BAB 1.doc

6
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Undang-undang RI, 2014). Kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta tidak terpisahkan (integral) dari kesehatan terutama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Masalah kesehatan jiwa terutama gangguan jiwa secara tidak langsung dapat menurunkan produktifitas, apalagi jika onset gangguan jiwa dimulai pada usia produktif. Menurut WHO, masalah gangguan jiwa di seluruh dunia menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006 dalam Yulian, 2008). Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart & Sundeen, 2007). Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwadapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa kronis atau menahun. Di masyarakat ada

Transcript of BAB 1.doc

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Undang-undang RI, 2014).

Kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta tidak terpisahkan (integral) dari kesehatan terutama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Masalah kesehatan jiwa terutama gangguan jiwa secara tidak langsung dapat menurunkan produktifitas, apalagi jika onset gangguan jiwa dimulai pada usia produktif. Menurut WHO, masalah gangguan jiwa di seluruh dunia menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah mental, diperkirakan ada sekitar 450 juta orang dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006 dalam Yulian, 2008). Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart & Sundeen, 2007).Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwadapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa kronis atau menahun. Di masyarakat ada stigma bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan aib bagi keluarganya. Pandangan lain yang beredar di masyarakat bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna orang lain. Ada kepercayaan di masyarakat bahwa gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek moyang masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya (Hawari, 2003).

Khusus untuk anak dan remaja, masalah kesehatan jiwa perlu menjadi fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia, mengingat anak dan remaja merupakan generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia. Jika ditinjau dari proporsi penduduk, 40% dari total pepulasi terdiri atas anak dan remaja berusia 0-16 tahun. Ternyata 7-14% dari populasi anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa (Achir Yani, 2008). Masalah kesehatan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang pada umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22 % anak-anak dan yang mendapat pengobatan jumlahnya kurang dari 20% (Isaac, 2004). Jika dilihat angka dari Badan Litbang Departemen Kesehatan yakni angka gangguan mental yang dialami anak usia sekolah yakni 104 per 1000 anggota keluarga jika diartikan maka dalam 1000 keluarga ada sekitar 104 anak yang mengalami gangguan mental. Angka tersebut tentu saja mengkhawatirkan karena usia sekolah merupakan usia yang sangat penting dalam perjalanan hidup anak, masa usia sekolah merupakan cerminan kesuksesan anak di masa selanjutnya. Pada usia inilah pertama sekali anak diperkenalkan dengan dunia pendidikan formal, dimana dalam pendidikan formal anak sudah dituntut mampu menerapkan intelektualnya. Dalam masa ini juga anak mengalami pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional dan sosial, anak senang berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan sosialisasi. Rentang umur usia sekolah antara enam sampai dua belas tahun sesuai dengan pendapat Nasution (1993, dalam Djamarah, 2008).

Anak usia sekolah dikatakan mengalami masalah kesehatan jiwa apabila perilaku anak tidak sesuai dengan tingkat usia sekolah, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi. Tugas perkembangan pada usia sekolah ini menurut Erickson adalah menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah) yang diberikan, mempunyai rasa bersaing, senang berkelompok dengan teman sebaya, mempunyai sahabat karib, dan berperan dalam kegiatan kelompok. Sedangkan penyimpangan perkembangan pada anak usia sekolah tidak mau mengerjakan tugas sekolah atau

membangkang pada orangtua, tidak ada kemauan untuk bersaing, terkesan malas, tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok dan memisahkan diri dari sekolah dan teman-teman sepermainan.

Penanganan dini terhadap anak-anak yang mengalami masalah kesehatan jiwa menjadi penting, terutama jika gejala-gejala sudah muncul sejak usia kanak-kanak. Karena kecenderungannya, gangguan jiwa yang muncul sejak usia dini dan tidak ditangani dengan baik akan makin memburuk seiring bertambahnya usia.

Pada pasien dengan gangguan jiwa terutama pada usia anak dan remaja, perawat memegang peranan yang sangat penting, proses keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik dan memperlihatkan gejala yang berbeda serta muncul oleh berbagai penyebab. Banyak pasien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakanmasalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi (Keliat dkk, 2007).

Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan padapasien gangguan jiwa. Karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu pasien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki (Keliat dkk, 2007) . Pelayanan keperawatan di rumah sakit jiwa seharusnya diberikan secara profesional dalam bentuk pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada tingkat individu dan keluarga (Rasmun, 2004). Untuk dapat memberikan keperawatan kesehatan jiwa yang holistik/komprehensif dan berkesinambungan sangat diperlukan perawat dengan pengetahuan dan ketrampilan khusus tentang keperawatan kesehatan jiwa sehingga memungkinkan mereka untukdapat bekerja pada tiap tatanan pelayanan kesehatan (Keliat, 2007).

1.2 Rumusan MasalahBagaimana Persiapan Pendidikan Lanjutan bagi Perawat Pelaksana untuk Kesehatan Mental Anak dan Remaja?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan Umum

Menelaah pentingnya persiapan pendidikan lanjutan bagi perawat pelaksana untuk kesehatan mental anak dan remaja.1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi anak dan remaja dengan masalah kesehatan jiwa.

b. Mengidentifikasi tentang kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan bagi anak dan remaja dengan masalah kesehatan jiwa.c. Mengidentifikasi tentang kualitas pendidikan perawat dengan pemberian asuhan keperawatan pada anak dan remaja dengan masalah kesehatan jiwa.

1.4 Manfaat1. Bagi RSJ dr. Radjiman WediodiningratMenjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terutama penerapan manajemen perekrutan tenaga kesehatan dan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan jiwa dalam memfasilitasi pendidikan tenaha kesehatan khususnya perawat di Rumah Sakit Jiwa.2. Bagi Institusi PendidikanMemberikan sumber informasi terbaru dalam peningkatan pelayanan kesehatan jiwa melalui persiapan pendidikan yang memadai dalam pemberian asuhan keperawatan bagi anak dan remaja dengan masalah kesehatan jiwa.

3. Bagi PerawatMenjadi motivasi dan pendorong dalam upaya pemberian asuhan keperawatan secara komprehensif dan profesional dengan adanya pendidikan lanjutan.4. Bagi Mahasiswa

Meningkatkan motivasi dalam belajar dan pengalaman dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa terutama pada anak dan remaja.5. Bagi PasienMendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dalam peningkatan kesehatan jiwa, pemahaman dan mampu berperan sebagai mana perannya di lingkungan masyarakat atau sosial.DAFTAR PUSTAKAHawari, Dadang., 2003. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.Keliat., Budi Anna. 2007. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.Rasmun.. 2004. Stres, Koping dan Adaptasi : Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : EGC.Stuart GW, Sundeen.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Undang-undang Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Republik Indonesia No18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.Yulian., 2008. Hubungan Antara Support System Keluarga Dengan KepatuhanBerobat Klien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. diakses 28 April 2015; http://etd.eprints.ums.ac.id/900/l/J220060029.pdf.