bab 2 baru
description
Transcript of bab 2 baru
1. Distonia Akut Akibat Neuroleptik
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya
menyebabkan gerakan atau postur yang jelas abnormal, termasuk krisis
okulorigik, prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur
distonik pada anggota gerak dan batang tubuh. Anak-anak terutama sekali adanya
opisiotonus, skoliosis, lordosis, dan pergerakan menggeliat. Distonia dapat
menyebabkan nyeri dan menakutkan serta sering mengakibatkan kegagalan dalam
memenuhi regimen obat selanjutnya.
Epidemiologi
Perkembangan gejala distonia dikarakterisasi dengan onset pertama selama
pengobatan neuroleptik dan insidensi tertinggi terjadi pada laiki-laki pada pasien
muda kurang dari 30 tahun dan pada pasien yang diberikan pengobatan potensi
tinggi
Etiologi
Meskipun distonia paling sering disebabkan dengan antipsikotik dengan
potensi tinggi secara intramuscular, distonia disebabkan oleh beberapa obat
antipsikotik. Mekanisme kerja diperkirakan akibat hiperaktivitas dopaminergik di
ganglia basal yang terjadi ketika hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basal
yang terjadi ketika sistem saraf pusat (SSP) kadar obat antipsikotik mulai
diturunkan antara dosis.
Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Distonia Akut Akibat Neuroleptik
Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan
dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan
untuk mengobati gejala extrapiramidal).
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan
dengan pemakaian medikasi neuroleptik:
(1) Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh
(misalnya retrokolis, tortikolis)
(2) Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)
(3) Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernapas (spasme laring-
faring, disfonia)
(4) Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar
(disartria, makroglosia)
(5) Penonjolan lidah atau disfungsi lidah
(6) Mata deviasi ke atas , ke bawah, kea rah samping (krisis okulorigik)
(7) Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh
B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah
memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau
menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (mencegah)
gejala extrapiramidal akut (misalnya, obat antikolinergik)
C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
(misalnya, gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala
lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut: gejala
mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai
dengan pola intervensi farmakologis (misalnya, tidak ada perbaikan
setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik).
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena
kondisi medis umum dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan
dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak
dapat diterangkan, atau gejala berkmbang tanpa adanya perubahan
medikasi.
Perkembangan gejala distonik ditandai oleh onsetnya yang awal selama
perjalanan terapi dengan neuroleptik dan tingginya insidensi pada laki-laki, pada
pasien yang berusia di bawah 30 tahun, dan pasien yang mendapatkan dosis tinggi
medikasi potensi tinggi. Mekanisme patofisiologi untuk distonia adalah tidak
jelas, walaupun perubahan dalam konsentrasi neuroleptik dan perubahan yang
terjadi dalam mekanisme homeostatik di dalam ganglia basalis mungkin
merupakan penyebab utama distonia.
Diagnosis Banding
Kejang dan tardive dyskinesia
Terapi
Terapi dystonia harus dilakukan dengan segera, paling sering dengan
obat antikolinergik atau antihistaminergik. Jika pasien tidak berespons dengan tiga
dosis obat-obatan tersebut dalam dua jam, klinisi harus mempertimbangkan
penyebab gerakan distonik selain medikasi neuroleptik. Pengobatan dengan
antikolinergik intramuskular atau intravena atau intramuskular diphenhydramine
(50 mg) hampir selalu mengurangi gejala. Diazepam (Valium) (10 mg
intravena), amobarbital (Amytal), natrium benzoat kafein, dan hipnosis juga telah
dilaporkan efektif. Meskipun toleransi untuk efek samping biasanya berkembang,
kadang-kadang terdapat kebijaksanaan untuk mengganti obat antipsikotik.
Tabel dari DSM IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak Cipta American Psychiatric Associtaion, Washington, 1994. Digunakan dengan izin
2. Akathisia Akut Akibat Neuroleptik
Akathisia adalah ditandai oleh perasaan subjektif keglisahan atau tanda
objektif kegelisahan atau keduanya. Contohnya adalah rasa kecemasan,
ketidakmampuan untuk santai, kegugupan, langkah bolak-balik, gerakan
mengguncang saat duduk, dan perubahan cepat antara duduk dan berdiri.
Epidemiologi
Angka kejadian akathisia terjadi pada wanita usia pertengahan
Kriteria Diagnostik dan Riset Untuk Akathisia Akut Akibat Neuroleptik
Keluhan subjektif berupa keglisahan yang disertai oleh gerakan yang
terlihat (misalnya, gerakan tungkai yang resah, bergoyang dari kaki ke kaki,
bolak balik, atau tidak dapat duduk atau berdiri diam), yang berkembang dalam
beberapa minggu setelah memulai atau menurunkan dosis medikasi neuroleptik
(menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati gejala
extrapiramidal).
A. Perkembangan keluhan subjektif keglisahan setelah pemaparan dengan
medikasi neuroleptik
B. Sekurangnya terlihat satu dari berikut ini:
1. Menggerakkan atau mengayunkan kaki yang resah
2. Mnggoyangkan kaki saat berdiri
3. Berjalan bolak-balik untuk menghilangkan keglisahan
4. Tidak dapat duduk atau berdiri selama sekurangnya beberapa menit
C. Onset gejala dalam kriteria A dan B terjadi dalam empat minggu setelah
memulai atau menaikkan dosis neuroleptik, atau menurunkan medikasi
yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala extrapiramidalis,
(misalnya, obat antikolinergik).
D. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental (misalnya skizofrenia, putus zat, agitasi dari episode depresi berat
atau manik, hiperaktivitas pada gangguan defisit –atensi/hiperaktivitas).
Tanda-tanda bahwa gejala adalah lebih baik diterangkan oleh gangguan
mental adalah berupa berikut ini: Onset gejala mendahului pemaparan
dengan medikasi neuroleptik, tidak adanya peningkatan kegelisahan
dengan peningkatan dosis neuroleptik, dan tidak reda dengan intervensi
farmakologis (misalnya, tidak mengalami perbaikan setelah menurunkan
dosis neuroleptik atau terapi dengan medikasi yang ditujukan untuk
mengobati akathisia).
E. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum lainnya. Tanda-tanda bahwa gejala adalah
karena kondisi umum adalah bahwa onset gejala mendahului pemaparan
medikasi neuroleptik atau berkembangnya gejala tanpa adanya perubahan
medikasi.
Akathisia sering kali keliru didiagnosis dengan kecemasan atau sebagai
peningkatan agitasi psikotik. Wanita dalam usia pertengahan berada pada risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami akathisia, dan perjalanan waktu akathisia
adalah serupa dengan parkinsonisme akibat neuroleptik.
Terapi
Tiga langkah dasar dalam terapi akathisia:
1. Menurunkan dosis mediaksi neuroleptik
2. Mengusahakan terapi dengan obat yang sesuai, dan
3. Mempertimbangkan mengganti neuroleptik
Obat yang paling bermanfaat dalam terapi akathisia adalah antagonis
reseptor adrenergik-beta yaitu propanolol (inderal) 10-30 mg, walaupun obat
Tabel dari DSM IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak Cipta American Psychiatric Associtaion, Washington, 1994. Digunakan dengan izin
antikolinergik dan benzodiazepine juga dapat berguna pada beberapa kasus.
Pasien mungkin kurang mengalami akathisia dengan neuroleptik potensi rendah-
sebagai contoh, thioridazine (Mellaril)- dibandingkan neuroleptik potensi tinggi-
sebagai contoh haloperidol (Haldol)- dan beberapa antipsikotik baru (sebagai
contoh risperidone dan remoxipride) mungkin disertai dengan insidensi rendah
akathisia.
3.Parkinsonisme Akibat Neuroleptik
Parkinsonisme akibat neuroleptik ditandai terutama oleh trias tremor yang
paling jelas pada saat istirahat, rigiditas dan bradikinesia. Rigiditas adalah
gangguan pada tonus otot, yaitu derajat ketegangan yang ada pada otot. Gangguan
tonus dapat menyebabkan hipertonia (yaitu rigiditas) atau hipotonia. Hipertonia
yang berkaitan dengan parkinsonisme akibat neuroleptik adalah tipe pipa besi
(lead-pipe type) atau tipe roda gigi (cogwheel type), dua istilah yang
menggambarkan kesan subjektif dari anggota gerak atau sendi yang terkena,
sindrom bradikinesia dapat termasuk gambaran wajah yang mirip topeng pada
pasien, penurunan gerakan lengan asesoris selama pasien berjalan, dan kesulitan
dalam memulai pergerakkan yang karakteristik. Yang disebut sindrom kelinci
(rabbit syndrome) adalah tremor yang mengenai bibir dan otot-otot perioral;
keadaan ini sering diperkirakan merupakan bagian dari sindrom parkinsonisme
akibat neuroleptik, walaupun keadaan ini sering timbul lebih lambat dalam terapi
dibandingkan gejala lain.
Epidemiologi
Adapun efek samping parkinsonisme terjadi pada 15 % pasien yang
mendapatkan terapi dengan antipsikotik, biasanya dalam 5 sampai 90 hari dari
awal terapi. Pasien yang memiliki risiko tinggi menderita parkinsonisme akibat
obat antipsikotik adala pada orang tua dan wanita. Meskipun penyakit ini bisa
terjadi pada setiap usia.
Etiologi
Patofisiologi parkinsonisme akibat neuroleptik mengakibatkan
penghambatan reseptor D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamin
nigostriatal, yaitu neuron yang sama yang berdegenerasi pada penyakit
Parkinsonisme idiopatik. Semua antipsikotik dapat menyebabkan gejala
khususnya obat-obat potensi tinggi dengan kadar aktivitas antikolinergik rendah
contohnya trifluoperazine (stelazine). Chlorpromazine (thorazine) dan thioridazine
(mellaril) tidak terlibat menyebabkan gejala ini. Saat ini, antipsikotik atipikal
contohnya, aripiprazole (abilify), olanzapine (zyprexa), dan quetiapine (seroquel)
memiliki efek samping yang sedikit terhadap terjadinya parkinsonisme.
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding adalah parkinsonisme idiopatik, penyebab organik lain
parkinsonime, dan depresi yang juga berhubungan dengan gejala parkinsonisme
Kriteria Diagnostik dan Riset untuk Parkinsonisme Akibat Neuroleptik
Tremor parkinsonisme, kekakuan (rigiditas) otot atau akinesia yang timbul
dalam beberapa minggu setelah memulai atau menaikkan dosis medikasi
neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati
gejala extrapiramidal).
A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala ini telah timbul berhubungan dengan
pemakaian medis neuroleptik:
1. Tremor parkinsonisme (yaitu tremor kasar, ritmik, dan saat istirahat
dengan frekuensi antara 3 dan 6 siklus per detik, yang mengenai
anggota gerak, kepala , mulut, dan lidah).
2. Rigiditas otot parkinsonisme (yaitu rigiditas gigi gergaji atau rigiditas
pipa besi kontinu)
3. Akinesia (yaitu penurunan ekspresi wajah, gerak-gerik, bicara, atau
gerakan tubuh spontan)
B. Gejala dalam kriteria A berkembang dalam beberapa minggu setelah
memulai atau menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan
medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala
extrapiramidal akut ( misalnya, obat antikolinergik).
C. Gejala dalam kriteria A tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental (misalnya gejala katatonik atau negatif skizofrenia, retardasi
psikomotor pada episode depresif berat). Tanda-tanda bahwa gejala adalah
lebih baik diterangkan oleh gangguan mental adalah berupa berikut ini:
Onset gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, tidak
adanya peningkatan kegelisahan dengan peningkatan dosis neuroleptik,
dan tidak reda dengan intervensi farmakologis (misalnya, tidak mengalami
perbaikan setelah menurunkan dosis neuroleptik atau memberikan
medikasi antikolinergik).
D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi
neurologis atau medis umum lainnya (misalnya Penyakit Parkinson,
penyakit Wilson). Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi umum
dapat berupa berikut: gejala mendahului pemaparan dengan medikasi
neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidal dapat diterangkan,
atau gejala berkembang walaupun ada regimen medikasi yang stabil.
Terapi
Manfaat dan risiko terapi profilaktik dengan medikasi anti sistem
extrapiramidal- sebagai contoh antikolinergik dan amantadine (Symmetrel)
atau antihistamin – terus diperdebatkan. Tetapi jika gejala parkinsonisme
tampak, tiga langkah dalam terapi adalah :
1. Menurunkan dosis neuroleptik,
2. memberikan medikasi anti sistem extrapiramidalis
3. kemungkinan mengganti neuroleptik
Suatu fenomena yang kurang dimengerti adalah seringnya
perkembangan toleransi terhadap efek samping parkinsonisme dari obat-obat
tersebut. Dengan demikian jika terapi dimulai klinisi harus mencoba untuk
menurunkan atau menghentikan medikasi anti sistem extrapiramidalis setelah
terapi selama 14 sampai 21 hari untuk menilai apakah medikasi terus
diperlukan.
Parkinsonisme diterapi dengan obat antikolinergik 1-3 mg,
benztropine (cogentine), amantadine (symmetrel), atau difenhidramin
(Benadryl). Antikolinergik sebaiknya diberhentikan setelah 4 sampai 6
minggu untuk menilai bagaimana toleransi terhadap efek parkinsonisme.
Sekitar setengah pasien dengan parkinsonisme akibat obat antipsikotik
memerlukan terapi lanjut. Setelah antipsikotik diberhentikan, gejala
parkinsonisme akan berakhir sekitar 2 minggu dan bisa sampai 3 bulan pada
pasien yang sudah tua. Pada beberapa pasien, tenaga medis melanjutkan obat
antikolinergik setelah antispikotik diberhentikan sampai gejala parkinsonisme
sembuh sempurna.