Penyakit Parkinson,

penyakit Wilson). Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi umum

dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan dengan medikasi

neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidal dapat diterangkan,

atau gejala berkembang walaupun ada regimen medikasi yang stabil.

Terapi

Manfaat dan risiko terapi profilaktik dengan medikasi anti sistem

extrapiramidal- sebagai contoh antikolinergik dan amantadine (Symmetrel)

atau antihistamin – terus diperdebatkan. Tetapi jika gejala parkinsonisme

tampak, tiga langkah dalam terapi adalah :

1. Menurunkan dosis neuroleptik,

2. memberikan medikasi anti sistem extrapiramidalis

3. kemungkinan mengganti neuroleptik

Suatu fenomena yang kurang dimengerti adalah seringnya

perkembangan toleransi terhadap efek samping parkinsonisme dari obat-obat

tersebut. Dengan demikian jika terapi dimulai klinisi harus mencoba untuk

menurunkan atau menghentikan medikasi anti sistem extrapiramidalis setelah

terapi selama 14 sampai 21 hari untuk menilai apakah medikasi terus

diperlukan.

Parkinsonisme diterapi dengan obat antikolinergik 1-3 mg,

benztropine (cogentine), amantadine (symmetrel), atau difenhidramin

(Benadryl). Antikolinergik sebaiknya diberhentikan setelah 4 sampai 6

Page 10: bab 2 baru

minggu untuk menilai bagaimana toleransi terhadap efek parkinsonisme.

Sekitar setengah pasien dengan parkinsonisme akibat obat antipsikotik

memerlukan terapi lanjut. Setelah antipsikotik diberhentikan, gejala

parkinsonisme akan berakhir sekitar 2 minggu dan bisa sampai 3 bulan pada

pasien yang sudah tua. Pada beberapa pasien, tenaga medis melanjutkan obat

antikolinergik setelah antispikotik diberhentikan sampai gejala parkinsonisme

sembuh sempurna.