BAB 1. PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/tahunan/EVALUASI KINERJA...
Transcript of BAB 1. PENDAHULUAN - sakip.pertanian.go.idsakip.pertanian.go.id/admin/tahunan/EVALUASI KINERJA...
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 1
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Direktorat Jenderal Hortikultura, sebagai salah satu
institusi lingkup Kementerian Pertanian, telah berperan
sebagai pendukung pembangunan pertanian di Indonesia
melalui program peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk hortikultura berkelanjutan. Program ini
mencakup pengembangan untuk komoditas buah,
florikultura, sayuran dan tanaman obat dari segi budidaya,
pascapanen, serta pengembangan sistem perbenihan dan
perlindungan hortikultura.
Pelaksanaan pengembangan hortikultura dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Hortikultura melalui dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dimana pada
tahun 2014 dilakukan pada 201 Satker meliputi 1 Satker
Pusat, 34 Satker Provinsi (33 Dekonsentrasi dan 1 Tugas
Pembantuan Provinsi), dan 166 Satker Kabupaten/Kota.
Dana dari pemerintah dalam hal ini berperan sebagai
stimulan pelaksanaan kegiatan, dengan tidak
mengesampingkan peran serta atau keterlibatan
masyarakat dan pihak swasta untuk lebih mensukseskan
pencapaian target pengembangan hortikultura di
Indonesia.
2 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Sebagai pelaksana kegiatan dengan sumber dana dari
pemerintah, maka Direktorat Jenderal Hortikultura
berkewajiban untuk dapat menyampaikan hasil kinerjanya
kepada publik dan stakeholder terkait. Evaluasi Kinerja
Pengembangan Hortikultura ini mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah serta
Peraturan Menteri Keuangan No 249/PMK.02/2011 tentang
Laporan Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas
Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran.
Penyusunan Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura
ini berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi di
lapangan. Melalui kegiatan monitoring yang dilakukan
secara terencana dan sistematis maka dapat dilihat
apakah suatu proses kegiatan telah dilaksanakan atau
berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga
dapat diketahui faktor penyebab masalah dan tindakan
koreksi yang harus dilakukan agar proses kegiatan
berjalan dengan baik sesuai dengan rencana aawal dan
mencapai target sasaran. Hasil evaluasi kinerja ini
diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian
pengembangan hortikultura pada tahun 2014 secara baik,
sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan
pertimbangan bagi Pimpinan untuk menentukan kebijakan
pembangunan hortikutura kedepan.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 3
1.2 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penyusunan Evaluasi Kinerja Pengembangan
Hortikultura Tahun 2014 ini adalah untuk mengetahui
kinerja pengembangan hortikultura baik terhadap
perkembangan ekonomi makro maupun capaian kinerja
kegiatan pengembangan hortikultura. Adapun sasaran dari
kegiatan ini adalah hasil evaluasi kinerja pengembangan
hortikultura tahun 2014 dapat digunakan sebagai acuan
dalam perencanaan pengembangan agribisnis hortikultura
tahun yang akan datang.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 5
BAB II.
KINERJA MAKRO
SUB SEKTOR HORTIKULTURA TAHUN 2014
2.1. Produksi
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka
meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu produk
hortikultura Indonesia. Salah satunya melalui peran aktif
Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian serta
alokasi dukungan dana APBN untuk pengembangan
hortikultura di provinsi/kabupaten/kota sentra hortikultura.
Untuk mencapai peningkatan produksi hortikultura dilakukan
kegiatan meliputi pengembangan kawasan terintegrasi dan
utuh, pelaksanaan sekolah lapang penerapan teknologi
budidaya yang sesuai Standard Operating Procedure (SOP)
dan Good Agricultural Practices (GAP) serta penanganan
pasca panen sesuai Good Handling Practices (GHP) dan
penerapan hama terpadu (PHT), registrasi kebun/lahan
usaha dan fasilitasi sarana prasarana budidaya dan
pascapanen bagi kelompok tani dan atau pelaku usaha
hortikultura di Indonesia.
Dampak yang diharapkan melalui fasilitasi kegiatan
pengembangan hortikultura tersebut adalah terjadinya
perluasan dan atau penguatan kawasan hortikultura,
meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dalam hal
teknologi budidaya, pascapanen dan manajemen usaha,
sehingga berdampak pada peningkatan produksi dan
pendapatan petani.
6 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Perkembangan produksi komoditas hortikultura tahun
2014 yang telah dikembangkan menunjukkan adanya
peningkatan produksi untuk semua komoditas. Namun,
peningkatan produksi pada tanaman obat cukup signifikan
dan lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya.
Secara rinci perkembangan produksi hortikultura dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok
Komoditas
Produksi Peningkatan/
Penurunan
(%) 2013 2014
1. Buah (Ton) 18.288.279 19.805.976 8,30
2. Sayuran (Ton)
11.558.449 11.918.571 3,12
3. Florikultura (tangkai)
684.097.623 740.892.371 8,30
4. Tan. Obat (ton)
541.426 595.423 9,97
Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 2015
Berdasarkan data tersebut, secara umum produksi
komoditas hortikultura mengalami peningkatan.
Pencapaian produksi tertinggi berasal dari tanaman obat
sebesar 9,97% yang disebabkan oleh semakin intensifnya
petani dalam membudidayakan tanamannya, terdapat
peningkatan minat bertanam biofarmaka sebagai sumber
pendapatan atau kesejahteraan anggota kelompok. Selain
itu kesadaran masyarakat terhadap khasiat tanaman obat
asli Indonesia dalam rangka menjaga kesehatan dan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 7
kebugaran tubuh semakin meningkat dan dirasakan
berdampak positif terhadap kualitas kesehatan untuk
jangka panjang, yang berakibat terdongkraknya
permintaan tanaman obat sebagai bahan baku obat
herbal.
Sedangkan komoditas florikultura meningkat sebesar
8,30% disebabkan oleh peningkatan produktivitas,
membaiknya pasar dalam negeri untuk permintaan
florikultura, berkembangnya gaya hidup, semaraknya
ajang promosi, meningkatnya pembangunan hotel dan
tempat pariwisata, dengan semakin membaiknya
perekonomian mendorong penambahan investasi pada
pelaku usaha menengah dan besar untuk pengembangan
florikultura.
Gambar 1. Perkembangan Produksi Tanaman Obat
Tahun 2013 - 2014
8 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Sementara itu, komoditas buah mengalami peningkatan
produksi sebesar 8,30%. Peningkatan yang cukup baik ini
disebabkan adanya dukungan keberhasilan
pengembangan kawasan buah mulai dari tahun 2007 yang
sudah berproduksi, pengelolaan kebun yang semakin baik
oleh petani, dukungan dana dalam rangka perbaikan
kawasan, adanya registrasi kebun, alih teknologi melalui
SL-GAP dan SL-PHT, gerakan pengendalian OPT dan
peningkatan kelembagaan petani semakin baik. Dukungan
ketersediaan benih bermutu dan dukungan penanganan
pengelolaan OPT Hortikultura secara terpadu juga
menjadi faktor penentu dalam peningkatan pencapaian
produksi.
Gambar 2. Perkembangan Produksi Florikultura Tahun
2013 - 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 9
Pada komoditas sayuran meningkat sebesar 3,12%,
pencapaian peningkatan produksi sayuran didukung oleh
pengembangan kawasan sayuran, pelaksanaan registrasi
lahan, SL-GAP, SL-GHP, dukungan sarana budidaya dan
pascapanen dan pembinaan ke lokasi kawasan sayuran
serta fasilitasi kegiatan dari Lembaga Mandiri yang
Mengakar di Masyarakat (LM3).
A. Capaian Produksi Buah
Pada komoditas buah, seluruh komoditas mengalami
peningkatan produksi. Rata-rata persentase kenaikan
produksi tertinggi terjadi pada tanaman buah semusim
seperti blewah (45,94%), semangka (41,97%). Selain
itu, Jeruk besar juga mengalami peningkatan cukup
baik di tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya
Gambar 3. Perkembangan Produksi Buah dan Sayuran
Tahun 2014
10 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
mencapai 32,87%. Meningkatnya produksi komoditas
buah disebabkan adanya pengembangan kawasan,
perbaikan teknologi budidaya melalui penerapan
GAP/SOP dan penanaman baru untuk permintaan
ekspor. Secara rinci produksi buah dapat dilihat pada
Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Produksi Buah Tahun 2013-2014
No Komoditas Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
1 Alpukat 289.893 307.318 6,01
2 Belimbing 79.634 81.653 2,53
3 Duku 233.118 208.424 (10,59)
4 Durian 759.055 859.118 13,18
5 Jambu biji 181.632 187.406 3,18
6 Jambu air 91.284 91.975 0,76
7 Jeruk Siam 1.548.394 1.785.256 15,30
8 Jeruk Besar 106.338 141.288 32,87
9 Mangga 2.192.928 2.431.330 10,87
10 Manggis 139.602 114.755 (17,80)
11 Nangka 586.356 644.291 9,88
12 Nenas 1.882.802 1.835.483 (2,51)
13 Pepaya 909.818 840.112 (7,66)
14 Pisang 6.279.279 6.862.558 9,29
15 Rambutan 582.456 737.239 26,57
16 Salak 1.030.401 1.118.953 8,59
17 Sawo 127.686 138.206 8,24
18 Markisa 141.189 108.145 (23,40)
19 Sirsak 52.081 53.059 1,88
20 Sukun 106.934 103.483 (3,23)
21 Apel 255.245 242.915 (4,83)
22 Anggur 9.473 11.143 17,62
23 Melon 125.207 150.347 20,08
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 11
No Komoditas Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
24 Semangka 460.628 653.974 41,97
25 Blewah 26.493 38.666 45,94
26 Stroberi 90.352 58.882 (34,83)
Jumlah 18.288.279 19.805.977 8,30
Sumber : BPS
Berikut adalah gambaran perkembangan produksi dan luas
panen untuk komoditas buah di tahun 2014
Gambar 4. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Buah
Tahun 2014
12 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
B. Capaian Produksi Florikultura
Florikultura sebagai salah satu produk hortikultura yang
mengalami peningkatan cukup signifikan di tahun 2014.
Peningkatan produksi florikultura untuk tanaman pot
mencapai 31,88%, daun potong mencapai 22,13%,
lansekap 26,32% dan bunga potong mencapai 8,30%.
Peningkatan produksi akan produk florikultura dikarenakan
semakin tingginya pemintaan akan produk florikultura,
berkembangnya gaya hidup dan selera masyarakat,
maraknya pembangunan taman kota, hotel dan tempat
pariwisata. Secara rinci perkembangan produksi florikultura
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perkembangan Produksi Florikultura Indonesia Tahun 2013 – 2014
No Komoditi Produksi (Tangkai) Peningkatan/
Penurunan (%)
2013 2014
Bunga Potong
1 Anggrek 20.277.672 19.739.627 (2,65)
2 Anthurium Bunga 4.044.012 2.805.548 (30,62)
3 Anyelir 3.164.326 2.934.039 (7,28)
4 Gerbera (Herbras)
7.735.806 7.454.459 (3,64)
5 Gladiol 2.581.063 1.884.719 (26,98)
6 Heliconia 2.043.579 1.122.419 (45,08)
7 Krisan 387.208.754 427.248.059 10,34
8 Mawar 152.066.469 173.077.811 13,82
9 Sedap Malam 104.975.942 104.625.690 (0,33)
Total Bunga Potong 684.097.623 740.892.371 8,30
Daun Potong
10 Dracaena 2.877.745 3.531.048 22,70
11 Monstera 124.058 111.669 (9,99)
12 Cordyline 392.290 502.629 28,13
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 13
No Komoditi Produksi (Tangkai) Peningkatan/
Penurunan (%)
2013 2014
Total Daun Potong 3.394.093 4.145.346 22,13
Tanaman Pot
- Rumpun
13 Xansifera (pedang-pedangan)
1.972.808 1.256.147 (36,33)
- Pohon
14 Aglonema 1.247.189 996.647 (20,09)
15 Adenium (Kamboja Jepang)
1.389.355 1.063.776 (23,43)
16 Euphorbia 1.929.946 1.353.678 (29,86)
17 Phylodendron 18.280.140 14.495.820 (20,70)
18 Pakis 5.055.069 19.261.157 281,03
19 Diffenbachia 156.733 186.836 19,21
20 Anthurium daun 1.019.373 1.054.888 3,48
21 Caladium 265.602 286.505 7,87
Total Tanaman Pot (Pohon)
29.343.407 38.699.307 31,88
Bunga Tabur
14 Melati (Kg) 30.258.648 36.161.072 19,51
Lansekap (Pohon)
22 Palem 1.552.882 2.427.287 56,31
24 Soka (Ixora) 1.164.582 1.005.524 (13,66)
Total Lansekap (Pohon)
2.717.464 3.432.811 26,32
Sumber : BPS
14 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Berikut disajikan gambaran perkembangan produksi
florikultura untuk bunga potong, dan tanaman pot.
Gambar 6 . Perkembangan Produksi dan Luas Panen
Tanaman Pot Tahun 2014
Gambar 5. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Bunga
Potong Tahun 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 15
C. Capaian Produksi Sayuran
Produksi komoditas sayuran pada tahun 2014
dibandingkan tahun 2013 peningkatan produksi baru
mencapai 3,12%. Peningkatan produksi ini terjadi
pada komoditas sayuran strategis seperti bawang
merah (22,08%), kentang (19,88%), cabai rawit
(12,19%), petai (11,30%), bawang putih (7,15%) dan
cabai besar (6,09%). Peningkatan produksi sayuran
disebabkan oleh optimalisasi pemanfaatan lahan
pekarangan, pengembangan kawasan, dan
peningkatan kemampuan petani melalui SL-GAP, SL-
GHP dan SL-PHT. Sedangkan untuk komoditas
lainnya dengan kecenderungan penurunan produksi
terjadi pada komoditas sayuran jamur yaitu menurun
16,06%, jengkol menurun 12,24%, melinjo menurun
10,50%, kembang kol menurun 9,77%, dan labu siam
menurun 7,76%. Penurunan produksi disebabkan oleh
terjadinya persaingan pemanfaatan lahan, gangguan
hama dan penyakit tanaman serta kekeringan yang
menurunkan produktivitas pertanaman. Secara rinci
produksi sayuran utama dapat dilihat pada Tabel 4
berikut.
16 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 4. Perkembangan Produksi Sayuran Tahun 2013-2014
No Komoditi Produksi (Ton)/ Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
1 Bawang Merah 1.010.773 1.233.984 22,08
2 Bawang Putih 15.766 16.893 7,15
3 Bawang Daun 579.973 584.624 0,80
4 Kentang 1.124.282 1.347.815 19,88
5 Kol/Kubis 1.480.625 1.435.833 (3,03)
6 Kembang Kol 151.288 136.508 (9,77)
7 Petsai/Sawi 635.728 602.468 (5,23)
8 Wortel 512.112 495.798 (3,19)
9 Lobak 32.372 31.861 (1,58)
10 Kacang Merah 103.376 100.316 (2,96)
11 Kacang Panjang 450.859 450.709 (0,03)
12 Cabe Besar 1.012.879 1.074.602 6,09
13 Cabe Rawit 713.502 800.473 12,19
14 Paprika 6.833 7.031 2,90
15 Jamur 44.565 37.410 (16,06)
16 Tomat 992.780 915.987 (7,74)
17 Terung 545.646 557.040 2,09
18 Buncis 327.378 318.214 (2,80)
19 Ketimun 491.636 477.976 (2,78)
20 Labu Siam 387.617 357.552 (7,76)
21 Kangkung 308.477 319.607 3,61
22 Bayam 140.980 134.159 (4,84)
23 Melinjo 220.837 197.647 (10,50)
24 Petai 207.016 230.401 11,30
25 Jengkol 61.147 53.661 (12,24)
Jumlah 11.558.449 11.918.571 3,12
Sumber : BPS
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 17
D. Produksi Tanaman Obat
Produksi tanaman obat pada tahun 2014 dibandingkan
dengan produksi tahun 2013 meningkat sebesar
9,97%. Peningkatan ini dicapai oleh beberapa
komoditas tanaman obat seperti jahe (45,61%), lidah
buaya (43,32%), kapulaga (34,31%), dan mahkota
dewa (10,98%). Trend positif akan peningkatan
produksi tanaman obat seiring dengan meningkatnya
permintaan pasar dan industri jamu. Hal tersebut
mendorong petani untuk membudidayakan tanaman
obat secara intensif dan berdampak pula pada
Gambar 7. Perkembangan Produksi dan Luas Panen
Sayuran Tahun 2014
18 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
meningkatnya produksi tanaman obat. Sedangkan,
beberapa komoditas mengalami penurunan produksi
diantaranya sambiloto menurun 51,65 %, lempuyang
menurun 35,52%, temuireng menurun 32,30% dan
temukunci menurun 32,05%. Secara rinci
perkembangan produksi tanaman obat dapat dilihat
pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Produksi Tanaman Obat Tahun 2013 – 2014
No Komoditi Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
Rimpang
1 Jahe 155.286 226.115 45,61
2 Laos 69.730 62.521 (10,34)
3 Kencur 41.343 37.716 (8,77)
4 Kunyit 120.726 112.088 (7,15)
5 Lempuyang 11.408 7.356 (35,52)
6 Temulawak 35.665 25.128 (29,54)
7 Temuireng 9.584 6.488 (32,30)
8 Temukunci 8.829 6.000 (32,05)
9 Dlingo/Dringo 634 601 (5,21)
Total Rimpang 453.206 484.012 6,80
10 Kapulaga 54.171 72.760 34,31
11 Mengkudu/Pace 8.432 8.577 1,72
12 Mahkota Dewa 11.796 13.091 10,98
13 Kejibeling 964 699 (27,45)
14 Sambiloto 2.257 1.091 (51,65)
15 Lidah Buaya 10.600 15.192 43,32
Non Rimpang 88.220 111.411 26,29
Jumlah 541.426 595.423 9,97
Sumber: BPS
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 19
2.2. Luas Panen
Pada tahun 2014, kenaikan luas panen terbesar terjadi
pada komoditas buah sebesar 5,34% dan tanaman obat
rimpang yaitu sebesar 5,12%. Sedangkan, luas panen
komoditas sayuran hanya meningkat sebesar 2,29% di
tahun 2014. Penurunan luas panen terjadi pada komoditas
florikultura yaitu menurun sebesar 6,77%. Secara rinci
luas panen komoditas hortikultura pada tahun 2014
dibandingkan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 6
berikut.
Gambar 8. Perkembangan Produksi dan Luas Panen
Tanaman Obat (Rimpang) Tahun 2014
20 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 6. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok
Komoditas
Luas Panen (Ha) Peningkatan
(%) 2013 2014
1. Buah 829.563 873.833 5,34
2. Florikultura (Tanaman hias bunga potong)
1.940 1.809 (6,77)
2. Sayuran 1.099.854 1.125.063 2,29
4. Tan. Obat (Rimpang)
20.962 22.035 5,12
Sumber : BPS
Luas panen komoditas buah mengalami peningkatan dengan
rata-rata kenaikan persentase luas panen terbesar terjadi pada
tanaman buah semusim seperti: blewah (50,07%), anggur
(31,93%), melon (15,80%), sawo (9.90%), Alpukat (8,94%),
semangka (11,15%) dan stroberi (5,64%). Peningkatan luas
panen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 21
Tabel 7. Perkembangan Luas Panen Buah Tahun 2013-2014
No Komoditi
Luas Panen (Ha) Tahun
Peningkatan/ Penurunan
(%) 2013 2014
1 Alpukat 22.214 24.200 8,94
2 Belimbing 3.117 3.066 (1,64)
3 Duku 26.559 23.212 (12,60)
4 Durian 61.246 67.779 10,67
5 Jambu biji 9.654 9.028 (6,48)
6 Jambu air 13.036 13.227 1,46
7 Jeruk Siam 48.154 51.098 6,11
8 Jeruk Besar 5.362 5.665 5,65
9 Mangga 247.239 268.053 8,42
10 Manggis 18.200 15.197 (16,50)
11 Nangka 53.217 55.693 4,65
12 Nenas 15.807 15.617 (1,20)
13 Pepaya 11.304 10.217 (9,61)
14 Pisang 103.449 100.600 (2,75)
15 Rambutan 87.063 102.843 18,13
16 Salak 29.711 28.575 (3,82)
17 Sawo 10.018 11.009 9,90
18 Markisa 1.899 1.462 (23,01)
19 Sirsak 4.886 4.900 0,30
20 Sukun 11.214 11.190 (0,22)
21 Apel 3.734 2.773 (25,74)
22 Anggur 167 219 31,02
23 Melon 7.068 8.185 15,80
24 Semangka 32.210 35.802 11,15
25 Blewah 2.289 3.435 50,07
26 Stroberi 745 787 5,64
Jumlah 829.560 873.833 5,34
Sumber : BPS
22 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Gambar 9. Kawasan Jeruk Siam Kintamani di Kabupaten
Bangli, Provinsi Bali
Gambar 10. Kawasan Mangga di Kabupaten
Majalengka, Provinsi Jawa Barat
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 23
Luas panen komoditas sayuran pada tahun 2014 meningkat
sebesar 2,29% dibandingkan dengan tahun 2013. Peningkatan
luas panen tertinggi terjadi pada komoditas bawang merah
(22,00%), paprika (11,27%), petai (10,55%), kentang (8,70%),
cabe rawit (7,80%), Peningkatan dan penurunan luas panen
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Luas Panen Sayuran Tahun 2013-2014
No
Komoditi Luas Panen (Ha)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%)
2013 2014
1 Bawang Merah 98.937 120.704 22,00
2 Bawang Putih 2.479 1.913 (22,83)
3 Bawang Daun 57.264 58.362 1,92
4 Kentang 70.187 76.291 8,70
5 Kol/Kubis 65.248 63.116 (3,27)
6 Kembang Kol 12.422 11.303 (9,01)
7 Petsai/Sawi 62.951 60.804 (3,41)
8 Wortel 32.070 30.762 (4,08)
9 Lobak 2.074 2.055 (0,92)
10 Kacang Merah 18.881 16.170 (14,36)
11 Kacang Panjang 76.209 72.448 (4,94)
12 Cabe Besar 124.110 128.734 3,73
13 Cabe Rawit 125.122 134.882 7,80
14 Paprika 284 316 11,27
15 Jamur 584 586 0,34
16 Tomat 59.758 59.008 (1,26)
17 Terung 50.718 50.875 0,31
18 Buncis 30.094 28.632 (4,86)
19 Ketimun 49.296 48.578 (1,46)
20 Labu Siam 10.938 9.502 (13,13)
21 Kangkung 54.124 52.541 (2,92)
22 Bayam 45.294 45.325 0,07
23 Melinjo 16.741 15.383 (8,11)
24 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
No
Komoditi Luas Panen (Ha)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%)
2013 2014
24 Petai 27.223 30.095 10,55
25 Jengkol 6.838 6.678 (2,34)
Jumlah 1.099.854 1.125.063 2,29
Sumber : BPS
Gambar 11. Pertanaman Kentang di Dieng, Provinsi
Jawa Tengah
Gambar 12. Pengembangan Sayuran Daun
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 25
Secara umum luas panen florikultura dihitung dalam satuan m2.
namun ada juga yang dihitung dalam satuan pohon seperti jenis
palem. Perkembangan luas panen florikultura yang merupakan
jenis bunga potong menurun sebesar -6,77 %. Banyaknya
pengalihan komoditas menjadi penyebab terbesar menurunnya
luas panen tanaman florikultura. Peningkatan dan penurunan luas
panen florikultura secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Luas Panen Florikultura Tahun 2013–2014
No Komoditi Luas Panen (M
2)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
Bunga Potong
1 Anggrek 1.983.078 1.473.760 (25,68)
2 Anthurium Bunga 408.988 203.829 (50,16)
3 Anyelir 146.546 117.453 (19,85)
4 Gerbera 372.909 352.756 (5,40)
5 Gladiol 209.871 161.977 (22,82)
6 Heliconia 272.336 219.220 (19,50)
7 Krisan 9.080.709 9.647.827 6,25
8 Mawar 3.285.612 3.414.005 3,91
9 Sedap Malam 3.639.623 2.495.256 (31,44)
Total Bunga Potong 19.399.672 18.086.083 (6,77)
Daun Potong
10 Dracaena 125.849 143.582 14,09
11 Monstera 22.459 21.132 (5,91)
12 Cordyline 41.720 36.040 (13,61)
Total Daun Potong 190.028 200.754 5,64
Tanaman Pot
26 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
No Komoditi Luas Panen (M
2)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%) 2013 2014
- Rumpun
13 Sansivera (pedang -pedangan)
220.223 195.043 (11,43)
- Pohon
14 Aglonema 212.712 159.475 (25,03)
15 Adenium (Kamboja
Jepang) 250.757 179.213 (28,53)
16 Euphorbia 208.071 153.893 (26,04)
17 Phylodendron 510.737 483.195 (5,39)
18 Pakis 566.910 959.239 69,20
19 Diffenbahia 20.055 17.932 (10,59)
20 Anthurium daun 152.230 118.008 (22,48)
21 Caladium 37.401 44.137 18,01
Total Tanaman Pot (Pohon)
1.958.873 2.115.092 7,97
Bunga Tabur
22 Melati 9.790.724 15.693.611 60,29
Lansekap
23 Palem*) 824.212 922.985 11,98
24 Soka (Ixora) 140.434 150.954 7,49
Keterangan : *) satuan luas panen dalam pohon Sumber : BPS
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 27
Gambar 13. Pengembangan Anggrek
Gambar 14. Pengembangan Bunga Tabur (Melati)
di Kabupaten Bangkalan
28 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Luas panen tanaman obat rimpang rata-rata meningkat
sebesar 5,12%. Sebagian besar komoditas rimpang
mengalami penurunan luas panen kecuali jahe yang
mengalami peningkatan. Untuk komoditas non rimpang
sebagian besar luas panennya menurun kecuali mahkota
dewa, dan kapulaga yang luas panennya meningkat.
Peningkatan dan penurunan luas panen Tanaman Obat
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Luas Panen Tanaman Obat Tahun 2013-2014
No Komoditi Luas Panen (M
2)/Tahun Peningkatan/
Penurunan (%)
2013 2014
Rimpang
1 Jahe 73.160.887 102.793.227 40,50
2 Laos 23.293.710 22.245.426 (4,50)
3 Kencur 23.593.254 21.434.600 (9,15)
4 Kunyit 54.285.554 50.464.523 (7,04)
5 Lempuyang 5.671.102 3.644.377 (35,74)
6 Temulawak 19.069.698 13.178.025 (30,90)
7 Temuireng 5.072.612 3.406.423 (32,85)
8 Temukunci 5.153.410 2.882.552 (44,07)
9 Dlingo/Dringo 326.484 301.717 (7,59)
Total Rimpang 209.626.711 220.350.870 5,12
10 Kapulaga 38.451.656 42.303.433 10,02
11 Mengkudu/Pace*) 757.996 739.906 (2,39)
12 Mahkota Dewa*) 257.169 530.443 106,26
13 Kejibeling 558.462 407.735 (26,99)
14 Sambiloto 1.897.377 950.156 (49,92)
15 Lidah Buaya 1.258.072 1.193.035 (5,17)
Keterangan : *) Luas panen dalam satuan pohon Sumber : Badan Pusat Statistik
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 29
2.3. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu
indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan
kontribusi hortikultura terhadap pendapatan nasional.
Sejauh ini kontribusi hortikultura pada PDB cenderung
meningkat. Pada tahun 2013 PDB hortikultura sebesar Rp
118,21 trilliun, tahun 2014 menjadi Rp 123,16 trilliun,
dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 4,18%.
Peningkatan PDB ini tercapai karena terjadinya
peningkatan produksi di berbagai sentra dan kawasan,
peningkatan luas areal produksi dan areal panen. Di
samping itu, nilai ekonomi dan nilai tambah produk
hortikultura yang cukup tinggi sehingga berpengaruh
positif pada meningkatnya PDB.
Gambar 15. Pertanaman Temulawak di Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat
30 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
2.4. Tenaga Kerja
Bekerja di subsektor hortikultura adalah kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud
memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan
atau keuntungan. paling sedikit 1 jam (tidak terputus)
dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk
pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam
suatu usaha/kegiatan ekonomi subsektor hortikultura.
Penyerapan tenaga kerja hortikultura secara total tahun
2014 sebesar 3.112.648 orang meningkat dibandingkan
dengan tahun 2013 sebesar 3.078.881 orang (1,09%).
Peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya dukungan
dari Ditjen Hortikultura baik dalam bentuk bantuan sosial
berupa uang maupun dalam bentuk sarana produksi
pertanian.
2.5. Ekspor dan Impor Komoditas Utama Hortikultura
Kebijakan memacu laju pertumbuhan ekspor dan
mengendalikan impor produk pertanian termasuk produk
hortikultura masih diberlakukan secara umum terhadap
beberapa kelompok komoditas. Di samping untuk
meningkatkan dan menghemat devisa, pembatasan impor
terhadap komoditas yang dapat diproduksi sendiri di
dalam negeri dilakukan untuk melindungi produk petani.
Peningkatan ekspor dilakukan untuk meningkatkan
pemasaran ke luar negeri dalam rangka mendapatkan
nilai tambah dan mengurangi kejenuhan pasar domestik.
Kinerja ekspor komoditi hortikultura masih lemah dan
fluktuatif disebabkan oleh sistem produksi dan mutu
produk yang belum memenuhi persyaratan, nilai tukar
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 31
rupiah yang melemah, biaya kargo yang mahal dan belum
dikuasainya pasar.
Dalam perdagangan internasional, impor produk tidak
dapat dihindari. Hal penting adalah mengupayakan agar
neraca ekspor impor bernilai positif (baik volume maupun
nilai), artinya dapat mendorong pasar luar negeri dan
meningkatkan devisa. Secara umum dalam tiga tahun
terakhir terjadi peningkatan ekspor hortikultura meskipun
tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan nilai
ekspor. Pada periode yang sama jumlah impor juga
mengalami peningkatan baik dari volume maupun nilainya.
Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh permintaan
produk impor untuk memenuhi pasar-pasar modern
seperti pasar swalayan, supermarket, hypermarket serta
hotel dan restoran. Dewasa ini telah berkembang pesat
pasar modern dalam negeri sebagai pilihan tempat belanja
oleh sebagian masyarakat perkotaan dan masyarakat
golongan ekonomi menengah ke atas. Pasar modern ini
menghendaki persyaratan standar mutu tertentu, misalnya
bentuk, warna cerah, ukuran, rasa, kematangan yang
seragam, dan tak kalah pentingnya adalah
kesinambungan pasokan. Di mana persyaratan-
persyaratan tersebut belum dapat dipenuhi secara optimal
oleh petani produsen produk hortikultura di Indonesia.
Penjelasan mengenai volume produksi, impor dan ekspor
hortikultura dapat dilihat pada Tabel 15.
32 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 11. Neraca Perdagangan Ekspor Impor
Hortikultura Tahun 2013 - 2014
No Uraian 2013 2014*) %
Pertumbuhan
1 Volume (Ton) 364.212 441.132
Ekspor 1.536.449 1.650.687 21,12
Impor (1.172.237) (1.209.555) 7,44
Neraca
2 Nilai (000 US$)
Ekspor 434.384 522.983 20,40
Impor 1.523.947 1.639.412 7,58
Neraca (1.089.563) (1.116.428) Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara sampai dengan September 2014
Gambar 16. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor
Produk Hortikultura Tahun 2013-2014 (Ton)
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 33
Berdasarkan tabel di atas secara agregat, volume ekspor
hortikultura pada tahun 2014 meningkat 21,12%
dibandingkan dengan tahun 2013. Sedangkan, volume
impor meningkat hanya 7,44%. Dengan demikian, peluang
pasar komoditas hortikultura cukup baik untuk dapat terus
meningkatkan ekspor. Peluang pasar ini dapat terus
ditingkatkan melalui upaya peningkatan daya saing produk
antara lain dengan penanganan yang baik mulai dari
tingkat on farm sampai off farm. Perkembangan ekspor
komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel 12 dan
13.
Gambar 17. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor
Produk Hortikultura Tahun 2013-2014 (Ribu US$)
34 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 12. Volume Ekspor Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok Komoditas
Volume (Ton) % Pertum-buhan 2013 2014*)
1 Sayuran 128.365 121.753 -5,15
2 Buah 197.880 239.493 21,03
3 Florikultura 4.100 3.693 -9,94
4 Tanaman Obat
33.866 76.193 124,99
Total 364.212 441.132 21,12 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014
Tabel 13. Nilai Ekspor Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok Komoditas
Nilai (000 US$) % Pertum-buhan 2013 2014*)
1 Sayuran 190.913 204.312 7,02
2 Buah 192.993 233.197 20,83
3 Florikultura 16.304 16.587 1,74
4 Tanaman Obat 34.173 68.888 101,58
Total 434.384 522.983 20,40
Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 35
Kelompok komoditas buah merupakan komoditas yang
memiliki volume dan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2015
dengan volume sebesar 239.493 ton (233.197 U$) atau
meningkat 21,03% dibandingkan dengan volume ekspor
buah pada tahun 2014 sebesar 197.880 ton (192.993 US$).
Sedangkan untuk volume dan nilai impor tertinggi dicapai
oleh kelompok komoditas sayuran yaitu sebesar 1.063.588
ton (803.760 US$) atau meningkat 7,2% dibandingkan
volume ekspor tahun 2014 sebesar 992.181 ton
(810.023 US$).
Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap komoditas
sayuran, buah dan tanaman buah impor dan tumbuhnya
industri jamu dan pengolahan hortikultura menjadikan
kecenderungan naiknya volume dan nilai impor dari tahun
sebelumnya. Untuk komoditas tertentu Indonesia
merupakan net importer untuk produk hortikultura.
Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja perdagangan
produk hortikultura diluar aspek budidaya adalah elastisitas
demand/permintaan produk, pergeseran preferensi
konsumen, dan pemberlakuan Free Trade Area.
Perkembangan impor hortikultura dapat dilihat pada Tabel
14 dan Tabel 15
36 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 14. Volume Impor Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok Komoditas
Volume (Ton) % Pertum-buhan 2013 2014*)
1 Sayuran 992.181 1.063.588 7,20
2 Buah 535.485 582.768 8,83
3 Florikultura 1.563 813 -47,95
4 Tanaman Obat
7.220 3.516 -51,30
Total 1.536.449 1.650.687 7,44 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014
Tabel 15. Nilai Impor Hortikultura Tahun 2013-2014
No Kelompok Komoditas
Nilai (000 US$) % Pertum-buhan 2013 2014*)
1 Sayuran 810.023 803.760 -0,77
2 Buah 704.548 830.144 17,83
3 Florikultura 2.071 1.746 -15,71
4 Tanaman Obat
7.305 3.761 -48,51
Total 1.523.947 1.639.412 7,58
Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 37
2.6 Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani (NTP) sampai saat ini masih merupakan
salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan petani.
Oleh karena itu, NTP disebut sebagai salah satu indikator
relatif yang menunjukan tingkat kesejahteraan petani. NTP
dihitung dengan cara membandingkan antara indeks harga
yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar
petani.
Pada periode 2013-2014 bersumber data yang dikeluarkan
oleh BPS-RI, angka NTP sektor pertanian berada di atas
100, yaitu tahun 2013 sebesar 104,95 dan di tahun 2014
sebesar 101,93. Angka NTP di atas, menunjukkan bahwa
petani sejahtera dikarenakan hasil yang didapatkan oleh
petani lebih besar dari yang dibelanjakan.
Sementara itu, angka NTP sub sektor Hortikultura masih
berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat selama
beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013 nilai NTP
hortikultura sebesar 99,35 dan tahun 2014 meningkat
menjadi 109,05. Kecenderungan peningkatan NTP ini
menunjukan bahwa petani sub sektor hortikultura
cenderung semakin sejahtera dalam 2 tahun terakhir. Rata-
rata perkembangan NTP hortikultura dalam 2 tahun terakhir
sebesar 9,76%.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 39
BAB III.
CAPAIAN KEGIATAN PENDUKUNG
DIREKTORAT JENDERAL
HORTIKULTURA TAHUN 2014
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan Pengembangan
Hortikultura Tahun 2014 dapat dilihat melalui output kegiatan
yang dihasilkan dari masing-masing kegiatan utama yang
terdiri dari:
a. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk
Tanaman Buah Berkelanjutan;
b. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk
Tanaman Florikultura Berkelanjutan;
c. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk
Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan;
d. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura;
e. Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura;
f. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya;
Secara rinci capaian output kegiatan pengembangan
hortikultura tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut.
40 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 16. Realisasi Output Fisik Kegiatan Pengembangan
Hortikultura Tahun 2014
No Sub
Kegiatan/Output
Output
Satuan Target Realisasi %
1 Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman buah berkelanjutan
a. Pengembangan kawasan buah
Ha 5.475 5.161 94,26
b. SLGAP Kelompok 260 247 95
c. Pedoman-pedoman judul 34 34 100
d. Registrasi kebun buah
Kebun 850 1.078 126,82
e. Pembinaan pengembangan produksi tanaman buah
Kab/kota 122 122 100
f. SLGHP kelompok 53 53 100
g. Sarana prasarana budidaya
Unit 1.384 1.326 95,81
h. Sarana prasarana pascapanen
Unit 61.378 54.882 89,42
i. Pemberdayaan kelembagaan usaha
Lembaga 33 33 100
j. Layanan perkantoran
bulan 12 12 100
2 Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman florikultura berkelanjutan
a. Pengembangan kawasan tanaman florikultura
M2 490.653 491.630 100
b. SLGAP kelompok 45 45 100
c. Pedoman-pedoman Judul 12 12 100
d. Registrasi lahan usaha
Lahan 73 141 193
Comment [S1]: BEBRBEDA TARGET DAN FISIK: PENGEMBANGAN KAWASAN, SLGAP, REGISTRASI, PEMBINAAN, SAPRAS PASCAPANEN, SEDANGKAN YANG BERBEDA REALISASINYA: SLGHP, SAPRAS BUDIDAYA
Comment [S2]: TARGET DAN FISIK BERBEDA: PENGEMBANGAN KAWASAN FLORI, SLGAP, SLGHP, SAPRAS BUDIDAYA, SEDANGKAN YANG BERBEDA REALISASI FISIK:REGISTRASI LAHAN USAHA, SAPRAS PASCAPANEN
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 41
No Sub
Kegiatan/Output
Output
Satuan Target Realisasi %
e. Pembinaan pengembangan tanaman florikultura
Kab/kota 50 50 100
f. SLGHP Kelompok 32 32 100
g. Sarana prasarana budidaya
Unit 164 409 249
h. Sarana prasarana
pascapanen Unit 326 598 183
i. Layanan perkantoran
Bulan 12 12 100
3 Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman sayuran dan tanaman obat berkelanjutan
a. SLGAP Kelompok 161 143 88,82
b. Pedoman-pedoman
Judul 10 10 100
c. Registrasi lahan usaha
Lahan 1.186 1.275 107,50
d. Pembinaan pengembangan produksi tanaman sayuran dan tanaman obat
Kab/kota 76 75 98,68
e. SLGHP Kelompok 58 48 82,76
f. Sarana prasarana
budidaya Unit 438 383 87,44
g. Sarana prasarana pascapanen sayuran dan tanaman obat
Unit 1.356 1.384 102,06
h. Pengembangan kawasan tanaman sayuran
Ha 4.512 4.242,6 94,03
42 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
No Sub
Kegiatan/Output
Output
Satuan Target Realisasi %
i. Pengembangan
kawasan tanaman obat
Ha 750 729,5 97,27
j. Layanan perkantoran
Bulan 12 12 100
4 Pengembangan sistem perbenihan hortikultura
a. Ketersediaan benih tanaman sayuran
Kg 592.458 790.146 133
b. Ketersediaan benih tanaman florikultura
Kg 9.132.452 9.286.942 102
c. Ketersediaan benih tanaman obat
Kg 38.582 32.448 97
d. Ketersediaan benih tanaman buah
Btg 1.232.299 1.124.175 91
e. Penguatan kelembagaan
Lembaga 219 193 88
f. Pembinaan sertifikasi dan pengawasan mutu benih
Kali 432 402 93,06
g. Pemasyarakatan benih bermutu
Kali 198 160 81
h. Sarana prasarana Unit 141 129 92
i. Pedoman-pedoman
Judul 6 6 100
j. Layanan perkantoran
Bln Layanan 12 12 100
5 Pengembangan sistem perlindungan hortikultura
a. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
rekomendasi 77 65 83,11
Comment [S3]: MOHON DICEK DATANYA SOALNYA ADA PERBEDAAN DATA DENGAN SEBELUMNYA MUNGKIN MBAK TRI PUNYA DATA FINALNYA
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 43
No Sub
Kegiatan/Output
Output
Satuan Target Realisasi %
b. Pengendalian OPT hortikultura
Kali 1.669 852 51,05
c. Sinergisme sistem perlindungan hortikultura dengan sistem SPS-WTO
Draft 16 16 100
d. Pengembangan lab. PHP/ lab. agensia hayati/ lab. pestisida/Klinik PHT
Unit 1.136 712 65,16
e. SLPHT dan pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura
Kelompok 660 626 94,85
f. Laporan OPT Laporan 12 12 100
g. Pedoman-pedoman
Judul 6 6 100
h. Layanan perkantoran
Bln Layanan 12 12 100
6
Dukungan manajemen dan teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Hortikultura
1) LM3 Lembaga 300 299 99,67
2) PMD Kelompok 240 0 0
3) Penataan dan pengelolaan laporan pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura
Laporan 348 230 66,09
Comment [S4]: ADA PERBEDAAN DATA TARGET DAN REALISASI LM3, LAPORAN, DOKUMEN,
44 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
No Sub
Kegiatan/Output
Output
Satuan Target Realisasi %
4) Penataan dan pengelolaan perencanaan, keuangan dan perlengkapan, kepegawaian pengembangan hortikultura
Dokumen 470 240 51,06
5) Layanan perkantoran
Bulan 12 12 100
6) Perangkat pengolah data dan komunikasi
Unit 74 74 100
7) Peralatan dan fasilitas perkantoran
Unit 462 457 98,92
8) Gedung/bangunan M2 1.359 1.359 100
3.1. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu
Produk Tanaman Buah Berkelanjutan
A. Pengembangan Kawasan Buah
Program pengembangan kawasan buah bertujuan
untuk menjamin kesinambungan pasokan buah ke
pasar, baik dalam dan luar negeri serta mencapai
skala usaha ekonomi dengan menekan biaya
produksi, meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan luas tanam sehingga usaha agribisnis
yang dilakukan dapat mendatangkan keuntungan
yang lebih besar bagi petani.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 45
Pengembangan kawasan buah (intensif dan inisiasi)
tahun 2014 terdapat di 31 provinsi, 122
kabupaten/kota dengan sasaran output seluas 5.475
ha dan terealisasi seluas 5.161 ha (94,26 %). Belum
optimalnya pencapaian pengembangan kawasan
buah sesuai dengan target yang ditetapkan
disebabkan adanya permasalahan diantaranya;
1. Adanya perubahan sistem penyaluran bantuan dari
bantuan sosial pola transfer uang menjadi pola
transfer barang yang diproses secara kontraktual.
Pola kontraktual tersebut menyebabkan tidak
terlaksananya pengadaan benih atau sarana
budidaya dan pascapanen buah sampai batas
berakhirnya tahun anggaran 2014 di beberapa
kabupaten/kota,
2. Gagal lelang karena dokumen tidak memenuhi
syarat, terjadi di Kabupaten Kendal (pisang Raj
Bulu), OKU (Jeruk Trigas) dan Bulungan (Jeruk),
3. Benih yang tersedia tidak memenuhi spesifikasi
teknis (ukuran tinggi benih masih kurang), benih
yang tidak memenuhi persyaratan teknis seperti
pengembangan kawasan buah jeruk di Kabupaten
Lebong, dan Kabupaten Lima Puluh Kota,
4. Terbatas/ tidak ada lahan yang tersedia untuk
pengembangan jeruk seperti Kota Banjar Baru dan
Bojonegoro,
5. Adanya revisi DIPA karena pemotongan anggaran
50 % pada petengahan tahun, sehingga dilelang,
46 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
ketika DIPA baru keluar sekitar bulan September
pemotongan tidak sampai 50 % sehingga ada
kawasan tidak terealisasi. Hal ini terjadi di
Kabupaten Dairi dan Kaur,
6. Adanya pemotongan anggaran yang menyebabkan
pagar tanaman untuk pisang dihilangkan
sedangkan petani tidak sanggup jika kebunnya
tidak dipagar karena serangan hama babi. Hal nini
terjadi di Kabupaten OKU,
7. Terbatasnya kebun Jeruk Kalamansi yang
memenuhi syarat untuk direhabilitasi (intensifikasi).
Hal ini terjadi di Kota Bengkulu.
Untuk tanaman buah, komoditas yang menjadi
prioritas utama untuk dikembangkan meliputi: jeruk,
jambu kristal, mangga, manggis, srikaya, pisang,
durian. melon, salak, nenas, pepaya, alpukat.
Rincian sentra produksi untuk komoditas tersebut
sebagai berikut :
1. Jeruk: Aceh Tengah, Bener Meriah, Simalungun,
Tapanuli Utara, Karo, Tobasa, Tapanuli Selatan,
Dairi, Agam, Lima Puluh Kota, Solok Selatan,
Kerinci, Lebong, Bengkulu Selatan, Bengkulu
Utara, Kota Bengkulu, Kampar, OKU, Musi Rawas,
Bandung Barat, Garut, Indramayu, Bandung,
Purbalingga, Sragen, Banjarnegara, Malang,
Tuban, Magetan, Banyuwangi, Jember,
Bojonegoro, Situbondo, Lamongan, Pacitan,
Sambas, Berau, Paser, Kutai Timur, Penajam
Paser Utara, Tapin, Barito Kuala, Kota Banjar
Baru, Kota Palangkaraya, Nunukan, Bulungan,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 47
Bangli, Badung, Bantaeng, Mamuju Utara,
Mamuju, Konawe Selatan, Nabire, Lombok Timur,
Sumbawa, TTS, Sorong, Tambrauw
2. Jambu Kristal: Bogor, Kuningan, Majalengka,
Bandung, Kendal, Gresik, Pacitan, Lampung
Selatan, Pesawaran, Kubu Raya, Kota Pontianak,
Melawi, Bengkulu Utara, Kaur, Bantaeng, Pinrang,
Maluku Tengah, Kota AMbon, Lombok Timur,
Sumbawa, Kupang, Lembata, Pandeglang,
Mimika, Kota Jayapura, Merauke, Bangka Tengah,
Belitung, Kota Tidore Kepulauan, Kota Sorong
3. Mangga: Indramayu, Cirebon, Majalengka,
Sumedang, Batang, Gresik, Situbondo,
Banyuwangi, Lamongan, Bengkulu Utara, Kupang,
Lembata, Jeneponto, Pinrang, Lombok Timur,
Bima, Sumbawa, Seram Bagaian Barat, Merauke,
Mimika, Kota Jayapura, Tambrauw, Kota Tidore
Kepulauan
4. Manggis: Ciamis, Tasikmalaya, Sukabumi,
Ponorogo, Tapanuli Selatan, Pesisir Selatan,
Tabanan, Lebak
5. Srikaya: Sumbawa, Lombok Timur, Belu, Kupang,
Lembata, Gunung Kidul, Bangka Tengah, Mimika,
Kota Jayapura, Merauke
6. Pisang: Purbalingga, Kendal, Kebumen,
Lumajang, Mojokerto, OKU, Biak Numfor,
Merauke, Mimika
48 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
7. Durian: Gunung Kidul, Blitar, Ponorogo, Deli
Serdang, Nunukan, Mamuju, Nabire, Belitung
8. Melon: Sragen, Karanganyar, Pekalongan, Ngawi,
Kota Cilegon
9. Salak: Magelang, Karangasem, Deli Serdang
10. Nenas: Pemalang, Blitar, Kediri
11. Pepaya: Kebumen, Lampung Tengah
12. Alpukat: Semarang, Probolinggo
13. Sukun: Belu, Lembata
14. Sawo: Kuningan, Kaur
15. Buah Naga: Kepahiang
B. Sekolah Lapang Good Agricultural Practices (SL-
GAP)
Sekolah Lapangan GAP merupakan praktek lapang
penerapan GAP dalam rangka menghasilkan produk
yang bermutu, aman konsumsi sesuai dengan
permintaan pasar. SL-GAP juga merupakan wahana bagi
para petani untuk saling belajar, transfer teknologi,
bertukar pengalaman antar anggota dan interaksi antara
petani dan pemandu lapang tentang budidaya yang baik
dan benar terhadap suatu komoditas yang diusahakan
oleh petani. SL-GAP tahun 2014 dengan sasaran output
sebanyak 260 kelompok dan terealisasi sebanyak 247
kelompok (95,00 %).
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 49
C. Registrasi Kebun Buah
Penerapan GAP buah telah dilaksanakan di berbagai
kawasan utama pengembangan buah. GAP mengatur
berbagai aspek mulai dari aspek lahan, penggunaan
benih, budidaya, pengendalian OPT hingga penanganan
pascapanen segar. Perwujudan penerapan GAP ini
dibuktikan dengan penerbitan nomor registrasi kebun
yang diberikan melalui kegiatan registrasi yang mengacu
pada Pedoman Penilaian Kebun Buah dan Peraturan
Menteri Pertanian No. 62/Permentan/OT.140/10/2011.
Tujuan kegiatan registrasi kebun buah adalah
meningkatkan jumlah kebun buah yang dibudidayakan
dengan menerapkan GAP dan meningkatkan produksi,
produktivitas dan mutu hasil buah-buahan melalui
penerapan GAP.
Target registrasi kebun buah tahun 2014 sebanyak 850
kebun, dan terealisasi sebanyak 1.078 kebun ( 126,82
%). Pada Tahun 2014 provinsi yang melakukan kegiatan
registrasi kebun yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Sumsel, Lampung, Banten, Bengkulu, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Sulawesi Barat.
D. Sekolah Lapang Good Handling Practices (SL-GHP)
Sekolah Lapangan GHP merupakan praktek lapang
penerapan GHP dalam rangka menciptakan pengelolaan
pascapanen buah yang baik dan benar sesuai dengan
Permentan No. 73 tahun 2013 untuk memenuhi
50 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
permintaan pasar terhadap buah bermutu dan aman
konsumsi. SL-GHP juga merupakan wahana bagi para
petani untuk saling belajar dan bertukar pengalaman antar
anggota dan interaksi antara petani dan pemandu lapang
tentang pengelolaan pascapanen yang baik dan benar
terhadap suatu komoditas yang diusahakan oleh petani.
Tahun 2014 sasaran output SL-GHP sebanyak 53
kelompok, dan terealisasi sebanyak 53 kelompok (100 %).
E. Dukungan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan
Mutu Produk Tanaman Buah Berkelanjutan.
1. Sarana Prasarana
Pengadaan sarana dan prasarana yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu produksi dan pengelolaan
pascapanen buah melalui penyediaan sarana dan
prasarana buah, meningkatkan kemampuan
penanganan pascapanen di tingkat
petani/Poktan/Gapoktan dan menyediakan sarana dan
prasarana pascapanen buah. Kegiatan ini dilaksanakan
dalam bentuk pengadaan sarana prasarana
pascapanen di tingkat pusat dan tingkat daerah. Pada
tahun 2014 target pengadaan ini sebanyak 1.384 unit
dan terealisasi sebanyak 1.326 unit (95,81 %).
Pengadaan sarana pascapanen di tingkat pusat berupa
keranjang panen sedangkan di tingkat daerah berupa
diantaranya alat angkut bermotor, keranjang panen,
gerobak dorong, bangsal kemasan, packing house dan
traktor mini pascapanen. Pengadaan sarana dan
prasarana tahun 2014 sasaran outputnya sebanyak
61.378 unit dan terealisasi sebanyak 54.882 unit
Comment [S5]: Sarana prasarana budidaya apa saja belum dimasukin
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 51
(89,42%). Tidak tercapainya sasaran/target sarana dan
prasarana karena:
a. Gagal lelang karena sampai waktu yang ditentukan
(akhir 2014) pihak ke III tidak merealisasikan
pengadaan sarana terjadi di Kabupaten Bantaeng,
b. Komoditas yang dikembangkan baru ditanam belum
perlu saran pascapanen terjadi di Kabupaten
Lamongan (Mangga Garifta), Kabupaten Pesawaran
(Jambu Kristal)
c. Pengembangan kawasan pisangnya tidak terealisasi
terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu.
d. Hanya sebagian kecil yang membutuhkan sarana
pascapanen (keranjang panen) karena hasil panen
langsung diangkut ke truk terjadi di Kabupaten Tapin
(jeruk)
2. Pedoman-pedoman
Pedoman-pedoman yang mendukung pengembangan
kawasan buah diantaranya; Pedoman Teknologi
Budidaya Tanaman Pohon dan Perdu , Pedoman
Teknologi Budidaya Tanaman Terna dan Merambat,
Pedoman Penanganan Pasca Panen Tanaman Pohon
dan Perdu, Pedoman Penanganan Pasca Panen
Tanaman Terna dan Merambat, Pedoman Penyusunan
Profil Sentra Tanaman Terna, Fasilitasi SOP Tanaman
Terna dan Merambat, dan lain-lain. Target penerbitan
pedoman-pedoman pada tahun 2014 adalah berjumlah
34 judul dan terealisasi sebanyak 34 judul (100 %).
3. Pembinaan pengembangan tanaman buah
52 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Salah satu tugas pokok dan fungsi Direktorat Budidaya
dan Pascanen Buah adalah memberikan pembinaan/
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya dan
pascapanen tanaman buah. Kegiatan tersebut
dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan di lapang
sejalan dan sesuai dengan kebijakan, tujuan, sasaran
dan pedoman pengembangan buah yang telah
ditetapkan. Pembinaan/bimbingan teknis dapat
dilakukan melalui kunjungan lapang, konsultasi,
koordinasi maupun pertemuan untuk mengatasi
permasalahan di lapangan serta melakukan evaluasi
pelaksanaan kegiatan pengembangan buah-buahan.
Kegiatan tersebut terdiri dari pembinaan
produksi/budidaya dan pascapanen tanaman buah
dengan target sebanyak 122 kab/kota dan terealisasi
atau telah dibina sebanyak 122 kab/kota (100 %).
3.2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu
Produk Tanaman Florikultura Berkelanjutan
A. Pengembangan Kawasan Florikultura
Kawasan tanaman florikultura yang dikembangkan
dalam rangka pengutuhan kawasan dimana para
pelaku usaha tanaman florikultura diharapkan
bergabung dalam suatu kawasan usaha agribisnis,
sehingga kuantitas dan kualitas dari produksinya
seragam karena dikelola dalam satu manajemen.
Selain itu manfaat yang didapat adalah terbentuknya
kawasan florikultura yang menuju skala usaha
ekonomis dengan menerapkan rantai pasok yang
baik dan teknologi maju berbasis GAP/SOP.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 53
Pengutuhan kawasan tanaman florikultura berupa
pengembangan kawasan florikultura tahun 2014
ditargetkan sebanyak 53 kabupaten/kota pada 20
provinsi sentra tanaman florikultura pada kawasan
seluas 490.653 m2 dan terealisasi seluas 491.630 m2
(100%). Pengembangan tanaman florikultura
dilaksanakan berdasarkan kawasan inisiasi dan
intensif. Meskipun terdapat pengembangan kawasan
yang tidak terealisasi antara lain pengembangan
kawasan krisan di Solok (3.500 m2), kawasan raphis
di Batam (3.500 m2) dan Bintan (3.500 m2), kawasan
pot dan lansekap di Medan (5.000 m2), di Kota Batu
terealisasi melebihi targetnya. Realisasi
pengembangan kawasan krisan di Batu adalah 8.400
m2 dari target 3.500 m2, sedangkan realisasi
pengembangan kawasan Mawar di Batu seluas 9.000
m2 dari target 5.250 m2.
Kawasan florikultura yang dikembangkan terdiri dari
krisan, anggrek, leatherleaf, melati, raphis excelsa,
heliconia, dracaena, tanaman hias pot dan lansekap.
Komoditas florikultura yang menjadi prioritas utama
adalah krisan, anggrek, melati, raphis excelsa,
heliconia, mawar, dan tanaman hias lansekap dan
tanaman pot.
B. Sekolah Lapangan Good Agricultural Practices
(SL-GAP)
Sekolah Lapangan GAP Florikultura merupakan
metode belajar bagi para petani/petugas untuk saling
memahami kondisi nyata lahan usaha dan di
lapangan mereka saling bertukar pengalaman serta
54 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
informasi dalam berbudidaya tanaman florikultura.
Untuk mempercepat penerapan GAP/SOP pada
lahan usaha/kebun florikultura dilakukan dengan
pendekatan Sekolah Lapangan GAP florikultura.
Dengan kegiatan ini diharapkan petani menjadi
paham secara detail dalam mengelola usahanya
serta menjadi manager di lahan usahanya sendiri
sehingga mampu mengatasi segala permasalahan
yang dihadapinya secara mandiri. Pada Tahun 2014
SL GAP ditargetkan sebanyak 45 kelompok dan
terealisasi sebanyak 45 kelompok (100%).
C. Pengembangan Registrasi Lahan Usaha Tanaman
Florikultura
Manfaat registrasi unit usaha tanaman florikultura
antara lain untuk menilai tingkat penerapan
pelaksanaan GAP/SOP, menyiapkan sistem jaminan
mutu, mempermudah telusur balik (traceability) serta
mendorong percepatan akses pasar. Registrasi tidak
hanya tercatat secara manual di daerah, tetapi data
registrasi kebun/lahan usaha tersebut harus
terintegrasi menjadi satu sistem data nasional.
Kegiatan Pengembangan Registrasi Unit Usaha
Tanaman Florikultura ini dibiayai dengan dana APBN
yang dialokasikan sebagai dana Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan pada DIPA Satker Dinas
Pertanian yang membidangi pengembangan
hortikultura.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 55
Tahun 2014 target pelaksanaan registrasi lahan
usaha tanaman florikultura sebanyak 73 lahan usaha
dan terealisasi sebanyak 141 lahan usaha (193%).
Tingginya realisasi disebabkan dari target yang
direncanakan 1 (satu) kelompok terdiri dari 1 (satu)
lahan usaha, tetapi realisasinya 1 (satu) petani untuk
1 (satu) lahan usaha. Salah satu wilayah dengan
realisasi melebihi target adalah provinsi Jawa Timur.
Realisasi registrasi lahan usaha di provinsi Jawa
Timur mencapai 84 lahan usaha melebihi target 14
lahan usaha.
D. Sekolah Lapang Good Handling Practices (SL-
GHP)
Sekolah Lapangan GHP merupakan praktek lapang
penerapan GHP dalam rangka menciptakan
pengelolaan pascapanen tanaman florikultura yang
bermutu sesuai dengan permintaan pasar.
SL-GHP juga merupakan wahana bagi para petani
untuk saling belajar dan bertukar pengalaman antar
anggota dan interaksi antara petani dan pemandu
lapang tentang pengelolaan pascapanen yang baik
dan benar terhadap suatu komoditas yang
diusahakan oleh petani.
SL-GHP Tahun 2014 sasaran outputnya sebanyak 32
kelompok, dan terealisasi sebanyak 32 kelompok
(100%). Pelaksanaan SL-GHP untuk mendukung
peningkatan mutu pada florikultura dilaksanakan pada
tanaman anggrek, krisan, heliconia, leatherleaf,
raphis excelsa, tanaman pot dan lansekap.
56 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
E. Dukungan Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Produk Tanaman Florikultura
Berkelanjutan
Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk
florikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan
sebagai upaya memenuhi tuntutan masyarakat
(konsumen) untuk mendapatkan produk yang
bermutu, produktivitas tinggi dan aman bagi
lingkungan.
Upaya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu
produk florikultura dimaksudkan untuk meningkatkan
daya saing produk florikultura. Upaya tersebut
dilakukan dengan memfasilitasi kegiatan seperti;
penyediaan sarana prasarana baik untuk budidaya
maupun pascapanen florikultura, peningkatan
kapabilitas petani/petugas, pemberdayaan
kelembagaan usaha, pembinaan pengembangan
produksi dan pembinaan pengembangan
pascapanen.
1. Penyediaan Sarana dan Prasarana Budidaya
dan Pascapanen
Pengadaan sarana prasarana budidaya
ditargetkan 164 unit dan terealisasi sebanyak 409
unit (249%). Sedangkan mutu produk florikultura
sangat terkait dengan aspek penerapan teknologi
penanganan pascapanen. Saat ini penanganan
pascapanen masih mengggunakan sarana
teknologi yang sederhana. Penanganan
pascapanen belum berkembang seperti yang
diharapkan karena kemampuan dan pengetahuan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 57
petani yang terbatas, kelembagaan pascapanen
yang belum berkembang, terbatasnya alat/mesin
pascapanen di pedesaan, penggunaan alat/mesin
yang belum optimal dan belum mantapnya
kemitraan usaha antara petani dengan
konsumen. Pada tahun 2014 Direktorat Budidaya
dan Pascapanen Florikultura memfasilitasi
bantuan sarana dan prasarana sebanyak 326 unit
yang dilaksanakan di kawasan pengembangan
florikultura baik yang intensif maupun inisiasi.
Pencapaian kinerja kegiatan pengadaan sarana
prasarana pascapanen melebihi target yaitu 598
unit (183%). Bantuan peralatan penanganan
pascapanen florikultura berupa mobil box
berpendingin, outlet berpendingin, gerobak motor
roda tiga, fiber box dan meja grading. Tingginya
pencapaian kinerja tersebut disebabkan karena
pemahaman tentang penanganan pascapanen
florikultura sudah optimal, sehingga bantuan dana
yang diberikan oleh pemerintah dapat
dimanfaatkan secara baik.
2. Pedoman - pedoman
Pedoman - pedoman yang mendukung
pengembangan kawasan florikultura diantaranya;
profil krisan, SOP leatherleaf, petunjuk teknis
fasilitas sarana prasarana pascapanen
florikultura, pedoman praktis teknik pembuatan
display dan lansekap, katalog tanaman
florikultura, data base kampung florikultura dan
petunjuk teknis tanaman unggulan pendukung
Green City. Budidaya dan pascapanen florikultura
58 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
ini berfungsi sebagai pegangan dan acuan teknik
budidaya dan pascapanen yang baik bagi para
petani florikultura. Target penerbitan pedoman-
pedoman pada tahun 2014 adalah berjumlah 12
judul dan terealisasi sebanyak 12 judul (100 %).
3. Pembinaan Pengembangan Tanaman Florikultura
Kegiatan ini dengan target sebanyak 50 kab/kota
dan terealisasi sebanyak 50 kab/kota (100%).
Kegiatan ini bertujuan memperbaiki usaha
budidaya.
3.3. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu
Produk Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat
Berkelanjutan
A. Pengembangan Kawasan Sayuran dan Tanaman
Obat
Pembangunan pertanian melalui pengembangan
komoditas sayuran yang potensial di suatu wilayah
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
perekonomian wilayah yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan petani.
Pengembangan kawasan sayuran dan tanaman obat
diperlukan volume, intensitas, dan kualitas kegiatan
pembangunan yang memadai berbasis pada
kesamaan kegiatan dan ruang yang sama. Oleh
karenanya, diperlukan adanya sinergisme intra
dan/atau antar wilayah yang memiliki kemiripan
agroklimat, kesatuan infrastruktur untuk menghasilkan
dampak ekonomi yang nyata dan terukur, berbagai
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 59
pelayanan dan fasilitasi di dalamnya dapat berjalan
efektif dan efisien.
Pengembangan kawasan sayuran dan tanaman obat
terdiri dari pengembangan kawasan pendampingan
intensif dan kawasan inisiasi.
Pengembangan kawasan intensif merupakan
pengembangan agribisnis sayuran atau tanaman obat
di wilayah yang selama ini sudah terintegrasi secara
ekosistem, dan disatukan oleh infrastruktur ekonomi
yang sama dan telah menghasilkan produk sayuran
atau tanaman obat secara nyata dan konsisten.
Sedangkan kawasan inisiasi adalah pengembangan
agribinis sayuran dan tanaman obat di wilayah yang
dipersiapkan untuk menjadi kawasan intensif yang
akan dilaksanakan pada periode berikutnya.
Pada Tahun 2014 pengembangan kawasan tanaman
sayuran tersebar di 31 provinsi dan 213
kabupaten/kota dengan target 4.512 Ha dan telah
mencapai 4.242,6 Ha (94,03%). Tidak tercapainya
target disebabkan antara lain: adanya pemotongan
anggaran di beberapa kabupaten/kota menyebabkan
mundurnya pelaksanaan kegiatan, terjadi kegagalan
proses lelang, harga benih yang mahal melebihi pagu
anggaran, dan beberapa alasan non teknis lainnya.
Beberapa kabupaten/kota yang tidak dapat mencapai
target 100%, misalnya: untuk komoditi bawang
merah: Cirebon, Bantul, Musi Rawas, OKI, OKU,
Banyuasin, kota Pontianak, Mamuju Utara. Jumlah
Ha gagal direalisasikan sebanyak 90.4 dari 1.008 Ha.
60 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Untuk komoditi cabai: Kota Bandung, Bantul,
Lumajang, Tuban, OKU, Penajam Paser Utara,
Lebong, dan Mamuju Utara. Jumlah Ha gagal
direalisasikan sebanyak 103,5 Ha dari 1.650 Ha. Dan
untuk komoditi wortel: Kepahing. Jumlah Ha gagal
direalisasikan sebanyak 9 Ha dari 925 Ha.
Pada Tahun 2014 pengembangan kawasan tanaman
obat tersebar di 12 provinsi dan 39 kabupaten/kota
dengan target 750 Ha dan telah mencapai 729,5 Ha
(97,27%). Tidak tercapainya target disebabkan antara
lain: penawaran yang diajukan tidak ada yang sesuai
atau memenuhi persyaratan pada saat proses lelang
dilakukan. Dua kabupaten yang tidak dapat mencapai
target 100%, adalah kab. OKU dan Kepahiyang
masing-masing 10 Ha komoditi Jahe.
Komoditas sayuran yang diprioritaskan adalah:
bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai
rawit, kentang, sayuran dataran rendah, sayuran
daun, dan wortel. Adapun tanaman obat, komoditas
yang menjadi prioritas utama adalah: Jamur,
temulawak, Jahe, kencur lidah buaya, dan
purwoceng. Adapun rincian sentra produksinya
sebagai berikut:
1. Bawang Merah: Buleleng, Bangli, Badung,
Bangka Tengah, Bantul, Kuningan, Majalengka,
Indramayu, Cirebon, kota Cerebon, Tegal,
Rembang, Purworejo, Pati, Grobogan, Demak,
Brebes, Tuban, Sumenep, Probolinggo,
Pamekasan, Nganjuk, Madiun, Bojonegoro,
Pontianak, Melawi, Kubu Raya, Banjar Baru,
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 61
Tapin, Kota Palangkaraya, Paser, Tanggamus,
Lampung Tengah, Lampung Selatan, Kota
Ambon, Seram Bagian Barat, Kota Tidore
Kepulauan, Aceh Tengah, Aceh Besar, Bima,
Rote Ndao, Kupang, Kota Pekanbaru, Kampar,
Mamuju Utara, Mamuju, Pinrang, Jeneponto,
Enrekang, Kota Palu, Sigi, Donggala, Kolaka
Utara, Kolaka, Minahasa, Pesisir Selatan, Agam,
OKU, OKI, Musi Rawas, Banyuasin, Toba
Samosir, Tapanuli Utara, Simalungun, dan
Samosir;
2. Cabai merah: Belitung, Bangka Tengah, Lebak,
Rejang Lebong,. Lebong, Kepahiang, Kaur,
Bantul, Jambi, Merangin, Tasikmalaya,
Sumedang, Cianjur, Ciamis, Sragen, Rembang,
Pekalongan, Pati, Grobogan, Blora, Tuban,
Bojonegoro, Melawi, Kubu Raya, Kota Batam,
Tanggamus, Pesawaran, Lampung Tengah,
Lampung Selatan, Aceh Tengah, Aceh Besar,
Lombok Timur, Kota Pekanbaru, Kota Dumai,
Konawe Selatan, Kota Padang Panjang, Kota
Padang, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Limapuluh
Kota, Kota Palembang, OKU, OKI, Banyuasin,
Kota Medan, Tapanuli Utara, dan Deli Serdang;
3. Cabai rawit merah: Buleleng, Badung, Kota
Tangerang Selatan, Pandeglang, Sleman, Kulon
Progo, Bone Bolango,Kota Tasikmalaya, Kota
Bandung, Garut, Bandung, Wonosobo, Sragen,
Purworejo, Magelang, Demak, Brebes, Mojokerto,
Magetan, Madiun, Lumajang, Kediri, Jember, Kota
Banjar Baru, Tapin, Kota Palangkaraya, Kota
62 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Samarinda, Penajam Paser Utara, Kota Ambon,
Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara, Maluku
Tengah, Kota Tidore Kepulauan, Kota Mataram,.
Kupang, Belu, Kota Jayapura, Merauke,
Jayawijaya, Biak Numfor, Kota Sorong ,
Tambrauw , Sorong, Mamuju Utara, Mamuju,
Pinrang, Jeneponto, Enrekang, Donggala,
Konawe Selatan, Kolaka Utara, Kolaka,
Minahasa, dan Bolaang Mongondow Timur;
4. Kentang: Rejang Lebong, Kepahiang, Kerinci,
Pekalongan, Jayawijaya, Gowa, Bolaang
Mongondow Timur, Solok Selatan, Solok, Tanah
Karo, dan Simalungun.
5. Wortel: Rejang Lebong, Kepahiang, Merangin,
Kerinci, Majalengka, Garut, Cianjur, Bogor,
Bandung, Wonosobo, Tegal, Purbalingga,
Pemalang, Kota Batu, Magetan, Bener Meriah,
Jayawijaya, Gowa, Enrekang, Bantaeng,
Minahasa, Bolaang Mongondow Timur, Tanah
Datar, Solok Selatan, Solok, dan Simalungun.
6. Sayuran dataran rendah dan sayuran daun: Kab.
Bone Bolango, Blora, Bojonegoro, Kota Batam,
Kota Sorong,. Tambrauw, dan Kota Dumai
7. Tanaman Obat: Temu lawak, Jahe, dan kencur:
Sukabumi, Kota Semarang, Semarang,
Purworejo, Kepahiang, Bengkulu Utara, Kulon
Progo, Kota Jambi, Wonosobo, Wonogiri,
Temanggung, Purworejo, Magelang,
Karanganyar, Brebes, Jember, Kota Samarinda,
Penajam Paser Utara, Paser, Nunukan, Bener
Meriah, Aceh Besar, Manggarai Barat, Kota
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 63
Dumai, dan OKU; Kapulaga, lidah buaya dan
purwoceng: Tasikmalaya, Ciamis, Bogor, dan
Wonosobo; dan Jamur: Indramayu, Cirebon, dan
Badung.
B. Sekolah Lapangan Good Agricultural Practices
(SL-GAP)
Sekolah Lapangan GAP dilaksanakan untuk
mempercepat pelaksanaan registrasi GAP lahan
usaha. Peserta sekolah lapangan adalah kelompok
tani penerima bantuan sosial kegiatan
pengembangan kawasan sayuran. Kegiatan sekolah
lapangan dipandu oleh seorang Pemandu Lapang.
Kegiatannya meliputi kegiatan budidaya sayuran
dengan menerapkan prinsip-prinsip GAP dengan
urutan sesuai dengan tahapan dalam SOP budidaya
tanaman yang diusahakan.
Target capaian pelaksanaan SL-GAP tahun 2014
sebanyak 161 kelompok dan telah tercapai 143
kelompok tani (88,82%). Kelompok tani yang
mengikuti SL-GAP ini diharapkan dapat menerapkan
prinsip-prinsip GAP di dalam pelaksanaan budi
dayanya, sehingga lahan usahanya dapat memenuhi
syarat untuk diregistrasi.
Beberapa kabupaten tidak dapat melaksanakan SL-
GAP, dengan alasan antara lain: kesalahan kode
lokasi bayar KPPN, pergantian pejabat pengelola
keuangan, mutasi KPA, pemotongan/penghematan
anggaran Inpres No. 4 Tahun 2014, dan pemilu
legislatif dan presiden, sehingga tidak mencapai
100%.
64 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
C. Registrasi Lahan Usaha
Dalam upaya meningkatkan daya saing sayuran dan
tanaman obat maka perbaikan budidaya dan
penanganan pascapanen perlu dilakukan. Perbaikan
ini dilakukan melalui penerapan GAP, penyusunan
SOP budidaya komoditas. Registrasi lahan usaha
sayuran dan tanaman obat merupakan tahap lanjutan
dari pelaksanaan penerapan GAP dalam budidaya.
Penerapan GAP budidaya sayuran dan registrasi
lahan usaha merupakan pelaksanaan Permentan No.
48/Pementan/OT.140/10/2009 dan Permentan No.
62/Pementan/OT.140/10/ 2011.
Registrasi lahan usaha diberikan kepada
petani/pelaku usaha yang telah menerapkan GAP
dan sekaligus sebagai bukti dalam meningkatkan
produksi dan mutu hasil. Setelah mendapat nomor
registrasi, diharapkan produk dari lahan tersebut
mendapat prioritas utama untuk disertifikasi hasil
produksinya (PRIMA) oleh lembaga sertifikasi
terakreditasi atau yang ditunjuk. Pada tahun 2014
telah ditargetkan lahan yang diregistrasi sebanyak
1.186 lahan usaha dan teregistrasi sebanyak 1.275
lahan usaha (107,50%).
D. Sekolah Lapangan Good Handling Practices (SL-
GHP)
Sekolah Lapangan GHP merupakan praktek lapang
penerapan GHP dalam rangka menciptakan
pengelolaan pascapanen tanaman sayuran dan
tanaman obat yang bermutu sesuai dengan
permintaan pasar dan aman konsumsi. SL-GHP juga
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 65
merupakan wahana bagi para petani untuk saling
belajar dan bertukar pengalaman antar anggota dan
interaksi antara petani dan pemandu lapang tentang
pengelolaan pascapanen yang baik dan benar
terhadap suatu komoditas yang diusahakan oleh
petani. Tahun 2014 sasaran outputnya sebanyak 58
kelompok, dan terealisasi sebanyak 48 kelompok
(82,76 %).
Beberapa kabupaten tidak dapat melaksanakan SL-
GHP, dengan alasan antara lain: adanya
pemotongan/penghematan anggaran Inpres No. 4
Tahun 2014, adanya kemarau, sehingga tidak
mencapai 100%.
E. Dukungan Peningkatan Produksi, Produktivitas
dan Mutu Produk Tanaman Sayuran dan
Tanaman Obat Berkelanjutan
Kegiatan ini ditujukan meliputi; penyediaan sarana
prasarana baik untuk budidaya maupun pascapanen
sayuran dan tanaman obat, pembinaan
pengembangan produksi tanaman sayuran dan
tanaman obat serta pedoman - pedoman.
1. Penyediaan Sarana dan Prasarana Budidaya dan
Pascapanen
Pada tahun 2014 Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat
memfasilitasi bantuan sarana dan prasarana
sebanyak 438 unit dan terealisasi sebanyak 383
unit (87,44%).
66 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
2. Pedoman - pedoman
Pedoman - pedoman yang mendukung
pengembangan kawasan sayuran dan tanaman
obat. Target penerbitan pedoman-pedoman pada
tahun 2014 adalah berjumlah 10 judul dan
terealisasi semuanya (100 %).
3. Pembinaan Pengembangan Tanaman Sayuran dan
Tanaman Obat
Kegiatan ini dengan target sebanyak 76 kab/kota
dan terealisasi sebanyak 75 kab/kota (98,68%).
Kegiatan ini bertujuan memperbaiki usaha
budidaya.
3.4. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura
Pengembangan sistem perbenihan hortikultura diarahkan
untuk meningkatkan ketersediaan benih bermutu varietas
unggul (bersertifikat) yang memenuhi 7 tepat (tepat
jenis, varietas, mutu, jumlah, lokasi, waktu dan harga)
dengan memberdayakan potensi dalam negeri yang
berdaya saing untuk memacu industri perbenihan.
Upaya peningkatan produksi benih bermutu hortikultura
dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan,
antara lain : Fasilitasi sarana produksi benih di Balai
Benih Bortikultura dan penangkar, bantuan benih
sumber, memperbanyak kebun-kebun contoh,
peningkatan SDM pengawas benih tanaman dalam
sertifikasi dan pengawasan peredaran benih, dan
sosialisasi penggunaan bermutu kepada petani dan
masyarakat umum. Selain itu juga perlu dilakukan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 67
koordinasi antara pusat dan daerah dalam mencapai
target-target yang sudah ditetapkan, seperti : pertemuan
forum perbenihan hortikultura, apresiasi teknologi dalam
peningkatan kemampuan SDM perbenihan, evaluasi
kegiatan perbenihan dan melakukan pembinaan serta
monitoring untuk mencapai target 7 tepat yang
dicanangkan.
Terkait dengan ketersediaan benih bermutu, percepatan
penggunaan benih varietas unggul sangat diperlukan,
dapat dilakukan melalui kegiatan sosialisasi penggunaan
benih bermutu (jambore varietas, demplot, bantuan benih
sebar, dll). Sebagaimana diketahui penggunaan benih
unggul bermutu (bersertifikat) hortikultura baru mencapai
kurang dari 25 – 30 % yang secara berangsur-angsur
akan ditingkatkan setiap tahun.
A. Ketersediaan Benih Tanaman Sayuran
Pengembangan perbenihan tanaman sayuran
dikelompokan menjadi benih biji dan benih umbi.
Ketersediaan benih sayur dalam bentuk biji seperti :
kangkung. Cabe, kacang panjang, buncis, bayam, dll;
yang bisa diperbanyak di dalam negeri, secara eksis
diproduksi oleh produsen benih nasional maupun
PMA. Kebutuhan benih sayur biji dalam negeri sudah
dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Bahkan
beberapa komoditas, seperti kangkung, mentimun,
pare, buncis, cabe, dll sudah di ekspor ke luar negeri.
Untuk beberapa komoditas kubis-kubisan, kebutuhan
benih masih dipenuhi dari impor. Karena di Indonesia
memproduksi benih kubis tidak efisien dan sulit dalam
perbanyakannya. Sedangkan penyediaan benih sayur
68 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
umbi, seperti : bawang merah, bawang putih dan
kentang; diproduksi oleh Balai Benih Hortikultura dan
penangkar. Belum banyak pihak produsen nasional
skala menengah ke atas (swasta) yang bergerak
dibidang perbanyakan benih sayur umbi.
Berdasarkan target output ketersediaan benih
tanaman sayur tahun 2014 sebesar 592.458 kg,
terealisasi sebesar 790.146 kg (133 % ) yang berarti
produksi benih sayur meningkat dari target yang
diharapkan. Target ketersediaan benih sayur hanya
ditetapkan pada 2 (dua) komoditas, yaitu kentang dan
bawang merah. Tetapi di beberapa daerah ada juga
yang memproduksi benih sayur selain dari 2
komoditas tersebut, seperti cabe, jamur, dll. Target
ketersediaan benih sayur di serahkan ke 18 Balai
Benih Hortikultura yang merupakan daerah
pengembangan tanaman sayur.
Tingginya angka ketersediaan benih sayur, karena
meningkatnya produksi benih kentang di Balai Benih
Hortikultura dan Balai Benih Kentang. Faktor penting
yang sangat berperan dalam meningkatkan produksi
benih di BBH, karena kelengkapan sarana produksi
dan peningkatan SDM dibidang teknologi
perbanyakan benih. Dukungan bantuan screenhouse,
sarana produksi dan benih sumber yang diberikan
kepada BBH, merupakan upaya dalam meningkatkan
produksi benih sayur, terutama benih kentang.
Bagi BBH yang screenhouse-nya masih terbatas dan
tidak mempunyai lahan yang luas untuk memproduksi
benih, dapat bekerjasama dengan penangkar yang
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 69
sudah terdaftar atau yang sudah mempunyai sertifikat
kompetensi sebagai penangkar benih, untuk
memenuhi target yang ditetapkan. Dalam kerjasama
tersebut akan ditetapkan bagi hasil antara penangkar
dan BBH, biasanya hasil panen yang dijadikan benih
diserahkan ke BBH, dan untuk konsumsi dijual oleh
penangkar
Untuk target ketersediaan benih bawang merah
diutamakan kepada Balai Benih di sentra
pengembangan benih bawang merah, tujuannya agar
petani yang akan menanam bawang merah bisa
membeli benih di lokasi terdekat. BBH yang
ditargetkan untuk memproduksi benih berada di 10
propinsi. Hasil produksi benih bawang merah di BBH
menunjukan kemajuan yang pesat, dimana selama ini
produksi benih bawang merah lebih banyak dihasilkan
oleh penangkar benih di pulau jawa.
Permasalahannya adalah musim tanam yang masih
tergantung kepada tadah hujan dan varietas yang
tidak tahan pada musim hujan.
Karena kekurangan benih sumber, beberapa BBH
melakukan pemurnian bawang merah dengan
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh
BPSBTPH.
B. Ketersediaan Benih Tanaman Florikultura
Seperti halnya komoditas hortikultura yang lain (buah,
sayur dan tanaman obat), komoditas florikultura
(tanaman hias) mempunyai nilai ekonomi yang tinggi,
sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi
masyarakat dan petani berskala kecil, menegah dan
70 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
besar. Beberapa keunggulan yang dimiliki, antara lain
nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan
sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi
serapan pasar domestik dan internasional yang terus
meningkat.
Keunggulan ini membuat permintaan terhadap
komoditas florikultura meningkat dari tahun ke tahun
yang berdampak terhadap meningkatnya minat
masyarakat untuk membudidayakan tanaman hias
secara komersial. Hal ini dapat ditenggarai dengan
meningkatnya luas area dan jumlah petani tanaman
hias, yang tentunya perlu ditindaklanjuti dengan
peningkatan ketersediaan benih florikultura.
Pengembangan komoditas fortikultura diprioritaskan
pada komoditas unggulan yang mengacu pada
besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai
ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian
agroekosistem. Berdasarkan hal tersebut, ditetapkan
beberapa komoditas unggulan florikultura, yaitu:
krisan, anggrek, mawar, sedap malam, pakis, palem,
sansiviera, philodendron, adenium, euphorbia,
dracaena dan melati. Disamping komoditas unggulan
yang telah ditetapkan tersebut, juga dikembangkan
komoditas unggulan daerah sesuai dengan
permintaan pasar regional maupun internasional.
Walaupun pengembangan florikultura difokuskan
pada komoditas unggulan, fluktuasi produksi dapat
terjadi pada setiap komoditas tanaman hias,
disebabkan oleh perubahan preferensi (selera atau
kesukaan) konsumen.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 71
Salah satu upaya peningkatan produksi, produktivitas
dan mutu produk florikultura adalah ketersediaan
benih unggul bermutu. Sampai saat ini pemenuhan
kebutuhan benih nasional baru bisa dicapai ± 30 %,
sementara sisanya memakai benih sendiri atau dari
impor
Berdasarkan target output ketersediaan benih
florikultura yang telah ditetapkan pada rencana
strategis, pengembangan benih florikultura tahun 2014
yaitu sebesar 9.132.452 benih, dapat terealisasi
sebesar 9.286.942 benih (102 %). Capaian realisasi
benih florikultura yang melebihi dari target, terjadi
pada peningkatan produksi benih krisan dan anggrek.
Target untuk memproduksi benih florikultura terletak di
15 BBH pengembangan kawasan florikultura. Dengan
fasilitasi screenhouse yang diberikan kepada Balai
Benih Hortikultura dan penangkar, menunjukan hasil
yang sangat signifikan pada produksi benih krisan dan
komoditas florikultura lainnya. Beberapa Balai Benih
melakukan kerjasama dengan penangkar yang sudah
maju dan mempunyai screenhouse untuk
memproduksi benih. Upaya ini dilakukan karena
keterbatasan SDM ataupun sarana produksi benih,
dan sekaligus juga merupakan pembinaan secara
tidak langsung yang dilakukan oleh BBH.
Perbanyakan benih anggrek secara cepat dapat
dilakukan melalui kultur jaringan. Di beberapa Balai
Benih Hortikultura sudah terdapat sarana laboratorium
kultur jaringan berikut dengan peralatannya, sehingga
dapat memproduksi benih anggrek melalui kultur
jaringan. Dan setiap tahun juga dilakukan pelatihan
72 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
perbanyakan benih secara kultur jaringan untuk SDM
BBH dalam rangka meningkatkan kapasitas kualitas
dalam memproduksi benih secara cepat.
Salah satu kendala dalam pengembangan benih
florikultura adalah perubahan selera konsumen yang
sangat cepat berdasarkan trend pasar. Ketika
dipersiapkan benih varietas tertentu dari suatu
komoditas untuk dikembangkan, sewaktu-waktu bisa
saja terjadi selera konsumen beralih ke varietas lain,
yang mengakibatkan kebutuhan benih pada saat itu
tidak tersedia.
C. Ketersediaan Benih Tanaman Obat
Pengembangan tanaman obat tidak secepat tanaman
hortikultura lainnya. Varietas yang sudah dilepas/di
daftar kan ke Menteri Pertanian juga jumlahnya tidak
terlalu banyak (28 varietas). Komoditas tanaman obat
yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura adalah golongan rimpang, seperti jahe,
kunyit, temulawak, kencur, dll. Dalam
pengembangannya tanaman obat di tingkat pasar
hanya dipergunakan sebagai bumbu dan penyedap
rasa, dan skala industri dipergunakan untuk kosmetik,
obat-obatan dan minuman. Kebutuhan tanaman obat
untuk skala industri tidak terlalu banyak, biasanya
perusahaan sudah mempunyai mitra kerja dengan
petani atau menanam sendiri, sehingga tidak banyak
petani yang membudidayakan/ mengembangkan
tanaman obat.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 73
Dari target ketersediaan benih tanaman obat tahun
2014 sebesar 38.582 kg dan terealisasi sebesar
32.448 kg (97 %). Belum semua perbanyakan benih
sudah di panen, di beberapa daerah masih ada di
pertanaman karena belum cukup umur untuk dipanen.
Target produksi benih tanaman obat diserahkan
kepada 15 BBH
Sebenarnya produksi benih tanaman obat bisa
melebihi dari angka yang ditargetkan.
Permasalahannya adalah ; 1) untuk memproduksi
benih tanaman obat menggunakan waktu 10-12 bulan,
sehingga panen benih akan tercatat pada tahun
berikutnya, 2) pertanaman benih tanaman obat
biasanya dilakukan pada bulan April atau bulan-bulan
berikutnya, menunggu kiriman benih sumber, 3)
setelah panen benih biasanya tanah didiamkan dulu
selama ± 2 bulan, setelah itu baru diolah kembali untuk
pertanaman berikutnya.
Beberapa masalah yang dihadapi dalam
penyediaan/perbanyakan benih bermutu tanaman obat
diantaranya adalah:
1. Penyediaan benih sumber tanaman obat yang
dihasilkan oleh Balai Penelitian belum memenuhi
kebutuhan, baik dalam jumlah, jenis maupun waktu
dan kontinuitas penyediaannya.
2. Tingkat produktivitas tanaman obat masih rendah,
dikarenakan petani hanya mengusahakan tanaman
obat sebagai usaha sampingan sehingga
penanganannya kurang intensif dan benih yang
digunakan berasal dari benih asal-asalan.
74 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
3. Dari segi pemasaran belum ada jaminan pasar, arus
penyaluran benih belum berjalan dengan baik, di lain
pihak petani masih membeli produk konsumsi untuk
digunakan sebagai benih.
4. Belum ada unit pengelola benih tanaman obat yang
memproses dan mendistribusikan benih bermutu
kepada petani pengguna.
5. Jumlah penangkar/pedagang benih bermutu masih
sangat terbatas.
D. Ketersediaan Benih Tanaman Buah
Dalam upaya peningkatan produksi buah-buahan
nasional untuk memenuhi kebutuhan buah dalam
negeri ataupun pasar ekspor, pemerintah akan
mengembangkan agribisnis buah-buahan. Namun
peningkatan produksi saja tidaklah cukup tanpa
dibarengi dengan peningkatan mutu buah-buahan.
Dalam agribisnis, mutu buah-buahan sangatlah
penting dan menentukan keberhasilan usaha.
Masalah mutu yang dihadapi diantaranya tidak
seragamnya buah yang dihasilkan. Salah satu faktor
rendahnya mutu buah tersebut dapat diatasi dengan
penggunaan benih bermutu/ bersertifikat.
Ketersediaan benih bermutu untuk pertanaman buah
semusim, seperti : melon, semangka, strawbery, dll
diproduksi oleh produsen benih nasional dan PMA,
diantaranya East West, Tanindo, Tunas Agro, Multi
Global Agrindo, dll. Sedangkan penyediaan benih
buah untuk pertanaman tahunan diproduksi oleh Balai
Penelitian Buah, Perguruan Tinggi, Balai Benih
Hortikultura dan penangkar.
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 75
Dalam penyediaan benih tanaman buah tahunan,
tidaklah mudah seperti benih komoditas hortikultura
lainnya, dibutuhkan waktu relatif lama sekitar 1
sampai 2 tahun tergantung kepada komoditasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam skala besar, masih
ditemui beberapa permasalahan, karena belum
banyak institusi pemerintahan yang fokus dalam
perbanyakan benih. Penyediaan benih lebih banyak
diproduksi oleh penangkar yang modalnya masih
terbatas dan keahlian dalam penerapan teknologi
produksi benih secara cepat juga belum digunakan.
Dari target output ketersediaan benih tanaman buah
yang ditetapkan pada tahun 2014 sebesar 1.232.299
batang, terealisasi sebesar 1.124.175 batang (91 %).
Target produksi benih tanaman buah diserahkan
kepada 30 Balai Benih Hortikultura yang ada di
Indonesia. Dari hasil yang dicapai, ternyata tidak
memenuhi 100 %. Kendala di lapangan adalah
pengaruh musim kemarau yang panjang, sehingga
untuk penyambungan/ okulasi menunggu musim
hujan. Dan batang bawah yang sudah dipersiapkan
sebagian mati karena kekeringan. Balai Benih yang
berada di wilayah timur tidak mempunyai sumber air
untuk penyiraman, jadi melakukan okulasi setelah
musim hujan datang. Diperkirakan pada bulan
Desember – Januari 2015 akan terealiasi benih
tanaman buah sesuai yang ditargetkan, atau bahkan
lebih dari target.
Untuk kebutuhan mata entres, Balai Benih mempunyai
koleksi pohon induk yang cukup. Bahkan hampir
setiap tahun Direktorat Perbenihan memberikan
76 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
bantuan pohon induk kepada Balai Benih sesuai
dengan komoditas yang akan dikembangkan dan
fasilitas sarana produksi lainnya, seperti screenhouse.
Yang jadi permasalahan dalam penyediaan benih
tanaman buah, setelah benih siap salur tidak ada
pembeli. Dengan demikian perlu perawatan
seterusnya, sementara tidak ada biaya perawatan.
E. Penguatan Kelembagaan
Kelembagaan perbenihan adalah lembaga yang
mendukung pengembangan perbenihan baik itu dari
segi manajemen maupun sebagai praktisi penyedia
benih antara lain : Balai Benih Hortikultura (BBH),
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), penangkar,
produsen dan pedagang benih hortikultura. Semua
lembaga yang bergerak dibidang perbenihan,
mempunyai peran masing-masing dalam penyediaan
benih untuk memenuhi kebutuhan nasional. Benih
unggul dan bermutu merupakan keharusan dan
meningkatkan hasil produk hortikultura. Peran
BPSBTPH sebagai pengawasan dan sertifikasi benih
mutlak menjamin benih yang beredar adalah benih
bermutu.
Dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas
penangkar memproduksi benih, perlu dilakukan
pembinaan dan pengawasan oleh BBH dan
BPSBTPH. Kemudian perlu ditumbuhkan penangkar-
penangkar baru di daerah-daerah pengembangan
kawasan hortikultura, agar bisa memenuhi kebutuhan
benih di daerah masing-masing. Tugas dan tanggung
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 77
jawab penumbuhan penangkar adalah BBH dan
BPSBTPH.
Dalam mendukung pengembangan perbenihan
pemerintah memfasilitasi sarana penguatan
kelembagaan perbenihan hortikultura berupa screen
house benih, gudang penyimpanan benih, benih
sumber dan sarana produksi lainnya. Tahun 2014
target penguatan kelembagaan adalah sebesar 219
unit, terealisasi sebesar 193 unit (88 %) yang meliputi
kelembagaan perbenihan baik di pusat maupun di
daerah. Rendahnya serapan kegiatan penguatan
kelembagaan terdapat di daerah, karena adanya
pengehematan anggran DIPA Tahun 2014. Kegiatan
yang termasuk ke dalam penghematan adalah
penguatan kelembagaan dan pemasyarakatan benih
bermutu.
Kegiatan penguatan kelembagaan meliputi: koordinasi
dan identifikasi, fasilitasi sarana screenhouse,
gudang, shading net, benih sumber, pembinaan
sertifikasi dan pengawasan mutu benih, pembinaan,
penyediaan dan penggunaan benih bermutu,
peningkatan kapabilitas produsen/ penangkar,
penguatan kelembagaan di BPPMB TPH Cimanggis,
monitoring / evaluasi dan pelaporan.
Kegiatan penguatan kelembagaan merupakan
bantuan sarana produksi, antara lain screen house,
shading net, gudang benih, saprodi, benih sumber dan
sarana lainnya; diberikan kepada pemda dan
penangkar. Tujuannya adalah memfasilitasi sarana
produksi benih dalam rangka meningkatkan hasil
78 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
produksi benih bermutu. Diutamakan kegiatan
penguatan kelembagaan diberikan kepada penangkar,
karena modal penangkar masih terbatas.
Penataan dan pemberdayaan kelembagaan
perbenihan hortikultura baik di tingkat penangkar
maupun produsen benih akan berdampak terhadap
terwujudnya industri perbenihan dalam menghasilkan
benih bermutu dari varietas unggul secara
berkelanjutan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu
pengelolaan atau penataan komponen-komponen
prasarana dan sarana pendukung secara harmonis.
Komponen-komponen dimaksud meliputi seluruh
unsur yang tergabung dalam sistem perbenihan yang
mencakup kegiatan pemuliaan dan pengembangan
varietas, proses produksi benih, penyimpanan,
pengawasan mutu dan sertifikasi benih, distribusi dan
pemasaran, promosi dan sosialisasi penggunaan
benih bermutu kepada penangkar, produsen, petani
dan konsumen. Kegiatan penguatan kelembagaan
sangat diperlukan oleh penangkar karena selain Balai
Benih Hortikultura keberadaan penangkar sangat
penting dalam ketersediaan benih. Penangkar yang
ada sekarang masih dalam taraf sederhana sehingga
sangat perlu bantuan sarana perbenihan, pelatihan
keterampilan memproduksi benih dan pembinaan
yang kontinyu.
F. Pembinaan Sertifikasi dan Pengawasan Mutu
Benih
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 79
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu
benih di penangkar dengan memberikan pembinaan
terkait dengan benih yang akan disertifikasi dan
dilakukan pengawasan supaya peredarannya tidak
tercampur dengan benih lain yang tidak bersertifikat.
Pada tahun 2014 ditargetkan sebanyak 432 kali dan
terealisasi sebanyak 402 kali (93,06%).
G. Pemasyarakatan Benih Bermutu
Pemasyarakatan benih bermutu bertujuan untuk
mempromosikan dan memasyarakatkan penggunaan
benih bermutu pada masyarakat sehingga dapat
memacu peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk tanaman hortikultura. Kegiatannya
berupa koordinasi/ identifikasi dengan instansi terkait
(pertemuan), pembinaan, pengembangan kebun
percontohan, bantuan benih sebar, sosialisasi benih
bermutu (jambore varietas), pengenalan varietas baru
melalui leaflet, pameran, monitoring / evaluasi
pelaporan. Pada tahun 2014 kegiatan ini ditargetkan
sebanyak 198 kali dan terealisasi sebanyak 160 kali
(81 %).
H. Sarana Prasarana
Kegiatan ini meliputi: fasilitasi sarana prasarana
pendukung produksi benih dan pengadaan peralatan
laboratorium. Pada tahun 2014 kegiatan ini
ditargetkan sebanyak 141 unit dan terealisasi
sebanyak 129 unit (92 %).
I. Pedoman – pedoman
Pedoman-pedoman yang mendukung kegiatan
80 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
perbenihan. Target penerbitan pedoman-pedoman
pada tahun 2014 adalah berjumlah 6 judul dan
terealisasi sebanyak 6 judul (100 %).
3.5. Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
A. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura
akibat bencana banjir, kekeringan dan serangan
OPT upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
dalam bentuk kegiatan – kegiatan pendukung di 32
provinsi meliputi kegiatan inventarisasi data dan
informasi tentang iklim, koordinasi penanganan
dampak perubahan iklim, dan analisa dampak
perubahan iklim terhadap tanaman hortikultura, dan
pengembangan peramalan OPT hortikultura.
Hasil dari kegiatan tersebut diharapkan diperoleh 77
rekomendasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
terhadap tanaman hortikultura, dan terealisasi
sebanyak 65 rekomendasi (83,11%). Belum
optimalnya capaian tersebut disebabkan karena
kemampuan petugas untuk melakukan menganalisa
data korelasi antara unsur iklim terhadap OPT masih
kurang. Di samping itu, adanya pemotongan
anggaran juga berdampak pada capaian kinerja
kegiatan adaptasi mitigasi perubahan iklim.
Kegiatan pusat terkait adaptasi mitigasi perubahan
iklim TA 2014 yaitu melaksanakan analisa
kehilangan hasil pada tanaman cabai terhadap OPT
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 81
karena dampak perubahan iklim di Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat. Hasil analisa kehilangan hasil
terhadap OPT cabai akibat penyakit antraknosa di 24
kecamatan di Kabupaten Garut sebesar 9 Milyar
(1,8% dari potensi produksi normal sebesar Rp.
500,2 Milyar). Kehilangan hasil terbesar terjadi di
Kecamatan Cikajang (Rp 1,03 milyar), disusul
Kamarang (Rp Rp 988 juta).
Selain itu, hasil pelaksanan model Sekolah Lapang
Iklim (SLI) pada tanaman cabai di Desa Pampang,
Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul.
Penerapan model SLI dilakukan dengan perlakuan
irigasi tetes pipa sederhana menggunakan botol air
mineral dan irigasi tetes kapiler dengan instalasi pipa
pvc dibandingkan dengan perlakuan kebiasaan
petani dalam penggunaan air dengan disiram/kocor.
Hasil penerapan model diketahui bahwa terdapat
efisiensi dalam hal penggunaan air dan tenaga kerja
serta peningkatan produksi cabai dibandingkan
dengan perlakuan kebiasaan petani.
Hasil penting lainnya kegiatan adaptasi dan mitigasi
iklim antara lain sosialisasi rekomendasi prakiraan
awal musim hujan dan musim kemarau untuk
mengembangkan kegiatan perlindungan sesuai
musim sehingga gerakan pengendalian OPT
hortikultura yang ramah lingkungan efektif dan
menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan
mendorong penurunan emisi gas rumah kaca.
Adaptasi dampak perubahan iklim jangka pendek
dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
kerugian yang lebih besar pada usaha tani dengan
82 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
menyusun pengelolaan budidaya hortikultura yang
adaptis terhadap DPI meliputi pemilihan lokasi di luar
DPI, memperbanyak pemupukan organik,
penggunaan benih unggul yang toleran terhadap
cekaman air (banjir) dan kekeringan dan
menyesuaikan pola tanam dengan kondisi musim
serta menyiapkan sarana embung dan pompanisasi
untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi
kebun saat mengalami kekeringan.
B. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil
hortikultura yang aman konsumsi dan ramah
lingkungan, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan
pendukung pengendalian OPT ramah lingkungan
sesuai sistem Penerapan Hama Terpadu (PHT) di 32
provinsi antara lain: koordinasi, pembinaan
pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura,
Penyebarluasan informasi perlindungan hortikultura,
pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura
(Kerjasama ACIAR), monitoring, evaluasi dan
laporan OPT. Target yang diharapkan dari kegiatan
tersebut sebanyak 1.669 kali gerakan pengendalian
OPT hortikultura dan tercapai 852 kali (51,05%).
Rendahnya capaian disebabkan adanya
pemotongan anggaran sehingga sebagian daerah
tidak bisa melaksanakan kegiatan dan juga
pelaksanaan kegiatan gerakan pengendalian
terkendala pada mekanisme pengadaan bahan
pengendalian di daerah Tugas Pembantuan (TP).
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 83
Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan
sistem PHT pada Tahun 2014 mampu menekan luas
serangan OPT hortikultura yaitu proporsi luas
serangan terhadap luas panen mencapai 1,94% atau
pengamanan produksi hortikultura mencapai 98,06%
lebih tinggi dari target maksimal penurunan luas
serangan 5% yang ditetapkan dengan pengamanan
produksi 95%.
Kegiatan pengelolaan dan pengendalian OPT
hortikultura pusat telah melaksanakan 7 (tujuh) kali
gerakan pengendalian terhadap OPT buah, sayuran,
dan florikultura di sentra hortikultura antara lain
model gerakan pengendalian OPT skala luas pada
tanaman pisang di Provinsi Lampung, model
gerakan pengendalian OPT skala luas pada
tanaman jeruk di Provinsi Kalimantan Barat, model
gerakan pengendalian OPT skala luas pada
tanaman bawang merah di Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur, model gerakan pengendalian
OPT skala luas pada tanaman kentang di Provinsi
Sulawesi Utara, model gerakan pengendalian OPT
skala luas pada tanaman cabai di Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur, model gerakan pengendalian
OPT skala luas pada tanaman krisan di Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Cianjur
Provinsi Jawa Barat. Gerakan pengendalian OPT
hortikultura dilaksanakan dengan menerapkan
pengendalian OPT hortikultura ramah lingkungan
salah satunya dengan memanfaatkan pestisida
biologi.
Pada pengendalian OPT petani masih
84 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
mengandalkan pestisida kimia sebagai bahan
pengendali OPT, oleh karena itu perlu terus
mengembangkan pengendalian ramah lingkungan
untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia.
Beberapa bahan pestisida biologi yang terus
dikembangkan antara lain Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR), Corynebacterium sp.,
Trichoderma spp., Metharhizium sp., Beauveria
bassiana, Pseudomonas fluorescens, dan MOL
(Mikroorganisme Lokal). Untuk menjamin standar
mutu bahan pestisida biologi tersebut pada tahun
2014 telah disusun persyaratan teknis minimal yaitu
Trichoderma viride, Pseudomonas fluorescens,
Bacillus subtilis, Mikoriza, dan Spodoptera exigua
Nucleopolyhedrovirus (Se-NPV).
Kerjasama dengan Pemerintah Australia/Australian
Centre for International Agricultural Research
(ACIAR) Project no. HORT/2008/041 “Area-wide
management of pest fruit flies in an Indonesian
mango production system” di bidang pengelolaan
lalat buah skala luas pada tanaman mangga.
Penerapan pengelolaan lalat buah skala luas
tersebut dilaksanakan di Kabupaten Indramayu,
Provinsi Jawa Barat. Sebagai lokasi perlakuan yaitu
di Desa Krasak, Kecamatan Jatibarang (60 ha) dan
Desa Sliyeg Lor, Kecamatan Sliyeg (40 ha),
sedangkan sebagai lokasi kontrol di Desa Jambak,
Kecamatan Cikedung.
Teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan lalat
buah tersebut adalah pemasangan atraktan lalat
buah yaitu (a) Metil Eugenol (ME) dicampur dengan
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 85
insektisida dalam media particle board (ME blok)
dilakukan setiap 2 bulan ME blok yang dipasang tiap
2 bulan berjumlah 700 unit; (b) penyemprotan umpan
protein secara spot spray dengan interval 1 minggu
pada saat mulai pembentukan buah hingga panen;
(c) sanitasi buah terserang. Untuk mengetahui
populasi lalat buah maka dilakukan monitoring
populasi lalat buah dengan cara memasang
perangkap lalat buah yang didalamnya diberi
atraktan. Pengamatan hasil tangkapan lalat buah
dilakukan setiap minggu kemudian datanya
ditabulasikan. Indikator keberhasilan pengelolaan
lalat buah adalah menurunnya populasi atau hasil
tangkapan lalat buah/Fruit fly per Trap per Day
(FTD).
Kegiatan kerjasama ACIAR TA 2014 adalah: (a)
pertemuan koordinasi; (b) mapping tanaman inang
disekitar pemasangan perangkap lalat buah;
(c) monitoring populasi lalat buah setiap minggu ; (d)
pemasangan ME blok sebanyak 6 kali dengan total
ME blok 4.200 unit; (e) penyemprotan umpan protein
di Desa Krasak Kecamatan Jatibarang sebanyak 26
kali dan di Desa Sliyeg Lor, Kecamatan Sliyeg
sebanyak 23 kali; (f) sanitasi buah terserang; (e)
pengamatan sampel buah dan (f) sosialisasi
pengelolaan lalat buah skala luas melalui workshop
model Gerakan Pengelolaan Lalat Buah Skala Luas.
C. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura
dengan Sanitary and Phytosanitary – Word
Trade Organization (SPS-WTO)
86 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
SPS-WTO merupakan salah satu syarat yang harus
dipenuhi untuk memasuki negara tujuan ekspor,
dimana daftar OPT dan residu pestisida harus
dilampirkan dalam surat perjanjian ekspor. Untuk
mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan
surveillance OPT hortikultura untuk pest list,
identifikasi, pembuatan koleksi, penyusunan laporan,
Pest Risk Management, penerapan Area Low Pest
Prevalence (ALPP) di 14 provinsi. Output yang
ditargetkan pada tahun 2014 sebanyak 16 draft pest
list hortikultura atau terealisasi seluruhnya (100%).
Daerah pendukung pelaksanaan sinergisme yaitu 14
UPTD-BPTPH Provinsi Sumatera Barat, Sumatera
Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi
Selatan, dan Sulawesi Utara.
D. Pengembangan LPHP/Laboratorium Agens
Hayati/Laboratoium Pestisida/ Klinik PHT-PPAH
Untuk meningkatkan penerapan pengendalian ramah
lingkungan pada tanaman hortikultura, sehingga
produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan
berdaya saing, maka telah dilaksanakan pembinaan
dan pemantauan pengembangan penerapan agens
hayati dan biopestisida pada Laboratorium PHP,
pembinaan teknis dalam pengelolaan OPT pada
tanaman hortikultura, serta pengembangan dan
perbanyakan agens hayati dan biopestisida di
Laboratorium PHP di 32 provinsi. Untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 87
dan petani terhadap pengenalan dan pengendalian
OPT hortikultura, telah dilaksanakan kegiatan
pembinaan dan pemantauan Klinik PHT, serta forum
koordinasi dan konsultasi di 32 provinsi. Hal ini
diharapkan dapat mendorong pemasyarakatan
penerapan PHT pada tanaman hortikultura dan
meningkatkan ketersediaan produk yang aman
konsumsi.
Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang
dilaksanakan di daerah, dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan
maupun petani dalam mengidentifikasi dan
mengelola OPT hortikultura, serta memberikan
pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian
OPT ramah lingkungan kepada petani lainnya dan
diharapkan dapat memecahkan permasalahan
perlindungan tanaman hortikultura di lapang. Pada
tahun 2014 realisasi pengembangan
LPHP/laboratorium agens hayati/laboratorium
pestisida/Klinik PHT-PPAH adalah 712 unit dengan
capaian 65,16% dari target 1.136 unit, rendahnya
capaian akibat terjadinya pemotongan anggaran.
E. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu
(SL-PHT)
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu
diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan bagi petugas, petani
dan kelompok tani dalam rangka perlindungan
tanaman hortikultura sesuai prinsip PHT, berbasis
responsif gender memberikan kesempatan peran
88 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
dan peluang yang sama bagi laki-laki dan
perempuan; dilakukan kegiatan SLPHT hortikultura
dan TOT SL-PHT bagi alumni yang telah dilakukan
di 33 Provinsi. Pada tahun 2014 realisasi SLPHT
adalah 626 kelompok SLPHT dengan capaian
94,85% dari target 660 kelompok SLPHT. Beberapa
pelaksanaan SLPHT mundur dari jadwal yang telah
ditetapkan mengingat pelaksanaan kegiatan di
lapangan mengacu kepada ketersediaan tanaman
khusus untuk tanaman musiman.
Kelompok tani yang mengikuti SLPHT pada tahun
2014 sebanyak 660 kelompok yang dilaksanakan
pada kurang lebih 26 komoditas hortikultura meliputi
cabai, bawang merah, kentang, semangka, pisang,
jambu air, krisan, manggis, raphis, anthurium, duku,
wortel, kubis, mangga, melati, anggrek, sedap
malam, leatherleaf, mawar, melon, tomat, papaya,
markisa, durian, kol, dan kacang panjang.
Berkembangnya penerapan PHT diharapkan akan
menyediakan produk hortikultura aman untuk
dikonsumsi, sehingga meningkatkan daya saing di
pasaran.
F. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan
Hortikultura
1. Mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan
sistem perlindungan tanaman, maka dibutuhkan
kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas yang
memadai agar penyelenggaraan kegiatan dapat
berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai sangat
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 89
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan
hortikultura baik di pusat maupun di daerah
antara lain sarana pendukung kegiatan
sinergisme sistem perlindungan hortikultura
dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi
perubahan iklim.
2. Kegiatan perlindungan hortikultura difokuskan
pada penyelesaian OPT di lapangan melalui
kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT
Hortikultura ramah lingkungan, yang salah satu
komponen kegiatannya yaitu Fasilitasi peralatan
dan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan
dalam rangka pengembangan LPHP/ Lab Agens
Hayati/ Lab Pestisida/ klinik PHT-PPAH sebagai
berikut: DKI Jakarta (2 unit); Jawa Barat (113
unit); Jawa Tengah (205 unit); DI Yogyakarta (34
unit); Jawa Timur (128 unit); Aceh (34 unit);
Sumatera Utara (57 unit); Sumatera Barat (55
unit); Riau (134 unit); Jambi (19 unit); Sumatera
Selatan (10 unit); Lampung (4 unit); Kalimantan
Barat (15 unit); Kalimantan Tengah (5 unit);
Kalimantan Selatan (26 unit); Kalimantan Timur
(24 unit); Sulawesi Utara (29 unit); Sulawesi
Tengah (198 unit); Sulawesi Selatan (50 unit);
Sulawesi Tenggara (5 unit); Maluku (6 unit); Bali
(6 unit); NTB (7 unit); NTT (3 unit); Papua (16
unit); Bengkulu (49 unit); Maluku Utara (13 unit);
Banten (26 unit); Bangka Belitung (19 unit);
Gorontalo (5 unit); Papua Barat (2 unit), dan
Sulawesi Barat (1 unit).
3. Pengadaan barang non lelang pada tahun 2014
90 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
terdiri dari 2 unit komponen telemetri AWS
(upgrade AWS menjadi Telemetri) di Jateng dan
Jatim, peralatan treatment penanganan OPT dan
DPI (Makasar), sayuran dan Florikultura Ramah
Lingkungan (Makasar), Mulsa plastik (Aceh dan
Sulsel), Feromon Sex untuk pengendalian ulat
bawang (Sulteng, Sumsel, NTB, dan, Bali),
fasilitasi bahan kimia /bahan analisa residu
pestisida pada lab. Pestisida Jabar, fasilitasi
bahan kimia /bahan analisa residu pestisida pada
lab. pestisida Provinsi Bali, bahan pengendali
pada Jeruk Garut, dan bahan pengendali OPT
buah (Makasar). Pelaksanaan kegiatan
perlindungan di Makassar dalam rangka
mensukseskan kegiatan PF2N.
4. Pedoman-pedoman pengendalian dan
pengamatan hortikultura sangat penting untuk
mengelola dan mengendalikan serangan OPT
hortikultura dan menurunkan potensi serangan
sehingga berdampak pada peningkatan kualitas
produksi dan pascapanen hortikultura. Output
kegiatan ini ditargetkan sebanyak 6 judul dan
terealisasi seluruhnya (100%).
5. Layanan perkantoran dilaksanakan di 33 provinsi
dengan target selama 12 bulan layanan dan
terealisasi seluruhnya (100%).
3.6. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya
A. Layanan Perkantoran
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 91
Layanan Perkantoran merupakan komponen penting
yang mendukung pelaksanaan kegiatan utama yang
telah diemban oleh petugas-petugas di bagian umum.
Berbagai output kerja meliputi; pembayaran gaji
pegawai, pembayaran honor, penyediaan ruang-ruang
kerja yang representatif, jamuan delegasi/tamu,
keasrian dan kebersihan lingkungan, sarana dan
prasarana, keamanan, fasilitasi listrik dan
penerangan, peringatan hari besar keagamaan /
kerohanian, keperluan sehari-hari perkantoran, sarana
olahraga dan ruang-ruang pertemuan yang nyaman.
Berdasarkan penghitungan capaian kinerja pada
aspek pelayanan manajemen ini mencapai 100%
artinya sepanjang 12 bulan Sekretariat Direktorat
Jenderal Hortikultura telah memberikan pelayanan
yang terbaik. Hasil ini tentunya merupakan capaian
ketersediaan fasilitas pada tahun sebelumnya.
B. Penataan dan Pengelolaan Laporan Pelaksanaan
Kegiatan Pengembangan Hortikultura
Pengelolaan laporan pada tahun 2014 capaiannya
kurang dari target. Berdasarkan hasil pengukuran
kinerja dari 348 laporan yang direncanakan pada
tahun 2014, terealisasi sebanyak 230 laporan
(66,09%). Beberapa jenis laporan yang dihasilkan
secara rutin sebagai berikut : SAI (Sistem Akuntansi
Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi (SIMAK) Barang Milik Negara (BMN),
Sistem Monitoring dan Evaluasi (SIMONEV), Laporan
Tahunan Satker, Laporan Triwulan, Laporan Hasil
Audit (LHA), Laporan Rapat Pimpinan (RAPIM),
92 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Laporan RAKER DPR, RPSPH (Rekapitulasi Provinsi
Statistik Produksi Hortikultura) serta Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) Ditjen Hortikultura.
Laporan tersebut disusun sesuai dengan periode
waktu yang telah ditetapkan yaitu mingguan, bulanan,
triwulanan, tahunan dan insidentil. Kewajiban
membuat dan mengirimkan laporan merupakan
tanggung jawab pusat dan daerah. Dalam pembuatan
laporan dibutuhkan penyediaan bahan dan berbagai
sumber informasi terkini seputar hasil pelaksanaan
kegiatan.
C. Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat
(LM3)
Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat
(LM3) adalah lembaga yang tumbuh di tengah
masyarakat dan telah berperan dalam pembinaan dan
pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Pada
awalnya bantuan LM3 hanya diberikan kepada
pondok pesantren, namun dalam perkembangannya
mencakup juga lembaga-lembaga keagamaan lainnya
seperti seminari, paroki, gereja, pasraman, vihara,
subak dan lain-lain. Lembaga tersebut sebagian besar
berada di daerah pedesaan yang mempunyai basis
utama perekonomian dalam bidang usaha pertanian.
Pada prinsipnya tujuan dari pelaksanaan LM3 adalah
memberikan penguatan modal bagi lembaga-lembaga
keagamaan tersebut.
Pada tahun 2014 kegiatan pemberdayaan LM3
ditargetkan sebanyak 300 lembaga sedangkan
realisasinya mencapai 299 lembaga atau sebesar 99,67
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 93
%. Hal ini terjadi karena satu LM3 mengundurkan diri
sehingga tidak hadir pada saat workshop. Sesuai
Pedoman LM3 Kementerian Pertanian Tahun 2014
bahwa LM3 yang sudah mendapatkan dana bantuan
sosial dari salah satu Unit Eselon I di Kementerian
Pertanian tidak diperbolehkan mendapatkan alokasi
anggaran LM3. Bantuan LM3 tersebut tersebar di 22
provinsi, 121 kabupaten/kota. Dana bantuan sosial
untuk setiap LM3 bervariasi antara Rp75.000.000,- –
Rp100.000.000,-.
Kegiatan ini sangat mendukung terwujudnya program
Direktorat Jenderal Hortikultura dalam pencapaian
peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk
hortikultura berkelanjutan. Beberapa hal yang terus
ditekankan oleh instansi pengawas fungsional terkait
dengan pelaksanaan LM3 ini adalah transparansi dan
objektifitas yang harus mendapat rekomendasi dari
petugas di daerah sehingga tidak ditemui lagi adanya
lembaga-lembaga yang tidak kompeten tetapi masuk
dalam proses seleksi.
D. Penggerak Membangun Desa (PMD)
Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah
kurangnya akses terhadap sumber permodalan dan
lemahnya kelembagaan petani. Atas dasar kondisi
tersebut dan dalam rangka pemberdayaan
kelembagaan petani hortikultura, Direktorat Jenderal
Hortikultura mengalokasikan dana APBN untuk
kegiatan Penggerak Membangun Desa (PMD). Tujuan
dari PMD adalah meningkatkan peran tenaga
penggerak (champion) di kawasan hortikultura dalam
94 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
mendukung pengembangan agribisnis hortikultura dan
memberdayakan kelembagaan petani menjadi Badan
Usaha Milik Petani.
Pemberdayaan konsorsium hortikultura akan
dilaksanakan melalui PMD direncanakan 240 kelompok
dan setiap PMD membina 4 (empat) kelompok.
Pada tahun 2014, bantuan untuk pengembangan usaha
hortikultura kepada PMD difokuskan pada
pengembangan komoditas yang memiliki kontribusi
terhadap inflasi, komoditas substitusi impor dan
komoditas ekspor (cabai, semangka dan krisan). Paket
bantuan cabe (benih cabai, mulsa hitam perak, pupuk
organik padat/kandang), paket bantuan semangka
(benih semangka, mulsa hitam perak, pupuk organik
padat/kandang), paket bantuan krisan (benih stek,
insect nect, plastik UV dan pupuk organik). Namun
demikian, terjadi perubahan pola penyaluran bantuan
untuk pengembangan usaha hortikultura kepada PMD
dari semula Belanja Bantuan Sosial menjadi Belanja
Barang Fisik lainnya yang diserahkan kepada
Masyarakat/Pemda sesuai dengan peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-42/PB/2012
tentang Penambahan dan Perubahan Akun Non
Anggaran dan Akun Neraca pada Bagan Akun Standar
(BAS). Pemberdayaan Kelembagaan Hortikultura
melalui PMD Tahun 2014 dilaksanakan melalui
pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang akan
diberikan kepada kelompok tani binaan PMD.
Proses pengadaan barang fisik lainnya yang akan
diserahkan kepada masyarakat/pemda untuk Bantuan
Pengembangan Usaha Hortikultura kepada PMD
Hortikultura 2013 melalui mekanisme pengadaan
barang yang akan diselenggarakan oleh Kelompok
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 95
Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Direktorat
Jenderal Hortikultura.
Penyaluran sarana produksi kepada kelompok tani
binaan PMD akan diserahkan secara langsung kepada
kelompok tani binaan PMD yang disaksikan oleh PMD
dan atau oleh petugas Dinas Pertanian tingkat
Kabupaten/ Kota. Saat ini kegiatan tersebut telah
dilakukan proses CPCL, sedangkan pengadaan sarana
bantuan fisik untuk kelompok tidak dilaksanakan akibat
penghematan anggaran.
E. Dokumen Manajemen
Dokumen pedoman-pedoman pengelolaan dukungan
manajemen dan teknis lainnya untuk Direktorat
Jenderal Hortikultura sangat penting dalam rangka
menata dan mengelola perencanaan, keuangan,
kepegawaian, pelaporan dan kehumasan Direktorat
Jenderal Hortikultura beserta satker-satker penerima
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang
bernaung didalamnya. Target penyusunan dokumen
manajemen pada tahun 2014 adalah sebanyak 470
dokumen dan terealisasi sebanyak 240 dokumen
(51,06%).
F. Dukungan Terhadap Pelayanan Manajemen dan
Teknis Hortikultura
1. Penataan dan pengelolaan perencanaan, keuangan,
perlengkapan dan kepegawaian kegiatan
pengembangan hortikultura.
Dokumen-dokumen yang dihasilkan oleh Sekretariat
Direktorat Jenderal Hortikultura selama tahun 2014
yaitu; Renstra Revisi Tahun 2010-2014, Rencana
Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014, Rencana Kerja
Kementerian Lembaga Tahun (Renja KL) Tahun 2014,
96 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
RKAKL Tahun 2014, Penetapan Kinerja (PK) Tahun
2014, DIPA, ROK/POK Tahun 2014, DUK, Daftar
Nominatif Pegawai, Kenaikan Gaji Berkala, DP3,
Rekapitulasi Absensi Kehadiran Kepegawaian,
Dokumentasi Arsip, Dokumentasi Aset, Dokumentasi
PNBP, Permentan, Dokumentasi Perpustakaan
Digital, Surat Keputusan Dirjen (LM3 dan PMD),
Dokumen Bendahara Gaji, Dokumen Pengadaan
Barang dan Jasa, Dokumen Promosi (Banner, Leaflet,
Spanduk), Pedoman (Pedoman Pelaksanaan PAH
2014, Pedum Bansos, Pedum LM3, Pedum PMD),
Dokumen Evaluasi Kegiatan Strategis Ditjen
Hortikultura (SPI).
2. Output kegiatan lainnya yang terkait dengan
dukungan terhadap pelayanan manajemen dan telah
terlaksana berupa pengadaan boks arsip dengan
target sebanyak 1.000 unit dan terealisasi seluruhnya
(100%), pengadaan peralatan dan fasilitas
perkantoran sebanyak 462 unit dan terealisasi
seluruhnya (100%). Adapun perangkat pengolah data
dan komunikasi dengan target 74 unit dan terealisasi
seluruhnya (100%) dan pembangunan gedung /
bangunan dengan target 1.359 m2 dan terealisasi
seluas 1.359 m2 (100 %).
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 97
BAB IV.
SERAPAN ANGGARAN
DIREKTORAT JENDERAL
HORTIKULTURA TAHUN 2014
4.1 Pagu Anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura TA.
2014
Anggaran yang dikelola oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura dalam upaya fasilitasi pengembangan
hortikultura baik di pusat dan daerah melalui dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP) untuk pagu
awal sebesar Rp.623.504.800.000,-, dan setelah
penghematan menjadi sebesar Rp524.669.821.000,- (201
satker) dengan rincian; Anggaran Pusat sebesar
Rp184.742.538.000,- (1 satker) dan daerah sebesar
Rp339.927.283.000,- yang terdiri dari anggaran
Dekonsentrasi sebesar Rp141.331.623.000,- (33 Satker)
yang dialokasikan untuk Dinas Pertanian Provinsi,
BPSBTPH dan BPTPH; Tugas Pembantuan Provinsi
sebesar Rp3.000.000.000,- (1 satker) untuk Hortipark di
Kota Bandar Lampung dan dana Tugas Pembantuan
untuk Kabupaten/Kota sebesar Rp. 195.595.660.000,-
(166 satker), untuk lebih jelasnya dikemukakan pada tabel
berikut.
98 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 17. Alokasi Anggaran Direktorat Jenderal
Hortikultura TA. 2014 setelah Penghematan
NO SATKER JUMLAH
SATKER PAGU (Rp.000,-)
I Pusat 1 184.742.538
II Provinsi
- Dekonsentrasi 33 141.331.623
- Tugas
Pembantuan 1 3.000.000
III Kabupaten/Kota
- Tugas
Pembantuan 166 195.595.660
TOTAL 201 524.669.821
4.2 Penyerapan Anggaran Pusat dan Daerah
Penyerapan anggaran pusat dan daerah sampai
dengan tanggal 20 Januari 2015 berdasarkan SAI dan
PMK 249/2011 sebesar Rp467.782.705.000,- atau
89,16% dari pagu setelah penghematan sebesar
Rp524.669.821.000,-. Secara rinci realisasi pusat dan
daerah menurut jenis belanja, kewenangan dan
kegiatan, serta realisasi per satker dapat dilihat pada
tabel berikut:
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 99
Tabel 18. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan
Daerah Menurut Jenis Kewenangan (Per 20
Januari 2015)
Kewenangan Pagu (Rp000,-) Realisasi
(Rp 000) %
Pusat 184.742.538 160.568.615 86,91
Dekonsentrasi 144.331.623 134.931.345 93,49
Tugas Pembantuan
Provinsi 3.000.000 2.960.386 98,68
Tugas Pembantuan 195.595.660 172.282.748
88,08
Total 524.669.821 467.509.833 89,16
Tabel 19. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan
Daerah Menurut Jenis Belanja (Per 20 Januari
2015)
Jenis Belanja Pagu (Rp 000) Realisasi
(Rp 000) %
Pegawai 29.559.144 21.362.817 72,27
Barang 458.399.513 411.393.175 89,75
Modal 6.711.164 5.163.208 76,93
Sosial 30.000.000 29.863.505 99,55
Total 524.669.821 467.782.705 89,16
100 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 20. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan
Daerah menurut Jenis Kegiatan (Per 20 Januari
2015)
No Kegiatan Pagu
(Rp 000)
Realisasi
Keuangan
(Rp 000)
(%)
1. Peningkatan Produksi. Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Berkelanjutan
94.586.384 83.502.578 88,28
2. Peningkatan Produksi. Produktivitas dan Mutu Produk Florikultura Berkelanjutan
39.764.867 36.255.943 91,18
3. Peningkatan Produksi. Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan
90.673.532 81.195.380 89,55
4. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura
66.647.780 60.577.202 90,89
5. Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
70.338.978 64.242.231 91,33
6. Dukungan Manajamen dan Teknis Lainnya pada Ditjen Hortikultura
162.658.280 142.009.371 87,31
Total 524.669.821 467.782.705 89,16
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 101
Adapun, penyerapan anggaran Direktorat Jenderal
Hortikultura per triwulanan disajikan pada Tabel 21, dan
Gambar 43.
Tabel 21. Serapan Anggaran Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun 2014 per Triwulanan
Triwulan Pagu
(Rp.000)
Realisasi Target
(Rp.000) % (Rp.000) %
TW I 623.504.800 21.926.326 3,52 155.876.200 25
TW II 623.504.800 96.654.207 15,50 311.752.400 50
TW III 524.669.821 221.250.591 42,17 393.502.365 75
TW IV 524.669.821 467.782.705 89,16 524.669.821 100
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014 Keterangan: Realisasi Tahun 2014 per tanggal 20 Januari 2015
Gambar 19. Serapan Anggaran Direktorat Jenderal
Hortikultura per-triwulanan.
102 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
Tabel 22. Realisasi Anggaran Per Satuan Kerja (Per 20 Januari 2015)
PAGU
Rp (000) Rp (000) %TOTAL 524,669,821 467,782,708 89.16
PUSAT 184,742,538 160,568,615 86.91
DITJEN HORTIKULTURA (PUSAT) 184,742,538 160,568,615 86.91
DAERAH 339,927,283 307,214,093 90.38
01 1 DKI JAKARTA 1,614,240 1,089,423 67.49
1 DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA 1,614,240 1,089,423 67.49
02 JAWA BARAT 28,993,533 27,232,691 93.93
2 DINAS PERTANIAN DAN KELAUTAN KOTA CIREBON 1,260,260 1,181,465 93.75
3 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT 8,862,537 8,507,237 95.99
4 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. BOGOR 1,326,520 1,274,826 96.10
5 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. SUKABUMI 1,716,900 1,661,653 96.78
6 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. CIANJUR 1,345,900 1,317,937 97.92
7 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. BANDUNG 1,717,200 1,589,031 92.54
8 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. SUMEDANG 1,266,850 1,216,887 96.06
9 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. GARUT 993,035 910,041 91.64
10 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. TASIKMALAYA 1,536,900 1,458,550 94.90
11 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. CIAMIS 1,262,800 1,203,854 95.33
12 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN DAN KEHUTANAN KAB. CIREBON 1,329,560 1,294,789 97.38
13 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. KUNINGAN 1,213,960 1,171,282 96.48
14 DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KAB. MAJALENGKA 1,390,625 1,289,281 92.71
15 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. BANDUNG BARAT 1,426,656 1,231,903 86.35
16 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. INDRAMAYU 1,473,830 1,298,905 88.13
17 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KOTA BANDUNG 870,000 625,052 71.85
03 2 JAWA TENGAH 35,877,316 32,990,067 91.95
18 DINAS PERTANIAN KAB. KENDAL 993,685 632,252 63.63
19 DINAS PERTANIAN, TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. GROBOGAN 1,123,500 1,092,338 97.23
20 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KAB. BATANG 1,192,350 1,170,151 98.14
21 DINAS PERTANIAN, TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KAB. PATI 1,123,500 1,028,689 91.56
22 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. REMBANG 944,583 890,590 94.28
23 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. BLORA 852,450 800,204 93.87
24 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. TEMANGGUNG 1,020,010 922,933 90.48
25 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. KEBUMEN 852,880 813,727 95.41
26 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH 8,313,782 7,697,931 92.59
27 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. SEMARANG 1,758,200 1,595,319 90.74
28 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. PEKALONGAN 2,067,700 1,834,480 88.72
29 DINAS PERTANIAN, TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. BREBES 1,053,952 810,017 76.86
30 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. PEMALANG 1,877,990 1,846,367 98.32
31 DINAS PERTANIAN, TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. MAGELANG 1,909,500 1,646,524 86.23
32 DINAS PERTANIAN KAB. SRAGEN 1,255,805 1,234,411 98.30
33 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. KARANGANYAR 1,459,539 1,310,176 89.77
34 DINAS PERTANIAN KOTA SEMARANG 1,058,300 996,558 94.17
35 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB. DEMAK 903,540 899,317 99.53
36 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. TEGAL 1,173,000 1,116,931 95.22
37 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KAB. BANJARNEGARA 1,281,850 1,197,867 93.45
38 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. WONOSOBO 1,265,500 1,142,886 90.31
39 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. PURWOREJO 1,033,500 993,601 96.14
40 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. PURBALINGGA 1,362,200 1,316,798 96.67
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 103
PAGU
Rp (000) Rp (000) %TOTAL 524,669,821 467,782,708 89.16
04 3 D.I. YOGYAKARTA 8,118,571 6,691,793 82.43
41 DINAS PERTANIAN PROVINSI D.I. YOGYAKARTA 3,652,232 3,383,067 92.63
42 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. BANTUL 844,750 50,390 5.97
43 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KAB. SLEMAN 1,307,575 1,113,154 85.13
44 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. KULONPROGO 1,280,900 1,140,129 89.01
45 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. GUNUNG KIDUL 1,033,114 1,005,053 97.28
05 JAWA TIMUR 35,724,093 31,155,632 87.21
46 DINAS PERTANIAN KAB. MOJOKERTO 964,335 724,021 75.08
47 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. MADIUN 860,100 721,671 83.91
48 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. LAMONGAN 896,550 676,370 75.44
49 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. NGAWI 958,780 879,364 91.72
50 DINAS PERTANIAN KAB. PONOROGO 1,052,500 358,012 34.02
51 DINAS PERTANIAN KAB. BOJONEGORO 1,101,950 771,475 70.01
52 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR 9,455,506 8,553,086 90.46
53 DINAS PERTANIAN KAB. PAMEKASAN 865,550 831,381 96.05
54 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. SUMENEP 912,298 848,298 92.98
55 DINAS KEHUTANAN, PERTANIAN DAN URUSAN KETAHANAN PANGAN KAB. BANYUWANGI 1,791,120 1,655,904 92.45
56 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. MALANG 1,617,515 1,441,695 89.13
57 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. PASURUAN 1,018,120 947,972 93.11
58 DINAS PERTANIAN KAB. PROBOLINGGO 1,059,500 1,016,199 95.91
59 DINAS PERTANIAN KAB. LUMAJANG 1,599,675 1,506,375 94.17
60 DINAS PERTANIAN KAB. KEDIRI 983,912 779,097 79.18
61 DINAS PERTANIAN KAB. MAGETAN 988,027 918,998 93.01
62 DINAS PERTANIAN KAB. TUBAN 1,205,800 917,691 76.11
63 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. JEMBER 1,270,120 1,137,203 89.54
64 DINAS PERTANIAN DAERAH KAB. NGANJUK 1,351,000 1,200,751 88.88
65 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. GRESIK 936,225 842,108 89.95
66 DINAS PERTANIAN KAB. SITUBONDO 1,154,320 1,133,662 98.21
67 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. BLITAR 962,720 917,424 95.29
68 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KOTA BATU 1,187,520 1,099,808 92.61
69 DINAS TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KAB. PACITAN 1,530,950 1,277,070 83.42
06 ACEH 7,264,337 7,008,227 96.47
70 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. ACEH TENGAH 1,099,300 1,056,681 96.12
71 DINAS PERTANIAN TP, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. BENER MERIAH 1,210,750 1,176,815 97.20
72 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI ACEH 3,983,287 3,851,031 96.68
73 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. ACEH BESAR 971,000 923,701 95.13
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
104 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
PAGU
Rp (000) Rp (000) %07 SUMATERA UTARA 19,637,520 17,762,091 90.45
74 DINAS PERTANIAN KAB. DAIRI 942,777 692,166 73.42
75 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. TAPANULI UTARA 1,093,018 1,014,901 92.85
76 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. SAMOSIR 880,040 731,106 83.08
77 DINAS PERTANIAN PROVINSI SUMATERA UTARA 6,879,545 6,519,060 94.76
78 DINAS PERTANIAN KAB. SIMALUNGUN 1,583,659 1,565,127 98.83
79 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. TAPANULI SELATAN 999,360 989,460 99.01
80 DINAS PERTANIAN DAN KELAUTAN KOTA MEDAN 1,152,625 642,772 55.77
81 DINAS PERTANIAN KAB. DELI SERDANG 1,169,150 933,869 79.88
82 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. KARO 3,992,250 3,870,169 96.94
83 DINAS PERTANIAN KAB. TOBA SAMOSIR 945,096 803,463 85.01
08 SUMATERA BARAT 16,854,645 15,454,208 91.69
84 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI SUMATERA BARAT 6,963,282 6,854,422 98.44
85 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. AGAM 1,676,200 1,574,401 93.93
86 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. SOLOK SELATAN 1,307,660 1,234,564 94.41
87 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA, PETERNAKAN DAN
PERKEBUNAN KAB. PESISIR SELATAN 2,157,000 1,992,899 92.39
88 DINAS PERTANIAN KOTA PADANG PANJANG 1,010,000 885,379 87.66
89 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. LIMAPULUH KOTA 1,483,000 973,930 65.67
90 DINAS PERTANIAN KAB. SOLOK 1,275,310 972,668 76.27
91 DINAS PERTANIAN KAB. TANAH DATAR 982,193 965,945 98.35
09 RIAU 6,148,779 4,934,187 80.25
92 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KOTA DUMAI 916,338 859,251 93.77
93 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI RIAU 3,202,041 2,181,198 68.12
94 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. KAMPAR 1,082,000 976,081 90.21
95 DINAS PERTANIAN KOTA PEKANBARU 948,400 917,656 96.76
10 JAMBI 7,655,760 7,573,499 98.93
96 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KAB. MERANGIN 1,176,000 1,150,854 97.86
97 DINAS PERTANIAN KOTA JAMBI 1,348,500 1,334,400 98.95
98 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI JAMBI 4,265,280 4,260,396 99.89
99 DINAS PERTANIAN DAN TANAMAN PANGAN KAB. KERINCI 865,980 827,849 95.60
11 SUMATERA SELATAN 10,088,653 6,824,711 67.65
100 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. MUSI RAWAS 915,237 601,633 65.74
101 DINAS PERTANIAN KAB. OGAN KOMERING ILIR 1,033,740 575,288 55.65
102 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. BANYUASIN 1,063,450 593,185 55.78
103 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KOTA PALEMBANG 887,150 824,518 92.94
104 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI SUMATERA SELATAN 4,026,886 3,306,208 82.10
105 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. OGAN KOMERING ULU 2,162,190 923,880 42.73
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 105
PAGU
Rp (000) Rp (000) %12 LAMPUNG 11,295,604 10,885,957 96.37
106 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. PESAWARAN 925,700 701,434 75.77
107 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI LAMPUNG 4,150,314 4,044,517 97.45
108 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. LAMPUNG SELATAN 959,990 951,366 99.10
109 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. LAMPUNG TENGAH 1,012,700 1,001,789 98.92
110 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. TANGGAMUS 1,246,900 1,226,465 98.36
111 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI LAMPUNG 3,000,000 2,960,386 98.68
13 KALIMANTAN BARAT 12,642,650 12,199,983 96.50
112 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. SAMBAS 1,504,250 1,451,296 96.48
113 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KAB. MELAWI 787,750 787,750 100.00
114 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN BARAT 8,556,190 8,279,826 96.77
115 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PONTIANAK 872,310 769,552 88.22
116 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. KUBU RAYA 922,150 911,558 98.85
14 KALIMANTAN TENGAH 3,397,566 3,351,380 98.64
117 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN PETERNAKAN KOTA PALANGKARAYA 881,400 866,780 98.34
118 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2,516,166 2,484,600 98.75
15 KALIMANTAN SELATAN 7,479,465 5,880,516 78.62
119 DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJAR BARU 1,227,494 379,355 30.90
120 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 3,733,296 3,443,169 92.23
121 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. TAPIN 1,412,300 1,039,120 73.58
122 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. BARITO KUALA 1,106,375 1,018,873 92.09
16 KALIMANTAN TIMUR 8,570,057 7,657,396 89.35
123 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KAB. PENAJAM PASER UTARA 918,500 842,774 91.76
124 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KOTA SAMARINDA 1,012,275 959,169 94.75
125 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 3,981,557 3,434,380 86.26
126 DINAS PERTANIAN KAB. BULUNGAN 749,350 172,555 23.03
127 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PETERNAKAN KAB. NUNUKAN 1,511,000 1,409,817 93.30
128 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN TANAH GROGOT KAB. PASER 981,030 941,517 95.97
129 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. BERAU 839,430 806,986 96.13
130 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. KUTAI TIMUR 837,265 672,571 80.33
17 SULAWESI UTARA 7,464,941 7,376,325 98.81
131 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI SULAWESI UTARA 4,239,985 4,238,393 99.96
132 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN KOTA TOMOHON 1,406,000 1,365,073 97.09
133 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KAB. MINAHASA 968,306 934,663 96.53
134 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. BOLAANG MONGONDOW TIMUR 850,650 838,196 98.54
18 SULAWESI TENGAH 5,493,687 5,459,237 99.37
135 DINAS PERTANIAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH 3,687,320 3,662,366 99.32
136 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KAB. DONGGALA 917,400 911,579 99.37
137 DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KOTA PALU 888,967 885,292 99.59
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
106 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014
PAGU
Rp (000) Rp (000) %19 SULAWESI SELATAN 13,908,424 13,134,485 94.44
138 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. PINRANG 1,068,488 1,005,689 94.12
139 DINAS PERTANIAN KAB. JENEPONTO 1,066,200 1,024,766 96.11
140 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. ENREKANG 955,913 916,621 95.89
141 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI SULAWESI SELATAN 7,413,143 7,085,596 95.58
142 DINAS PERTANIAN KAB. GOWA 969,720 956,890 98.68
143 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. BANTAENG 2,434,960 2,144,923 88.09
20 SULAWESI TENGGARA 4,697,963 4,627,391 98.50
144 DINAS PERTANIAN KAB. KONAWE SELATAN 1,246,000 1,225,885 98.39
145 DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3,451,963 3,401,506 98.54
21 MALUKU 4,293,012 4,114,914 95.85
146 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. SERAM BAGIAN BARAT 770,000 602,525 78.25
147 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU 3,523,012 3,512,389 99.70
22 BALI 11,048,011 10,224,432 92.55
148 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. BADUNG 1,363,000 1,252,282 91.88
149 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI BALI 3,638,718 3,317,448 91.17
150 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. BULELENG 1,063,148 1,023,042 96.23
151 DINAS PERTANIAN, PERHUTANAN DAN PERKEBUNAN KAB. GIANYAR 784,000 767,918 97.95
152 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. KARANGASEM 1,041,600 980,438 94.13
153 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PERHUTANAN KAB. BANGLI 1,072,170 949,454 88.55
154 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. TABANAN 1,244,525 1,127,753 90.62
155 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KOTA DENPASAR 840,850 806,097 95.87
23 NUSA TENGGARA BARAT 11,713,906 10,682,195 91.19
156 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. BIMA 1,278,170 1,267,318 99.15
157 DINAS PERTANIAN, TANAMAN PANGAN KAB. SUMBAWA 796,425 774,348 97.23
158 DINAS PERTANIAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA MATARAM 1,160,250 1,155,346 99.58
159 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI NUSA TENGGARA
BARAT 4,177,871 3,793,543 90.80
160 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. LOMBOK TENGAH 2,933,190 2,352,059 80.19
161 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. LOMBOK TIMUR 1,368,000 1,339,581 97.92
24 NUSA TENGGARA TIMUR 7,991,273 7,307,104 91.44
162 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. KUPANG 854,200 718,595 84.12
163 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. LEMBATA 817,550 785,399 96.07
164 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN KAB. MANGGARAI BARAT 807,420 772,116 95.63
165 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 3,895,560 3,495,029 89.72
166 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 762,243 708,590 92.96
167 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. BELU 854,300 827,374 96.85
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun 2014 107
PAGU
Rp (000) Rp (000) %25 PAPUA 9,329,597 8,947,753 95.91
168 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. BIAK NUMFOR 1,223,540 1,223,540 100.00
169 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. MERAUKE 712,880 667,810 93.68
170 DINAS TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN KAB. JAYAWIJAYA 1,265,000 1,230,590 97.28
171 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. MIMIKA 1,208,316 1,180,979 97.74
172 DINAS PERTANIAN KOTA JAYAPURA 1,217,460 1,203,374 98.84
173 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI PAPUA 2,942,171 2,685,830 91.29
174 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. NABIRE 760,230 755,630 99.39
26 BENGKULU 12,407,511 9,221,497 74.32
175 DINAS PERTANIAN KAB. BENGKULU SELATAN 843,781 842,981 99.91
176 DINAS PERTANIAN KAB. KAUR 1,147,000 720,993 62.86
177 DINAS PERTANIAN PROVINSI BENGKULU 4,293,402 4,028,063 93.82
178 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KAB. LEBONG 2,470,123 204,530 8.28
179 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KAB. KEPAHIANG 1,122,865 953,111 84.88
180 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. BENGKULU UTARA 1,551,790 1,507,023 97.12
181 DINAS PERTANIAN KAB. REJANG LEBONG 978,550 964,796 98.59
27 MALUKU UTARA 3,058,286 2,909,704 95.14
182 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KOTA TIDORE KEPULAUAN 1,073,400 925,017 86.18
183 DINAS PERTANIAN PROVINSI MALUKU UTARA 1,984,886 1,984,687 99.99
28 BANTEN 5,812,194 5,591,411 96.20
184 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN KOTA TANGERANG SELATAN 897,100 777,637 86.68
185 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI BANTEN 3,210,769 3,210,147 99.98
186 DINAS PERTANIAN DAN PERKEBUNAN KAB. PANDEGLANG 739,650 689,715 93.25
187 DINAS PERTANIAN KAB. LEBAK (04) 964,675 913,912 94.74
29 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 3,606,632 3,101,605 86.00
188 DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN KAB. BELITUNG 784,700 743,234 94.72
189 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KAB. BANGKA TENGAH 856,460 733,157 85.60
190 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA
BELITUNG 1,965,472 1,625,215 82.69
30 GORONTALO 3,167,429 3,065,056 96.77
191 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI GORONTALO 3,167,429 3,065,056 96.77
31 KEPULAUAN RIAU 2,504,865 1,553,447 62.02
192 DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1,427,445 862,426 60.42
193 DINAS KELAUTAN, PERIKANAN DAN PERTANIAN KOTA BATAM 1,077,420 691,022 64.14
32 PAPUA BARAT 5,402,837 5,388,314 99.73
194 DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN, KEHUTANAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN KAB.
TAMBRAUW 1,211,300 1,210,860 99.96
195 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KOTA SORONG 862,040 856,186 99.32
196 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI PAPUA BARAT 2,112,097 2,111,197 99.96
197 DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KAB. SORONG 1,217,400 1,210,071 99.40
33 SULAWESI BARAT 4,403,576 4,235,090 96.17
198 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI SULAWESI BARAT 2,044,239 2,002,517 97.96
199 DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN KAB. MAMUJU 1,144,657 1,117,893 97.66
200 DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KAB. MAMUJU UTARA 1,214,680 1,114,680 91.77
PENYERAPAN DANA
NAMA SATKERNo REALISASI
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 117
BAB VI.
PENUTUP
Pengembangan komoditashortikulturatelahdilakukanmelalui
program peningkatanproduksi,
produktivitasdanmutuprodukhortikulturaberkelanjutandanberday
asaing.Kegiatan yang dilakukan meliputi pengembangan
komoditas buah, florikultura, sayuran dan tanaman obat,
pengembangan sistem perbenihan dan perlindungan tanaman
hortikultura beserta dukungan manajemen. Penekanan
program pemerintah tersebut dilakukan melalui fasilitasi
bantuan kepada petani (budidaya dan pascapanen), pelatihan
melalui sekolah lapang untuk penerapan budidaya yang baik
dan benar, penanganan pascapanen yang baik serta
pengelolaan dan penerapan hama terpadu (SL-GAP, SL-GHP
dan SL-PHT) dalam rangka peningkatan produksi dan mutu
produk hortikultura. Registrasikebundanlahanusaha juga
terusdilakukandalamrangkameningkatkandayasaingprodukhorti
kultura. Kegiatan lainnya meliputi pembinaan serta penguatan
kelembagaan perbenihan dan perlindungan.
Peningkatan produksi hortikultura ini diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri yaitu untuk konsumsi,
bahan baku industri, peningkatan ekspor dan substitusi impor.
Dengan demikian peningkatan produksi, mutu dan daya saing
produk merupakan kegiatan utama yang harus dilakukan diikuti
dengan upaya pengembangan pasar dan promosi. Kegiatan
pengembangan produksi telah memberikan dampak positif
pada penumbuhan ekonomi regional dan penyediaan lapangan
kerja,serta meningkatkan kesejahteraan petani / pelaku usaha.
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 118
Kedepan, hortikulturaharusmendapatperhatian yang
lebihseriusmengingatkomoditiinimempunyainilaiekonomitinggid
anpermintaanpasar yang cukupbesar.
Terjaminnyakelancarandistribusisangatperlukarenaakanberpen
garuhlangsungterhadaptersedianyapasokandanterciptanyaharg
a yang wajar.
Selain itu, pembinaan dan monitoring serta evaluasi
pelaksanaan kegiatan dan kinerja pembangunan hortikultura
harus terus dilakukan dalam rangka melihat sejauhmana
progres pelaksanaan kegiatan, keberhasilan serta
permasalahan yang dihadapi untuk pembelajaran pelaksanaan
yang lebih baik kedepannya. Sehingga kebijakan
pengembangan hortikultura yang diambil oleh Pemerintah
dapat lebih baik, memberikan dampak positif pada
perekonomian dan dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku
usaha hortikultura secara keseluruhan.
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 109
BAB V.
PERMASALAHAN DAN TINDAK
LANJUT
5.1 Permasalahan
Beberapapermasalahan dan
hambatandalampelaksanaankegiatanpengembanganhorti
kulturatahunanggaran 2014adalah sebagai berikut:
1. Rendahnya penyerapan anggaran Direktorat Jenderal
Hortikultura atau capaian tidak sesuai dengan target
antara lain disebabkan:
a) Terdapatberbagaipermasalahan manajemen dan
pengelolaankesatkeranmisalnya
dibeberapadaerahterjadipergantianpengelolakesat
keran KPA/PPK/bendahara/ULP
sehinggaberbagaikegiatan yang sudah di
proseskemudiandiralat;
b) Adanya Surat Edaran KPK No.B-14/01-15/01/2014
tentang Penundaan Pelaksanaan Bansos sampai
dengan selesainya pemilihan umum pada bulan
Juli 2014. Namun demikian, sejalan dengan
dibukanya ralat POK, masing-masing SKPD
segera melaksanakan kegiatan yang sesuai
dengan POK terbaru (terbit bulan Agustus 2014).
Walau demikian, capaian masih dibawah target
yaitu 89,16%. Hal tersebut tidak berarti kegiatan
tidak dilaksanakan. Tidak sesuainya capaian
realisasi dengan target disebabkan terjadinya
110 EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014
harga penawaran yang lebih rendah dari harga di
POK (terjadinya efisiensi penggunaan anggaran),
tidak terserapnya perjalanan menghadiri
pertemuan di luar kota, uang lembur dan belanja
pegawai transito serta tidak dilaksanakannya
beberapa kegiatan pada Satker di Kabupaten
Lebong, Bantul, dan Bulungan. Pada Kabupaten
Lebong kegiatan tidak dilaksanakan karena
ketidaksiapan satker, sehingga gagal dalam
proses pengadaan bibit.Sedangkan pada
Kabupaten Bantul kegiatan terhambat dan menjadi
tidak dapat dlaksanakan karena adanya
pergantian Kepala Dinas selaku KPA yang
berulang kali, adanya kesalahan lokasi
pembayaran KPPN, sudah lewatnya musim tanam
menyebabkan pengembangan kawasan cabai dan
bawang merah tidak dapat dilaksanakan (musim
tanam cabai dan bawang biasanya dilaksanakan
pada bulan Juli – Agustus), ditambah dengan SK
kegiatan (SK Penetapan Kelompok Tani Penerima
Bantuan) yang menyatu dengan pengembangan
kawasan menyebabkan kegiatan lainnya seperti
SL-GAP, SL-GHP dan pengadaan sarana
pascapanen tidak dapat dilaksanakan. Untuk
Kabupaten Bulungan, kegiatan tidak dapat
dilaksanakan disebabkan karena pihak ketiga
pemenang lelang pengadaan bibit jeruk
mengundurkan diri (tidak sanggup, tanpa alasan
jelas namun tidak membuat surat yang
menyatakan ketidaksanggupan), sedangkan untuk
menunjuk pemenang kedua sudah terlambat
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 111
dikarenakan waktu pelaksanaan kegiatan yang
tidak mencukupi.
c) Adanya proses revisi DIPA akibat adanya
penghematan yang menyebabkan POK revisi baru
terbit bulan Agustus 2014, sehingga kegiatan
lelang yang sudah sempat dilaksanakan harus
terhenti dan diproses kembali;
d) Terdapat beberapa SKPD yang mempunyai pagu
hortikultura cukup besar tetapi kekurangan SDM
dalam pelaksanaan kegiatannya. SDM yang ada
lebih memprioritaskan kegiatan yang didanai
APBD, atau komoditas/kegiatan dengan dana
yang lebih besar dibandingkan dengan pagu
pengembangan hortikultura;
e) MasihterdapatSatker yang belummembuat SK
PenetapanKelompokTaniPenerimaBantuan,
maupun SK
Revisibilaterjadirevisiatauperubahananggarandan
output capaian;
f) Seringnya terjadi alih tugas atau mutasi SDM di
lingkup SKPD. sehingga menghambat
penyelesaian kegiatan. Hal ini terjadi
padapetugaspelaporanbaik SIMAK BMN, SAI
maupun RSPH mengakibatkanberbagaikegiatan
yang telahdilaksanakantidakterlaporkansecarabaik
dan sistematis;
2. Pengembangankawasanhortikulturabelumdidukungkel
engkapandokumen yang baik,seperti profil, roadmap,
petakawasan, proposal
pengembangan,baikuntukskalanasional,provinsi/kab/k
ota. Pada tataran pelaksanaan sebagian besar
112 EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014
provinsi belum mampu menyusunpetunjuk
pelaksanaan (Juklak)sebagaipenjabarandariPedoman
Umum (Pedum) yang disusun Direktorat
JenderalHortikultura. Demikian pula Kabupaten/Kota
pada umumnya tidak melengkapi dengan petunjuk
yang lebih rinci;
3. FasilitasiBantuanuntukPengembanganKawasan yang
menggunakansistemlelangcapaiankeuangannyasudah
cukuptinggi,
namuncapaianrealisasifisikmasihterkendalabeberapah
almisalnyamenungguwaktu musim yang tepat,
kendalabenih yang harusmendatangkandariluar, dan
masalah lainnya;
4. Pengembangan kawasan masihcukup banyak
menggunakanbenih yang
belumbersertifikat/belumdilepasolehMenteriPertanian;
5. Kemampuan SDM pengelola Satker belum memadai
terutama pada daerah yang mendapatkan alokasi
dana cukup besar;
6. MasihadanyaSatker yang belummelaporkancapaian
output fisik,
sehinggarealisasifisiktidaksesuaidengancapaianrealisa
sikeuangan. Hal
inidisinyalirdapatmembuatpradugakegiatan di
lapanganfiktif;
7. Kelembagaanpetanipada umumnya
masihlemah,pemahamannya tentang GAP-SOP masih
kurang, kesadaran untuk meregistrasi lahan masih
lemah;
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 113
8. Pengembangansistemperlindungan OPT hortikultura
pada UPTD BPTPH
masihbelumdidukungsaranalaboratorium yang
memadaiuntukstandarpelayananminimal;
9. Penguatansistemperbenihanhortikulturaterutamadalam
pembinaandanpenumbuhanpenangkarbenihhortikultur
a, pengawasanmutudansertifikasibenih,
sertapenguatankelembagaandanfasilitasipembinaanpe
rbenihanmasihbelum optimal;
5.2. Upaya dan Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindaklanjut yang telah dan akan
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura untuk
perbaikan tersebutantara lain:
1. Terkait rendahnya penyerapan anggaran, beberapa
upaya tindak lanjut yang perlu dan akan dilakukan
adalah sebagai berikut:
a) Penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI)
secara optimal. Sesuai PP 60 Tahun 2008
menyatakan bahwa SPI adalah proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Diharapkan
114 EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014
kegiatan di Direktorat Jenderal Hortikultura
berdasarkan SPI.
b) Efisiensidanharmonisasicarakerjakesatkerandan
membuat skala prioritas kegiatan-kegiatan pokok
sesuai dengan dukungan penganggaran yang
memadai. Selainitu
jugaberusahaterusmelakukanperbaikanpengelolaan
managemenkesatkeranutamanyapolakoordinasi
dan optimalisasiSDM pengelolakegiatan.
c) MematuhianjurandanarahanMenteriPertaniansesuai
dengan target-target
serapantriwulanansehinggafokus
kegiatandapatlebihterarahutamanyadalamkaitannya
denganserapandanrealisasikegiatan;
d) Pengkaderan dan harmonisasi SDM harus tetap
berjalan sehingga pada saatnya pengalih tugasan
tidak terhambat.
2. Melakukanpenyempurnaandokumen-
dokumenpemantapankawasanhortikultura,
sekaliguspengawalan dan
pembinaanpelaksanaanpengembangankawasansecarafi
sik di lapangan;
3. Identifikasi CP/CL agar dapatdilakukan di
tahunsebelumnya, proses lelangdapatdilakukan di
awaltahun, sehinggapelaksanaankegiatantanam juga
dapatdilakukanpadamusimtanam di awaltahun;
4. Peningkatankemampuan
kelembagaanpetanidanpeningkatankualitaspelaksanaan
SL GAP, SLGHP dan SL PHT;
EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014 115
5. Berkoordinasi secara intensif antara Pusat, Provinsidan
Kabupaten dalam rangka mempercepat pelaksanaan
kegiatan strategis;
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM POPT dan
sarana pengamatan OPT dan iklim serta gerakan
pengelolaan OPT Hortikulturaramah lingkungan
denganoptimalisasipelaksanaan SLPHT, Klinik PHT,
dan pengembangan agens hayati pada masing-masing
lokasi kawasan pengembangan
hortikulturadanpeningkatankualitaslaboratoriumpengam
atanhamapenyakit serta laboratorium pestisida pada
wilayah tertentu;
7. Meningkatkan
pembinaankepadapenangkarbenihhortikulturadanpeman
tapansistemperbenihankhususnyadalamoptimalisasi
BBH dan BPSBTH. Selainitu,
melakukansosialisasipenggunaanbenihbersertifikatkepa
dapenanggungjawabdanpelaksanakegiatan.
Penguatansistemperbenihansecaraluas yang meliputi;
a) Pemberdayaan kelembagaan perbenihan, b)
Perbaikan sistim informasi supply/demand benih, c)
Fasilitasi akses modal untuk mendukung
pengembangan perbenihan, d) Penumbuhan penangkar
di sentra-sentra produksi, e) Pemberdayaan
stakeholder perbenihan untuk menciptakan varietas
yang berdayasaing dengan teknologi produksi f) Pilot
proyek penangkaran benih bermutu;
8. Optimalisasikapasitaspetugasperencanabaik di
pusatmaupun di daerah, sehinggarevisi dan perbaikan
POK, DIPA dan lainsebagainyadapatdiminimalisir;
9. Peningkatan kompetensi petugas Monitoring dan
Evaluasi (Monev) dan Petugas SAI baik di provinsi
maupun kabupaten/kota dalam upaya memperbaiki
116 EvaluasiKinerjaPembangunanHortikulturaTahun 2014
tingkat pelayanan dan kinerja
pelaporanrealisasikeuanganmaupunfisikkegiatan;
10. Meningkatkanupaya-upayaperbaikanatas saran
danmasukanpengawasfungsional.Utamanyadalamperba
ikanberbagaidokumenperencanaandanpeningkatankuali
tashasilkegiatan, misalnyamelaluioptimalisasi SPI
danpengendalian internal.