Bab 1,2,3
-
Upload
andrea-wheeler -
Category
Documents
-
view
35 -
download
4
description
Transcript of Bab 1,2,3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang turut mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu setiap warga
negara diharapkan bisa menguasai matematika baik dalam aspek terapannya
maupun penalarannya. Sebuah permasalahan yang dihadapi dalam belajar
matematika selama ini yaitu siswa menganggap matematika adalah mata
pelajaran yang ditakuti, membosankan dan sulit dimengerti.
Keberhasilan tujuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini harus ada interaksi
yang edukatif antara guru dengan murid (peserta didik), didalam pembelajaran
peserta didik diharapkan dapat menguasai apa yang telah disampaikannya.
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru mempunyai profesionalisme
dalam pembelajaran. Pembelajaran guru yang kurang profesional pada akhirnya
akan berimplikasi ke peserta didiknya, sehingga tidak disiplin dalam mengikuti
pembelajaran, dan mengakibatkan berbagai kesulitan belajar yang akhirnya
prestasi siswa menurun.
Guru akan sangat menentukan dalam keberhasilan peserta didik terutama
dalam kaitannya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru merupakan
komponen yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya proses pembelajaran dan
hasil pendidikan yang berkualitas.
Siswa merupakan sumber daya yang berharga di sekolah, sebab melalui
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia ini, sekolah dapat mencapai
tujuannya. Seiring dengan itu pula siswa sebagai anggota sekolah mengupayakan
agar pendidikan tetap berlangsung kehidupannya serta mengembangkannya untuk
mencapai kemajuan pendidikan yang diinginkan, karena kemajuan pendidikan
merupakan program dan tujuan bangsa. Sekolah ini pun terikat dalam proses
keberadaan pertumbuhan dan perkembangan.
Pengelolaan siswa di sekolah merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan meningkatnya motivasi belajar siswa pada suatu sekolah.
1
Pengelolaan siswa adalah bentuk dari perkembangan sumberdaya manusia yang
mengarah pada pencapaian keunggulan sekolah karena penempatan siswa adalah
bentuk usaha meningkatkan motivasi belajar siswa. Perlakuan siswa akan
membawa dampak positif karena akan mampu meningkatkan kemampuan,
ketrampilan dan sikap siswa terhadap tugas-tugasnya.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, dimana secara mendasar pendidikan mempunyai peranan
meningkatkan kemampuan dasar manusia untuk mendapatkan, memanfaatkan,
mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan terutama matematika. Oleh
karena itu tingkat disiplin siswa dalam belajar matematika sangat berpengaruh
terhadap kualitas pendidikan.
Di Indonesia kita mengenal istilah “Pendidikan Nasional” yaitu pendidikan
merupakan sebuah sistem yang diterapkan dan dikembangkan di Indonesia yang
mempunyai tujuan yang termaktub dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yang berbunyi:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (2003:7).
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat tentang cita-cita bangsa
Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia dengan berdasar pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Hal ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas SDM dapat melalui jalur
pendidikan.
”Pendidikan adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain
bahwa kegiatan belajar mengajar itu suatu peristiwa yang terikat, terarahpada
tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan” (Sardiman, 2001:55). Pendidikan
merupakan salah satu bidang utama pembangunan nasional yang diusahakan oleh
pemerintah. Untuk itu perlu ditanamkan pada setiap individu akan pentingnya
2
pendidikan, khususnya dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin
bersifat kompetitif.
Berdasarkan filosofi pendidikan, ”Kehidupan yang tidak dipahami karena
tidak pernah dipelajari tidak bernilai untuk dilalui” (Winarno Surakhmad, 2009:
29). Sehubungan dengan itu, guru merupakan salah satu komponen yang memiliki
peranan penting dalam dunia pendidikan. Karena tanpa seorang guru, siswa tidak
akan mampu memahami apa yang ia pelajari.
Di sekolah guru merupakan pribadi kunci. Guru merupakan panutan
utama bagi anak didik. Semua sikap dan prilaku guru akan dilihat, didengar dan
ditiru oleh anak didik. Guru mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
mendidik anak didik. Guru mempunyai hak otoritas untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik agar menjadi manusia yang berilmu pengetahuan di masa
depan (Syaiful Bahri Djamarah, 2002:71)
Guru sangat menentukan dalam keberhasilan peserta didik terutama dalam
proses belajar mengajar. Dalam hal ini guru merupakan komponen yang sangat
berpengaruh dalam terciptanya proses belajar mengajar dan hasil pendidikan yang
berkualitas maka diperlukan guru yang profesional dan berkualitas pula.
Dengan demikian profesionalisme guru sangat menentukan hasil
pendidikan karena guru merupakan figur manusia yang menempati peranan
penting dalam pendidikan oleh sebab itu profesionalisme harus ada pada diri
seorang guru, yang akan membentuk pada diri anak (peserta didik) menjadi sosok
yang mempunyai disiplin ilmu maupun kepribadian.
Dan disiplin adalah suatu sikap mental yang dengan kesadaran mematuhi
perintah dan menjahui larangan karena mengerti betul pentingnya perintah dan
larangan tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, disiplin berasal dari
kata efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bias
memberikan hasil yang memuaskan.
Untuk itulah perlu dilakukan penelitian pendidikan, khususnya penelitian
pendidikan dalam bidang studi matematika. Karena bidang ini dianggap sebagai
momok oleh kebanyakan pelajar di Indonesia.
M. Toha Anggoro menyatakan bahwa, ”Secara umum, penelitian dapat
diartikan sebagai proses mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi
3
secara sistematis sehingga menghasilkan kesimpulan yang sah” (2007: 1). Kata-
kata sistematis dan sah dalam hal ini merupakan kata kunci karena mengacu pada
suatu pendekatan yang digunakan dalam dunia akademis yang disebut dengan
metode ilmiah.
Kemudian M. Toha Anggoro melanjutkan lagi bahwa, ”Penelitian
pendidikan adalah upaya ilmiah untuk memahami masalah-masalah pendidikan
untuk memahami fenomena-fenomena yang ada di dunia pendidikan” (2007: 1.5).
Penelitian pendidikan memang merupakan suatu hal yang sulit dipelajari.
John Dewey menyebutkan bahwa, “Langkah pertama dalam metode ilmiah ialah
pengakuan akan adanya kesulitan, hambatan atau masalah yang membingungkan
peneliti” (Arief Furchan, 1982: 73).
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian
pendidikan bidang matematika yang akan dilakukan di SMK Muhamadiyah 5
Srono tentang peranan guru terhadap kedisiplinan proses belajar siswa. Karena di
SMK Muhammadiyah 5 Srono mengalami perkembangan yang signifikan
terutama dalam kelulusan ujian nasional dapat lulus 100% selama 4 tahun
berturut-turut.
Maka berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk
menyusun skripsi yang berjudul ”Korelasi Antara Profesionalisme Guru
Dengan Disiplin Siswa Belajar Matematika Kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011”
.Untuk memenuhi persyaratan akademis mahasiswa dalam menyelesaikan
Program S1 (Strata Satu) Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di Universitas PGRI Banyuwangi (UNIBA) tahun 2011.
Dipilihnya judul penelitian ini karena berhubungan dengan fungsinya
sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagai
peranan pada seorang guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan
siswa (yang terutama), sesama guru, maupun staf yang lain.
Guru merupakan modal utama meningkatkan perkembangan proses
belajar siswa. Karena perkembangan proses belajar ini sangat penting bagi siswa,
agar siswa mengalami perkembangan dalam proses belajarnya baik secara
4
kognitif, afektif dan psikomotor. Dari berbagai kegiatan, interaksi belajar
mengajar dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Karena baik disadari
atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan
untuk menggarap proses belajar-mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.
Namun demikian, seorang siswa juga diharapkan mampu meletakkan
peranannya dalam proses belajar siswa itu sendiri. Karena dalam suatu proses
belajar peranan seorang guru dan siswa tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling
berhubungan satu sama lain. Persoalan inilah yang menjadi acuan penulis dalam
melakukan penelitiannya.
Penelitian ini diharapkan menjadi pandangan bagi guru dan sekolah untuk
meningkatkan proses belajar siswa terutama bidang studi matematika, untuk
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Batasan masalah judul
Agar penelitian berjalan dengan mudah dan tidak terjadi perbedaan
persepsi bagi orang lain, maka perlu dikemukakan definisi-definisi yang
memberikan makna/arti secara jelas pada judul penelitian yang terbagi dalam
beberapa istilah yaitu:
a) Korelasi
b) Profesionalisme guru
c) Disiplin belajar matematika
1.2.1.1 Korelasi
Menurut Suharsimi Arikunto ”korelasi adalah suatu alat statistik, yang
dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengukur dua variable yang berbeda
agar dapat mengukur tingkat hubungan antara variabel – variabel ini” (2006: 270).
Sedangkan menurut Partanto Pius dan Dahlan Al Barry M menyatakan bahwa
”Korelasi adalah keterkaitan, penghubung ua masalah yang tidak saling
menyebabkan” (1994:373).
5
Dari dua pendapat di atas, maka dapat diambil pengertian bahwa korelasi
adalah hubungan timbal balik antara dua masalah, yang pada penelitian ini adalah
korelasi antara masalah profesionalisme guru dengan masalah disiplin belajar
siswa.
1.2.1.2 Profesionalisme Guru
Menurut Dawam Rahardjo ”Profesionalisme adalah tingkat keahlian
(kemahiran) yang dipersyaratkan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan
(jabatan) yang dilakukan secara efisien dan efektif dengan keahlian yang tinggi
dalam mencapai tujuan pekerjaan (jabatan) tersebut” (1997:35).
Menurut Partanto Pius dan Dahlan Al Barry M menyatakan bahwa
“Profesional adalah mengenai profesi, (mengenai) keahlian khusus, masuk
golongan terpelajar/ahli” (1994:627).
Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan
bahwa ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan evaluasi pendidikan anak
usia dini jalur pendidikaan formal, pendidikan dasar dan menengah” (2005:2).
Sedangkan menurut Syaiful Bahri “Guru adalah figur manusia yang
menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan” (2007:15).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
profesionalisme guru adalah seseorang yang memiliki profesi sebagai guru yang
memiliki mutu, kualitas, keahlian pada profesinya sebagai guru.
1.2.1.3 Disiplin Belajar Matematika
Disiplin merupakan sikap hidup dan perbuatan seseorang yang menjunjung
tinggi dan taat pada aturan atau norma-norma kehidupan. Norma berarti garis
pengarah, aturan atau kaidah sebagai patokan, serta pedoman bagi tingkah laku
dan perbuatan manusia. Menjunjung tinggi norma-norma kehidupan hendaknya
tercermin dalam sikap dan perbuatan. (Amin Suprihatini 2002:117). Sedangkan
menurut Dewa Ketut Sukardi menyatakan bahwa, ”disiplin adalah kegiatan yang
bisa memberikan hasil yang memuaskan” (1993:102).
6
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil pengertian bahwa
disiplin merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan
menunjukkan derjat kesesuaian antara tujuan yang diharapkan dengan hasil yang
diinginkan.
Menurut Gage (1984), ”belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman” (Ratna
Wilis Dahar 1989:11). Dan menurut Oemar Hamalik, ”belajar adalah terjadinya
perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku”
(2002:45).
Sedangkan menurut Zainal Aqib, ”belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-
cara tingkah laku yang baru berkat pengalaman dan pelatihan” (2002:42).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yag baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman dan latihan seseorang dalam interaksi dengan lingkungan.
Matematika adalah sebuah ilmu pasti yang memang selama ini menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan di dunia ini. Semua kemajuan zaman dan perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia selalu tidak terlepas dari unsur matematika ini. Tanpa ada matematika, tentu saja peradaban manusia tidak akan pernah mencapai kemajuan seperti sekarang ini (Abdul Halim Fathani, 2009: 5).Jadi keefektifan belajar matematika adalah suatu tingkat keberhasilan atau
penguasaan siswa melalui proses belajar untuk mendapatkan suatu perubahan
tingkah laku atau kepandaian dalam bidang studi matematika.
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang devinisi-devinisi dari judul
penelitian, maka dapat diambil pengertian bahwa korelasi antara profesionalisme
guru dengan disiplin siswa belajar matematika kelas X semester genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono adalah hubungan antara tingkat keahlian/kemahiran
seorang guru dalam menjalankan tugasnya dengan ketaatan (kepatuhan) siswa
dalam usaha untuk memperoleh kepandaian (ilmu) pasti yang menjadi induk dari
segala ilmu pengetahuan (matematika) siswa SMK Muhammadiyah 5 Srono.
7
1.2.2 Batasan masalah penelitian
Masalah penelitian adalah suatu hal yang akan dipecahkan atau
diselesaikan dalam penelitian. Dengan adanya masalah tersebut penelitian akan
terarah dan dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien.
Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa, ”masalah mesti merupakan
bagian dari “kebutuhan” seseorang untuk dipecahkan, orang lain mengadakan
penelitian karena ingin mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi”
(2002:27).
Berpijak dari beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
masalah penelitian adalah suatu kesulitan yang harus dipecahkan atau diselesaikan
sesuai dengan faktanya yang sedang diteliti dan kemungkinanuntuk diadakan
penyelidikan sehingga terciptanya konsepsi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sesuai dengan uraian masalah di atas, yang perlu dipecahkan dalam
kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Masalah Mayor
Adakah korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika siswa X Semester Genap SMK Muhammadiyah 5 Srono
Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011?.
B. Masalah Minor
1. Adakah korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di sekolah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran
2010/2011?
2. Adakah korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di rumah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran
2010/2011?
1.2.3 Batasan Daerah Penelitian
Daerah penelitian adalah daerah yang menjadi tempat dimana obyek
penelitian dilaksanakan.
8
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa, ”daerah penelitian adalah suatu
lokasi yang dipakai untuk mengadakan penelitian, bukan saja di sekolah, di
keluarga, di masyarakat, di pabrik, di rumah sakit asalkan semuanya mengarah
pada tercapainya suatu tujuan penelitian” (2002:10). Sedangkan menurt Sru Adji
Soerjadi mengemukakan bahwa “daerah penelitian adalah tempat dimana kita
diadakan penelitian” (1984:3).
Berdasaarkan beberapa pendapat di atas yang dapat diambil pengertian
bahwa yang dimaksud dengan daerah penelitian adalah daerah atau ruang lingkup
yang dipakai dalam melaksanakan penelitian. Adapun daerah yang dimaksud
adalah SMK Muhammadiyah 5 Srono Banyuwangi.
1.2.4 Batasan Responden Dan Informan Penelitian
1.2.4.1 Responden Penelitian
Sebelum menetapkan responden penelitian atau subyek penelitian perlu
dikemukakan pengertian responden terlebih dulu, agar mudah dipahami dan tidak
terjadi perbedaan persepsi bagi orang lain.
Menurut Wihadi Atmojo “responden adalah penjawab atas pertanyaan
yang diajukan untuk kepentingan penelitian” (1999:45). Sedangkan Sru Adji
Soerjadi mengemukakan bahwa “responden adalah orang yang dapat memberikan
keterangan terhadap masalah yang diteliti baik populasi atau sampel” (1984:12).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
responden adalah orang yang dikenai atau dijadikan sasaran penelitian untuk
memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk
kepentingan penelitian. Adapun responden yang digunakan dalam penelitian ini
adalah siswa kelas X Semester genap SMK MUhammadiyah 5 Srono
Banyuwangi tahun pelajaran 2010/2011.
1.2.4.2 Informan Penelitian
Menurut Koentjoroningrat ”informan adalah individu-individu tertentu
yang diwawancarai untuk mendapatkan keterangan data untuk keperluan
informasi” (1996:30).
9
Sedangkan menurut Kartini Kartono menyatakan bahwa “informan adalah
pribadi-pribadi atau sumber langsung atau sumber personal” (1996:73).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat diambil pengertian
bahwa yang dimaksud informan adalah orang-orang yang dapat memberikan
keterangan-keterangan terhadap suatu massalah. Ssuai dengan penertian informan
di atas, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
- Kepala Sekolah
- Guru bidang studi
- Pegawai Tata Usaha
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap usaha yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok tertentu
pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dalam penelitian ini. .
Menurut M. Toha Anggoro, ”Penelitian merupakan bagian dari rencana penelitian
secara keseluruhan dan tujuan tersebut harus dirumuskan dengan jelas dan
spesifik” (2007: 1.22).
Menurut Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa ”suatu penelitian
khususnya dalam ilmu pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk
menemukan, mengembangkan atau menguji kebenarannya” (1990:3).
Sedangkan menurut Koentjoroningrat, ”tujuan penelitian adalah keinginan
yang ada pada penelitian untuk hal-hal yang dihasilkan oleh peneliti untuk
dirumuskan dalam kalimat pernyataan merupakan jawaban yang ungin dicapai”
(1996:51).
Berdasarkan beberapa pengertian penelitian di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara peranan guru yang profesional
dengan peningkatan proses belajar dibidang studi matematika siswa kelas X
semester genap SMK Muhammadiyah 5 Srono tahun ajaran 2010/2011.
1.3.1 Tujuan Umum
Ingin mengetahui ada tidaknya korelasi antara profesionalisme guru
dengan disiplin belajar matematika siswa kelas X semester genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono tahun ajaran 2010/2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
10
A. Ingin mengetahui ada tidaknya korelasi antara profesionalisme guru
dengan disiplin belajar matematika disekolah siswa kelas X Semester
Genap SMK Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran
2010/2011.
B. Ingin mengetahui ada tidaknya korelasi antara profesionalisme guru
dengan disiplin belajar matematika dirumah siswa kelas X Semester
Genap SMK Muhammadiyah 5 Srono /2011.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna baik untuk diri sendiri
(penulis) maupun pihak-pihak yang terkait. Menurut Adji Sru Soerjadi
berpendapat bahwa, ”manfaat penelitian adalah perolehan hasil penelitian untuk
aspek pengembangan ilmu dan aspek guna laksana” (1984:30).
Sedangkan menurut Arikunto Suharsimi mengemukakan bahwa,
”manfaat penelitian adalah bila telah selesai mengadakan penelitian dan
memperoleh hasil yang diharapkan dan dapat mengembangkan hasil itu pada
Negara umumnya dan kepada bidang yang diteliti pada khususnya” (2002:23).
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
manfaat penelitian adalah perolehanhasil penelitian dan pengembangan bagi
Negara dan bidang yang diteliti serta penerapan hasil penelitian untuk
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dan manfaat yang diharapkan dari
hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk melataih diri dalam mengembangkan kemampuan
yang dimiliki, khususnya dalam mendayagunakan potensi kelas dan disiplin
belajar siswa.
1.4.2 Manfaat Bagi Lembaga Tempat Penelitian
11
1.4.2.1 Bagi Siswa
Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah sebagai masukan pada siswa
dalam upaya meningkatkan disiplin belajarnyasehingga tercapai keberhasilan
yang optimal.
1.4.2.2 Bagi Guru
Manfaat penelitian ini bagi guru bidang studi dapat digunakan sebagai
sumbangan pemikiran dan masukan dalam perkembangan pendidikan, khususnya
dalam mengelola kelas dan kedisiplinan kelas atau siswa.
1.4.2.3 Bagi Kepala Sekolah
Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi guru
dalam meningkatkan mutu pendidikan.
1.4.3 Manfaat Bagi Lembaga Universitas PGRI Banyuwangi
Manfaat penelitian ini bagi Universitas PGRI Banyuwangi adalah
merupakan satu sumbangan karya ilmiah untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan secara dinamis khususnya dibidang pendidikan.
12
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESA
2.1 Kajian Teori Tentang Prifesionalisme Guru
2.1.1 Pengertian Profesionalisme Guru
Menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
”profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi” (2005:2). Menurut Dawam Raharjo
”profesionalisme adalah sebagai tingkat keahlian (kemahiran) yang dipersyaratkan
untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (jabatan) yang dilakukan secara efesien
dan efektif dengan keahlian yang tinggi dalam mencapai tujuan pekerjaan
(jabatan) tersebut” (1997:35).
Sedangkan Nana Sudjana mengungkapkan bahwa:
Kata profesionalisme berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dll. Denngan kata lain pekerjaan yang profesional adalah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan lain (Dalam David Iswahyudi, 2010: 14).Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa
profesionalisme sangatlah erat hubungannya dengan suatu pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan sangat
memerlukan keahlian, kemahiran ataupun kecakapan yang memenuhi standar
mutu atau norma tertentu yang memerlukan adanya pendidikan profesi.
Menurut Syaiful Bahri, ”Guru adalah figure manusia yang menempati
posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan” (2007:13). Menurut UU
RI No. 14 Tahun 2005, ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah” (2005:2).
13
Nasanius, Y dalam Ade Sanjaya mengemukakan bahwa, ”profesi guru
adalah kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya
yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang
dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik antar lain:
a. Sebagai pekerja profesioal dengan fungsi mengajar, membimbing, dan
melatih.
b. Pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh
kemampuan kemannusiaan yang dimiliki.
c. Sebagai petugas kemashalakatan dengan fungsi mengajar dan mendidik
masyarakat untuk menjadi warga Negara ysng baik.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesionalisme guru di atas,
dapat diambil arti profesionalisme guru adalah seseorang yang memiliki mutu,
kualitas, dan keahlian khusus pada profesinya sebagai guru yang tidak dimiliki
oleh masyarakat pada umumnya. Seorang Guru yang profesional itu
berkompetensi dalam bidang pendidikan dan keguruan, sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Dengan modal pendidikan yang
diperoleh dan kepribadin yang baik sebagai seorang guru, maka harus dapat
melaksanakan perannya dan mampu mebuktikan adanya kalimat yang
menyatakan ”guru itu dapat digugu dan ditiru” yang dapat diartikan guru adalah
seseorang yang harus bisa ditaati dan diteladani.
2.1.2 Ciri pokok Profesionalisme Guru
Menurut Nurdin Syarifudin butir-butir pendukung profesionalisme guru
adalah sebagai berikut:
a. Pilihan terhadap jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan
merupakan panggilan hidup orang yang bersangkutan.
b. Telah memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang khusus yang
bersifat dinamis dan terus berkembang.
c. Ilmu pengetahuan dan ketrampilan terseebut di atas diperoleh melalui studi
dalam jangka yang lama diperguruan tinggi.
d. Punya otonomi dalam bertindak melayani klien.
14
e. Mengabdi pada masyarakat atau berorientasi pada pelayanan soaial bukan
untuk mendapatkan financial.
f. Tidak mengadvertensikan keahlian untuk mendapatkan klien.
g. Menjadi anggota organisasi profesi.
h. Anggota organisasi tersebut menentukan persyaratan penerimaan para
anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, member
sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.
i. Memiliki kode etik profesi.
j. Punya kekuatan dan status yang tinggi bagi eksper yang diakui oleh
masyarakat.
k. Berhak mendapat imbalan yang layak (2005:268).
Sedangkan menurut Usman Uzer ciri profesionalisme guru adalah:
a. Adanya standar untuk kerja yang baku dan jelas.
b. Adanya lembaga yag khusus menghasilkan pelakunya dengan program dan
jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik
pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
c. Ada organisasi yang mewadai para pelakunya untuk mempertahankan dan
memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraan.
d. Ada etika dan kode etik untuk mengatur perilaku para pelakunya dalam
memperlakukan klien.
e. Ada sistem terhadap jasa layanan yang adil dan baku.
f. Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) (2000:96).
Sedangkan Tilaar memberikan empat cirri pokok agar seseorang
terkelompok ke dalam guru yang profesional yaitu:
a. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang (mature and
developingpersonality).
b. Mempunyai ketrampilan membangkitkanminat peserta didik.
c. Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat.
d. Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan (2001:145).
15
Prinsip-prinsip profesionalisme guru dalam Undang-undang RI No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebutkan:
a. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
i. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa,dan idealism.
ii. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,
ketakwaan, dan akhlak mulia.
iii. Memiliki kualifikassi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugas.
iv. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
v. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
vi. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja.
vii. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
viii. Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, dan
ix. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tuga keprofesionalan guru.
b. Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen
diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjunjung tinggi hak aasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Berdasarkan beberapa macam pendapat di atas profesionalisme dapat
diukur berdasarkan tingkat kemampuan atau keahlian dari berbagai sudut. Dan
berdasarkan ciri-ciri profesionalisme yang telah dikemukakan di atas, maka guru
tergolong suatu profesi. Hal ini dikarenakan pekerjaan guru dipersiapkan melalui
proses pendidikan dan pelatihan secara formal, pekerjaan guru sudah mendapat
pengakuan dari masyarakat, mempunyai organisasi profesi, mempunyai kode etik
sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dn tanggung jawab pekerjaan profesi
terssebut.
16
2.1.3 Syarat Profesionalisme Guru
Guru merupakan sosok yang sangat dihormati karena memiliki andil
yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat
berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan
hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah,
pada saat itu juga ia menaruh harapan kepada guru, agar anaknya dapat
berkembang secara optimal” (2005:10). Minat, bakat, kemampuan, dan potensi
peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Oleh
karena itu, untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugass serta
tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu.
Menurut Sardiman A.M, ”syarat profesionalisme guru dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, antara lain:
1. Persyaratan adminnistratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal
kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya
18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu
masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan
yang ada.
2. Persyaratan teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus
berijazah pendidikan guru dan juga menguasai cara dan teknik mengajar,
terampil mendisain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-
cita memajukan pendidikan.
3. Persyaratan psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat
rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan
emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen
dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa
pengabdian. Guru harus juga mematuhi norma dan nilai yang berlaku serta
memiliki semangat membangun.
17
4. Persyaratan fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki
cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki
gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga
menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara
berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan
bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya”.
Menurut Muktas Lutfi ”syarat/kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu
pekerjaan yang disebut sebagai profesi adalah:
a. Panggilan hidup sepenuh waktu
b. Pengetahuan keahlian dan kacakapan.
c. Kebakuan yang universal.
d. Pengabdian.
e. Kecakapn diagnosis dan kompetensi aplikatif.
f. Otonomi.
g. Kode etik.
h. Klien” (2005:15).
Sedangkan menurut Moh. Uzer Usman ”seorang guru dikatakan
profesional jika memenuhi persyaratan antara lain:
a. Memiliki kode etik sebagai acuan melaksanakan tugas dan fungsinya.
b. Memiliki klien objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya
dan guru dengan muridnya.
c. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya oleh
masyarakat” (2005:15).
Dan menurut Ngalim yang mengutip pendapat Wolfer menyatakan ”suatu
pekerjaan disebut profesi jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas, maksudnya
memiliki pengetahuan yang umumdan keahlian yang luas.
b. Meripakan karir yang dibina secara organisasi profesional, memiliki
otonomi jabatan, kode etik merupakan karya bakti seumur hidup.
c. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional
dan memperoleh perlindungan hukum” (2002:123).
18
Berdasarkan berbagai kriteria atau persyaratan tersebut di atas, dapat
diambil arti guru dikatakan profesional apabila:
a. Memiliki kapasitas intelektual dan sifat edukasi sosial.
b. Memiliki kode etik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan
tujuan memajukan pendidikan bangsa.
c. Memiliki dissiplin ilmu yang tinggi, pengetahuan serta keahlian yang
dibuktikan dengan menggunakan sertifikat pendidik.
d. Mampu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
e. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik
guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
2.1.4 Kompetensi Guru
Menurut UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ”kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan, ktrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan” (2005:3). Sedangkan menurut Moh. Uzer Usman menyatakan
bahwa ”kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru agar dalam
melaksanakan kewajibannya secara tanggung jawab dan layak” 2005:14).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa
kompetensi guru merupakan kemampuan dan wewenang guru dalam
melaksanakan profesi keguruannya. Yang terrmasuk kompetensi guru antra lain
meliputi: kompetensi profesioal, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan
kompetensi paedagogik.
a. Kompetensi profesional
Menurut Mulyasa menyatakan bahwa ”kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam standar nasional pendidikan” (2007:135).
Dalam PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
menjelaskan bahwa ”yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
19
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan” (2005:63).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil arti bahwa
kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dimiliki dan
dikuasai oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
b. Kompetensi sosial
Menurut Mulyasa menyatakan bahwa ”kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”
(2007:173).
Dalam PP RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
menjelaskan bahwa “yang dimaksud kompetensi sosial adalah kemampuan
pendidik sebagai bagian masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar” (2005:53)
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam
masyarakat dan lingkungannya, sehingga mampu berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
c. Kompetensi kepribadian
Menurut Nurdin Syarifudin menyatakan bahwa ”kompetensi kepribadian
adalah kemampuan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia” (2005:53).
Berdasarkan pendapat di atass kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan kepribadian yang dimiliki oleh seorang pendidik yang besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi bagi peserta
didik, sebab akan menjadi ssuri tauladan bagi ssetiap anak didiknya.
d. Kompetensi paedagogik
20
Menurut Mulyasa menyatakan bahwa ”kompetensi paedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,
mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang
dimilikinya” (2007:75). Sedangkan menurut UU RI No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen ”kopetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik” (2005:14).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil arti bahwa
kompetensi paedagogik adalah merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran peserta didiknya, yang sekurang-kurangnya meliputi kriteria sebagai
berikut: pemahaman terhadap peserta didik, rancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik.
2.2 Kajian Teori Tentang Disiplin Siswa Belajar Matematika
Disiplin merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang akan
dicapai, dan merupakan derajat kesesuaian antara tujuan yang diharapkan dengan
hasil yang diinginkan. Menurut Wikipedia bahwa ”sebutan untuk orang yang
memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju pada orang yang selalu hadir tepat waktu,
taat terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan
sejenisnya”.
”Disiplin merupakan sikap hidup dan perbuatan seseorang yang
menjunjung tinggi dan taat pada aturan atau norma-norma kehidupan. Norma
berarti garis pengarah, aturan atau kaidah sebagai patokan, serta pedoman bagi
tingkah laku dan perbuatan manusia. Menjunjung tinggi norma-norma kehidupan
hendaknya tercermin dalam sikap dan perbuatan” (Amin Suprihatini 2002:117)
Sedangkan menurut sukardi menyatakan bahwa, “Disiplin adalah
mencakup suatu susunan peraturan-peraturan atu hukum-hukum mengenai
tingkah laku” (1993:102).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa disiplin
adalah sikap yang taat dan patuh peserta didik dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan tujuan untuk dapat mengetahui sejauh mana tingat
keberhasilan yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan.
21
Adapun pengertian dari belajar menurut Zainal Aqib menyatakan bahwa,
”belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dari diri seseorang yang
dinyatakan dengan cara-cara tingkah laku yang baru berkat pengalaman dan
latihan” (2002:42). Menurut Gage, ”belajar dapat didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”
(Ratna Wilis Dahar, 1989:11).
Slameto juga mengungkapkan bahwa, ”belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungan” (2003:42). Dan Dewa Ketut Sukardi juga
menjelaskan bahwa ”belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi
matangnya seseorang atau perubahan yang inisiatif atau yang bersifat temporer”
(1993:15).
Berdassarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
proses perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman dan latihan seseorang dalam interaksi dengn lingkungan.
Dalam Standar Kompetensi dinyatakan bahwa ”matematika merupakan
suatu paham kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses
penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis
dari kebenaran sebelumnya, sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika
bersifat sangat logis dan kuat” (Depdiknas, 2003:5).
Berdasarkan pendapat di atass dapat diambil arti bahwa pengertian
disiplin belajar matematika adalah suatu tingkat keberhasilan atau penguasaan
siswa melalui proses belajar untuk mendapatkan suatu perubahan tingkah laku
atau kepandaian dalam bidang tertentu yang dinyatakan dengan nilai termasuk
disini bidang studi matematika.
2.2.1 Kajian Teori Tentang Disiplin Siswa Belajar di Sekolah
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah tidak
akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di
22
sekolahnya, dan seorang siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan
aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatn siswa
terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya disebut
disiplin siswa.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud disiplin siswa belajar di sekolah
adalah siswa aktif mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Masuk sekolah
Setiap siswa diharuskan atau diwajibkan masuk sekolah kecuali ada
halangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Emile bahwa ”sistem peraturan di sekolah yang menentukan perilaku anak, ia
harus secara teratur masuk kelas, harus tiba dengan aktu yang sudah ditetapkan
dengan sikap dan tepat pula” (1990:106).
Sedangkan menurut Oemar Hamalik menyatakan bahwa ”masuk kelas
memiliki arti penting bagi anak dan membawa perubahan-perubahan terterntu
bagi konsepsi mereka dlam dirinya” (2002:112).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa kegiatan
pembelajaran tidak akan terlaksana dengan lancar dan tertib apabila peserta
didik tidak menghormati peraturan yang berlaku diantaranya keteraturan masuk
sekolah karena keaktifan dalam massuk sekolah akan sangat mempengaruhi
hasil belajar siswa.
b. Mengikuti pelajaran
Sukardi menyatakan bahwa ”dalam proes belajar mengajar sering ada
Dalam disiplin belajar peserta didik dituntut untuk berkonsentrasi penuh dalam
pemusatan pikiran ketika pembelajaran sedang diajarkan. Sehingga materi
yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik.
Menurut Oemar Hambalik menyatakan bahwa, ”berikan perhatian yang
memusat terhadap kuliah yang sedang berlangsung, perhatian yang samar akan
mengganggu dan dapat mengacaukan penangkapan khusus perhatian yang
memusat apabila saudara telah memiliki bahan persepsi sebelumnya. Ikut aktif
dalam perkuliahan dan mengekang diri dalam kecenderungan melakukan
kesibukan-kesibukan lainnya tidak begitu perlu” (1994:66).
23
Sedangkan Dewa Ketut ceramah atau kuliah dari guru atau dosen. Tugas
pelajr atau mahasiswa mendengarkan, mereka tidak didorong apabila
mendengarkan ceramah atau keterangan dari guru tidak didorong dengan
kebutuhan, motivasi dan tujuan tertentu, maka sia-sialah pekerjaan mereka.
Tujuan belajar mereka tidak tercapai karena tidak adanya set-set yang tepat
untuk belajar” (1993:133).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diambil arti bahwa setiap
peserta didik diharuskan untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran, agar
materi yang disampaikan oleh guru dapat diterima dan dimengerti dengan baik.
Oleh karena itu, dalam perencanaan proses pembelajaran diperlukan
kenyamanan yang sistematik dan menyeluruh.
c. Mengikuti evaluasi
Untuk mengetahui apakah proses pembelajaran dapat diterima dengan baik
oleh peserta didik maka diadakanlah evaluasi. Evaluasi sangat menentukan
sekali dalam pembenahan diri peserta didik karena evaluasi adalah salah satu
kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan yang telah ditetapkan.
Menurut Dimyati menyatakan bahwa ”evaluasi adalah proses sistematis
untuk menentukan nilai suatu (tujuan, kegiatan, keputusan untuk kerja, proses,
orang, obyek, dan yang lain) berdasarkan nilai tertentu melalui penilaian”
(2002:191).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil arti evaluasi merupakan proses
untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai peserta didik dalam
kurun waktu proses pembelajaran tertentu.
2.2.2 Kajian Teori Tentang Disiplin Siswa Belajar di Rumah
Disiplin belajar di rumah merupakan proses yang dilatih sendiri oleh
peserta didik untuk mengadakan perubahan perilaku pada dirinya, dan tentunya
tidak luput dari peran orang tua karena ketika anak sudah pulang/kembali ke
rumah maka orang tualah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan
melanjutkan pendidikannya, baik yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Diantara bentuk-bentuk disiplin belajar di rumah adalah:
24
a. Mengatur Waktu Belajar
Pokok pangkal yang pertama dari cara belajar yang baik adalah
keteraturan. Cara belajar yang baik adalah ia harus membaca buku-buku
pelajaran, catatan pelajarannya harus disuse secara teratur. Alat untuk
perlengkapan belajar harus disimpan dan dipelihara secara teratur. Agar semua
dapat mengatur waktu belajar yang baik dan efisien maka harus dibuat jadwal
pelaksanaan belajar. Adapun cara untuk membuat jadwal belajar yang baik
menurut Slameto adalah:
1. Memperhitungkan waktu untuk tidur, makan, belajar, mandi, olahraga dan
lain-lain.
2. Menyelidiki dan menentukan waktu yang tersedia setiap hari.
3. Merencanakan penggunaan belajar itu dengan cara menetapkan jenis mata
pelajarannya.
4. Menyelidiki waktu-waktu dimana yang dapat digunakan untuk belajar
yang baik.
5. Berhematlah dengan waktu, setiap siswa janganlah ragu-ragu dalam
memulai pekerjaan, termasuk juga belajar. (2003:82-82)
Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi menyatakan bahwa ”Jadwal
Pelajaran di rumah adalah:
1. Pagi jam 05.00 sampai dengan jam 06.00
2. Sore jam 16.00 sampai dengan jam 17.00
3. Malam jam 19.00 sampai dengan jam 21.00” (1993:127).
Jadi waktu yang cocok untuk belajar sendiri dirumah pada jam-jam
tertentu, dan jelaslah penggunaan waktu belajar yang teratur akan dapat
meningkatkan penguasaan materi secara tuntas, sesuai dengan yang
diharapkan.
b. Mengerjakan Tugas
Dalam usaha meningkatkan disiplin belajar siswa dalam mata pelajaran
matematika guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan secara
individual. Dalam pekerjaan tersebut baik berupa tes ataupun ujian, hal ini
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Slameto yang menyatakan bahwa
”Salah satu prinsip belajar adalah ulangan dan latihan-latihan mengerjakan
25
tugas dapat berupa mengerjakan tes/ulangan atau ujian yang diberikan oleh
guru, tetapi juga termasuk membuat/mengerjakan latihan-latihan yang ada
dalam buku-buku ataupun soal-soal sendiri” (2003:87).
Sedangkan menurut Nana Sudjana menyatakan bahwa, ”apabila guru
menggunakan metode tugas, maka kegiatan belajar siswa adalah belajar
mengerjakan sesuatu secara mandiri atau berkelompok” (2004:55). Dengan
mengerjakan tugas siswa akan lebihmudah menguasai materinya. Hal ini dapat
mengantar anak menjadi siswa aktif dalam proses pembelajaran sehingga
berhasil dalam belajarnya.
c. Mengulang bahan pelajaran
Dalam kedisiplinan belajar dengan mempelajari kembali pelajaran yang
telah didapat sangat besar manfaatnya, karena nanti ketika menghadapi ulangan
tidak perlu belajar menggunakan sistem ngebut. Dengan mempelajari ulang
yang telah diterima maka daya pemahaman dan daya pengingatnya akan lebih
tahan lama.
Menurut Slameto yang menyatakan bahwa, ”Mengulangi besar
pengaruhnya dalam belajar, karena adanya pengulangan (review) bahan yang
belum begitu dikuasai serta mudah dilupakan akan tetap tertanam dalam otak
seseorang mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga
lebih penting adalah mempelajari bahan yang sudah dipelajari” (2003:85).
Sedangkan menurut Mulyasa menyatakan bahwa, ”Mengulang-ulang suatu
pekerjaan atau fatwa yang sudah dipelajari membuat kemampuan siswa untuk
mengingatnya akan semakin bertambah mengulangi atau memeriksa dan
mempelajari kembali yang telah dipelajari, maka kemungkinan untuk
mengingat bahan pelajaran menjadi lebih mudah” (2007:44).
Dengan demikian siswa hendaknya mengulang kembali bahan pelajaran
yang telah diperoleh di sekolah agar nantinya proses belajarnya berhasil
dengan baik.
26
2.3 Kajian Teori Tentang Kolerasi antara Profesionalisme Guru dengan
Disiplin Siswa Belajar Matematika
Matematika merupakan bidang studi yang sangat penting untuk diajarkan
pada peserta didik. Dalam Buku Standar Isi dijelaskan bahwa, ”Matematika perlu
diberikan kepada peserta didik untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan
bekerjasama” (BNSP, 2006).
Sesuai dengan UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menyatakan bahwa, ”Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional
pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan” (2005:4).
Sesuai dengan penjelasan di atas jelaslah guru merupakan tenaga
profesional yang erat hubungannya dengan pendidikan, karena itulah guru harus
memiliki keahlian khusus yang sesuai dengan nilai profesional yang disandang,
lain dari itu guru juga harus memiliki latar belakang yang sesuai dengan tugas dan
bidangnya, dengan hal ini pula dunia pendidikan akan lebih mudah dalam
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, guru memiliki peranan penting dalam
pendidikan dengan kata lain baik buruknya peserta didik sukses tidaknya suatu
sekolah dalam mencapai visi dan misinya semua tidak lepas dari kedudukan dan
peranan guru dalam menjalankan kinerjanya terhadap tugas dan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Oleh sebab itu seorang guru harus profesional sebagaimana dijelaskan oleh
Djamarah bahwa, ”tugas guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk
mengembangkan profesionalitas diri sesuai ilmu dan teknologi”(2005:36). Karena
kemampuan guru juga akan berpengaruh terhadap hasil pendidikan terutama
dalam bidang matematika. Guru adalah seorang figure seorang pemimpin yang
merupakan arsitek yang dapat membentuk dan membangun kepribadian anak
didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Menurut Mulyasa menyatakan bahwa ”dalam pendidikan mendisiplinkan
peserta didik harus dimulai dari pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa,
27
kita tidak bisa berharap banyak akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari
pribadi guru yang tidak disiplin, kurang arif, dan kurang bekerja sama” (2007:22).
Dengan demikian semakin jelas bahwa profesionalisme guru terutama
dalam penjelasan di atas yang dimaksud guru yang memiliki kompetensi
pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian ada korelasi dengan hasil belajar,
sikap, watak, kepribadian, pada peserta didik terutama disiplin belajar baik di
rumah maupun di sekolah.
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara yang masih perlu
dibuktikan kebenarannya. Dalam buku Metode Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik Mardalis memberikan penjelasan bahwa, ”Hipotesis merupakan jawaban
sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang
diajukan dalam penelitian” (2006: 13).
Sedangkan menurut Sru Adji Soerjadi menjelaskan bahwa, ”Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”
(1984: 70).
Berdasar uraian di atas dalam skripsi ini akan diajukan hipotesis yang
merupakan jawaban sementara yang sesuai dengan rumusan masalah yang ada ke
dalam dua jenis hipotesis sebagai berikut:
a. Hipotesis Mayor
Ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika siswa X Semester Genap SMK Muhammadiyah 5 Srono
Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011.
b. Hipotesis Minor
1. Ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di sekolah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di rumah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011.
28
Karena metode analisa data yang digunakan adalaah metode stratic, maka
hipotesis di atas (hipotesis alternative/Ha) diubah menjadi hipotesis nihil (Ho),
sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikuto bahwa ”dalam pembuktian, hipotesis
alternative (Ha) diubah menjadi Ho, agar peneliti tidak mempunyai prasangka.
Jadi, peneliti diharapkan jujur, tidak terpeengaruh pernyataan Ha. Kemudian
dikembangkan lagi ke Ha pada rumusan akhir pengetesan hipotesis” (2006:74).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju. Padahal
pengetahuan adalah dasar semua tindakan dan usaha. Jadi penelitian sebagai dasar
untuk meningkakan pengetahuan, harus diadakan agar meningkat pula pencapaian
usaha-usaha manusia.
Menurut Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa:
”Ada tiga persyaratan penting dalam mengadakan kegiaan penelitian yaitu:
sistematis, berencana, dan mengikui konsep ilmiah.
- Sistematis, artinya dilaksanakan menurut pola tertentu, dari yang
paling sederhana sampai yang paling kompleks hingga tercapai tijuan
secara efektif dan efesien.
- Berencana , artinya dilaksanakan dengan adanya unsur dipikirkan langkah-
langkah pelaksanaannya.
- Mengikuti konsep ilmiah, artinya mulai awal sampai akhir kegiatan
penelitian mengikuti cara-cara yang udah ditentukan, yaitu prinsip yang
digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan” (2006: 20).
Menurut Husaini Usman ”metode adalah suatu prosedur atau cara untuk
mengetahui suatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis” (2000: 46).
Sedangkan menurut pendapat Marzuki, “”metode adalah suatu usaha
mengumpulkan dan menganalisa fakta-fakta mengenai suatu masalah” (2000: 4).
Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan
metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasiyang bermanfaatuntuk
meningkatkan mutu suau hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti
(Suharsimi Arikunto, 2006: 91).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa metode penelitian adalah suatu cara atau usaha yang mempunyai langkah-
langkah yang sistematis untuk mengumpulkan, mencatat dan menganalisa
kebenaran suatu masalah.
30
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian sudah pasti memerlukan daerah atau
tempat yang akan diteliti agar mudah memperoleh data yang diperlukan, tetapi
karena keterbatasan-keterbatasan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka perlu
adanya pembatasan daerah penelitian.
Menurut Sru Adji Surjadi menyatakan bahwa, ”secara tegas tidak ada
penentuan seberapa luas suatu daerah penelitian harus diambil oleh peneliti suatu
bidang, namun demikian dipandang perlu menetapkan daerah penelitian” (1990:
67). Sedangkan menurut pendapat Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, ”metode
penentuan daerah penelitian adalah penunjukan secara langsung lokasi atau
tempat penelitian yang akan digunakan dalam penelitian sosial lapangan dan
penelitian pendidikan” (1990: 2).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa metode penentuan daerah penelitian adalah metode penunjukan secara
langsung suatu daerah penelitian, baik penelitian yang bersifat sosial lapangan
maupun penelitian pendidikan tidak ada bata seberapa luas daerah penelitian harus
diambil. Oleh karena itu penulis menggunakan metode purposive area yaitu
penentuan langsung daerah yang menjadi tempat penelitian yaitu SMK
Muhammadiyah 5 Srono. Beberapa pertimbangan pemilihan daerah penelitian
tersebut adalah :
1. Adanya kesediaan dan dukungan dari pihak sekolah.
2. Belum pernah ada penelitian yang serupa yang
dilaksanakan di sekolah tersebut.
3. Dimungkinkan adanya kerja sama yang baik dengan
pihak sekolah sehingga memperlancar penelitian ini.
3.2 Metode Penentuan Responden Penelitian
Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa, ”responden berasal dari kata
’’respon’’ atau penanggap, yaitu orang yang menanggapi. Dalam peneltian,
responden adalah orang yang dimintamemberikan keterangan tentang suau fakta
31
atau pendapat. Keterangan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk tulisan, yaitu
ketika mengisi angket, atau lisan, ketika menjawab wawancara” (2006: 145).
Sedangkan menurut Sru Adji Surjadi mengemukakan bahwa, ”apabila
penelitian ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka
penelitiannya menyatakan penelitian populasi” (1990: 72). Selanjutnya Suharsimi
Arikunto juga menjelaskan, ”untuk sekedar ancer-ancer , apabila subjek kurang
dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau
20-25% atau lebih” (2006: 134).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil pengrtian
bahwa penelitian yang digunakan adalah penelitian populasi yang meneliti seluruh
objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian
adalah siswa kelas X SMK Muhammadiyah 5 Srono tahun Pelajaran 2010/2011.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan peneliti
untuk mengumpulkan keterangan/fakta dalam kegiatan penelitian atau
penyelidikan. Dalam kegiatan penelitian ini metode pengumpulan data yang
digunakan adalah:
- Observasi
- Angket
- Interview
- Dokumentasi
3.3.1 Metode Observasi
Pengertian observasi menurut husaini Usman adalah, ”observasi adalah
pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti
dan merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari prosesbiologis dan
psikologis” (2000:4).sedangkan menurut Marzuki yang menyatakan dalam
pendapanya bahwa, ”observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala-gejala subyek yang dimiliki dan dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu:
32
- Secara langsung (tanpa alat)
- Secara tak langsung (dengan perantara alat)
- Dalam situasi yang sebenarnya
- Observasi terkontrol/observasi eksperimen” (2000: 141).
Menurut Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa, ”observasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan untuk menyebut jenis
observasi, yaitu:
1. Observasi non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak
menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan
pedoman instrumen pengamatan.
Sedangkan dalam kegiatan penelitian ini, penulis menggunakan metode
observasi nonpartisipan, karena dalam hal ini penulis tidak ikut ambil bagian
dalam kehidupan orang-orang yang diteliti, tetapi penulis hanya melakukan
kegiatan meneliti saja. Data-data yang diperoleh dari kegiatan observasi ini
adalah:
a. Keadaan lokasi obyek penelitian
b. Data-data lain yang mendukung untuk melengkapi data yang tidak bisa
diperoleh dari obyek lain.
3.3.2 Metode Angket
Suharsimi Arikunto mengungkapkan dalam pendapatnya bahwa,
”angket/kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribdinya, atau
hal-hal yang ia ketahui” (2006: 151). Menurut Iqbal Hasan, ”Angket atau
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data
dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal – hal lain yang perlu
diketahui” (2004:16).
Sedangkan menurut M. Toha Anggoro,dkk, ”Angket atau kuesioner adalah
alat pengumpul data yang terdiri dari serangkaian pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi penelitian yang dikehendaki”
(2007:5.6).
33
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa angket atau kuesioner aalah suatu alat pengumpul data yang berupa daftar
pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang menjai obyek penelitian.
Kemudian Suharsimi Arikunto juga menambahkan, ”kuisioner dapat
dibeda-bedakan atas beberapa jenis, tergantung pada sudut pandangan:
a. Dipandang dari cara menjawab, maka ada:
1. Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden
menjawab tenang dirinya.
2. Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih.
b. Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:
1. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.
2. Kuesioner tidak langsung, yaitu njika responden menjawab tentang orang
lain.
c. Dipandag dari bentuknya maka ada:
1. Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner
tertutup.
2. Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.
3. Check list, sebuah daftar, dimana responde tinggal membubuhkan tanda
check (√) pada kolom yang sesuai.
4. Rating-scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh
kolm-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai
sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju” (2006: 152).
Dalam kegiatan peneitian ini penulis menggunakan angket tertutup,
langsung, dan tidak langsung. Data-data yang ingin diperoleh dari angket ini
adalah informasi tentang sejauh mana korelasi profesionalissme guru terhadap
disiplin belajar siswa.
3.3.3 Metode Interview (Wawancara)
Menururut Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa, ”interview yang juga
sering disebut wawancara atau kuesioner lisan, adalahsebuah dialog yang
dilakukan pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
34
terwawancara (interviewer)” (2006: 155). Dan menurut Sutrisno Hadi menyatakan
bahwa, ”interview adalah suatu metode untuk mendapatkan datadengan
menggunakan hubungan langsung dengan informan” (1990: 125).
Sedangkan menurut Suhadi Ibnu menyatakan, ”Wawancara (Interview)
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara bertanya langsung
kepada responden atau informan” (2003:93). Kemudian Iqbal Hasan juga
menyatakan, ”Wawancara (Interview) adalah cara pengumpulan data dengan
mengadakan tanya jawab langsung kepada objek yang diteliti atau kepada
perantara yang mengetahui persoalan dari objek yang diteliti” (2004:24).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa metode interview adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara tanya jawab dan bertatap muka langsung dengan informan.
Menurut Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa, ”interview
dibedakan atas:
a. Interview bebas, inguided inerview, dimana pewawancara beba menanyakan
apa saja, tetapi juga mengingat akan daa-data yang akan dikumpulkan. Dalam
pelaksanaannya pewawancara tidak membawa pedoman (ancer-ancer) apa
yang akan ditanyakan . kebaikan metode ini adalah bahwa responden tidak
menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diinterview. Dengan demikian
suasana akan lebih santai karena hanya omong-omong biasa. Kelemahan
penggunaan teknik ini arah pertanyaan kaddang-kadang tidak terkendali.
b. Interview terpimpin, guided interview, yaitu interview yang dilakukan oleh
pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci
seperti yang dimaksud dengan interview terstruktur.
c. Interview bebas terpimpin, yaitu kobinasi antara interview bebas dan
interview terpimpin. Dalam melaksanakan interview, pewawancara
membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang
ditanyakan” (2006: 156).
Dan dalam kegiatan penelitian ini penulis menggunakan metode interview
bebas terpimpin. Sedangkan data-data yang ingin diperoleh adalah:
- Informasi tentang sejauh mana korelasi profesionalissme guru terhadap
disiplin belajar siswa.
35
- Informasi yang menunjang data yang diperoleh melalui metode angket.
3.3.4 Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa, ”dokumentasi,
berassal dari kata dokumen,yang artinya barang-barang yang tertulis. Didalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda ertulis
sepertibuku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan
harian, dan sebagainya” (2006: 158). Dan menurut Winarno Surachmad
menyatakan bahwa, ”dokumenter adalah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang
isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran meneruskan keterangan mengenai
peristiwa tersebut dengan perumusan itu kita dapat memasukkan notulen rapat,
keputusan hakim, laporan panitia kerja, artikel, majalah, surat-surat, iklan dan
sebagainya” (1992: 134).
Menurut Suhadi Ibnu mengemukakan bahwa, ”dokumentasi tepat
digunakan sebagai pengumpul data apabila informasi yang dikumpulkan
bersumber dari dokumen” (2003:96). Dan Iqbal Hasan juga mengemukakan
bahwa,”dokumentasi adalah daftar yang berisikan patokan – patokan atau
panduan dalam menelusuri sebuah dokumen” (2004:16).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat diambil pengertian
bahwa metode dokumentasi adalah teknik memperoleh data yang sudah
didokumentasikan berupa transkrip, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda,
dan sebagainya.
”Metode dokumentasi dapat dilaksanakan dengan:
a. Pedoman dokumentasi yang memuat garis-garis besar atau kategori yang
akan dicari datanya. Dengan menggunakn serentetan kotak-kotak seperti pada
waktu mengumpulkan data melalui catatan-catatan yang menunjukkan
keadaan karyawan atau pegawai yang menjadi subyek penelitian, peneliti
tinggal memberikan tanda centang pada kotak yang sesuai. Untuk merekam
data dari beberapa orang karyawan, peneliti dapat menderetkan nama-nama
subyek dibawah kotak-kotak tersebut yang dalam setiap aspek dijadikan
sebagai judul tabel.
36
b. Chek-list, yaitu daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya. Dalam hal
ini peneliti tinggal memberikan anda atau tally setap pemunculan gejala yang
dimaksud” (Suharsimi Arikunto, 2006: 159).
Data-daa yang ingin diperoleh oleh penulis dalam kegiatan penelitian ini
dari metode dokumentasi adalah:
1. Data tentang personalia sekolah
2. Data tenang inventaris sekolah
3. Data tentang siswa
4. Data struktur organisassi sekolah
5. Denah sekolah
3.4 Metode Analisa Data
Analisis data merupakan cara untuk menyusun dan mengolah data yang
terkumpul, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan. Hasil observasi, hasil
angket, dan hasil wawancara akan dianalisis secara kualitatif. Sehingga data
tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk
menguji hipotesa.
Menurut pendapat Koentjoroningrat menyatakan, ”sesungguhnya analisa
data itu menjadi dua macam kuantitatif dan kualitatif, selanjutnya kuantitatif
disebut statistik” (1983: 269).
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa untuk
menganalisa data dalam sebuah penelitian dapat digunakan analisa statistik dan
non statistik. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data
statistic data yang ada disajikan dalam bentuk angka.
Menurut Paulus Waluyo menyatakan bahwa, ”statistik adalah suatu alat
teknik meringkas, menganalisa bahan-bahan yang berupa angka dapat mengambil
kesimpulan yang benar dari bahan-bahan yang telah dianalisa” (1992: 2).
Sedangkan Sutrisno Hadi menyatakan dalam pendapatnya bahwa, ”dalam
pengertian luas yaitu pengertian teknik metodologi statistik cara-cara yang
mempersiapkan dan digunakan untuk mengumpulkan data, menyajikan data dan
menganalisa data untuk penyelidikan yang berwujud angka-angka” (1983: 212).
37
Berdasarkan beberapa pendapat di atass maka dapat diambil pengertian
bahwa statistik adalah suatu metode analisa data atau pengolahan data, dan setiap
data berupa angka-angka yang dapat diselesaikan dengan cara statistic untuk
mengambil suatu kesimpulan yang benar dari suatu penelitian. Dan analisa daa
yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi tetrakorik.
Suharsimi Arikunto mennngungkapkan pendapatnya bahwa, ”korelasi
tetrakorik adalah yang digunakan untuk mencari korelasi dua variabel diskrit
buatan (artificial dichotomies) misalnya menentukan daya beda item” (2006:
286). Sedangkan Paulus Waluyo mengungkapkan bahwa, ”korelasi tetrakorik
dipergunakan untuk menghitung hubungan dua variable yang masing-masing
berskala ordinal dengan suatu catatan bahwa penggolongan atau penjabaran dari
masing-masing variable adalah dua golongan” (1992: 74).
Cara menghitung korelasi tetrakorik adalah dengan rumus sebagai berikut:
1. Mencari nilai phi ( dengan rumus:
=
2. Mencari (korelasi tetrakorik) dengan rumus:
= sinus ( )
3. Mencari nilai r dengan factor koreksi
r = x faktor koreksi x faktor koreksi
4. Mencari nilai nilai chi kuadrat
= 2 x N
5. Mengkonsultasikan.
Hasil dari (chi kuadrat) dengan menggunakan taraf signifikan 5%.
Untuk mengambil kesimpulan diambil langkah-langkah sebagai berikut:
38
1. Jika (chi kuadrat) empiris lebih besar dari (chi kuadrat) tabel maka
hipotesa nihil (Ho) ditolak berarti signifikan.
2. Jika (chi kuadrat) empiris lebih kecil dari (chi kuadrat) tabel maka
hipotesa nihil (Ho) diterima berarti non signifikan.
Sedangkan untuk mengetahui besar derajat korelasi atau hubungan hasil r
dikonsultasikan dengan r pada derajat hubungan/korelasi.
Dalam hal ini digunakan pedoman sesuai dengan pendapat Suharsimi
Arikunto mengemukakan sebagai berikut:
” 0,800 ≤ r ≤ 1,000 diinterpretasikan tinggi.
0,600 ≤ r < 0,800 dinterpretasikan cukup.
0,400 ≤ r < 0,600 diinterpretasikan agak rendah’
0,200 ≤ r < 0,400 diinterpretasikan rendah.
0,000 ≤ r < 0,200 diinterpretasikan sangat rendah (tak berkorelasi)” (2006: 276).
Karena metode analisa data yang digunakan adalaah metode stratic, maka
hipotesis di atas (hipotesis alternative/Ha) diubah menjadi hipotesis nihil (Ho),
sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikuto bahwa ”dalam pembuktian, hipotesis
alternative (Ha) diubah menjadi Ho, agar peneliti tidak mempunyai prasangka.
Jadi, peneliti diharapkan jujur, tidak terpeengaruh pernyataan Ha. Kemudian
dikembangkan lagi ke Ha pada rumusan akhir pengetesan hipotesis” (2006:74).
Berdasarkan pendapat di atas maka hipotesis nihil (Ho) berbunyi:
A. Hipotesis Mayor
Tidak ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika siswa X Semester Genap SMK Muhammadiyah 5 Srono
Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011.
B. Hipotesis Minor
1. Tidak ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di sekolah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011.
2. Tidak ada korelasi antara profesionalisme guru dengan disiplin belajar
matematika di rumah siswa kelas X Semester Genap SMK
Muhammadiyah 5 Srono Kecamatan Srono Tahun Pelajaran 2010/2011
39
40