Bab 11-13

download Bab 11-13

of 55

description

jokoko

Transcript of Bab 11-13

BAB 11

ELEKTROKARDIOGRAFIAry L. Goldberger

Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman grafik potensial listrik yang dihasilkan oleh jantung. Sinyal-sinyal dideteksi melalui elektroda logam yang menempel pada ekstremitas dan dinding dada kemudian diperbesar dan direkam oleh elektrokardiograf. Lead EKG sebenarnya memperlihatkan perbedaan potensial instan antara elektroda-elektroda.

Penggunaan EKG di klinik berasal dari ketersediaannya yang cepat sebagai pemeriksaan yang tidak invasive, tidak mahal, dan sangat serba guna. Selain penggunaannya dalam mendeteksi aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia miokardial, elektrokardiografi dapat memperlihatkan temuan-temuan lain yang dihubungkan dengan gangguan metabolic yang mengancam nyawa (misalnya, hiperkalemia) atau peningkatan kerentanan kematian jantung mendadak (misalnya, sindrom pemanjangan QT).

ELEKTROFISIOLOGI(Lihat juga Bab 15 dan 16) Depolarisasi jantung adalah deadpan awal kontraksi jantung. Aliran listrik yang menyebar melalui jantung dihasilkan oleh tiga komponen: sel-sel pacemaker jantung, jaringan konduksi khusus, dan otot jantung itu sendiri. Namun, EKG, hanya merekam potensial depolarisasi (stimulasi) dan repolarisasi (recovery) yang dihasilkan oleh miokardium pada atrium dan ventrikel.

Stimulus depolarisasi untuk denyut jantung yang berasal dari nodus sinoatrial (SA) (Gbr. 11-1), atau nodus sinus, kumpulan sel-sel pacemaker. Sel-sel tersebut terbakar secara spontan; yaitu, memperlihatkan automatisitas. Fase pertama aktivasi listrik jantung adalah penyebaran gelombang depolarisasi melalui atrium kanan dan kiri, diikuti kontraksi atrial. Kemudian, impuls merangsang pacemaker dan jaringan konduksi khusus dalam nodus atrioventrikular (AV) dan area berkas His; secara bersama-sama, dua regio ini merupakan taut AV. Berkas His membentuk bifurcation menjadi dua cabang utama, berkas kanan dan kiri, yang secara cepat mentransmisi area gelombang depolarisasi ke miokardium ventrikel kanan dan kiri melalui jalan serat Purkinje. Berkas kiri utama membentuk bifurkasio menjadi dua subdivisi primer: fasciculus anterior kiri dan fasciculus posterior kiri. Area gelombang depolarisasi kemudian menyebar melalui dinding ventricular, dari endokardium ke epikardium, yang mencetuskan kontraksi ventricular.

Karena memiliki arah dan besar, gelombang depolarisasi dan repolarisasi jantung direprentasikan oleh vector-vektor. Analisis vector menggambarkan konsep sentral elektrokardiografi: EKG merekam sumasi temporal dan spasial kompleks potensial listrik dari serat-serat miokardial multipel yang dibawa ke permukaan tubuh. Prinsip ini menjelaskan keterbatasan inheren baik pada sensitivitas EKG (aktivitas dari regio jantung tertentu dapat dibatalkan atau mungkin terlalu lemah untuk direkam) maupun spesifisitas (jumlah vektorial yang sama yang dapat disebabkan oleh pendapatan atau kehilangan daya pada arah berlawanan yang selektif).

Nodus sinoatrial (SA)Taut AVNodus AVBerkas HisMiokardium ventricularSerat-serat PurkinjeCabang berkas kiriSeptum ventricularCabang berkas kananGAMBAR 11-1Gambaran skematik sistem konduksi jantung.

INTERVAL DAN BENTUK GELOMBANG EKGBentuk gelombang EKG diberi label berdasarkan alphabet, mulai dengan gelombang P, yang merepresentasikan depolarisasi atrial (Gbr. 11-2). Kompleks QRS merepresentasikan depolarisasi ventricular, dan kompleks ST-T-U (segmen ST, gelombang T, dan gelombang U) menggambarkan repolarisasi ventricular. Titik J adalah taut antara akhir kompleks QRS dan awal segmen ST. Repolarisasi atrial biasanya terlalu rendah pada amplitude untuk dapat dideteksi, tetapi menjadi tampak pada kondisi-kondisi seperti perikarditis akut dan infark atrial.

Bentuk gelombang QRS-T EKG permukaan berhubungan dengan cara yang umum dengan fase berbeda potensial aksi ventricular yang didapat secara simultan, perekaman intraselular dari satu serat miokardial (Bab 15). Upstroke cepat (fase 0) potensial aksi berhubungan dengan onset QRS. Plateau (fase 2) berhubungan dengan segmen ST isoelektrik, dan repolarisasi aktif (fase 3) berhubungan dengan inskripsi gelombang T. Faktor-faktor yang mengurangi kemiringan fase 0 dengan mengganggu influx natrium (misalnya, hiperkalemia dan obat-obatan seperti flekainid) cenderung meningkatkan durasi QRS. Kondisi-kondisi yang memperpanjang fase 2 (amiodaron, hipokalemia) meningkatkan interval QT. Sebaliknya, pemendekan repolarisasi ventricular (fase 2), seperti karena pemberian digitalis atau hiperkalsemia, mempersingkat segmen ST.

Elektrokardiogram biasanya direkam pada kertas graf khusus yang dibagi menjadi kotak-kotak seperti kisi-kisi seluas 1 mm2. Karena kecepatan kertas EKG biasanya 25 mm/detik, divisi horizontal paling kecil (1 mm) berhubungan dengan 0,04 (40 mdetik), dengan garis-garis yang lebih berat pada interval 0,20 detik (200 mdetik). Secara vertikal, graf EKG mengukur amplitude gelombang spesifik atau defleksi (1 mV = 10 mm dengan kalibrasi standar; criteria voltase untuk hipertrofi yang disebutkan berikut ini diberikan dalam millimeter). Terdapat empat interval EKG utama: R-R, PR, QRS, dan QT (Gbr. 11-2). Nadi (denyut per menit) dapat dikomputerisasi secara baik dari interval antar-denyut (R-R) dengan membagi jumlah satuan waktu yang besar (0,20 detik) antara gelombang R yang berurutan menjadi 300 atau jumlah satuan yang kecil (0,04 detik) menjadi 1500. Interval PR mengukur waktu (normalnya 120-200 mdetik) antara depolarisasi atrial dan ventricular, yang meliputi keterlambatan fisiologik yang ditentukan oleh stimulasi sel-sel pada area AV junction. Interval QRS (normalnya 100-110 mdetik atau kurang) merefleksikan durasi depolarisasi ventricular. Interval QT meliputi baik waktu depolarisasi maupun repolarisasi dan berbeda-beda secara terbalik dengan nadi. Interval QT terkait nadi (dikoreksi), QTc, dapat dihitung sebagai QT/vR-R dan normalnya < 0,44 detik. (Beberapa referensi memberi QT, batas normal atas 0,43 detik pada laki-laki dan 0,45 detik pada perempuan. Juga, jumlah formula berbeda telah diajukan, tanpa consensus, untuk menghitung QTc).

Kompleks QRS dibagi lagi menjadi defleksi atau gelombang spesifik. Jika defleksi QRS awal pada lead tertentu negative, disebut gelombang Q; defleksi positif pertama disebut gelombang R. Defleksi negatif setelah gelombang R adalah gelombang S. Gelombang positif atau negative berikutnya masing-masing disebut R dan S. Huruf kecil (qrs) digunakan untuk gelombang-gelombang dengan amplitude relative kecil. Seluruh kompleks QRS negatif disebut gelombang QS.

LEAD EKGDua belas lead EKG konvensional merekam perbedaan potensial antara elektroda-elektroda yang ditempatkan pada permukaan tubuh. Lead-lead tersebut dibagi menjadi dua kelompok: enam lead ekstremitas dan enam lead dada (prekordial). Lead ekstremitas merekam potensial yang dihantarkan ke planum frontalia (Gbr. 11-3A), dan lead dada merekam potensial yang dihantarkan ke planum horizontalia (Gbr. 11-3B).

Orientasi spasial dan polaritas enam lead planum frontalia direpresentasikan pada diagram heksaksial (Gbr. 11-4). Enam lead dada (Gbr. 11-5) merupakan perekaman unipolar yang diperoleh oleh elektroda pada posisi berikut: lead V1, spatium intercostalis IV, tepat di kanan sternum; lead V2, spatium intercostalis IV, tepat di kiri sternum; lead V3, di tengah antara V2 dan V4; lead V4, linea midclavicularis, spatium intercostalis V; lead V5, linea axillaris anterior, sama tingginya seperti V4; dan lead V6, linea midaxillaris, setinggi V4 dan V5.

Elektroda-elektroda planum frontalia dan horizontalia secara bersama-sama memberi representasi tiga dimensi aktivitas listrik jantung. Setiap lead dapat disamakan dengan sudut kamer video berbeda yang melihat pada peristiwa yang samadepolarisasi dan repolarisasi atrial dan ventriculardari orientasi spasial berbeda. EKG 12-lead konvensional dapat disuplementasi dengan lead tambahan pada kondisi khusus. Misalnya, lead prekordial kanan V3R, V4R, dll, berguna dalam mendeteksi tanda iskemia ventrikel kanan akut. Monitor di samping tempat tidur dan perekaman EKG ambulasi (Holter) biasanya hanya memerlukan satu atau dua lead modifikasi. Pemeriksaan elektrokardiografi dan elektrofisiologik intrakardiak dibahas pada Bab 15 dan 16.

Lead EKG terbentuk sedemikian rupa sehingga defleksi positif (tegak) direkam pada suatu lead jika gelombang depolarisasi menyebar kea rah polus positif lead tersebut, dan defleksi negative direkam jika gelombang menyebar kea rah polus negative. Jika orientasi mean vector depolarisasi berada pada sudut kanan terhadap aksis lead tertentu, defleksi bifasik (positif dan negative sama) akan terekam.

SuperiorPosteriorKananKiriKananKiriInferiorAnteriorGAMBAR 11-3Lead enam plana frontalia (A) dan enam plana horizontalia (B) memberi representasi tiga dimensi aktivitas listrik jantung.

Deviasi aksis ekstremDeviasi aksis kiriDeviasi aksis kananAksis normalGAMBAR 11-4Lead plana frontalia (ekstremitas) direpresentasikan pada diagram heksaksial. Setiap lead EKG memiliki orientasi dan polaritas spasial spesifik. Polus positif setiap aksis lead (garis penuh) dan polus negative (garis putus-putus) didesain berdasarkan posisi angularnya relative terhadap polus positif lead I (00). Aksis listrik mean kompleks QRS diukur berhubungan dengan gambar ini.

GAMBAR 11-5Lead plana horizontalia (dada atau prekordial) diperoleh dengan elektroda-elektroda pada lokasi-lokasi seperti pada gambar.

ASAL EKG NORMALGELOMBANG PVector depolarisasi atrial normal memiliki orientasi ke bawah dan ke arah kiri subjek, merefleksikan penyebaran depolarisasi dari nodus sinus ke kanan kemudian miokardium atrial kiri. Karena vector ini mengarah ke polus positif lead II dan ke arah polus negative lead aVR, gelombang P normal akan positif pada lead II dan negative pada lead aVR. Sebaliknya, aktivasi atrium dari pacemaker ektopik pada bagian bawah kedua atrium atau pada regio AV junction dapat menghasilkan gelombang P retrograde (negative pada lead II, positif pada lead aVR). Gelombang P normal pada lead V1 dapat bersifat bifasik dengan komponen positif yang merefleksikan depolarisasi atrial kanan, diikuti komponen negative kecil ( 2,5 mm) (Gbr. 11-8). Overload atrial kiri biasanya menghasilkan gelombang P bifasik pada V1 dengan komponen negative lebar atau gelombang P lebar (>120 mdetik) yang sering bertakik pada satu atau lebih lead ekstremitas (Gbr. 11-8). Pola ini juga dapat terjadi pada keterlambatan konduksi atrial kiri tanpa pembesaran atrial sebenarnya, menyebabkan penandaan yang lebih lazim, yaitu kelainan atrial kiri.

NormalKananKiriGAMBAR 11-8Overload atrial kanan (RA) dapat menyebabkan gelombang P berpuncak, tinggi pada lead ekstremitas atau prekordial. Kelainan atrial kiri (LA) dapat menyebabkan gelombang P sering bertakik, lebar pada lead ekstremitas dan gelombang P bifasik pada lead V1 dengan komponen negative yang menonjol yang menggambarkan depolarisasi LA tertunda. (After MK Park, WG Guntheroth: How to Read Pediatric ECGs, 4th ed. St. Louis, Mosby/Elsevier, 2006.)

Hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh beban tekanan (seperti akibat stenosis katpu pulmonal atau hipertensi arteria pulmonalis) ditandai dengan gelombang R relative tinggi pada lead V1 (gelombang R > S), biasanya dengan deviasi aksis kanan (Gbr. 11-9); alternatifnya, terdapat pola qR pada V1 atau V3R. Depresi ST dan inversi gelombang T pada lead kanan ke midprekordial juga sering ditemukan. Pola ini, dahulu disebut strain ventrikel kanan, dihubungkan dengan kelainan repolarisasi pada otot yang mengalami overload akut atau kronik. Gelombang S yang menonjol dapat terjadi pada lead prekordial lateral kiri. Hipertrofi ventrikel kanan disebabkan oleh defek septum atrium jenis ostium sekundum, dengan overload volume ventrikel kanan yang menyertai, sering dihubungkan dengan pola right bundle branch block tidak lengkap atau lengkap dengan aksis QRS ke kanan.

Kor pulmonale akut yang disebabkan oleh embolisme paru, misalnya, dapat disertai dengan EKG normal atau berbagai kelainan. Takikardia sinus merupakan aritmia yang paling sering terjadi, meskipun takiaritmia lain, seperti fibrilasi atrial atau flutter atrial, dapat terjadi. Aksis QRS dapat bergeser ke kanan, kadang-kadang bersama-sama dengan yang disebut pola S1Q3T3 (ketinggian gelombang S pada lead I dan gelombang Q pada lead III, dengan inversi gelombang T pada lead III). Dilatasi ventricular kanan akut juga dapat disertai progresi gelombang R lambat dan kelainan ST-T pada V1 sampai V4 yang menyerupai infark anterior akut. Tampak gangguan konduksi ventricular kanan.

QRS pada hipertrofiVector QRS utamaNormalLVHRVHGAMBAR 11-9Hipertrofi ventricular kiri (LVH) meningkatkan amplitude daya listrik yang mengarah ke kiri dan posterior. Selain itu, kelainan repolarisasi dapat menyebabkan depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada lead dengan gelombang R menonjol. Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) dapat menggeser vector QRS ke kanan; efek ini biasanya dihubungkan dengan kompleks R, RS, atau qR pada lead V1. Inverse gelombang T dapat ditemukan pada lead prekordial kanan.

Kor pulmonale kronik yang disebabkan oleh penyakit obstruksi paru (Bab 17) biasanya tidak menghasilkan pola EKG klasik hipertrofi ventrikel kanan seperti yang telah dibahas. Alih-alih gelombang R prekordial kanan tinggi, penyakit paru kronik biasanya dihubungkan dengan gelombang R kecil pada lead kanan-ke-midprekordial (progresi gelombang R lambat) yang sebagian disebabkan oleh pergeseran diafragma dan jantung ke bawah. Kompleks voltase rendah sering ditemukan, karena hiperaerasi paru.

Sejumlah criteria voltase berbeda untuk hipertrofi ventrikel kiri (Gbr. 11-9) telah diajukan berdasarkan adanya gelombang R prekordial kiri tinggi dan gelombang S prekordial kanan dalam (misalnya, SV1 + [RV5 atau RV6] > 35 mm). Kelainan repolarisasi (depresi ST dengan inverse gelombang T, dahulu disebut pola strain ventricular kiri) juga dapat tampak pada lead dengan gelombang R yang menonjol. Namun, voltase prekordial dapat terjadi sebagai varian normal, terutama pada orang muda atau atletik. Hipertrofi ventrikel kiri dapat meningkatkan voltase lead ekstremitas dengan atau tanpa peningkatan voltase prekordial (misalnya, RaVL + SV3 > 20 mm pada perempuan dan >38 mm pada laki-laki). Adanya kelainan atrial kiri meningkatkan kemungkinan penyebab hipertrofi ventrikel kiri pada kasus dengan kriteria voltase borderline. Hipertrofi ventrikel kiri sering berkembang menjadi left bundle branch block tidak lengkap atau lengkap. Sensitivitas kriteria voltase konvensional untuk hipertrofi ventrikel kiri menurun pada orang gemuk dan perokok. Bukti EKG untuk hipertrofi ventrikel kiri merupakan penanda noninvasive utama peningkatan risiko angka morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, termasuk kematian jantung mendadak. Namun, karena diagnosis positif palsu dan negative palsu, EKG memiliki keterbatasan dalam mendiagnosis pembesaran ventrikel atau atrium. Informasi yang lebih definitive diberikan oleh ekokardiografi (Bab 12).

BUNDLE BRANCH BLOCKSGangguan intrinsic konduksi baik ada sistem right bundle maupun left bundle (gangguan konduksi intraventrikular) menyebabkan pemanjangan interval QRS. Pada bundle branch block lengkap, durasi interval QRS > 120 mdetik; pada blok tidak lengkap, interval QRS di antara 100 dan 120 mdetik. Vektor QRS biasanya terorientasi pada arah regio miokardial tempat depolarisasi tertunda (Gbr. 11-10). Oleh karena itu, pada right bundle branch block, vector QRS terminal terorientasi ke kanan dan anterior (secara khas rSR pada V1 dan aRS pada V6). Left bundle branch block mengubah baik fase awal maupun lanjut depolarisasi ventricular. Vector QRS utama mengarah ke kiri dan posterior. Selain itu, pola aktivasi septal kiri-ke-kanan dini normal terganggu sedemikian rupa sehingga depolarisasi septal berlangsung dari kanan ke kiri. Sebagai akibatnya, left bundle branch block menghasilkan kompleks (QS) negative dominan, lebar pada lead V1 dan kompleks (R) seluruhnya positif pada lead V6. Pola identik dengan left bundle branch block, didahului oleh spike tajam, terlihat pada sebagian besar kasus pacing ventrikel kanan elektronik karena aktivasi ventrikel kiri yang relative tertunda.

NormalRBBBLBBBGAMBAR 11-10Perbandingan pola QRS-T tipikal pada right bundle branch block (RBBB) dan left bundle branch block (LBBB) dengan pola normal pada lead V1 dan V6. Perhatikan inversi gelombang T sekunder (panah) pada lead-lead dengan kompleks pada RBBB dan pada lead dengan gelombang R lebar pada LBBB.

Bundle branch block dapat terjadi pada berbagai kondisi. Pada orang-orang tanpa penyakit jantung struktural, right bundle branch block lebih sering terlihat daripada left bundle branch block. Right bundle branch block juga terjadi pada penyakit jantung, baik congenital (misalnya, defek septum atrium) dan didapat (misalnya, katup, iskemik). Left bundle branch block sering menjadi penanda satu dari empat penyebab yang dihubungkan dengan peningkatan angka risiko morbiditas dan mortalitas kardiovaskular: penyakit jantung koroner (sering dengan gangguan fungsi ventrikel kiri), penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, dan kardiomiopati. Bundle branch block dapat terkait nadi; misalnya, keadaan tersebut sering terjadi bila nadi melebihi beberapa nilai kritis.

Bundle branch block dan kelainan depolarisasi yang disebabkan oleh pacemaker artificial tidak hanya memengaruhi depolarisasi ventricular (QRS) tetapi juga secara khas dihubungkan dengan kelainan repolarisasi sekunder (ST-T). Pada bundle branch block, gelombang T merupakan kebalikan polaritas terhadap defleksi akhir QRS (Gbr. 11-10). Perbedaan vector gelombang QRS-T ini disebabkan oleh perubahan sekuens repolarisasi yang terjadi akibat perubahan depolarisasi. Sebaliknya, kelainan repolarisasi primer tidak bergantung pada perubahan QRS dan dihubungkan dengan perubahan sebenarnya sifat listrik serat miokardial itu sendiri (misalnya, pada potensial membran istirahat atau durasi potensial aksi), tidak hanya terhadap perubahan sekuens repolarisasi. Iskemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan obat-obat seperti digitalis menyebabkan perubahan gelombang ST-T primer. Perubahan gelombang T primer dan sekunder dapat terjadi bersamaan. Misalnya, inversi gelombang T pada lead prekordial kanan dengan left bundle branch block dapat menjadi penanda penting iskemia atau kelainan lain yang menjadi penyebab. Kelainan yang jelas yang menyerupai right bundle branch block dengan elevasi segmen ST pada lead dada kanan terlihat dengan pola Brugada (Bab 16).

Blok sebagian (fasikular atau hemiblok) pada sistem berkas kiri (blok fascicular anterior atau posterior kiri) biasanya tidak memperpanjang durasi QRS secara substansi tetapi dihubungkan dengan pergeseran pada aksis QRS plana frontalia (masing-masing ke kiri atau ke kanan). Kombinasi lebih rumit fascicular dan bundle branch block dapat terjadi yang melibatkan sistem berkas kiri dan kanan. Contoh-contoh blok bifasikular meliputi right bundle branch block dan blok fasikular posterior kiri, right bundle branch block dengan blok fasikular anterior kiri, dan left bundle branch block lengkap. Blok bifasikular kronik pada individu yang asimtomatik dihubungkan dengan risiko relative rendah berkembang menjadi blok jantung AV derajat tinggi. Sebaliknya, blok bifasikular baru pada infark miokardial anterior akut membawa lebih banyak risiko mengalami blok jantung lengkap. Selang-seling right dan left bundle branch block merupakan tanda penyakit trifasikular. Namun, adanya pemanjangan interval PR dan blok bifasikular tidak harus menunjukkan keterlibatan trifasikular karena kombinasi ini dapat meningkat pada penyakit nodus AV dan blok bifasikular. Keterlambatan konduksi intraventrikular juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor ekstrinsik (toksik) yang memperlambat konduksi ventricular, terutama hiperkalemia atau obat-obatan (misalnya, agen-agen antiaritmik golongan 1, antidepresan trisiklik, fenotiazin).

Pemanjangan durasi QRS tidak harus menunjukkan keterlambatan konduksi tetapi dapat disebabkan oleh preeksitasi ventrikel melalui saluran bypass, seperti pada pola Wolff-Parkinson-White (WPW) (Bab 16) dan varian-varian terkait. Trias diagnostik WPW terdiri dari kompleks QRS lebar yang dihubungkan dengan interval PR relative pendek dan tidak tampaknya bagian awal QRS (gelombang delta), dengan efek yang terakhir disebabkan oleh aktivasi aberan miokardium ventricular. Adanya saluran bypass menjadi predisposisi reentrant takiaritmia supraventrikular.

ISKEMIA DAN INFARK MIOKARDIAL(Lihat juga Bab 35) EKG merupakan cornerstone pada diagnosis penyakit jantung iskemik akut dan kronik. Temuan-temuan bergantung pada beberapa faktor kunci: sifat proses (reversibel [yaitu iskemia] versus ireversibel [yaitu, infark]), durasi (akut versus kronik), luas (transmural versus subendokardial), dan lokalisasi (anterior versus inferoposterior), serta adanya kelainan penyebab lain (hipertrofi ventricular, defek konduksi).

Iskemia menimbulkan efek bergantung waktu yang rumit berdasarkan sifat listrik sel-sel miokardial. Iskemia berat, akut menurunkan potensial membran istirahat dan mempersingkat durasi potensial aksi. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan gradient voltase antara zona normal dan iskemik. Sebagai konsekuensinya, listrik mengalir di antara regio-regio tersebut. Aliran listrik pada cedera ini direpresentasikan pada EKG permukaan berdasarkan deviasi segmen ST (Gbr. 11-11). Bila iskemia akut transmural, vector ST biasanya bergeser pada arah lapisan luar (epikardial), menghasilkan elevasi ST dan kadang-kadang, pada stadium paling dini iskemia, gelombang T tinggi, positif yang disebut hiperakut pada zona iskemik. Pada iskemia yang terutama terbatas di subendokardium, vector ST biasanya bergeser ke arah subendokardium dan kavitas ventricular, sehingga lead-lead di atasnya (misalnya, prekordial anterior) memperlihatkan depresi segmen ST (dengan elevasi ST pada lead aVR). Banyak faktor yang memengaruhi amplitudo deviasi ST iskemik akut. Elevasi atau depresi ST yang besar pada banyak lead biasanya menunjukkan iskemia yang sangat berat. Dari sudut pandang klinis, pembagian infark miokardial akut menjadi elevasi jenis segmen ST dan elevasi non-ST berguna karena efektivitas terapi reperfusi akut terbatas pada kelompok yang segmen ST.

Lead-lead EKG biasanya lebih membantu dalam menentukan lokasi iskemia dengan elevasi ST daripada iskemia elevasi non-ST. Misalnya, iskemia dinding anterior (termasuk apikal dan lateral) transmural akut direfleksikan oleh elevasi ST atau peningkatan positivitas gelombang T pada satu atau lebih lead prekordial (V1-V6) dan lead I dan aVL. Iskemia dinding posterior (biasanya dihubungkan dengan terkenanya bagian lateral atau inferior) dapat secara tidak langsung dikenali berdasarkan depresi ST resiprokal pada lead V1 sampai V3 (merupakan sindrom koronaria akut ekuivalen elevasi ST). Iskemia ventricular kanan biasanya menghasilkan elevasi ST pada lead dada sisi kanan (Gbr. 11-5). Bila terjadi sebagai tanda paling dini infark akut, biasanya elevasi ST iskemik diikuti (dalam suatu periode mulai dari beberapa jam sampai hari) dengan timbulnya inverse gelombang T dan sering oleh gelombang Q yang terjadi pada distribusi lead yang sama. Iskemia transmural reversibel, misalnya, yang disebabkan oleh vasospasme koronaria (angina varian Prinzmetal dan kemungkinan sindrom kardiomiopati stress Tako-Tsubo), dapat menyebabkan elevasi segmen ST transien tanpa timbulnya gelombang Q, dan mungkin reperfusi sangat dini pada sindrom koronaria akut. Bergantung pada keparahan dan durasi iskemia, elevasi ST dapat sembuh sempurna dalam beberapa menit atau diikuti inversi gelombang T yang menetap selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Pasien-pasien dengan nyeri dada iskemik yang datang dengan inversi gelombang T pada banyak lead prekordial (misalnya, V1-V4) dengan atau tanpa kenaikan enzim jantung yang biasanya disertai obstruksi berat pada sistem arteria coronaria descendens (Gbr. 11-12). Sebaliknya, pasien-pasien yang EKG baseline-nya telah memperlihatkan inversi gelombang T abnormal dapat mengalami normalisasi gelombang T (pseudonormalisasi) selama episode iskemia transmural akut.

GAMBAR 11-11Iskemia akut menyebabkan arus cedera. Pada iskemia subendokardial yang menonjol (A). vector ST yang terjadi akan mengarah ke lapisan dalam ventrikel yang terkena dan kavitas ventricular. Oleh karena itu, lead di atasnya akan merekam depresi ST. Pada iskemia yang menyerang lapisan ventrikel luar (B) (cedera transmural atau epikardial), vector ST akan mengarah keluar. Lead di atasnya akan merekam elevasi ST.

GAMBAR 11-12Iskemia dinding anterior yang berat (dengan atau tanpa iskemia) dapat menyebabkan inversi gelombang T yang menonjol pada lead prekordial. Pola ini (kadang-kadang disebut sebagai gelombang T Wellens) biasanya dihubungkan dengan stenosis arteria coronaria descendens anterior kiri tingkat tinggi.

Pada infark, perubahan depolarisasi (QRS) sering menyertai kelainan repolarisasi (ST-T). Nekrosis jaringan miokardial yang cukup dapat menyebabkan penurunan amplitudo gelombang R atau gelombang Q abnormal (bahkan pada keadaan tanpa transmuralitas) pada lead anterior atau inferior (Gbr. 11-13). Sebelumnya, gelombang Q abnormal dianggap merupakan penanda infark miokardial transmural, sedangkan infark subendokardial dianggap tidak menghasilkan gelombang Q. namun, studi korelatif patologi EKG yang cermat menunjukkan bahwa infark transmural dapat terjadi tanpa gelombang Q dan bahwa infark subendokardial (nontransmural) kadang-kadang dapat dihubungkan dengan gelombang Q. Oleh karena itu, infark lebih tepat digolongkan sebagai gelombang Q atau non-gelombang Q. Perubahan EKG akut utama pada sindrom-sindrom penyakit jantung iskemik diringkas secara skematis pada Gbr. 11-14. Hilangnya kekuatan depolarisasi akibat infark posterior atau lateral dapat menyebabkan peningkatan resiprokal amplitude gelombang R pada lead V1 dan V2 tanpa gelombang Q diagnostic pada semua lead konvensional. Infark atrial dapat dihubungkan dengan deviasi segmen PR akibat arus atrial cedera, perubahan morfologi gelombang P, atau aritmia atrial.

ASekuens EKG dengan infark gelombang Q anteriorAwalBerkembangBSekuens EKG dengan infark gelombang Q inferiorAwalBerkembangGAMBAR 11-13Sekuens perubahan depolarisasi dan repolarisasi pada infark gelombang Q dinding (A) anterior akut dan (B) inferior akut. Pada infark anterior, elevasi ST pada lead I dan aVL dan lead prekordial dapat disertai depresi ST resiprokal pada lead II, III, dan aVF. Sebaliknya, infark inferior akut (atau posterolateral) dapat dihubungkan dengan depresi ST resiprokal pada lead V1 sampai V3. (Seizin AL Goldberger: Clinical Electrocardiography: A Simplified Approach, 8th ed. Philadelphia, Elsevier/Saunders, 2013.)Dalam beberapa minggu dan bulan setelah infark, perubahan EKG tersebut dapat menetap atau mulai hilang. Normalisasi lengkap EKG setelah infark gelombang Q jarang terjadi tetapi dapat terjadi, terutama pada infark yang lebih kecil. Sebaliknya, elevasi segmen ST yang menetap selama beberapa minggu atau lebih setelah infark gelombang Q biasanya berhubungan dengan gangguan gerakan dinding yang parah yang menjadi penyebab (zona akinetik atau diskinetik), meskipun tidak harus aneurisma ventrikular yang nyata. Perubahan EKG akibat iskemia dapat terjadi secara spontan atau dapat dicetuskan oleh berbagai protocol exercise (elektrokardiografi stress; Bab 33).

Iskemia subendokardial noninfark (angina klasik)Depresi ST transienInfark non-gelombang Q (elevasi non-ST)Depresi ST atau inverse gelombang T tanpa gelombang QISKEMIA MIOKARDIALIskemia transmural noninfarkElevasi ST transien atau normalisasi gelombang T paradoksikal, kadang-kadang diikuti inversi gelombang TInfark gelombang Q/elevasi STGelombang Q baru didahului elevasi ST/gelombang T hiperakut dan diikuti oleh inversi gelombang TGAMBAR 11-14Variabilitas pola EKG pada iskemia miokardial akut. EKG juga dapat normal atau abnormal non-spesifik. Lebih lanjut lagi, kategorisasi ini tidak saling eksklusif. (Seizin AL Goldberger: Clincal Electrocardiography: A Simplified Approach, 7th ed. St. Louis, Mosby/Elsevier, 2006.)

EKG memiliki keterbatasan penting baik pada sensitivitas maupun spesifisitas pada diagnosis penyakit jantung iskemik. Meskipun satu EKG normal tidak menyingkirkan iskemia atau bahkan infark akut, EKG normal di seluruh perjalanan infark akut jelas jarang terjadi. Oleh karena itu, nyeri dada yang lama tanpa perubahan EKG diagnostic harus selalu dicari secara cermat untuk penyebab nyeri dada nonkoroner (Bab 4). Lebih lanjut lagi, perubahan diagnostic iskemia akut atau yang sedang berkembang sering disamarkan dengan adanya left bundle branch block, pola pacemaker ventricular elektronik, dan pre-eksitasi Wolff-Parkinson-White. Namun, para klinisi terus mendiagnosis iskemia atau infark secara berlebih didasarkan pada adanya elevasi atau depresi segmen ST; inversi gelombang T; gelombang T tinggi, positif; atau gelombang Q yang tidak dihubungkan dengan penyakit jantung iskemik (pola pseudoinfark). Misalnya, elevasi segmen ST yang menyerupai iskemia dapat terjadi pada perikarditis akut atau miokarditis, sebagai varian normal (termasuk pola repolarisasi dini tipikal), atau pada berbagai kondisi lain (Tabel 11-1). Demikian pula, gelombang T tinggi, positif tidak selalu merepresentasikan perubahan iskemik hiperakut tetapi dapat juga disebabkan oleh varian normal, hiperkalemia, cedera serebrovaskular, dan overload volume ventricular kiri akibat regurgitasi aorta atau mitral, di antara penyebab-penyebab lain.

Elevasi segmen ST dan gelombang T tinggi, positif merupakan temuan yang lazim pada lead V1 dan V2 pada left bundle branch block atau hipertrofi ventricular kiri tanpa iskemia. Diagnosis banding gelombang Q meliputi varian fisiologik atau posisional, hipertrofi ventricular, cedera miokardial nonkoronaria akut atau kronik, kardiomiopati hipertrofik, dan gangguan konduksi ventricular. Digoksin, hipertrofi ventricular, hipokalemia, dan berbagai faktor lain dapat menyebabkan depresi segmen ST yang menyerupai iskemia subendokardial. Inversi gelombang T yang menonjol dapat terjadi pada hipertrofi ventricular, kardiomiopati, miokarditis, dan cerebrovascular injury (terutama perdarahan intracranial), di antara banyak kondisi lain.

HiperkalemiaRingan-SedangSedang-BeratSangat beratLead IGAMBAR 11-15Perubahan EKG paling dini pada hiperkalemia biasanya merupakan puncak (tenting) gelombang T. Pada peningkatan konsentrasi kalium serum selanjutnya, kompleks QRS melebar, amplitudo gelombang P menurun dan dapat hilang, dan akhirnya pola gelombang sinus mengarah pada asistole kecuali jika diberikan terapi kedaruratan. (Seizin AL Goldberger: clinical Electrocardiography: A Simplified approach, 8th ed. Philadelphia, Elsevier/Saunders, 2013.)

TABEL11-1DIAGNOSIS BANDING ELEVASI SEGMEN STIskemia/infark miokardialNoninfark, iskemia transmural (angina Prinzmetal, dan kemungkinan sindrom Tako-Tsubo, yang sebenarnya juga dapat menyerupai infark akut klasik)Infark miokardial akutInfark posmiokardial (pola aneurisma ventricular)Perikarditis akutVarian normal (termasuk pola repolarisasi dini)Hipertrofi ventricular kiri/left bundle branch blockaLain-lain (jarang)Embolisme paru akutaPola Brugada (pola seperti right bundle branch block dengan elevasi STpada lead prekordial kanan)aObat-obat antiaritmik golongan 1CaKardioversi DCHiperkalsemiaaHiperkalemiaaHipotermia (gelombang J [Osborne])Cedera miokardial non-iskemikMiokarditisTumor yang menginvasi ventrikel kiriTrauma pada ventrikelaBiasanya hanya pada V1-V2 atau V3.Sumber: Dimodifikasi dari AL. Goldberger: Clinical Electrocardiography: A Simplified Approach, 8th ed. Philadelphia, Elsevier/Saunders, 2013.

FAKTOR METABOLIK DAN EFEK OBATBerbagai agen metabolic dan farmakologik mengubah EKG dan, terutama, menyebabkan perubahan repolarisasi (ST-T-U) dan kadang-kadang pemanjangan QRS. Gangguan elektrolit tertentu yang mengancam nyawa dapat didiagnosis pada awalnya dan dimonitor dari EKG. Hiperkalemia menyebabkan sekuens perubahan (Gbr. 11-15), biasanya dimulai dengan penyempitan dan memuncaknya (tenting) gelombang T. Elevasi kalium ekstraselular lanjutan menyebabkan gangguan konduksi AV, berkurangnya amplitudo gelombang P, dan melebarnya interval QRS. Hiperkalemia berat akhirnya menyebabkan henti jantung dengan tipe mekanisme sinusoidal lambat (pola gelombang-sinus) diikuti asistole. Hipokalemia (Gbr. 11-16) memperpanjang repolarisasi ventricular, sering dengan gelombang U yang menonjol. Pemanjangan interval QT juga terjadi karena obat-obatan yang meningkatkan durasi potensial aksi ventricular: agen-agen antiaritmik golongan 1A dan obat-obat terkait (seperti quinidin, disopiramid, prokainamid, antidepresan trisiklik, fenotiazin) dan age-agen golongan III (seperti amiodaron [Gbr. 11-16], dofetilid, dronedaron, sotalol, ibutilide). Pemanjangan QT yang nyata, kadang-kadang dengan inversi gelombang T lebar, dapat terjadi pada perdarahan intracranial, terutama perdarahan subaraknoid (pola gelombang-T CVA) (Gbr. 11-16). Hipotermia sistemik juga memperpanjang repolarisasi, biasanya dengan elevasi konveks titik J yang nyata (gelombang Osborn). Hipokalsemia biasanya memperpanjang interval QT (bagian ST), sedangkan hiperkalsemia mempersingkat interval QT (Gbr. 11-17). Digitalis glikosida juga memperpendek interval QT, sering dengan scooping khas kompleks gelombang ST-T (efek digitalis).

Banyak faktor lain yang dihubungkan dengan perubahan EKG, terutama perubahan repolarisasi ventricular. Meratanya gelombang T, inversi gelombang T minimal, atau depresi segmen ST ringan (perubahan gelombang ST-T nonspesifik) dapat terjadi pada berbagai gangguan elektrolit dan asam-basa, berbagai proses infeksius, gangguan sistem saraf pusat, kelainan endokrin, banyak obat, iskemia, hipoksia, dan akhirnya semua jenis kelainan kardiopulmonal. Meskipun perubahan gelombang ST-T samar dapat menjadi penanda iskemia, perubahan repolarisasi non-spesifik transien juga dapat terjadi setelah makan atau perubahan postural (ortostatik), hiperventilasi, atau setelah berolah raga pada individu yang sehat.

HipokalsemiaNormalHiperkalsemiaGAMBAR 11-17Pemanjangan interval Q-T (bagian segmen ST) khas hipokalsemia. Hiperkalsemia dapat menyebabkan singkatnya segmen ST dan pemendekan interval QT.

HipokalemiaHipotermiaAmiodaronOverdosis trisiklikPerdarahan subaraknoidGAMBAR 11-16Berbagai gangguan metabolic, efek obat, dan faktor-faktor lain yang memperpanjang repolarisasi ventricular dengan pemanjangan QT atau gelombang U yang menonjol. Pemanjangan repolarisasi yang menonjol, terutama jika disebabkan oleh hipokalemia, channelopathies herediter, atau agen-agen farmakologik tertentu, menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap takikardia ventricular tipe torsades des pointes (Bab 16). Hipotermia sistemik yang nyata dihubungkan dengan punuk konveks tersendiri pada titik J (gelombang Osborn, panah) akibat perubahan karakteristik potenerbagai sial aksi ventricular. Perhatikan pemanjangan QRS dan QT bersamaan dengan takikardia sinus pada kasus overdosis antidepresan trisiklik.

ALTERNANS LISTRIKAlternans listrikpergantian (selang seling) denyut ke denyut pada satu atau lebih komponen sinyal EKGmerupakan jenis respons kardiovaskular nonlinear terhadap gangguan hemodinamik dan elektrofisiologik yang sering terjadi. Alternans listrik total (P-QRS-T) dengan takikardia sinus merupakan tanda efusi pericardial yang relative spesifik, biasanya pada tamponade jantung. Mekanisme yang dihubungkan dengan gerakan ayunan periodic jantung pada efusi dengan frekuensi tepatnya setengah dari nadi. Alternans repolarisasi (gelombang ST-T atau U) merupakan tanda instabilitas listrik dan dapat mendahului takiaritmia ventricular.

INTERPRETASI KLINIS EKGAnalisis akurat EKG memerlukan ketelitian dan kecermatan. Usia, jenis kelamin, dan status klinis pasien harus selalu diperhitungkan. Banyak kesalahan pada interpretasi EKG karena kelalaian. Oleh karena itu, pendekatan sistemik merupakan hal mendasar. Empat belas hal berikut harus dianalisis secara cermat pada setiap EKG: (1) standardisasi (kalibrasi) dan fitur teknis (termasuk penempatan lead dan artifak), (2) irama, (3) nadi, (4) interval PR/konduksi AV, (5) interval QRS, (6) interval QT/ QTc, (7) aksis listrik QRS mean, (8) gelombang P, (9) voltase QRS, (10) progresi gelombang R prekordial, (11) gelombang Q abnormal, (12) segmen ST, (13) gelombang T, dan (14) gelombang U.

Hanya setelah menganalisis semua hal tersebut kita sudah harus membuat interpretasi. Jika tepat, korelasi atau inferensi klinis penting harus dibahas. Misalnya, takikardia sinus dengan pemanjangan QRS dan QT-(U), terutama pada konteks perubahan status mental, menunjukkan overdosis antidepresan trisiklik (Gbr. 11-16). Trias gelombang T memuncak (hiperkalemia), QT panjang disebabkan oleh pemanjangan segmen ST (hipokalsemia), dan hipertrofi ventricular kiri (hipertensi sistemik) menunjukkan gagal ginjal kronik. Perbandingan dengan EKG sebelumnya tidak berarti. Diagnosis dan penanganan aritmia jantung spesifik dan gangguan konduksi dibahas pada Bab 15 dan 16.

ELEKTROKARDIOGRAFI TERKOMPUTERISASISistem EKG terkomputerisasi secara luas digunakan untuk pencarian ribuan rekaman EKG. Interpretasi EKG melalui computer masih memiliki keterbatasan. Pembacaan yang tidak lengkap atau tidak akurat kemungkinan besar terjadi pada aritmia dan kelainan kompleks. Oleh karena itu, interpretasi terkomputerisasi (termasuk pengukuran interval EKG dasar) sebaiknya tidak diterima tanpa ulasan klinisi yang cermat.

BAB 12PENCITRAAN JANTUNG NONINVASIF: EKOKARDIOGRAFI, KARDIOLOGI NUKLIR, DAN PENCITRAAN MRI/CT

Rick A. NishimuraPanithaya ChareonthaitaweeMatthew Martinez

Pencitraan kardiovaskular memainkan peran penting pada praktik kardiologi. Ekokardiografi dua dimensi (2D) mampu memvisualisasi jantung secara langsung saat itu juga menggunakan ultrasound, memberi penilaian instan tentang miokardium, bilik jantung, katup, pericardium, dan pembuluh darah besar. Ekokardiografi Doppler mengukur velositas sel-sel darah merah yang bergerak dan menjadi alternative non-invasif selain kateterisasi jantung untuk penilaian hemodinamik. Ekokardiografi transesofageal (TEE) menjadi jendela unik untuk pencitraan resolusi tinggi struktur-struktur posterior jantung, terutama atrium kiri, katup mitral, dan aorta. Kardiologi nuklir menggunakan pelacak radioaktif untuk memberi penilaian perfusi dan metabolisme miokardial, serta fungsi ventricular, dan terutama digunakan untuk evaluasi pasien dengan penyakit jantung iskemik. MRI dan CT jantung dapat menggambarkan struktur dan fungsi jantung dengan resolusi tinggi. Kedua pemeriksaan tersebut sangat berguna pada pemeriksaan massa jantung, pericardium, pembuluh darah, dan fungsi serta perfusi ventricular. Enhancement gadolinium selama MRI jantung menambah informasi pada perfusi miokardial. Deteksi kalsifikasi koronaria dengan CT serta visualisasi langsung arteria coronaria dengan angiografi CT (CTA) berguna pada pasien-pasien tertentu yang dicurigai menderita penyakit arteria coronaria (CAD). Bab ini memberi ulasan tentang konsep dasar modalitas pencitraan jantung ini serta indikasi klinis untuk setiap prosedur.

EKOKARDIOGRAFIEKOKARDIOGRAFI DUA DIMENSIPrinsip dasarEkokardiografi 2D menggunakan prinsip refleksi ultrasound off struktur jantung untuk menghasilkan citra jantung (Tabel 12-1). Untuk ekokardiogram transtorasik (TEE), pencitraan dilakukan dengan transduser yang dipegang tangan ditempatkan secara langsung pada dinding dada. Pada pasien-pasien tertentu, TEE dapat dilakukan; transduser ultrasound ditempelkan pada ujung endoskop yang ditempatkan pada esophagus dan diarahkan ke struktur-struktur jantung.

TABEL 12-1PENGGUNAAN EKOKARDIOGRAFI SECARA KLINISEkokardiografi Dua DimensiBilik jantungUkuran bilikHipertrofi ventricular kiriKelainan gerak dinding regionalKatupMorfologi dan gerakPericardiumEfusiTamponadeMassaPembuluh darah besarEkokardiografi StresDua dimensiIskemia miokardialMiokardium yang hidupDopplerPenyakit katupEkokardiografi DopplerStenosis katupGradientArea katupRegurgitasi katupSemikuantitasiTekanan intrakardiakAliran volumetricPengisian diastolicShunt intrakardiakEkokardiografi transesofagealCitra transtorasik tidak adekuatPenyakit aortaEndokarditis infektifSumber embolismeProsthesis katupIntraoperatif

Mesin ekokardiografi mutakhir portable dan dapat distir secara langsung ke samping tempat tidur pasien. Oleh karena itu, manfaat utama ekokardiografi dibandingkan modalitas pencitraan lain adalah kemampuan mendapatkan citra struktur jantung secara instan untuk interpretasi segera. Oleh karena itu, ekokardiografi telah menjadi modalitas pencitraan ideal dalam kedaruratan jantung. Keterbatasan TTE adalah tidak mampu mendapatkan citra kualitas tinggi pada semua pasien, terutama mereka dengan penyakit paru berat atau dinding dada tebal, karena gelombang ultrasound sulit ditransmisi melalui parenkim paru. Teknologi seperti pencitraan harmonic dan agen kontras IV (yang melewati sirkulasi paru) dapat digunakan untuk meningkatkan batas endokardial pada pasien-pasien dengan jendela akustik buruk.

Ukuran dan fungsi bilikEkokardiografi 2D adalah modalitas pencitraan ideal untuk menilai ukuran dan fungsi ventricular kiri (LV) (Gbr. 12-1). Penilaian kualitatif rongga ventricular dan fungsi sistolik dapat dibuat secara langsung dari citra 2D oleh peneliti berpengalaman. Ekokardiografi 2D berguna dalam diagnosis hipertrofi LV dan merupakan modalitas pencitraan pilihan untuk diagnosis kardiomiopati hipertrofik. Ukuran bilik lain dinilai dengan analisis visual, termasuk atrium kiri dan bilik kanan.

GAMBAR 12-1Citra still-frame ekokardiografik dua dimensi dari pasien normal dengan jantung normal. Atas: Pandangan aksis panjang parasternal selama systole dan diastole (kiri) dan systole (kanan). Selama systole, terjadi penebalan miokardium dan penurunan ukuran ventrikel kiri (LV). Leaflet katup tipis dan terbuka lebar. Bawah: Pandangan aksis pendek parasternal selama diastole (kiri) dan systole (kanan) yang memperlihatkan penurunan ukuran rongga ventrikel kiri selama sistole serta penambahan ketebalan dinding. LA, atrium kiri; RV, ventrikel kanan; Ao, aorta.

Kelainan katupEkokardiografi 2D adalah standar emas untuk mencitra morfologi dan gerak katup. Penebalan dan mobilitas leaflet, kalsifikasi katup, dan gambaran struktur-struktur subvalvular dan supravalvular dapat dinilai. Stenosis katup dapat didiagnosis berdasarkan penebalan dan penurunan mobilitas katup. Ekokardiografi 2D juga merupakan standar emas untuk diagnosis stenosis mitral, yang menghasilkan pembentukan kubah diastolic dan tethering khas, dan keparahan stenosis dapat dipastikan dari pengukuran planimetri langsung pada ostium katup mitral. Adanya dan sering etiologi stenosis katup semilunar dapat dibuat berdasarkan ekokardiografi 2D (Gbr. 12-2), tetapi evaluasi keparahan stenosis memerlukan ekokardiografi Doppler (dibahas nanti). Diagnosis regurgitasi valvular harus dibuat dengan ekokardiografi Doppler, tetapi ekokardiografi 2D berharga untuk menentukan etiologi regurgitasi, serta efek-efeknya pada dimensi, bentuk, dan fungsi ventricular.

GAMBAR 12-1Citra still-frame ekokardiografik dua dimensi dari pasien normal dengan jantung normal. Atas: Pandangan aksis panjang parasternal selama systole dan diastole (kiri) dan systole (kanan). Selama systole, terjadi penebalan miokardium dan penurunan ukuran ventrikel kiri (LV). Leaflet katup tipis dan terbuka lebar. Bawah: Pandangan aksis pendek parasternal selama diastole (kiri) dan systole (kanan) yang memperlihatkan berkurangnya ukuran rongga ventrikel kiri selama systole serta peningkatan penebalan dinding. LA, atrium kiri; RV, ventrikel kanan; Ao, aorta.

GAMBAR 12-2Citra still-frame ekokardiografik dua dimensi dari pasien dengan stenosis aorta. Pandangan aksis panjang parasternal memperlihatkan katup aorta yang mengalami kalsifikasi hebat. RV, ventrikel kanan; LV, ventrikel kiri; Ao, aorta; LA, atrium kiri.

Penyakit pericardialEkokardiografi 2D adalah modalitas pencitraan pilihan untuk deteksi efusi pericardial, yang secara mudah divisualisasi sebagai struktur ovoid ekolusen hitam yang mengelilingi jantung (Gbr. 12-3). Pada pasien tidak stabil secara hemodinamis dengan tamponade pericardial, temuan echo khas meliputi dilatasi vena cava inferior, kolaps atrial kanan, dan kemudian kolaps ventricular kanan. Perikardiosentesis dipandu ekokardiografi saat ini tidak lagi menjadi standar perawatan.

GAMBAR 12-3Citra still-frame ekokardiografik dua dimensi seorang pasien dengan efusi pericardial. Efusi pericardial (PE) diperlihatkan sebagai ruang bebas echo hitam yang mengelilingi jantung. LV, ventrikel kiri.

GAMBAR 12-4Citra ekokardiografik still-frame transesofageal seorang pasien dengan miksoma atrial kiri. Terdapat massa padat echo besar pada atrium kiri, melekat pada septum atrium. Massa bergerak melewati katup mitral pada diastole. LV, ventrikel kiri; RV, ventrikel kanan.

GAMBAR 12-5Pandangan ekokardiografik still-frame transesofageal pasien dengan dilatasi aorta, diseksi aorta, dan regurgitasi aorta berat. Panah menunjuk flap intimal yang terjadi pada dilatasi aorta ascendens. Kiri: pandangan apex-down aksis panjang pada citra dua dimensi hitam dan putih saat diastole. Kanan: Pencitraan aliran warna yang memperlihatkan jet mosaic besar pada regurgitasi aorta. Ao, aorta; RV, ventrikel kanan; AR, regurgitasi aorta.

Massa intrakardiakMassa intrakardiak dapat divisualisasi pada ekokardiografi 2D, menunjukkan bahwa kualitas citra adekuat. Massa padat tampak sebagai struktur echo-dense, yang dapat terletak di dalam bilik jantung atau mengalami infiltrasi ke dalam miokardium atau pericardium. Trombus LV tampak sebagai struktur echo-dense, biaanya di regio apikal yang dihubungkan dengan kelainan gerak dinding regional. Gambaran dan mobilitas thrombus merupakan prediksi gangguan embolik. Vegetasi tampak sebagai densitas echo linear mobil yang melekat pada leaflet katup. Miksoma atrial dapat didiagnosis berdasarkan gambaran massa mobil berbatas tegas yang melekat pada septum atrium (Gbr. 12-4). Citra resolusi tinggi yang ditunjukkan oleh TEE mungkin diperlukan untuk delineasi selanjutnya massa miokardial, terutama yang berdiameter < 1 cm.

Penyakit aortaEkokardiograf 2D dapat memberi informasi yang sangat berguna pada penyakit aorta. Aorta ascendens proximalis, arcus aortae, dan aorta descendens distalis biasanya dapat divisualisasi melalui pendekatan transtorasik. Diagnosis definitive diseksi aorta yang dicurigai biasanya memerlukan TEE, yang secara cepat dapat memberi citra aorta thoracica descendens dan aorta ascendens proximalis resolusi tinggi (Gbr. 12-5).

EKOKARDIOGRAFI DOPPLERPrinsip dasarEkokardiografi Doppler menggunakan ultrasound yang merefleksikan pergerakan sel-sel darah merah untuk mengukur velositas aliran darah melewati katup, dalam bilik jantung dan melalui pembuluh darah besar. Pola aliran darah normal dan abnormal dapat dinilai secara noninvasive. Pencitraan Doppler aliran warna memperlihatkan velositas darah real time yang superimposed pada citra ekokardiugrafi 2D. Warna-warna berbeda menunjukkan arah aliran darah (merah kea rah dan biru menjauh dari transduser), dengan warna hijau superimposed bila terdapat aliran turbulen. Doppler pulsed-wave mengukur velositas aliran darah di lokasi tertentu pada citra ekokardiografi 2D. Ekokardiografi Doppler gelombang kontinu dapat mengukur velositas tinggi aliran darah yang mengarah sepanjang garis sinar Doppler, seperti yang terjadi pada keadaan stenosis katup, regurgitasi katup, atau shunt intrakardiak. Velositas tinggi ini dapat digunakan untuk menentukan gradient tekanan intrakardiak berdasarkan persamaan Bernoulli yang dimodifikasi:

Perubahan tekanan = 4 kali (velositas)2

Ekokardiografi Doppler jaringan mengukur velositas gerak miokardial. Velositas miokardial dapat digunakan untuk menentukan tingkat strain miokardial, yang merupakan ukuran kuantitatif kontraksi dan relaksasi miokardial regional.

Gradient katupPada keadaan stenosis katup, terjadi peningkatan velositas aliran darah melewati katup stenotik. Doppler gelombang kontinu dapat digunakan untuk menentukan gradient tekanan yang melewati katup (Gbr. 12-6). Area katup juga dapat dihitung dari velositas Doppler.

Regurgitasi katupRegurgitasi katup didiagnosis berdasarkan ekokardiografi Doppler bila terjadi aliran retrograde abnormal melewati katup. Pencitraan aliran warna adalah metode Doppler yang paling sering digunakan untuk mendeteksi regurgitasi katup dengan visualisasi jet turbulen velositas tinggi pada bilik di proksimal katup regurgitan (Gbr. 12-7). Ukuran dan luas jet aliran warna ke dalam bilik jantung penerima memberi perkiraan semikuantitatif tentang keparahan regurgitasi.

Tekanan intrakardiakTekanan ini dapat dihitung berdasarkan sinyal Doppler gelombang kontinu puncak pada lesi regurgitasi, yang merefleksikan gradient tekanan antara dua bilik jantung. Pendekatan ini biasanya dipakai pada jet regurgitan tricuspid, dari gradien tekanan sistolik antara atrium kanan dan ventrikel kanan yang dapat dihitung, menghasilkan pengukuran akurat tekanan sistolik arteria pulmonalis (Gbr. 12-8).

GAMBAR 12-6Doppler gelombang kontinu velositas katup mitralis pada pasien dengan stenosis mitralis. Gradient mean dihitung dari Doppler (DOPP) 10 mmHg sama dengan gradient mean 11 mm Hg dari kateterisasi jantung simultan pada pasien ini.

GAMBAR 12-7Kiri: Pandangan ekokardiografik transesofageal seorang pasien dengan regurgitasi mitral berat akibat flail leaflet posterior. Panah menunjuk ke arah bagian leaflet posterior yang tidak ditopang dan bergerak ke dalam atrium kiri selama systole. Kanan: Pencitraan aliran warna yang memperlihatkan jet mosaic besar pada regurgitasi mitral selama systole. LA, atrium kiri; LV, ventrikel kiri; AV, katup aorta.

Curah jantungKecepatan aliran volume (atau stroke volume dan curah jantung) dapat diukur (pengukuran dapat diandalkan) secara noninvasive dengan ekokardiografi Doppler. Aliran dihitung seiring produk area potongan melintang pembuluh darah atau bilik melalui darah yang bergerak dan velositas aliran darah seperti yang dinilai oleh Doppler.

GAMBAR 12-8Doppler gelombang kontinu pada regurgitasi tricuspid pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Terjadi peningkatan velositas sampai 5,4 m/detik. Menggunakan persamaan Bernoulli yang dimodifikasi, gradient tekanan puncak antara ventrikel kanan dan atrium kanan selama systole adalah 116 mmHg. Anggap tekanan atrial kanan 10 mmHg, tekanan sistolik ventrikel kanan 126 mmHg. Tanpa obstruksi saluran outflow ventrikel kanan, angka-angka tersebut menunjukkan terjadi hipertensi pulmonal berat dengan tekanan sistolik arteria pulmonalis sebesar 126 mmHg.

Pengisian diastolicEkokardiografi Doppler memungkinkan evaluasi noninvasive pengisian diastolic ventricular. Kurva velositas transmitral merefleksikan gradient tekanan relative antara atrium kiri dan ventrikel di seluruh diastole dan dipengaruhi oleh kecepatan relaksasi ventricular, kekuatan melewati katup, dan compliance ventrikel. Pada fase awal disfungsi diastolic terjadi gangguan relaksasi LV, dengan penurunan aliran transmitral dini dan peningkatan kompensasi aliran selama kontraksi atrial (Gbr. 12-9). Seiring memberatnya penyakit dan compliance ventricular berkurang, tekanan atrial kiri meningkat, menyebabkan velositas transmitral dini lebih tinggi dan memendeknya deselerasi aliran pada diastole awal. Analisis velositas jaringan Doppler berhubungan dengan gerak anular dan strain miokardial memberi informasi lanjutan mengenai sifat diastolic jantung.

Penyakit jantung congenitalEkokardiografi 2D dan Doppler berguna pada evaluasi pasien-pasien dengan penyakit jantung congenital. Lesi katup regurgitan atau stenotik congenital dapat dinilai. Deteksi shunt intrakardiak dimungkinkan oleh ekokardiografi 2D dan Doppler. Patensi shunt dan conduit bedah juga dapat dievaluasi.

EKOKARDIOGRAFI STRESEkokardiografi 2D dan Doppler biasanya dilakukan pada pasien dalam keadaan istirahat. Informasi lanjutan dapat diperoleh dengan pencitraan ulang selama olah raga atau stress farmakologik. Indikasi primer untuk ekokardiografi stress adalah untuk mengonfirmasi kecurigaan penyakit jantung iskemik dan menentukan luas iskemia.

Penurunan kontraksi sistolik area (segmen) iskemik miokardium, disebut kelainan gerak dinding regional, terjadi sebelum gejala-gejala atau elektrokardiografik berubah (Gbr. 12-10). Kelainan gerak dinding regional baru, penurunan fraksi ejeksi, dan peningkatan volume sistolik akhir pada stress merupakan indicator iskemia miokardial. Uji stress olah raga biasanya dilakukan dengan protocol olah raga yang menggunakan latihan sepeda atau treadmill tegak. Pada pasien-pasien yang tidak mampu berolah raga, uji farmakologik dapat dilakukan dengan infus dobutamin untuk meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial. Ekokardiografi dobutamin juga telah digunakan untuk menilai kemampuan hidup miokardial pada pasien-pasien dengan fungsi sistolik buruk dan CAD yang terjadi bersamaan; bila digunakan untuk tujuan ini, dobutamin diberikan dengan dosis yang lebih rendah dibandingkan dosis stres farmakologik standar.

Ekokardiografi Doppler dapat digunakan saat istirahat dan selama olah raga pada pasien-pasien dengan penyakit katup jantung untuk menentukan respons hemodinamik gradient katup dan tekanan paru (Gbr. 12-11). Pada pasien-pasien dengan stenosis aorta gradient rendah, curah rendah, respons gradient terhadap stimulasi dobutamin memiliki nilai diagnostic dan terapeutik.

GAMBAR 12-9Kurva tekanan ventricular kiri yang benar yang superimposed pada kurva velositas inflow mitral diperolah dengan ekokardiografi Doppler. Rasio aliran diastolic awal dan lanjut disebut rasio E:A. Waktu deselerasi (DT) mengukur kecepatan penurunan velositas dini dan merefleksikan compliance operatif efektif ventrikel kiri. Kiri: Pada stadium dini disfungsi diastolic, terjadi kelainan relaksasi. Terjadi penurunan pengisian diastolic dini dan peningkatan pengisian pada kontraksi atrial, yang menyebabkan rasio E:A rendah, sebesar 0,5, dengan waktu deselerasi (DT) sebesar 250 mdetik. Pada keadaan ini, tekanan diastolic LV rendah pada 6 mmHg. Kanan: Seiring disfungsi diastolic memberat, terjadi pembatasan pengisian, yaitu terdapat velositas diastolic dini tinggi dan velositas rendah pada kontraksi atrial yang menyebabkan rasio E:A tinggi sebesar 3,0, dengan DT 150 mdetik. Pada keadaan ini, tekaann diastolic LV secara nyata meningkat sampai 34 mmHg.

IstirahatPasca olah ragaGAMBAR 12-10Citra ekokardiografik dua dimensi still-frame sistolik seorang pasien yang menjalani ekokardiogram stress. Selama istirahat (kiri), terjadi kontraksi semua segmen miokardium. Selama olah raga (kanan), terjadi kelainan gerak dinding regional pada segmen anterior dan anteroapikal (panah), 4 ch = pandangan empat bilik, 2 ch = pandangan dua bilik, LV = ventrikel kiri, RV = ventrikel kanan.

EKOKARDIOGRAFI TRANSESOFAGEALBila informasi terbatas diperolah dari TTE akibat jendela pencitraan buruk, TEE berguna. Penyakit-penyakit aorta, seperti diseksi aorta, dapat didiagnosis dengan TEE. Menentukan sumber embolisme merupakan indikasi lazim untuk TEE, karena kelainan seperti thrombus atrial, foramen ovale paten, dan plak aorta dapat dideteksi. Massa lain, terutama massa pada atrium dapat divisualisasi. Adanya vegetasi untuk diagnosis endokarditis infektif dan komplikasinya dapat dinilai dengan TEE. Teknik-teknik ini telah digunakan sebelum kardioversi pada pasien-pasien dengan fibrilasi atrial untuk menyingkirkan thrombus pada atrium kiri atau appendage atrial kiri.

KARDIOLOGI NUKLIRPRINSIP DASAR KARDIOLOGI NUKLIRPencitraan nuklir (atau radionuklida) memerlukan pemberian intravena radiofarmasetika (isotop atau tracer). Setelah disuntikkan, isotop melacak proses fisiologik dan mengalami uptake pada organ-organ tertentu. Selama proses ini, radiasi dipancarkan dalam bentuk foton, biasanya sinar gama, dihasilkan selama penghancuran radioaktif bila inti isotop berubah dari satu tingkat energi ke energi yang lebih rendah. Kamera khusus mendeteksi foton-foton ini dan membentuk citra melalui interface computer. Dua teknologi yang paling sering digunakan dalam kardiologi nuklir klinis adalah tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal (SPECT, single-photon emission computed tomography) dan tomografi emisi positron (PET). Teknologi-teknologi tersebut berbeda dalam instrumentasi, akuisisi, resolusi, dan nuklida yang digunakan.

ISTIRAHATMeanOLAH RAGAMEAN

GAMBAR 12-11Ekokardiogram Doppler gelombang kontinu melewati katup mitral pasien dengan stenosis mitral. Saat istirahat (kiri), gradient mean-nya sebesar 8 mmHg. Selama olah raga (kanan), gradient mean meningkat sampai 29 mmHg, yang menunjukkan stenosis mitral signifikan secara hemodinamis.

StressIstirahatAksis pendekApeksMidBasisStressIstirahatAksis horizontal-panjangAksis vertikal-panjangGAMBAR 12-12Citra sestamibi technetium-99m olah raga pada seorang laki-laki berusia 65 tahun dengan angina atipikal. Citra-citra diperlihatkan pada tiga pandangan standar; stress (kiri) dan istirahat (kanan) pada setiap panel. Terjadi tracer uptake yang seragam di seluruh miokardium ventricular kiri saat istirahat dan stress puncak pada ketiga pandangan.

APLIKASI KLINISPenilaian perfusi miokardial dan penyakit arteria coronariaPencitraan perfusi miokardial nuklir (MPI) yang menggunakan SPECT dan PET yang lebih mutakhir memiliki peran pada evaluasi dan penanganan pasien-pasien dengan penyakit arteria coronaria (CAD) yang diketahui atau dicurigai. Baik MRI SPECT maupun PET memerlukan suntikan isotop saat istirahat dan selama stress untuk menghasilkan citra uptake miokardial regional yang sebanding dengan aliran darah regional. Dalam keadaan normal, aliran darah miokardial dapat meningkat sampai lima kali lipat di atas keadaan istirahat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen miokardial selama stress. Pada keadaan stenosis koronaria yang menetap, ketidakmampuan meningkatkan perfusi miokardial pada teritori yang disuplai oleh stenosis membentuk diferensial aliran dan tracer uptake miokardial yang tidak homogeny. Pada pasien-pasien yang tidak mampu berolah raga, agen-agen farmakologik digunakan untuk meningkatkan aliran darah dan membentuk inhomogenisitas yang sama.

Tracer perfusi SPECT yang paling sering digunakan adalah isonitril dilabel thallium-201 (201TI) dan technetium-99m (99mTC). Isonitril 99mTc memiliki energi foton yang lebih tinggi dan waktu paruh fisik lebih pendek dibandingkan 201TI, yang memungkinkan suntikan dosis lebih tinggi dengan pajanan radiasi yang lebih sedikit sementara menghasilkan citra kualitas tinggi secara bersamaan. Tracer PET yang disetujui FDA adalah rubidium-82 (82Rb) dan ammonia 13N (13NH3) untuk pemberian dosis tinggi dan protocol pencitraan yang lebih singkat.

Baik citra perfusi miokardial SPECT dan PET sering diinterpretasikan dengan analisis visual, yang dapat ditambahkan dengan software kuantitatif. Citra perfusi miokardial normal memperlihatkan tracer uptake seragam di seluruh miokardium LV (Gbr. 12-12). Sebaliknya, regio-regio dengan penurunan aliran darah miokardial memperlihatkan berbagai tingkat penurunan tracer uptake (Gbr. 12-13), yang dapat digradasi pada skala semikuantitatif. Penurunan tracer uptake di regio miokardial baik pada citra istirahat maupun stress disebut defek menetap dan sesuai dengan infark. Penurunan tracer uptake pada citra stress dengan uptake yang membaik atau relative terjaga pada citra istirahat disebut defek reversibel dan menunjukkan iskemia. PET memiliki kemampuan mengukur jumlah aliran darah miokardial dan cadangan aliran pada istilah absolut.

Untuk diagnosis CAD yang secara angiografis signifikan, SPECT yang menggunakan isonitril 201T1 dan 99mTc dan baik olah raga maupun stress farmakologik memiliki sensitivitas rata-rata 87% dan spesifisitas 73%. Pada perbandingan, MPI PET memiliki akurasi yang lebih tinggi (sensitivitas rata-rata 90%, spesifisitas 89%). Metode yang kuat untuk melemahkan koreksi dengan PET memperbaiki spesifisitas, terutama pada populasi dan perempuan obes, sementara resolusi superior dan fraksi ekstraksi tracer PET yang lebih tinggi meningkatkan sensitivitas (Gbr. 12-14). Penggunaan PET tidak seluas SPECT karena ketersediaannya yang berkurang dan pengalaman local yang rendah, tetapi scanner PET menjadi lebih luas tersedia (Tabel 12-2).

Baik MPI SPECT maupun PET memiliki nilai prognostic yang kuat. Pada pasien-pasien dengan hasil MPI SPECT normal, angka tahunan kematian jantung atau infark miokardial biasanya sangat rendah (90% untuk mendeteksi lesi arteria coronaria seperti yang dibandingkan dengan kateterisasi jantung. Akurasi paling tinggi tercatat di bagian utama kiri dan proksimal arteria coronaria kiri dengan penurunan sensitivitas di bagian segmen lebih distal dan arteria coronaria kanan yang bergerak lebih cepat (Gbr. 12-22).

Tidak ada kalsifikasiKalsifikasi sedangKalsifikasi beratLADLAD + LCXGAMBAR 12-21CT scan tiga pasien yang memperlihatkan kemampuan untuk mendeteksi kalsifikasi koronaria. Kiri: Arteria coronaria kiri tanpa kalsifikasi. Tengah: Kalsifikasi pada arteria anterior kiri (LAD). Kanan: Kalsifikasi berat pada LAD dan arteria circumflexa.

Konsep angiografi koronaria noninvasive telah menimbulkan minat yang besar pada CTA. Namun, sama seperti modalitas pencitraan apapun, CTA memiliki keterbatasan teknis yang memerlukan pemilihan dan persiapan pasien yang tepat. Integrasi CTA dalam praktik klinis memerlukan pengetahuan data diagnostic dan prognostic sebelum pemeriksaan dan penambahan informasi yang akan mengubah penanganan. Indikasi yang diterima baik untuk CTA koronaria adalah pada evaluasi kecurigaan anomali arteria coronaria untuk CTA yang tidak hanya mengonfirmasi diagnosis tetapi juga memperlihatkan perjalanan arteria yang dihubungkan dengan pembuluh darah besar (Gbr. 12-23). Untuk pasien-pasien dengan sindrom nyeri dada, CTA paling baik digunakan untuk mendeteksi penyakit koronaria yang signifikan, memberikan nilai prediktif negative tinggi. Oleh karena itu, ini adalah pasien dengan probabilitas pra-pemeriksaan CAT intermedia yang tidak dapat berolah raga atau memiliki hasil yang tidak dapat diinterpretasi atau ekuivokal pada pemeriksaan sebelumnya yang paling cocok untuk CTA. Manfaat CTA pada kelompok pasien lain masih belum jelas.

Keterbatasan CTKeterbatasan CT meliputi ketergantungannya akan radiasi pengion (berbeda dengan MRI) dan kebutuhan akan kontras beryodium. Teknik-teknik untuk menurunkan dosis radiasi terus berkembang, dan dosis radiasi untuk CTA koronaria biasanya melebihi yang diberikan selama kateterisasi jantung diagnostic standar. Irama jantung cepat atau iregular dan gerak tubuh membatasi akurasi CTA. Kalsifikasi berat dan artifak dari stent menghindarkan penilaian akurat keparahan stenosis.

GAMBAR 12-23Volume tiga dimensi membuat citra angiogram CT diperjelas kontras yang menggambarkan anomaly arteria coronaria kiri yang berasal dari arteria coronaria kanan dan berjalan ke posterior aorta.

TABEL 12-3PEMILIHAN PEMERIKSAAN PENCITRAANECHONUKLIRCTaMRIbFungsi/ukuran LVPenyakit katupPenyakit pericardialPenyakit aortaMassa jantungModalitas pilihan awalHarga rendah, portableMemberi informasi hemodinamik dan struktural tambahanTersedia dari pencitraan dipandu SPECT atau PETResolusi paling baikHarga paling mahalResolusi paling baikHarga paling mahalPenyakit katupModalitas pilihan awalGerak katupHemodinamika DopplerVisualisasi gerak katupDelineasi aliran abnormalPenyakit pericardialEfusi pericardialHemodinamika DopplerPenebalan pericardiumPenebalan pericardiumPenyakit aortaDiagnosis cepat TEEcDiseksi akutCitra seluruh aortaAneurisma akutDiseksi aortaCitra seluruh aortaAneurisma aortaDiseksi kronikMassa jantungTTE- massa intrakardiak besarTEEmassa intrakardial yang lebih kecilcMassa ekstrakardiakMassa miokardialMassa ekstrakardiakMassa miokardiala Memerlukan kontras.b Kontraindikasi relative: pacemaker, objek logam, klaustrofobik.c Bila tidak terlihat pada TTE.Singkatan: Echo, ekokardiografi; PET, tomografi emisi positron; SPECT, tomografi terkomputerisasi emisi foton tunggal; TEE, ekokardiografi transesofageal; TTE, ekokardiogram transtorasik.

PEMILIHAN PEMERIKSAAN PENCITRAAN (TABEL 12-3)DASAR PEMIKIRAN UTAMAPilihan modalitas pencitraan optimal untuk pasien tertentu seharusnya didasarkan pada masalah utama yang dituju, pertanyaan klinis lain secara bersamaan, serta keahlian dan perlengkapan local yang tersedia pada suatu institusi. Urgensi klinis dan harga setiap pemeriksaan juga perlu dipertimbangkan. Untuk memastikan penggunaan efektif alat-alat pencitraan kardiovaskular, telah dikembangkan Appropriateness Criteria oleh lembaga nasional untuk memeriksa peningkatan manfaat klinis modalitas pencitraan.

PERTANYAAN KLINIS YANG LAZIMFungsi dan ukuran ventricular kiriEkokardiografi 2D adalah modalitas pencitraan primer yang diperoleh untuk penilaian ukuran rongga LV, fungsi sistolik, dan ketebalan dinding. Ekokardiografi juga dapat memberi informasi mengenai fungsi katup, tekanan arteria pulmonalis, dan pengisian diastolik secara bersamaan yang sangat berharga pada pasien yang datang dengan kemungkinan gagal jantung. Kekurangan pemeriksaan ini adalah resolusi endokardial yang buruk pada beberapa pasien dan tidak adanya pengukuran kuantitatif reproducible.

Angiografi radionuklida yang setara dapat memberi pengukuran kuantitatif akurat tentang volume dan fungsi LV tetapi tidak tersedia secara luas dan tidak dapat digunakan pada pasien-pasien dengan irama iregular. Gated SPECT dan PET mengukur volume dan fungsi sistolik LV sebagai bagian perfusi miokardial dan/atau pencitraan viability tetapi juga memerlukan irama yang relative regular. Baik scanning MRI dan CT memberi resolusi kualitas paling tinggi batas endokardial sehingga merupakan modalitas yang paling akurat. Namun, scanning tersebut lebih mahal, kurang portability, dan tidak memberi informasi hemodinamik secara bersamaan seperti ekokardiografi.

Penyakit katup jantungEkokardiografi 2 D dan Doppler memberi informasi anatomic dan hemodinamik yang berkenaan dengan penyakit katup, dan merupakan pemeriksaan pilihan pertama. MRI juga dapat memvisualisasi gerak katup dan menentukan velositas aliran abnormal melewati katup, tetapi validasi pengukuran hemodinamik kuantitatif lebih rendah dibandingkan dengan ekokardiografi.

Penyakit pericardialEkokardiografi merupakan modalitas pencitraan pilihan pertama pada pasien-pasien dengan kecurigaan efusi pericardial dan tamponade karena portability dan tampilan citranya yang cepat. Untuk pasien-pasien dengan kecurigaan perikarditis konstriktif, baik scanning MRI maupun CT merupakan modalitas pencitraan yang menunjukkan garis ketebalan pericardial paling baik. Analisis hemodinamik enhancement interaksi ventricular yang terjadi pada konstriksi pericardial dapat dinilai dengan ekokardiografi Doppler.

Penyakit aortaBaik scanning CT maupun MRI merupakan modalitas pencitraan pilihan untuk evaluasi pasien stabil dengan kecurigaan mengalami aneurisma aorta atau diseksi aorta. Pada pasien sakit akut dengan diseksi aorta yang dicurigai, baik TEE maupun scanning CT merupakan modalitas pencitraan yang dapat diandalkan.

Massa jantungTTE 2D merupakan pemeriksaan pertama untuk menyingkirkan massa intrakardiak; diameter massa >1,0 cm biasanya dapat divisualisasi dengan baik. Massa intrakardial dengan ukuran lebih kecil dapat divisualisasi dengan TEE. Scanning CT dan MRI optimal untuk mengevaluasi massa di luar jantung atau yang mengenai miokardium.

PENDEKATAN PEMERIKSAAN PENCITRAAN YANG SESUAI UNTUK EVALUASI CAD YANG PASTI ATAU DICURIGAIPilihan pemeriksaan awal harus didasarkan pada evaluasi elektrokardiogram pasien saat istirahat, kemampuan melakukan olah raga, gejala klinis, habitus tubuh pasien, dan teknologi serta ahli local yang tersedia (Gbr. 12-24). Untuk penilaian standar CAD, pemeriksaan elektrokardiografik olah raga harus menjadi pertimbangan awal pasien-pasien dengan elektrokardiogram yang dapat diinterpretasi yang mampu berolah raga. Jika terdapat kelainan elektrokardiografik saat istirahat, atau jika pasien pernah menjalani revaskularisasi koronaria, modalitas pencitraan (baik pencitraan nuklir maupun ekokardiografi) harus digunakan untuk evaluasi awal. Pemeriksaan pencitraan dapat menambahkan informasi prognostik pada pemeriksaan elektrokardiografik olah raga standar sehingga sangat berguna bila hasil awal turun menjadi kategori risiko sedang. Pemeriksaan stress farmakologik dengan pencitraan harus digunakan pada pasien-pasien yang tidak mampu berolah raga. Penggunaan angiografi koroner CT sedang berkembang.

Sementara pasien sering dievaluasi (paling baik) dengan modalitas pencitraan bagi sebagian besar ahli dan pengalaman yang tersedia, terdapat pertimbangan tambahan dan situasi tertentu yaitu satu modalitas pencitraan memiliki kelebihan di atas yang lain. Ekokardiografi memberi informasi struktural. Oleh karena itu, jika terdapat pertanyaan tentang penyakit katup, penyakit pericardial, atau penyakit aorta, ekokardiografi stress secara bersamaan harus dipertimbangkan. Pada pasien-pasien dengan riwayat infark dan/atau disfungsi sistolik LV berbasis CAD, pencitraan nuklir, terutama PET, atau MRI, merupakan modalitas yang lebih dipilih karena juga menentukan viability. Pada umumnya, pencitraan nuklir lebih sensitive dan kurang spesifik dibandingkan ekokardiografi untuk deteksi iskemia dan viability miokardial.

PILIHAN PEMERIKSAAN UNTUK CAD YANG DICURIGAI/DIKETAHUIPasien mampu berolah raga?YaTidakPemeriksaan pencitraan farmakologikRiwayat revaskularisasi koronerYaTidakPemeriksaan pencitraan olah ragaEKG istirahat dapat diinterpretasiTidakYaEKG olah ragaViabilitayPETPerlu informasi strukturalYaTidakLBBB atau PPMRiwayat MIYaTidakPerlu informasi struktural?YaTidakLBBB atau PPMYaTidakRiwayat MIYaTidakEcho dobutaminNuklir farmakologik*Echo dobutamin atau nuklir farmakologik*Echo olah ragaNuklir farmakologikNuklir olah ragaBaik nuklir olah raga maupun echo olah ragaGAMBAR 12.24Flow diagram yang memperlihatkan pemilihan pemeriksaan stress awal pada pasien dengan nyeri dada. Pasien-pasien yang mampu berolah raga, tanpa riwayat revaskularisasi, dan dengan EKG istirahat yang dapat diinterpretasi dapat diperiksa dengan EKG olah raga. Pemeriksaan pencitraan yang sesuai untuk pasien-pasien lain bergantung pada banyak faktor (lihat teks). LBBB, left bundle branch block; riwayat iskemia MI-Reg, riwayat MI dengan keperluan untuk mendeteksi iskemia regional; nuklir, pemeriksaan pencitraan SPECT nuklir; Pharm, farmakologik. *Pertimbangkan PET jika orang obes (yang sakit) atau perempuan dengan payudara besar/padat.

BAB 13KATETERISASI JANTUNG DIAGNOSTIK DAN ANGIOGRAFI KORONERJane A. LeopoldDavid P. Faxon

Kateterisasi jantung dan angiografi koroner diagnostic dianggap merupakan standar emas pada penilaian anatomi dan fisiologi jantung dan vaskularisasi terkaitnya. Pada 1929, Forssmann memperlihatkan feasibility kateterisasi jantung pada manusia ketika kateter urologis dimasukkan dari vena di lengan ke atrium kanan dan melihat posisi kateter dalam jantung dengan sinar-x. Pada 1940-an, Cournand dan Richards menggunakan teknik ini pada pasien dengan penyakit kardiovaskular untuk mengevaluasi fungsi jantung. Tiga dokter ini mendapat hadiah Nobel pada 1956. Pada 1958, Sones melakukan angiografi koroner selektif pertama secara tidak hati-hati ketika suatu kateter dalam ventrikel kiri terselip ke belakang melewati katup aorta, mengikat arteria coronaria kanan, dan menyuntikkan kontras secara kuat sebanyak 40 mL ke dalam pembuluh darah. Angiogram yang dihasilkan memberikan detil anatomic arteri yang sangat baik, dan pasien tidak menderita karena efek samping. Sones terus mengembangkan kateter koroner selektif, yang selanjutnya dimodifikasi oleh Judkins, yang mengembangkan kateter preformed dan memungkinkan angiografi arteria coronaria digunakan secara luas sebagai alat diagnostic. Di Amerika Serikat, kateterisasi jantung merupakan prosedur operatif kedua yang paling sering digunakan, dengan hampir 3 juta prosedur dilakukan setiap tahun.

KATETERISASI JANTUNGINDIKASI, RISIKO, DAN PENANGANAN PRAPROSEDURKateterisasi jantung dan angiografi koroner diindikasikan untuk mengevaluasi luas dan keparahan penyakit jantung pada pasien-pasien simtomatik dan untuk menentukan apakah intervensi medis, bedah, atau berbasis kateter dianjurkan (Tabel 13-1). Tindakan tersebut juga digunakan untuk menyingkirkan penyakit berat pada pasien simtomatik dengan temuan-temuan ekuivokal pada pemeriksaan non-invasif dan pada pasien-pasien dengan sindrom nyeri dada yang etiologinya tidak jelas sehingga memerlukan diagnosis definitive untuk penanganannya. Kateterisasi jantung tidak diwajibkan sebelum bedah jantung pada beberapa pasien yang lebih muda yang menderita penyakit katup jantung atau penyakit jantung congenital yang digambarkan secara jelas dengan pencitraan non-invasif dan yang tidak memiliki gejala-gejala atau faktor risiko yang menunjukkan penyakit arteria coronaria secara bersamaan.

Risiko-risiko yang disebabkan oleh kateterisasi jantung elektif relative rendah, dengan risiko yang dilaporkan sebesar 0,05% untuk infark miokardial, 0,07% untuk stroke, dan 0,08-0,14% untuk kematian. Risiko-risiko ini meningkat secara substansi jika kateterisasi segera dilakukan, selama infark miokardial akut, atau pada pasien-pasien yang secara hemodinamik tidak stabil. Risiko-risiko tambahan pada prosedur tersebut meliputi taki- atau bradiaritmia yang memerlukan countershock atau terapi farmakologik, gagal ginjal akut yang menyebabkan dialysis transien atau permanen, komplikasi vaskular yang memerlukan perbaikan bedah, dan perdarahan di tempat masuk yang signifikan. Di antara risiko-risiko tersebut, perdarahan di tempat masuk vaskular merupakan komplikasi yang paling sering terjadi, terjadi pada 1,5-2,0% pasien, dengan kejadian perdarahan utama yang disertai hasil jangka panjang dan pendek yang paling buruk.

Pada pasien-pasien yang memahami dan menerima risiko yang dihubungkan dengan kateterisasi jantung, tidak ada kontraindikasi absolut bila prosedur dilakukan untuk antisipasi intervensi yang menyelamatkan nyawa. Namun, kontraindikasi relative tetap ada; kontraindikasi meliput gagal jantung kongestif dekompensasi; gagal jantung akut; insufisiensi ginjal kronik berat, kecuali jika merencakan dialisis; bakteremia; stroke akut; perdarahan gastrointestinal aktif; kelainan elektrolit berat, yang tidak dikoreksi; riwayat reaksi anafilaktik/anafilaktoid terhadap agen-agen kontrak beryodium; dan riwayat alergi/bronkospasme terhadap aspirin pada pasien-pasien yang kemungkinan berkembang sehingga memerlukan intervensi koronaria perkutan.

Alergi kontras dan gagal ginjal diinduksi kontras memerlukan pertimbangan lanjutan, karena kejadian tersebut dapat terjadi pada individu-individu yang sebenarnya sehat dan perlu tindakan profilaktik untuk mengurangi risiko. Reaksi alergi terhadap agen kontras terjadi pada 30 detik)Takikardia ventricular polimorfik tidak terus menerus (0,5 mg/dL atau 25% di atas baseline yang terjadi 48-72 jam setelah pemberian kontras, terjadi pada -2-7% pasien dengan angka 20-30% dilaporkan pada pasien-pasien risiko tinggi, termasuk mereka dengan diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal kronik, anemia, dan usia tua. Dialisis diperlukan pada 0,3-0,7% pasien dan dihubungkan dengan peningkatan lima kali lipat mortalitas dalam rumah sakit. Untuk semua pasien, ekspansi volume intravascular adekuat dengan pemberian salin 0,9% intravena (1,0-1,5 mL/kg per jam) selama 3-12 jam sebelum dan dilanjutkan 6-24 jam setelah prosedur membatasi risiko nefropati diinduksi kontras. Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronik, tambahan prapengobatan dengan N-acetylcysteine (Mucomist, 600 mg dua kali sehari per oral sebelum dan dua hari setelah kateterisasi) juga menurunkan risiko. Pasien-pasien diabetik yang diobati dengan metformin harus menghentikan obat 48 jam sebelum prosedur untuk membatasi risiko terkait asidosis laktat. Strategi lain untuk menurunkan risiko meliputi pemberian natrium bikarbonat, meskipun terdapat data yang masih menimbulkan konflik mengenai efektivitasnya; gunakan agen-agen kontras osmolar rendah atau iso-osmolar; dan membatasi volume kontas sampai 5 mmHg (pada baseline atau dengan beban volume akut), dan perubahan tekanan pengisian diastolic ventrikel kiri dan kanan yang sesuai saat inspirasi (keduanya meningkat).

Curah jantungCurah jantung diukur dengan metode Fick atau teknik termodilusi atau dihitung berdasarkan angiografi ventrikel kiri. Biasanya, metode Fick dan teknik termodilusi dilakukan selama kateterisasi jantung, meskipun metode Fick dianggap lebih dapat diandalkan pada keadaan regurgitasi tricuspid dan pada keadaan curah jantung rendah. Metode Fick menggunakan oksigen sebagai zat indicator dan didasarkan pada prinsip bahwa jumlah suatu zat yang diambil atau dilepaskan oleh suatu organ (konsumsi oksigen) sama dengan produk aliran darahnya (curah jantung) dan perbedaan konsentrasi zat dalam sirkulasi arterial dan vena (perbedaan oksigen arterial-vena). Oleh karena itu, formula untuk menghitung curah jantung Fick adalah:Curah jantung (L/menit) = (konsumsi oksigen [mL/menit])/(perbedaan oksigen arterial-vena [mL/L])

Konsumsi oksigen diperkirakan sebanyak 125 mL oksigen/menit x area permukaan tubuh, dan perbedaan oksigen dalam arteri-vena pertama-tama diperoleh dari penghitungan kapasitas darah pembawa oksigen (hemoglobin [g/100 mL] x 1,36 [mL oksigen/g hemoglobin] x 10) dan mengalikannya dengan saturasi oksigen fraksional. Metode termodilusi menggunakan suatu zat yang disuntikkan ke dalam dan bercampur secara adekuat dengan darah. Pada praktik kontemporer, curah jantung termodilusi diukur menggunakan temperature sebagai indicator. Pengukuran dibuat dengna kateter berujung termistor yang mendeteksi deviasi temperature dalam arteria pulmonalis setelah suntikan 10 mL salin normal dengan temperature ruang ke dalam atrium kanan. Curah jantung juga dapat dihitung dari ventrikulogram kiri dengan pertama-tama menentukan volume ventrikel kiri pada diastole akhir dan systole akhir menggunakan metode area-panjang. Curah jantung setara dengan nadi x stroke volume, yang merupakan perbedaan antara volume diastolic akhir dan volume sistolik akhir.

Resistensi vaskularResistensi melewati sirkulasi pulmonal dan sistemik dihitung dengan ekstrapolasi dari hukum Ohm tentang resistensi listrik dan setara dengan gradient tekanan mean dibagi aliran mean (curah jantung). Oleh karena itu, resistensi vaskular sistemik adalah ([tekanan aorta mean tekanan atrial kanan mean]/curah jantung) dikalikan 80 untuk mengubah resistensi dari satuan Wood menjadi dyn-s-cm-5. Demikian pula, resistensi vaskular pulmonal adalah (arteria pulmonalis mean tekanan capillary wedge pulmonal mean]/curah jantung) x 80. Resistensi vaskular pulmonal diturunkan dengan oksigen, nitroprusid, calcium channel blocker, infuse prostasiklin, dan inhalasi nitric oxide; terapi-terapi tersebut dapat diberikan selama kateterisasi untuk menentukan apakah peningkatan resistensi vaskular pulmonal menetap atau reversibel.

Area katupData hemodinamik juga dapat digunakan untuk menghitung area katup menggunakan formula Gorlin yang menyamakan area dengan aliran yang melewati katup dibagi oleh gradient tekanan antara bilik jantung yang mengelilingi katup. Formula untuk penilaian area katup adalah: Area = (curah jantung [cm3/menit]/[periode ejeksi sistolik atau periode pengisian diastolic][nadi]/44,3 C x akar kuadrat gradient tekanan; C = 1 untuk katup aorta dan 0,85 untuk katup mitral. Area katup 1,5 cm2, gradient mean > 15 mmHg, tekanan arteria pulmonalis >60 mmHg, atau tekanan wedge arteria pulmonalis >25 mmHg setelah olah raga juga dianggap signifikan dan mungkin memerlukan intervensi. Formula Hakki yang dimodifikasi juga telah digunakan untuk memperkirakan area katup aorta. Formula ini menghitung area katup sebagai berikut: curah jantung (L/menit) dibagi akar kuadrat gradient tekanan. Kalkulasi area katup aorta yang didasarkan pada formula Gorlin bergantung aliran sehingga, untuk pasien-pasien dengan curah jantung rendah, sangat penting untuk menentukan apakah penurunan area katup sebenarnya merefleksikan stenosis menetap atau memperkirakan secara berlebih berdasarkan curah jantung dan stroke volume rendah yang tidak cukup untuk membuka penuh leaflet katup. Pada keadaan tersebut, manipulasi hemodinamik yang hati-hati menggunakan dobutamin untuk meningkatkan curah jantung dan rekalkulasi area katup aorta mungkin diperlukan.

Shunt intrakardiakPada pasien-pasien dengan penyakit jantung congenital, deteksi, lokalisasi, dan kuantifikasi shunt intrakardiak harus dievaluasi. Shunt sebaiknya dicurigai bila terjadi desaturasi arterial yang tidak dapat dijelaskan atau peningkatan saturasi oksigen darah vena. Langkah naik atau peningkatan kandungan oksigen menunjukkan adanya shunt kiri-ke-kanan sementara langkah turun menunjukkan shunt kanan-ke-kiri. Shunt ditentukan lokasinya dengan mendeteksi perbedaan kadar saturasi oksigen 5-7% antara bilik jantung yang berdekatan. Keparahan shunt ditentukan oleh rasio aliran darah pulmonal (Qp) dengan aliran darah sistemik (Qs), atau Qp/Qs = ([kandungan oksigen arterial sistemik - campuran kandungan oksigen vena]/kandungan oksigen vena pulmonalis kandungan oksigen arteria pulmonalis). Untuk defek septum atrium, rasio shunt 1,5 dianggap signifikan dan menjadi unsur pada beberapa variable klinis lain untuk menentukan kebutuhan akan intervensi. Bila terjadi defek septum ventricular congenital, rasio shunt >2,0 dengan tanda overload volume ventrikel kiri merupakan indikasi golongan I untuk koreksi secara bedah.

DIASTOLESISTOLEGAMBAR 13-3Ventrikulogram kiri pada diastole akhir (kiri) dan systole akhir (kanan). Pada pasien-pasien dengan fungsi ventrikel kiri normal, ventrikulogram memperlihatkan kontraksi simetrik semua dinding (atas). Pasien-pasien dengan penyakit arteria coronaria mungkin mengalami kelainan gerak dinding pada ventrikulografi seperti yang terlihat pada laki-laki berusia 60 tahun ini setelah infark miokardial anterior besar. Pada systole, dinding anterior, apikal, dan inferior bersifat akinetik (panah putih) (bawah).

VENTRIKULOGRAFI DAN AORTOGRAFIVentrikulografi untuk menilai fungsi ventrikel kiri dapat dilakukan selama kateterisasi jantung. Kateter seperti ekor babi dimasukkan retrograde melewati katup aorta ke dalam ventrikel kiri dan 30-45 mL kontras disuntikkan kuat untuk memvisualisasi bilik ventrikel kiri selama siklus jantung. Ventrikulogram biasanya dilakukan denga proyeksi oblik anterior kanan untuk memeriksa gerakan dinding dan fungsi katup mitral. Gerakan dinding normal diobservasi untuk kontraksi simetrik semua segmen; segmen hipokinetik mengalami penurunan kontraksi, segmen akinetik tidak berkontraksi, dan segmen diskinetik tampak menonjol secara paradoks selama systole (Gbr. 13-3). Ventrikulografi juga memperlihatkan aneurisma ventrikel kiri, pseudoaneurisma, atau divertikulum dan dapat digunakan untuk menilai prolaps katup mitral serta keparahan regurgitasi mitral. Tingkat regurgitasi mitral diperkirakan dengan membandingkan densitas opasifikasi kontras atrium kiri dengan oapsifikasi kontras ventrikel kiri. Refluks kontras minimal ke dalam atrium kiri dianggap 1+ regurgitasi mitral sementara densitas kontras dalam atrium kiri yang lebih besar daripada yang ada dalam ventrikel kiri dengan refluks kontras ke dalam vena pulmonalis dalam tiga denyut menjelaskan 4+ regurgitasi mitral.

Aortografi dalam laboratorium kateterisasi jantung memvisualisasi kelainan-kelainan aorta ascenden, termasuk dilatasi aneurismal dan terkenanya pembuluh darah besar, serta diseksi dengan kompresi lumen sejati oleh flap intimal yang memisahkan lumen sejati dan palsu. Aortografi juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi graft vena saphena paten yang menghindarkan kanulasi selektif, mengidentifikasi shunt yang melibatkan aorta seperti ductus arteriosus paten, dan memberi penilaian kualitatif regurgitasi aorta yang menggunakan skala 1+ - 4+ sama seperti yang digunakan untuk regurgitasi mitral.GAMBAR 13-4Anatomi arteria coronaria normal. A. Angiogram koroner yang memperlihatkan arteria circumflexa sinistra (LCx) dan cabang marginal tumpulnya (OM). Arteria descendens anterior sinistra (LAD) juga terlihat tetapi mungkin foreshortened ??? pada pandangan ini. B. LAD dan cabang diagonalnya (D) paling baik terlihat pada pandangan cranial. Pada angiogram ini, arteria coronaria utama kiri (LM) juga terlihat. C. Arteria coronaria kanan menjadi arteria descendens posterior (PDA) sehingga merupakan sirkulasi dominan kanan.

ANGIOGRAFI KORONARIAAngiografi koronaria selektif hampir selalu dilakukan selama kateterisasi jantung dan digunakan untuk mendefinisikan anatomi koroner dan menentukan luas arteria coronaria epikardial dan penyakit graft bypass arteria coronaria. Kateter koroner berbentuk khusus digunakan untuk mengikat ostium koronaria kiri dan kanan. Injeksi tangan agen-agen kontras radiopak membentuk luminogram koroner yang direkam pada citra radiografik (angiografi gerak). Karena arteria coronaria merupakan objek tiga dimensi yang bergerak seiring siklus jantung, angiogram pembuluh darah yang menggunakan beberapa proyeksi orthogonal berbeda diambil untuk memvisualisasi pembuluh darah (terbaik) tanpa tumpang tindih atau foreshortened.

Anatomi koronaria normal sangat berbeda-beda di antara setiap orang, tetapi, pada umumnya, terdapat dua ostium koronaria dan tiga pembuluh darah koronaria utamaarteria descendens anterior sinistra, arteria circumflexa sinistra, dan arteria coronaria dextra dengan arteria descendens anterior anterior sinistra dan arteria circumflexa sinistra yang berasal dari arteria coronaria utama kiri (Gbr. 13-4). Bila arteria coronaria dextra merupakan asal cabang nodal A-V, arteria descendens posterior, dan pembuluh darah lateral posterior, sirkulasi didefinisikan sebagai dominan kanan; ini ditemukan pada -85% individu. Bila cabang-cabang ini berasal dari arteria circumflexa sinistra seperti yang terjadi pada -5% individu, sirkulasi didefinisikan sebagai dominan kiri. Sisa -10% pasien memiliki sirkulasi kodominan dengan pembuluh darah yang berasal dari sirkulasi koronaria kanan dan kiri. Pada beberapa pasien, cabang ramus intermedius langsung berasal dari arteria coronaria utama kiri; temuan ini adalah varian normal. Anomaly arteria coronaria terjadi pada 1-2% pasien, dengan ostium terpisah untuk arteria descenden anterior kiri dan arteria circumflexa sinistra yang paling sering (0,41%).

Angiografi koronaria memvisualisasi stenosis arteria coronaria sebagai penyempitan lumen pada angiogram bergerak. Tingkat penyempitan disebut stenosis persen dan ditentukan secara visual dengan membandingkan segmen yang paling sakit berat dengan mg segmen normal proksimal atau distal; stenosis >50% dianggap signifikan (Gbr. 13-5). Angiografi koronaria kuantitatif online dapat memberi penilaian stenosis persen yang lebih akurat dan mengurangi kecenderungan memperkirakan (secara berlebih) keparahan lesi secara visual. Adanya jembatan miokardial, yang paling sering mengenai arteria descendens anterior sinistra, dapat dianggap (secara salah) sebagai stenosis yang signifikan; ini terjadi bila bagian pembuluh darah turun di bawah permukaan epikardial ke dalam miokardium dan mengalami daya kompresif selama systole ventricular. Kunci untuk membedakan jembatan miokardial akibat stenosis menetap adalah bahwa bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis kembali normal selama diastole. Kalsifikasi koronaria juga terlihat selama angiografi sebelum suntikan agen-agen kontras. Pembuluh darah kolateral dapat terlihat menyilang dari satu pembuluh darah ke vaskularisasi distal pembuluh darah yang mengalami stenosis berat atau total tersumbat. Trombolisis pada tingkat aliran infark miokardial (TIMI), ukuran durasi waktu relative yang diperlukan bagi kontras untuk menimbulkan opasifikasi arteria coronaria secara penuh, dapat memberi petunjuk tambahan terhadap tingkat keparahan lesi, dan adanya TIMI aliran derajat 1 atau 2 menunjukkan bahwa terjadi stenosis arteria coronaria yang signifikan.

GAMBAR 13-5Stenosis koronaria pada angiogram bergerak dan ultrasound intravascular. Stenosis yang signifikan pada arteria coronaria terlihat sebagai penyempitan (panah hitam) pembuluh darah. Ultrasound intravascular memperlihatkan segmen normal arteri (A), area-area dengan plak eksentrik (B, C), dan obliterasi lumen hampir total di tempat stenosis yang signifikan (D). Perhatikan bahwa kateter ultrasound intravascular terlihat pada citra sebagai lingkaran hitam.

ULTRASOUND INTRAVASKULAR, FRACTIONAL FLOW RESERVE, DAN CORONARY FLOW RESERVESelama angiografi koronaria, stenosis intermedia (40-70%), tanda-tanda yang tidak menentukan, atau tanda-tanda anatomic yang tidak sama dengan gejala-gejala pasien mungkin perlu diinterogasi lebih lanjut. Pada kasus ini, ultrasound intravascular memberi penilaian anatomic arteria coronaria dan tingkat aterosklerosis koronaria yang lebih akurat (Gbr. 13-5). Ultrasound intravascular dilakukan menggunakan kateter