BAB 2 BARU

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Dasar Teori II.1.1 Pengertian Kadar Abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu : 1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain. 2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010). Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral terbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa- sisa pembakaran garam tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003, 150). Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang disebut kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500- 800°C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO 2 serta NH 3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidanya (Sediaoetomo, 2000;280). Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat abu dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo, 2000, 280). I-1

description

abu

Transcript of BAB 2 BARU

II-4

Bab I Tinjauan Pustaka

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1.Dasar TeoriII.1.1 Pengertian Kadar AbuAbu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral terbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sudarmadji, 2003, 150).Kadar abu menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Yang disebut kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500-800C. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidanya (Sediaoetomo, 2000;280). Dengan mengetahui berat cawan ketika mula-mula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat abu dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo, 2000, 280). Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa contoh sebagai berikut: Fosfor (P) Bahan yang kaya akan fosfor adalah milk dan olahannya, daging, ikan, daging unggas, telur, dan kacang-kacangan. Sodium (Na) Bahan yang banyak mengandung Na adalah garam yang banyak digunakan sebagai bumbu, salted food. Potasium (K) Bahan makanan yang banyak mengandung mineral K ialah milk dan hasil olahannya, buah-buahan, serealia, daging, ikan, unggas, telur, dan sayur- sayuran. Magnesium (Mg) Bahan yang banyak mengandung Mg adalah kacang-kacangan, serealia, sayur-sayuran, buah-buahan, dan daging. Belerang (S) Banyak terdapat dalam bahan yang kaya akan protein milk, daging, kacang-kacangan, telur. Kobalt (Co) Bahan yang kaya mineral Co adalah sayur-sayuran dan buah-buahan. Zink (Zn) Bahan makanan hasil laut (seafood) merupakan bahan yang banyak mengandung unsur Zn. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain : a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm, maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm. b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis. c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung (Sudarmadji, 2003,152).

Kandungan bahan pangan yang mengandung kadar abu yang tinggi dapat menjadi indikator suatu tindakan pemalsuan atau penituan kualitas suatu produk bahan pangan. Misalnya adalah kandungan abu yang tidak larut asam yang tinggi merupakan indikator bahwa bahan pangan memiliki banyak jumlah pasir dan silika. Dalam prosedur, penetapan akan melewati tahap destruksi bahan organik. tahap ini akan dikenal adanya prosedur pengabuan basah dan pengabuan kering. Karakteristik dari pengabuan basah dapat berupa suhunya lebih rendah, lebih cepat, sedikit volatil, dan sebagainya. Sedangkan pada pengabuan kering suhuny lebih tinggi, lebih lama waktunya, dan banyak terdapat volatil (Anonim 2009).

II.1.2 Macam-macam Pengabuan II.1.2.1 Pengabuan Secara Langsung (Cara Kering)Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996).Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu :a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.Pemanasan dilakukan sampai asap habis.b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai berat c gram.Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :a. Amanb. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relative banyak.c. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dand. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan, beberapa kelemahan dari cara langsung, antara lain :a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,b. Tanpa penambahan regensia,c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dand. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono 1989).

II.1.2.2 Pengabuan Secara Tidak Langsung (Cara Basah)Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penngabuan (Sudarmadji, 1996).

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :a. Waktu yang diperlukan relatif singkat.b. Suhu yang digunakan relatif rendah.c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah.d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dane. Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan, kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun.b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya.c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.

II.1.2.3 Analisa ProksimatAnalisis Proksimat merupakan suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat menganalisis beberapa komponen seperti zat makanan air (Bahan Kering), bahan anorganik (abu), protein, lemak, dan serat kasar. Dalam banyak referensi mengenai makanan ternak, jarang sekali abu atau bahan organik dibahas secara mendalam. Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen. Meskipun abu terdiri dari komponen mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu. Kadar abu sutau bahan pakan ditentukan dengan pembakaran bahan tersebut pada suhu tinggi (500-600C). Pada suhu tinggi bahan organik yang ada akan terbakar dan sisanya merupakan abu.Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yangseharusnya terkandung di dalamnya. Berikut ini kelebihan dan kelemahan menggunakan analisis proksimat uji kadar abu :Kelebihan analisis proksimat, antara lain:1. Kebanyakan laboratorium menggunakan sistem ini2. Alat mahal dan canggih kurang dibutuhkan3. Menghasilkan hasil analisis secara garis besar4. Dapat menghitung Total Digestible Nutrient (TDN) berdasarkan hasil analisis proksimat 5. Memberikan penilaian secara umum peman-faatan makanan pada ternak.Kelemahan analisis proksimat, antara lain:1. Sistem tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari bahan makanan,2. Kurang tepat, terutama untuk analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat,3. Proses membutuhkan waktu yang cukup lama (d). tidak dapat menerangkan lebih jauh tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan.

Cara perhitungan kadar abu (Anonim, 2007) :

Berat abu total = [berat total penimbangan berat cawan kosong]Kadar abu total = Berat abu total x 100%

II.2 Aplikasi Industri

KARAKTERISTIK PERMEN JELLY TIMUN SURI (Cucumis melo L.) DENGAN PENAMBAHAN SORBITOL DAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestika Val.)

Oleh : Merynda Indriyani Syafutri1*, Eka Lidiasari1, dan Hendra Indawan1

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya1.PendahuluanTimun suri (Cucumis melo L.) merupakan salah satu jenis produk hasil pertanian yang banyak terdapat di daerah Sumatera Selatan. Timun suri juga mengandung sejumlah zat gizi yang baik bagi tubuh, seperti karbohidrat 2,09 g, protein 1,26 g, lemak 0,04 g, serat 0,89 g, air 96,32 g, abu 2,90 g, vitamin C 24,86 mg, kalium 1008 mg, kalsium 768 mg, dan posfor 422 mg (Hayati et al, 2008). Selain itu, buah ini juga memiliki jenis dan rasa yang segar, flavor yang khas dan daging buah yang tebal. Usaha diversifikasi dan pengolahan timun suri menjadi permen jelly diperkirakan mem- punyai prospek yang cukup baik. Hal ini terjadi karena produk permen sudah banyak disukai oleh anak-anak, remaja maupun dewasa. Menurut Sura et al. (2009), dalam penelitian tentang karekteristik jelly timun suri (Cucumis melo L.) sebanyak 15%, sukrosa 20%, HFS 50% dan asam sitrat 0.2 % secara sensoris memiliki tingkat kesukaan tertinggi dari perlakuan lain dan didapatkan karekteristik permen jelly ti- mun suri yang baik. Permen jelly merupakan produk confectionary yang dapat diolah dari berbagai macam variasi, baik warna, bahan baku, maupun flavor. Bahan utama yang umum digunakan dalam pembuatan permen jelly adalah gelatin yang berfungsi sebagai bahan pengental, gula sebagai pemanis dan asam organik sebagai bahan pengawet dan pemberi rasa asam pada produk. Fungsi utama penambahan gelatin da- lam pembuatan permen jelly yaitu untuk meningkatkan elastisitas, konsistensi dan stabili- tas produk (Jaswir, 2007). Penggunaan jenis bahan pemanis pada pengolahan makanan sangat sering dilakukan. Bahan pemanis yang sering digunakan dalam pengolahan makanan, misalnya pada pembuatan permen jelly adalah jenis gula sukrosa. Seperti yang telah diketahui, sukrosa sebagai bahan pemanis memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi yaitu sebesar 400 kalori dalam 100 gram bahan. Sorbitol adalah monosaccharide polyhydric alcohol dan hexitol yang banyak digunakan pada produk pasta gigi dan bahan makanan dan minuman (Anonim, 2008). Sorbitol memili- ki efek pendingin dan memiliki beberapa ke- unggulan dibanding gula lainnya, yaitu rasanya cukup manis namun tidak merusak gigi. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan cukup tinggi sekitar 50 sampai 70% di bawah sukrosa, dan kandungan kalorinya yang rendah berkisar 2.6 Kal/g (Badan Standar Nasional, 2004). Menurut Soeratri et al. (2005), sorbitol mempunyai ke- lebihan yaitu dapat mempertahankan kelem- bapan pada bahan makanan dan penggunaannya dalam pengolahan pada suhu tinggi tidak menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Maillard). Badan Pengawas Obat dan Makanan (2001) mengatur penggunaan sorbitol pada produk pangan yaitu berkisar antara 500 sampai dengan 200 000 mg/kg produk. Kualitas dari permen jelly timun suri ti- dak hanya ditentukan dari bahan baku yang digunakan, akan tetapi juga ditentukan oleh penampakan dari luar produk misalnya warna dari produk tersebut agar lebih disukai oleh masyarakat secara estetika. Penggunaan pe- warna alami dalam pengolahan produk sangat dianjurkan agar dihasilkan produk yang sehat. Salah satu jenis pewarna alami yang sering digunakan pada industri pengolahan makanan adalah kunyit. Kunyit (Curcuma domestika Val) merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia, yang mengandung senyawa alami (kurkuminoid) yang memberi warna kuning pada kunyit. Menurut Winarto (2005), kurkuminoid merupakan salah satu senyawa fitokimia penting bagi tubuh sebagai antioksidan, antihepa- totoksik, antiinflamasi dan antirematik. Penggunaan ekstrak kunyit pada pembuatan permen jelly timun suri diharapkan dapat memperbaiki warna dari produk yang dihasilkan, disamping memiliki kandungan senyawa fitoki- mia yang bersifat antioksidan dari kunyit dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia dan organoleptik permen jelly timun suri (Cucumis melo L.) dengan penambahan sorbitol dan ekstrak kunyit (Curcuma domestika Val).

2.Alat dan BahanAlat-alat yang digunakan dalam peneliti- an ini adalah: baskom, cetakan aluminium, Juice Exstrasion (Juicer), muffle furnace, pi- sau stainlees, pH-meter, refraktometer, saringan kelapa, spektrofotometer, timbangan analitik merek Adventur, kompor gas, lemari es, dan alat-alat gelas untuk analisa. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam sitrat, beef gelatin, buah timun suri yang matang optimum (umur panen berkisar 2 bulan) ekstrak kunyit, HFS, sorbitol bubuk, dan bahan-bahan kimia untuk analisa.

3.Cara KerjaCara kerja dalam penelitian ini adalah cara kerja pembuatan permen jelly timun suri menurut Sura et al. (2009), yang telah dimodi- fikasi yaitu sebagai berikut: timun suri dipilih yang matangnya optimum (umur panen berki- sar 2 bulan) dan teksturnya masih agak keras serta tidak rusak, dikupas dan dibuang biji ser- ta kulitnya kemudian daging buah dipotong ke- cil-kecil lalu dihancurkan menggunakan juicer untuk mendapatkan sari buah. Sari buah sebanyak 100 ml dicampur de- ngan ekstrak kunyit murni sesuai dengan kon- sentrasi perlakuan dan diaduk sampai merata. Campuran sari buah dan ekstrak kunyit, dipa- naskan pada suhu 40C lalu ditambahkan asam sitrat 0.2%, HFS 50%, gelatin 15% (dari 100 ml sari buah timun suri) dan sorbitol bubuk sesuai dengan konsentrasi perlakukan sambil dilakukan pengadukan selama pemanasan. Pemanas- an dilanjutkan sampai suhu 100C sampai ter- capai kekentalan dan diangkat dari alat pema- nasan. Cairan kental permen jelly langsung dituangkan ke cetakan alumunium persegi (10 x 10 x 2 cm3), dan didinginkan/didiamkan pada suhu ruang 25-30oC selama 1 jam. Setelah 1 jam, permen jelly dimasukkan ke lemari pendingin dengan suhu 5oC selama 24 jam. Se- telah dikeluarkan dari lemari pendingin, per- men jelly dibiarkan pada suhu ruang 25-30oC selama 1 jam. Dan dikeluarkan dari cetakan, kemudian. dilakukan analisa terhadap permen jelly yang dihasilkan.Penentuan kadar abu menggunakan metode AOAC (1995) menggunakan Muffle furnace merek Sybron adalah sebagai berikut: cawan porselen dibersihkan dan dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu dimasukkan desikator sampai dingin, kemudian ditimbang. Per- men jelly ditimbang 2 g dan dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian dipanaskan dengan menggunakan penagas listrik dalam lemari asam sampai asap pada sampel hilang dan warna sampel menjadi hitam. Sampel tersebut selanjutnya diabukan dengan cara dimasukkan ke dalam Muffle furnace dengan suhu 550C sampai menjadi abu. Kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin. Kemudian ditimbang.

4.HasilHasil pengukuran kadar abu permen jelly timun suri berkisar antara 2.80% sampai 3.13%. Kadar abu tertinggi diperoleh dari hasil perla- kuan S1E3 (sorbitol 9% dan ekstrak kunyit 9%) dengan nilai 3.13%, sedangkan kadar abu te- rendah diperoleh dari perlakuan S3E1 (sorbitol 23% dan ekstrak kunyit 5%) dengan nilai kadar abu 2,80%. Grafik rerata kadar abu permen jelly timun suri dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan SNI 01-3547-1994, permen jelly memiliki standar kadar abu 3%, hal ini menunjukkan bahwa kadar abu permen jelly timun suri yang dihasilkan telah memenuhi standar nasional permen jelly. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi penambahan sorbitol, ekstrak ku- nyit dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu permen jelly timun suri yang dihasilkan. Menurut Sudarmadji et al. (1997), kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan dan penambahan bahan anorganik tambahan pada bahan tersebut akan meningkatkan kadar abu pada bahan tersebut. Menurut Hayati et al. (2008), timun suri memiliki kandungan mineral yang terdiri fosfor 422 mg, kalium 1008 mg dan kalsium 768 mg serta kadar abu 2.902 g per 100 g berat bahan. Kunyit dalam bentuk rimpang segar memiliki kadar abu 6% sampai 7% yang terdiri dari kan- dungan mineral seperti kalsium, fosfor dan be- si (Wahyuni et al, 2004).

5.KesimpulanPenambahan sorbitol berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air, pH, kadar gula total dan aktivitas antioksidan, sedangkan penambahan ekstrak kunyit berpengaruh nyata terhadap kadar air, dan aktivitas antioksidan per- men jelly timun suri. Interaksi penambahan sorbitol dan ekstrak kunyit berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan permen jelly ti- mun suri yang dihasilkan. Sifat kimia dan organoleptik permen jel- ly timun suri terbaik diperoleh pada perlakuan S2E2 (sorbitol 16% dan ekstrak kunyit 7%) dengan sifat kimia (kadar air 36.48%, kadar abu 3.01%, pH 5.03, kadar gula total 37% dan akti- vitas antioksidan 27.09%), dan sifat sensoris dengan skor kesukaan (warna 3.08, tekstur 2.88, aroma 2.88 dan rasa 3.08)

I-1

Laboratorium Kimia OrganikDIII Teknik Kimia FTI-ITS2013