BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang file2 jatuh dan 8% karena tembakan . Cedera kepala akibat trauma...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang file2 jatuh dan 8% karena tembakan . Cedera kepala akibat trauma...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala adalah adanya pukulan atau benturan yang
mendadak pada kepala (trauma kulit kepala, tengkorak dan otak) dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Brunner & Suddarth, 2000). Cedera
kepala atau cedera otak adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas jaringan otak (Muttaqin, 2008: 270).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang
dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Cedera kepala yaitu adanya
deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada
tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang
merupakan perubahan bentuk, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan (Jevons & Ewens, 2007). Adanya syok hipovolemik pada
klien dengan cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya.
Resiko utama pada klien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera
dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Adapun kasus cedera kepala di Amerika Serikat pada tahun 1999,
50% diantaranya disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor, 11% karena
2
jatuh dan 8% karena tembakan. Cedera kepala akibat trauma sering kita
jumpai dilapangan, di Indonesia pada tahun 2010 hampir 148.500 orang
meninggal dunia akibat cedera akut dan diperkirakan 44% - 50%
diantaranya disebabkan oleh cedera otak sedang, tingkat kematian
bervariasi dari 14 sampai 30 per 10.000 populasi per tahun hampir 100%
COB dan 66% COS menyebabkan kecacatan yang permanen. Penyebab
terbanyak akibat KLL 50%, akibat jatuh 21%, saat berolahraga 10% dan
sisanya akibat kejadian yang lain (Fauzi, 2002). Adapun data yang
diperoleh diruang (sesuai tempat penelitian) tiga bulan terakhir yaitu
antara bulan Mei-Juli 2012 jumlah pasien yang menderita kasus Cedera
Otak Sedang (COS) sejumlah 15 orang (15 %) dari jumlah 100 pasien
yang dirawat.
Cedera kepala sering terjadi akibat kecelakaan lalu lintas dan
diperkirakan korban pada kasus ini lebih sering terjadi pada kaum laki-laki
dengan rentang usia dibawah tiga puluh tahun. Cedera kepala
mempengaruhi hilangnya autoregulasi, aliran darah mengalami penurunan
sehingga menyebabkan hipoksia dan metabolism anaerob yang
menghasilkan asam laktat, karena energi yang di hasilkan sangat kecil
sehingga terjadi gangguan pemompaan ion natrium dan kalium. Ion
kalium akan keluar dan natrium akan masuk dari ekstraseluler yang
berakibat laktoasidosis sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan tekanan osmotik dan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler ke
intra seluler sehingga terjadilah edema sitotoksik. Kerusakan sawar darah
otak (SDO) dapat meningkatkan permeabilitas sawar darah otak sehingga
3
kebocoran cairan intra vaskuler ke ruang ekstra vaskuler dari jaringan otak
sehingga terjadi penimbunan cairan yang disebut edema vasogenik yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan edema cerebri. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK), oleh karena itu
dapat mempengaruhi aliran darah ke otak yang dapat mengakibatkan
iskemia. Seseorang yang mengalami kasus cedera kepala akan mengalami
gangguan dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya. Salah satu
diantaranya yaitu pemenuhan kebutuhan oksigen yang merupakan
kebutuhan fisiologis yang paling utama di bandingkan dengan kebutuhan
fisiologis yang lain. Selain itu kebutuhan dasar lain seperti makan dan
minum jelas akan sangat bergantung pada pertolongan keluarga atau orang
lain
Dengan adanya kondisi tersebut, maka perawat sebagai salah satu
pemberi asuhan keperawatan yang mencakup pemenuhan kebutuhan dasar
manusia serta memandang kebutuhan manusia dari segi bio-psiko-sosial-
spiritual, dituntut untuk terus menerus dalam mengembangkan
kemampuan dan keterampilannya agar mampu berperan dalam menangani
kasus ini sesuai dengan ilmu yang telah dimiliki guna menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas. Adapun upaya-upaya yang mampu dilakukan
oleh seorang perawat dalam menangani kasus cedera kepala, yang pertama
pastikan jalan napas klien dalam keadaan bebas tanpa ada obstruksi atau
sumbatan, berikan terapi oksigen sesuai intruksi dokter, posisikan tinggi
kepala klien sekitar 300-45
0 dari tempat tidur, observasi tanda-tanda vital
dan tingkat kesadaran klien, usahakan klien agar istirahat total dan
4
kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi obat serta kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat bagi klien dengan
cedera kepala. Selain itu promosi kesehatan pada masyarakat, pencegahan
(preventif), pengobatan (kuratif) serta rehabilitatif, merupakan tugas
perawat yang semestinya direalisasikan pada masyarakat. Dengan adanya
peran dan fungsi perawat tersebut, perawat mampu memberikan suatu
informasi serta perubahan-perubahan perilaku kepada masyarakat guna
membantu meningkatkan taraf dan derajat kesehatan masyarakat seoptimal
mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut, yaitu “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosis medis Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai
tempat penelitian)?”.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai tempat penelitian).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji pasien dengan diagnosis medis Cedera Otak Sedang (COS) di ruang
(sesuai tempat penelitian).
5
2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai tempat penelitian)
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai tempat penelitian)
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai tempat penelitian)
5. Mengevaluasi pasien dengan diagnosis medis Cedera Otak Sedang (COS) di
ruang (sesuai tempat penelitian)
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis medis
Cedera Otak Sedang (COS) di ruang (sesuai tempat penelitian)
1.4 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat member
manfaat:
1. Dari segi akademis merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan
khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan cedera otak
sedang.
2. Dari segi praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:
a. Bagi Pelayanan di Rumah Sakit
Hasil karya tulis ilmiah ini menjadi masukan bagi pelayanan di
Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan bagi klien
dengan diagnosis medis Cedera Otak Sedang di ruang (sesuai
tempat penelitian)
6
b. Untuk Penulis
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi
Penulis berikutnya, yang akan melakukan studi kasus dengan
asuhan keperawatan Cedera Otak Sedang di ruang (sesuai tempat
penelitian)
c. Untuk Keluarga Klien
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi acuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang terdiagnosis Cedera Otak Sedang.
1.5 Metode Penulisan
1.5.1 Metode Deskriptif
Penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi saat
ini meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan dan membahas
data dengan menggunakan studi pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
beberapa tahapan yaitu tahap pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
1.5.2 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Data diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun
tim kesehatan lain.
b. Observasi
Data diperoleh melalui pengamatan secara langsung terhadap keadaan,
reaksi, sikap serta perilaku klien saat berada dalam masa perawatan.
7
c. Pemeriksaan
Data diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium yang
dapat menunjang untuk menegakan suatu diagnosa dan penanganan
selanjutnya.
1.5.3 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari klien.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga/orang terdekat
dengan klien, catatan keperawatan, hasil-hasil pemeriksaan dan dari tim
kesehatan lain.
1.5.4 Studi Kepustakaan
Studi kepustakan adalah proses mempelajari buku-buku sebagai referensi
yang berhubungan dengan judul karya tulis dan masalah yang dibahas.
1.6 Sistematika Penulisan
Agar lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari karya tulis ini, maka
secara keseluruhan karya tulis ini dibagi menjadi tiga bagian antara lain:
1. Bagian awal, terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan dari kedua
pembimbing, surat pernyataan penulis, halaman pengesahan, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar tabel.
2. Bagian inti terdiri dari lima bab yang masing-masing bab terdiri dari sub
bab sebagai berikut:
8
BAB 1: Pendahuluan yang berisis tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika
penulisan.
BAB 2: Tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep penyakit dari
sudut medis dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosis medis Cedera Otak Sedang (COS) serta kerangka
masalah
BAB 3: Tinjauan kasus yang berisi tentang deskripsi data hasil
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
BAB 4: Pembahasan yang membahas mengenai konsep teori dengan
kenyataan dilapangan.
BAB 5: Penutup yang berisi tentang simpulan dan saran.
3. Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit
dan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera otak sedang. Konsep penyakit
akan diuraikan definisi, anatomi fisiologi, etiologi dan cara penanganan secara
medis. Asuhan keperawatan akan diuraikan masalah–masalah yang muncul pada
klien dengan cedera otak sedang dengan melakukan asuhan keperawatan yang
terdiri dari pengkajian, penegakan diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Anatomi Fisiologi Kepala dan Otak
1. Anatomi Fisiologi Kepala
a. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak kepala adalah satu struktur otot tulang yang terdiri atas
tulang-tulang kecil yang pipih yaitu tulang muka dan tulang cranium. Tulang-
tulang muka membentuk kerangkah muka dan melindungi organ-organ panca
indera seperti penglihatan, penciuman dan sebagainya, serta merupakan pelekatan
otot-otot fasialis untuk ekspresi muka. Tulang-tulang cranium melingkupi dan
melindungi otak yang rapuh, di samping untuk melekat otot-otot kepala dan leher.
b. Lapisan kulit kepala
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu;
1) Skin atau kulit
10
2) Connective tissue atau jaringan penyambung.
3) Aponeurosis atau galea aponeurotika jaringan ikat berhubungan langsung
dengan tengkorak.
4) Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
5) Pericranium.
c. Meningen
Lapisan meningen terdiri atas 3 lapisan yang menutupi pemukaan otak:
1) Duramater
2) Arakhnoid
3) Piamater
2. Anatomi Fisiologi Otak.
a. Otak.
Gambar 2.1: Bagian-bagian otak manusia (CopyrightPearson Education,
Inc Publishing as Benjamin Cummings: 2003)
Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat computer dari semua alat tubuh pada manusia yang merupakan bagian
11
saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (cranium) yang di
bungkus oleh selaput otak yang kuat. Berat otak manusia sekitar 1400 gram
dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat
bagian besar yaitu serebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem
(batang otak), dan diensefalon. (Setiadi, 2007). Otak dilapisi oleh tiga lapisan,
yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam
pleksus choroid ventrikel, bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam
sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan
subarachnoid ( Setiadi, 2007).
b. Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga tengkorak (cranium) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal
yaitu:
1) Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus dan
hipotalamus. Fungsinya yaitu menerima dan mengintegrasikan informasi
mengenai kesadaran dan emosi.
2) Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan penglihatan
dan pendengaran. Otak ini dibagi menjadi tegmentun , krus serebrium dan
korpus kuadrigeminus.
3) Otak belakang atau pons, bagian otak yang menonjol kebanyakan tersusun
dari lapisan fiber (berserat) dan termasuk sel yang terlibat dalam
pengontrolan pernafasan.
12
Otak belakang dibagi menjadi:
a) Pons vorali, membantu meneruskan informasi.
b) Medulla oblongata, mengendalikan fungsi otomatis organ dalam
(internal).
c) Cerebellum, mengkoordinasikan pergerakan dasar.
c. Pelindung Otak
Gambar 2.2: Pelindung otak manusia (CopyrightPearson Education, Inc
Publishing as Benjamin Cummings: 2003)
Otak dilindungi oleh:
1) Kulit kepala dan rambut.
2) Tulang tengkorak dan kolumna vertebralis.
3) Meningen (selaput otak).
d. Bagian-Bagian Otak
1) Cerebral hemisfer / cerebrum (otak besar).
2) Diencephalon.
3) Brainstem.
4) Cerebellum (otak kecil).
13
a) Cerebral Hemisfer / Cerebrum (Otak Besar)
Otak ini terdiri dari dua pasang yaitu kanan dan kiri dan merupakan
bagian teratas dari otak yang mengisi lebih dari setengah masa otak.
Permukaannya berasal dari bagian yang menonjol gyrus dang bagian yang
melekuk sulcus (Setiadi, 2007)
Cerebrum (otak besar) dibagi menjadi empat lobus yaitu:
(1) Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot dan bertanggung jawab
untuk proses berpikir.
(2) Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang merupakan
sensasi perabaan, tekanan dan sedikit menerima perubahan.
(3) Lobus occipitalis, mengandung area visual yang menerima sensasi dari
mata.
(4) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi
dari telinga.
Adapun area khusus otak besar terdiri dari:
a) Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor seluruh
tubuh.
b) Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal.
c) Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara.
1) Cerebellum (Otak Kecil)
Terletak dalam fosa cranial posterior, dibawah tentorium cerebellum
bagian posterior dari pons vorali dan medulla oblongata. Cerebellum
mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh fermis. Berat cerebellum
kurang lebih 150 gram (85%-90%) dari berat otak seluruhnya.
14
Fungsi cerebellum mengembalikan tonus otot diluar kesadaran yang
merupakan suatu mekanisme saraf yang berpengaruh dalam pengaturan
dan pengendalian terhadap:
a) Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
b) Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan dan
pengendalian kemauan dan mempunyai aspek keterampilan.
Setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot.
Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot sinergis
berusaha memfiksasi sendi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh
bermacam-macam pergerakan.
2) Ventrikel Otak
Ventrikel otak terdiri dari beberapa rongga yang saling berhubungan di
dalam otak dan berisi cairan cerebrospinalis. Fungsi dari cairan
cerebrospinalis antara lain:
a) Sebagai buffer.
b) Melindungi otak dan sum-sum tulang belakang dari guncangan dan
trauma.
c) Menghantarkan makanan ke sistem saraf pusat.
Ada tiga jenis kelompok saraf yang dibentuk oleh saraf
cerebrospinalis antara lain:
(1) Saraf sensorik (saraf afferent), yaitu membawa impuls dari otak
dan medulla spinalis ke perifer.
15
(2) Saraf motorik (saraf efferent), menghantarkan impuls dari otak dan
medulla spinalis ke perifer.
(3) Saraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan sensorik,
sehingga dapat mengantar impuls dalam dua jurusan.
(4) Medulla Spinalis
Medulla spinalis disebut juga sum-sum tulang belakang yang
terlindung di dalam tulang belakang dan berfungsi untuk
mengadakan komunikasi antar otak dengan semua anggota tubuh
serta berperan dalam:
a) Gerak refleks.
b) Berisi pusat pengontrolan yang penting.
c) Heart rate kontrol atau denyut nadi.
d) Pengatur tekanan darah.
e) Breathing / pernapasan.
f) Swallowing / menelan.
g) Vomiting / muntah.
5). Sistem saraf
Sistem saraf kranial, terdiri dari 12 sistem saraf, yang mempunyai
fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Nama-nama sistem saraf kranial
dan fungsinya itu, adalah sebagai berikut:
a) Komponen sensorik somatik : N I, N II, N VIII
b) Komponen motorik omatik : N III, N IV, N VI, N XI, N XII
c) Komponen campuran sensorik somatik dan motorik somatik :
N V, N VII, N IX, N X
16
d) Komponen motorik viseral
Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N
X. Komponen eferen viseral yang ikut dengan beberapa saraf
kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong pada divisi
parasimpatis kranial.
Adapun fungsi dari masing-masing nervus tersebut antara lain:
a. Nervus I (Olfactorius)
Berfungsi terhadap persepsi penciuman, impuls saraf menjalar ke lobus
temporalis untuk di interpretasikan dan juga berfungsi untuk
menggerakkan otot agar bisa tersenyum (smell).
b. Nervus II (Opticus)
Berfungsi untuk proses penglihatan (vision).
c. Nervus III (Oculomotorius)
Berfungsi untuk pergerakan otot bola mata dan sebagai pembuka
kelopak mata serta konstraksi pupil.
d. Nervus IV (Trochleaaris)
Berfungsi untuk gerakan sadar bola mata.
e. Nervus V(Trigeminus)
Berfungsi untuk mengunyah. Somatosensory information (touch, pain)
dari muka dan kepala; muscles for chewing.
f. Nervus VI (Abducens)
Berfungsi untuk memutar mata kearah luar.
g. Nervus VII (Facialis)
17
Berfungsi untuk memproduksi kelenjar lakrimalis dan sub
mandibularis, memberi informasi rasa asin, manis dan asam pada 2/3
anterior lidah dan mempersarafi otot-otot wajah.
h. Nervus VIII (Vestibulocochlearis)
Berfungsi untuk penerjemahan suara (hearing / balance).
i. Nervus IX (Glossofharingeus)
Berfungsi untuk proses menelan dan respon sensoris terhadap rasa
pahit pada 1/3 bagian lidah posterior.
j. Nervus X (Vagus)
Berfungsi sebagai impuls motor sensorik dibawah faring dan laring.
Serat saraf parasimpatis luas mempersarafi faring, laring dan trakea
meluas ke torak dan abdomen. Cabang torak dan abdomen
mempengaruhi fungsi esofagus, paru-paru, aorta, lambung, kandung
empedu, limfa, usus halus, ginjal, dan 2/3 bagian atas usus besar.
k. Nervus XI (Accesorius)
Bekerja sama dengan saraf vagus untuk memberi informasi kepada
otot faring dan laring. Mempersarafi muskulus travesius (otot dilengan
tempat menyuntik) dan otot sternokleidomastoideus.
l. Nervus XII (Hypoglosus)
Berfungsi untuk pergerakan lidah (control muscles of tongue).
2.1.2 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala adalah adanya benturan atau pukulan yang mendadak pada
kepala (trauma kulit kepala, tengkorak dan otak) dengan atau tanpa kehilanagan
18
kesadaran. Trauma atau cedera kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak
dan trauma pada jaringan lunak atau otak dengan derajat bervariasi pada luas
daerah ( Jevon dan Ewens, 2007).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas ( Arif dkk: 2000). Cedera kepala terdiri dari beberapa jenis antara lain:
1. Cedera Kepala Terbuka
Cedera kepala ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak
merusak otak. Jenis-jenis fraktur tulang tengkorak yang dapat terjadi
antara lain:
a. Fraktur linear didaerah temporal dimana arteri meningeal artei
meningeal media dalam jalur tulang temporal. Sering menyebabkan
perdarahan epidural.
b. Fraktur linear melintang garis tengah sering menyebabkan perdarahan
sinus dan robeknya sinus sagitalis superior.
c. Fraktur di daerah basis disebabkan karena trauma dari atas / kepala
bagian atas yang membentur jalan atau benda diam.
d. Fraktur anterior biasanya karena atau trauma didaerah temporal
sedangkan posterior disebabkan oleh trauma didaerah oksipital.
2. Cedera Kepala Tertutup
Cedera kepala tertutup adalah cedera kepala yang disertai adanya ganguan
pada komponen intracranial, bentuk spesifiknya antara lain:
a. Cosmosio Cerebri / Gegar Otak
19
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan dimana korban mengalami
pingsan kurang lebih 10 menit. Cosmosio cerebri tidak meninggalkan
gejala sisa atau tidak menyebabkan kerusakan struktur otak.
b. Kontusio Cerebri / Memar Otak
Merupakan perdarahan kecil atau ptekie pada jaringan otak akibat
pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama
dengan rusaknya jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan
odem pada jaringan otak disekitarnya.
Berdasarkan lokasi bentuknya lesi, kontusio cerebri / memar otak
dibagi dua yaitu lesi terjadi pada sisi atau tempat benturan (kaup
kontusio) dan lesi pada area yang berlawanan (kontra kaup).
2.1.3 Etiologi Cedera Kepala
Menurut Jevons dan Ewens 2007, mengatakan bahwa penyebab cedera
kepala terdiri dari beberapa factor, antara lain sebagi berikut:
Cedera kepala atau cedera otak dapat disebabkan oleh kelainan patologi
yang timbul (langsung atau tidak langsung) disebut Lesi Otak Primer,
dapat berlanjut menjadi Lesi Otak Sekunder dimana dapat dipengaruhi
oleh adanya respon biologi yang disebabkan oleh adanya kelainan
fisiologis, metabolisme dan biokimia yang timbul setelah trauma, jenis-
jenis traumanya antara lain:
20
1. Trauma Langsung
a. Trauma Tajam
Dapat menyebabkan cedera setempat dan kerusakan otak setempat,
seperti bacokan, tusukan dan tembakan.
b. Trauma Tumpul
1) Benturan benda diam seperti pukulan benda keras dan jatuh dari
ketinggian.
2) Benturan benda bergerak seperti jatuh dari kendaraan.
2. Trauma Tidak Langsung
Pukulan ditengkuk yang menimbulkan goncangan pada kepala.
Berdasarkan GCS maka cedera kepala dapat dibagi menjadi tiga
gradasi yaitu cedera kepala derajat ringan bila GCS bernilai antar 13-15,
cedera kepala derajat sedang bila GCS bernilai 9-12 dan cedera kepala
derajat berat bila GCS bernilai kurang dari atau sama dengan 8. Pada klien
yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan, misalnya karena afasia maka
respon verbal diberi tanda “X” atau oleh karena kedua mata edema berat
sehingga tidak dapat dinilai reaksi membuka matanya maka reaksi
membuka mata diberi nilai “X” sedangkan jika klien dilakukan
tracheostomy atau dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”
(Muttaqin, 2008).
2.1.4 Klasifikasi Intrakranial Hematom
1. Epidural Hematom
Epidural hematom adalah akumulasi darah di bawah duramater. Hematom
epidural terjadi secara akut dan biasanya di sebabkan oleh perdarahan arteri yang
21
mengancam jiwa. Fraktur kepala dapat merobek pembuluh darah. Terutama arteri
meningea media yang masuk ke dalam melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporal. Hematom epidural tanpa
cedera lain, pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan peningkatan
tekanan intracranial. Ciri khas hematom epidural murni adalah terdapatnya jarak
waktu antara saat terjadinya trauma dan munculnya tanda hematom epidural,
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat
di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya, dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi pada epidural hematom: penurunan tingkat
kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesis, dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan
dalam cepat, kemudian dangkal ireguler, penurunan nadi dan peningkatan suhu.
2. Sub Dural Hematom
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik., perdarahan
lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejalanya : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi
pernapasan, hemiplegia kontra lateral, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir
lambat, kejang dan udem pupil, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
22
3. Intra Serebral Hematom
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala : Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi
pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
2.1.5 Gejala Klinik Cedera Otak
1. Gejala utama
Tidak sadar (traumatic uncanciouness dan sensory motor paralysis)
2. Gejala-gejala lain
a. Shock (vascular collaps) dan tekanan darah menurun
b. Pucat dan berkeringat dingin
c. Kejang
d. Pernapasan dalam
e. Setelah sadar penderita mengeluh sakit kepala (headache), pusing
(dizziness) dan bingung (confusion)
f. Gangguan fungsi intelektual (memori, fungsi kognitif dan daya
konsentrasi)
g. GCS 9-12
h. Saturasi oksigen < 90%
i. Tekanan darah systole > 100 mmHg
j. Lama kejadian < 8 jam
23
2.1.6 Patofisiologi
Adanya benturan pada kepala dapat berakibat langsung maupun
tidak langsung, akibat langsung dapat berupa kompresi yang menyebabkan
coup contusion sedangkan akibat tidak langsung dari benturan dapat
berupa perlambatan (deselerasi), percepatan (akselerasi) dan rotasi dapat
menyebabkan isi tengkorak akan bergerak dan terhenti secara keras
sehingga otak akan membentur permukaan dalam tengkorak pada daerah
berlawanan dengan benturan yang dapat menyebabkan contra coup
contusion. Kelainan patologi yang timbul (langsung atau tidak langsung)
disebut lesi otak primer, dapat berlanjut menjadi lesi otak sekunder dimana
dapat dipengaruhi oleh adanya respon biologi yang disebabkan adanya
kelainan fisiologis, metabolism dan biokimia yang timbul setelah trauma
(Muttaqin, 2008).
Cedera otak mempengaruhi hilangnya autoregulasi, aliran darah
mengalami penurunan sehingga menyebabkan hipoksia dan metabolism
anaerob yang menghasilkan asam laktat, karena energi yang di hasilkan
sangat kecil sehingga terjadi gangguan pemompaan ion natrium dan
kalium. Ion kalium akan keluar dan natrium akan masuk dari ekstraseluler
yang berakibat laktoasidosis sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, peningkatan tekanan osmotik dan terjadi pergeseran cairan
ekstraseluler ke intra seluler sehingga terjadilah edema sitotoksik.
Kerusakan sawar darah otak (SDO) dapat meningkatkan permeabilitas
sawar darah otak sehingga kebocoran cairan intra vaskuler ke ruang ekstra
vaskuler dari jaringan otak sehingga terjadi penimbunan cairan yang
24
disebut edema vasogenik yang pada akhirnya dapat mengakibatkan edema
cerebri. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial
(TIK), oleh karena itu dapat mempengaruhi aliran darah ke otak yang
dapat mengakibatkan iskemia. Dengan adanya rangsangan pada pusat
kardio inhibitor mengakibatkan bradikardi dan pernapasan menjadi
lambat. Penurunan pernapasan dapat menyebabkan retensi CO2 dan
menimbulkan terjadinya vasodilatasi otak yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus Cedera
Otak Sedang (COS) antara lain:
1. CT Scan dengan kontras atau tanpa kontras untuk mengidentifikasi
adanya hemoragik, menetukan ukuran ventrikuler dan pergeseran
jaringan.
2. Angiografi cerebral untuk menunjukan kelainan sirkulasi cerebral
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
3. X- Ray untuk mendeteksi perubahan struktur tulang tengkorak
(cranium), perubahan struktur garis (perdarahan / edema) dan
menentukan fragmen tulang.
4. Analisa Gas Darah (GDA) untuk mendeteksi ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial
(TIK).
25
5. Elektrolit untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat dari
adanya peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada kasus Cedera Otak Sedang akan mengalami kelainan patologi otak
sehingga dibutuhkan beberapa penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Bedrest total
2. Pemberian obat-obatan seperti analgetik, antibiotik, diuretik dan
kortikosteroid.
3. Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran (GCS)
4. Pemberian antikonvulsan jika diperlukan
5. Pengendalian peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
2.1.9 Dampak Masalah
Menurut Jevon dan Ewens, 2007 dampak masalah yang terjadi pada klien
dengan cedera kepala antara lain:
1. Pada pasien
a. Breathing (pernapasan)
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan pada
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas,
kedalaman dan frekuensi maupun iramanya bisa berupa pernapasan
cheyne stokes atau ataxia breathing, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinan karena aspirasi) dan cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum.
26
b. Blood (peredaran darah)
Efek peningkatan tekanan intra kranial (TIK) pada tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat yang merupakan salah
satu tanda terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Perubahan frekuensi jantung yaitu bradikardi / takikardi dan
disritmia.
c. Brain (otak)
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cedera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara seperti amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran dan baal pada ekstremitas. Bila perdarahan
hebat / luas gdan mengenai batang otak terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi:
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi / perilaku dan
memori)
2) Perubahan dalam penglihatan seperti ketajaman, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang dan foto fobia.
3) Perubahan pupil seperti respon cahaya, kesimetrisan pupil dan
deviasi mata
4) Terjadi penurunan daya pendengaran dan keseimbangan tubuh
27
5) Sering timbul hiccup atau cegukan oleh karena kompresi pada
nervus X (nervus vagus) yang mengakibatkan kompresi
spasmodik diafragma.
d. Bladder (perkemihan)
Pada klien dengan kasus cedera kepala sering terjadi gangguan
berupa retensi urin dan ketidakmampuan menahan miksi
e. Bowel (pencernaan)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan seperti bising usus menurun,
mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami
perubahan selera serta mengalami gangguan menelan.
f. Bone (persendian)
Klien dengan cedera kepala sering datang dalam keadaan parese atau
paraplegi. Pada kondisi yang terlalu lama dapat mengakibatkan
kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusaknya atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
2. Pada keluarga
a) Perasaan takut akan kehilangan anggota keluarganya
b) Cemas karena mungkin kondisi klien yang lemah
c) Mengenai psikososial / biaya perawatan tidak masalah jika keluarga
termasuk dalam golongan ekonomi menengah ke atas namun lain
halnya jika menengah ke bawah.
28
2.2 Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan
asuhan keperawatan yang terdiri dari lima tahapan yaitu pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi. Proses keperawatan ini
merupakan suatu proses pemecahan masalah yang sistematik dalam
memberikan pelayanan keperawatan serta dapat menghasilkan rencana
keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap kilen yang dipandang dari
segi kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi status kesehatan klien (Lyer et al,
2002). Data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputi unsur bio-
psiko-sosial-spiritual.
a. Pengumpulan data
Klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
1) Insiden kasus cedera otak sedang lebih sering terjadi pada kaum
laki-laki dengan rentang usia 30 tahun ke bawah dengan penyebab
utama karena kecelakaan lalu lintas.
2) Riwayat kesehatan meliputi tingkat kesadaran klien, adanya kejang
atau tidak, takipnea atau tidak, sakit kepala kepala atau tidak,
lemah, luka dikepala atau tidak, paralisis atau tidak, adanya
29
akumulasi secret pada saluran pernapasan atau tidak dan adanya
liquor dari hidung atau telinga.
3) Riwayat penyakit dahulu barulah diketahui dengan baik yang
berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit pada
sistem-sistem yang lain demikian juga pada riwayat penyakit
keluarga adanya riwayat penyakit keturunan atau tidak seperti
hipertensi, dibetes mellitus dan asma.
4) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (Breathing) / pernapasan
(1). Perubahan pola napas seperti apnea, hiperventilasi, stridor,
ronkhi dan wheezing serta sesak napas.
(2). Nyeri dan batuk
(3). Terdapat retraksi klavikula / dada
(4). Pengembangan paru tidak simetris
(5). Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
(6). Pada perkusi diteukan adanya suara sonor atau hipersonor
atau timpani dan hepatotorak (redup)
(7). Pada auskultasi suara napas adanya penurunan
(8). Dispnea dengan aktivitas atau istirahat
(9). Gerakan dada tidak simetris saat bernapas
b). B2 (Blood) / sistem kardiovaskuler
(1). Tekanan darah normal atau berubah, denyut nadi
bradikardi, takikardi dan aritmia
(2). Pucat dan Hb turun / normal
30
c). B3 (Brain) / sistem persarafan
(1). Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguan pada fungsi pengecapan dan penghidu, sakit
kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
(2). Perubahan tingkat kesadaran
Perubahan status mental, disorientasi, perubahan pada pupil
(respon cahaya), kehilangan pendengaran, pengecapan dan
penghidu, kejang sensitiv terhadap sentuhan / gerakan,
wajah menyeringai dan merintih.
d) B4 (Bladder) / sistem perkemihan
(1). Buang air besar atau buang air kecil inkontinensia /
disfungsi
(2). Penurunan jumlah urine dan penigkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal
(3). Distensi kandung kemih
(e) B5 (Bowel) / sistem pencernaan
(1). Mual, muntah dan perubahan selera makan
(2). Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan.
(a) Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidrasi
31
(b) Bising usus
Ada atau tidaknya bising usus dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising
usus dapat terjadi pada paralitik ileus. Lakukan observasi
bising usus selama kurang lebih 2 menit.
(c) Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites
dapat diketahui dengan memeriksa adanya gelombang air
pada abdomen
f). B6 (Bone) / sistem muskuluskeletal dan integumen.
(1) Letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan
(ataksia), cedera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
(2) Trauma / injuri kecelakaan
(3) Fraktur dislokasi, gangguan ROM, paralisis otot dan
perubahan regulasi temperature tubuh
(4) Kemampuan rentang gerak sendi terbatas
(5) Ada luka bekas tusukan benda tajam
(6) Terdapat kelemahan, lelah, kaku dan kehilangan
keseimbangan
(7) Kulit pucat, sianosis, berkeringat atau adanya krepitasi sub
kutan.
5). Sistem Endokrin
a) Terjadi peningkatan metaolisme
b) Kelemahan
32
6). Psikososial / interaksi
a) Perubahan tingkah laku
b) Mudah tersinggung, bingung, defresi dan impulsif afasia.
7). Spiritual
a) Ansietas, gelisah, bingung dan pingsan
b) Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga
dalam berdoa kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan.
8). Pemeriksaan Penunjang
a) CT Scan (dengan atau tanpa kontras) untuk mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak.
b) MRI (Magnetik Resonan Imaging) untuk memriksa letaknya
perdarahan pada cranium.
c) Angiografi Cerebral untuk menunjukan anomali sirkulasi serebral
seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,
perdarahan dan trauma.
d) Serial EEG (Elektro Encephalo Graf) untuk melihat
perkembangan patologis pada otak.
e) X-Ray untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan / edema) dan fragmen tulang.
f) BAER untuk mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g) PET untuk mendeteksi perubahan aktifitas metabolism otak.
h) CFS atau lumbal funksi dapat dilakukan jika diduga terjadi
perdarahan subarachnoid.
33
b. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data tersebut dikelompokan kemudian
dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan
selanjutnya dapat dirumuskan diagnose keperawatan.
2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan cedera otak
sedang menururt (NANDA: 2012-2014); (Carpenito: 2007) dan (Doengoes:
2000) adalah sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi / hematom): edema serebral,
trauma kepala, penurunan tekanan darah sistemik / hipoksia
(hipovolemia dan disritmia jantung).
b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIK) berhubungan
dengan edema serebral dan hematoma.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, pusing dan vertigo berhubungan
dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
e. Intoleransi aktivitas dan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan
dengan terapi pembatasan, tirah baring, kewaspadaan dan keamanan.
f. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
perkembangannya, krisis situasional, perubahan status kesehatan /
fungsi dan peran.
34
g. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental.
3. Perencanaan
a. Diagnosis Keperawatan 1
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi / hematom): edema serebral,
penurunan tekanan darah sistemik / hipoksia (hipovolemia dan disritmia
jantung) dan trauma kepala.
Tujuan: mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan kognitif
dan fungsi motorik / sensorik.
Kriteria Hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, GCS 4 5 6 dan
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Rencana Keperawatan:
1) Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma / penurunan
perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional: penurunan tanda / gejala neorologi atau kegagalan dala
pemulihannya setelah serangan awal, menunjukan perlunya pasien
dirawat diperawatan intensif
2) Observasi / catat neurologis secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar GCS.
Rasional: mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan susunan saraf pusat (SSP).
35
3) Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan
serta reaksi terhadap cahaya.
Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius
(nervus III) berfungsi untuk menentukan apakah batang otak masih
baik. Ukuran / kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
menunjukan fungsi yang terkombinasi dari saraf cranial optikus
(nervus II) dan okulomotorius (nervus III).
4) Pantau tanda-tanda vital: tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
napas dan suhu.
Rasional: peningkatan darah sistolik yang diikuti oleh penurunan
tekanan darah diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan tekanan intra cranial (TIK), jika diikuti oleh
penurunan kesadaran. Hipovolemi / hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan / iskemia jaringan serebral. Peningkatan kebutuhan
metabolisme dan kebutuhan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat
demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
5) Observasi intake dan out put, turgor kulit serta membrane mukosa.
Rasional: bermanfaat sebagai indicator dari cairan total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemik / trauma jaringan
serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus yang selanjutnya
dapat mengarah pada masalah hipotermi atau pelebaran pembuluh
36
darah yang akhirnya akan berpengaruh negative terhadap tekanan
srebral.
6) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan seperti
lingkungan yang tenang.
Rasional: memberikan efek ketenangan dan menurunkan reaksi
fisiologis tubuh serta meningkatkan istitahat untuk mempertahankan
atau menurunkan TIK.
7) Bantu pasien untuk menghindari / membatasi batuk, muntah dan
mengejan. Tinggikan tempat tidur kepala pasien antara 150
– 450
sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi.
Rasional: aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intra thorak dan
intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK. Meningkatkan aliran
balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan
edema resiko terjadinya peningkatan TIK.
8) Berikan obat sesuai indikasi seperti diuretic, steroid, antikonvulsan,
analgesik, sedatif dan antipiretik.
Rasional: diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air
dari sel otak, menurunkan edema otak. Steroid menurunkan
inflamasi yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas
kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri. Sedatif digunakan
untuk menghilangkan kegelisahan dan agitasi. Antipiretik
menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai
37
pengaruh meningkatkan metabolism serebral atau meningkatkan
kebutuhan terhadap oksigen.
b. Diagnosis Keperawatan 2
Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIK) berhubungan
dengan edema serebral dan hematoma.
Tujuan: peningkatan TIK tidak terjadi
Kriteria Hasil: tidak terjadi tanda-tand peningkatan TIK seperti
tekanan darah meingkat, pernapasan kusmaul, nadi lambat, hipertermia,
kesadaran menurun, GCS < 15, nyeri kepala, pusing dan muntah
proyektil.
Rencana Keperawatan:
1) Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
Rasional: hasil dari pengkajian dapat diketahui adanya peningkatan
TIK sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya
2) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda peningkatan
TIK.
3) Naikan kepala antara 150 – 45
0 dari badan dan kaki
Rasional: dapat meningkatkan dan melancarkan aliran darah balik
vena kepala sehingga dapat mengurangi kongesti sesrebrum, edema
dan peningkatan TIK.
4) Monitor masukan dan haluarn setiap 8 jam sekali
38
Rasional: kelebihan cairan dpat menambah edema serebri sehingga
dapat mengakibatkan peningkatan TIK
5) Bantu klien untuk membatasi batuk, muntah dan mengejan
Rasional: dapat meningkatkan tekanan intra thorak dan tekanan
intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK
6) Berikan oksigen sesuai program terapi
Rasional: mengurangi hipoksemia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri, volume darah dan tekanan intra kranial (TIK).
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberiam obat-obatan anti
edema seperti manitol, gliserol dan lasik.
Rasional: manitol atau gliserol merupakan cairan yang bersifat
hipertonis yang berguna menarik cairan dari intra seluler ke
ekstraseluler. Lasik untuk meningkatkan ekskresi natrium dan air
serta mengurangi edema.
c. Diagnosis Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, pusing dan vertigo berhubungan
dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
Tujuan: nyeri hilang atau berkurang
Kriteri Hasil: nyeri dapat di adaptasi ekspresi wajah rileks dank lien
tidak gelisah
Rencana Keperawatan:
1) Evaluasi derajat, lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri
Rasional: untuk mempermudah tindakan keperawatan selnjutnya
39
2) Ajarkan teknik-teknik relaksasi untuk menurunkan ketegangan otot
dan meningkatkan relaksasi massase.
Rasional: dapat melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan
oksigen jaringan dapat terpenuhi dan nyeri dapat berkurang
3) Ajarkan metode distraksi
Rasional: engalihkan perhatian terhadap rasa nyeri kepada hal-hal
yang menyenangkan.
4) Berikan kesempatan untuk istirahat dengan posisi yang nyaman.
Rasional: istirahat akan merilekskan semua jaringan sehingga
meningkatkan kenyamanan.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rasional: analgesic bekerja dengan cara memblok lintasan nyeri
yang dialami klien sehingga nyeri berkurang
d. Diagnosis Keperawatan 4
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
Tujuan: nutrisi klien terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria Hasil: berat badan klien bertambah, tidak ada mual atau
muntah, klien mau makan sesuai dengan diet yang di anjurkan, klien
menghabiskan lebih dari separuh porsi yang disajikan.
Rencana Keperawatan:
1) Kaji intake dan output klien
Rasional: mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit
40
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga serta tekankan kembali
pentingnya nutrisi bagi tubuh
Rasional: klien dan keluarga mengerti dan mau membantu dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi
3) Berikan makan sedikit tapi sering
Rasional: agar lambung tidak terlalu penuh karena jika terlalu
penuh dapat merangsang mual atau muntah
4) Berikan makanan yang tidak terlalu merangsang dan sesuai dengan
diet yang dianjurkan
Rasional: untuk menjaga daya tahan tubuh da mengganti sel-sel
yang rusak
5) Kaji respon klien terhadap makanan yang telah dikonsumsi
Rasional: mengetahui respon klien sehingga mempermudah dalam
menentukan tindakan selanjutnya
6) Anjurkan untuk melakukan oral hygiene
Rasional: menilai respon oral dan kemampuan klien serta
mempermudah deteksi dini asupan yang tidak adekuat.
7) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi
Rasional: menentukan diet yang tepat untuk pemenuhan kebutuhan
nutrisi klien
e. Diagnosis Keperawatan 5
Intoleransi aktivitas dan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan
dengan terapi pembatasan, tirah baring, kewaspadaan dan keamanan.
41
Tujuan: klien mampu melakukan aktifitas fisik dan pemenuhan ADL
(Activity Daily Living).
Kriteria Hasil: klien mampu dan pulih kembali dalam
mempertahankan fungsi gerak, mampu memenuhi ADL sesuai
kemampuan dan serta mampu mempertahankan keseimbangan tubuh.
Rencana Keperawatan
1) Observasi kemampuan gerak motorik, keseimbangan, koordinasi
dan tonus otot.
Rasional: untuk melihat penurunan atau peningkatan fungsi
sensorik-motorik dan neurologis
2) Bantu klien melakukan gerakan-gerakan sendi secara pasif bila
kesadaran menurun dan secara aktif bila klien kooperatif
Rasional: mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan
tonus otot dan mencegah kontraktur
3) Bantu klien dalam memenuhi ADL
Rasional: bantuan yang diberikan akan mampu memenuhi
kebutuhan ADL
4) Anjurkan keluarga klien untuk turut membantu melatih dan member
motivasi
Rasional: keterlibatan keluarga sangat berarti dalam memberikan
dukungan moril
5) Lakukan kolaborasi dengan tim fisioterapi dalam terapi fisik
Rasional: dengan memberikan terapi fisik akan melatih klien agar
lebih mandiri saat pulang ke rumah.
42
f. Diagnosis Keperawatan 6
Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
perkembangannya, krisis situasional, perubahan status kesehatan /
fungsi dan peran.
Tujuan : klien tidak mengalami cemas
Kriteria Hasil: pasien mampu mengungkapkan perasaan /
kecemasannya pada perawat, pasien dapat tidur rileks / istirahat dengan
baik
Rencana Keperawatan
1) Identifikasi persepsi klien untuk menggambarkan tindakan sesuai
situasi
Rasional: menegaskan batasan masalah individu dan pengaruhnya
selama diberikan motivasi
2) Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda-tanda
vital, gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian respon verbal
dan nonverbal selama komunikasi
Rasional: digunakan dalam mengevaluasi derajat / tingkat
kesadaran / konsentrasi khusus ketika melakukan komunikasi
verbal.
3) Jelaskan pada klien tentang penyakit, kondisi perkembangannya
serta terapi yang diberikan
Rasional: memberikan pemahaman pada klien dan mengurangi
cemas yang berlebihan.
43
4) Akuilah situasi yang membuat cemas, hindari yang tidak berarti
seperti semuanya akan menjadi baik
Rasional: mengevaluasi situasi yang nyata tanpa mengurangi
pengaruh emosional. Berikan kesempatan pada klien untuk
menerima apa yang terjadi pada dirinya serta mengurangi
kecemasan
5) Demonstrasikan atau anjurkan klien untuk melakukan teknik
relaksasi seperti mengatur pernapasan, menuntun dalam berkhayal
dan relaksasi progresif.
Rasional: pengaturan situasi yang aktif dapat mengurangi perasaan
tak berdaya.
g. Diagnosis Keperawatan 7
Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kien
tidak mengalami jatuh dari tempat tidur
Kriteria Hasil: klien tidak jatuh dari tempat tidur dan klien tidak
mengalami cedera karena usaha menarik alat-alat yang terpasang
Rencana Keperawatan
1) Gunakan tempat tidur dengan penghalang dan roda tempat tidur
dalam keadaan terkunci
Rasional: meningkatkan keamanan pasien agar tidak jatuh dari
tempat tidur
2) Pantau klien sesering mungkin
44
Rasional: memastikan klien agar tidak mencabut alat-alat yang
terpasang
3) Gunakan restrain jika diperlukan
Rasional: mencegah lepasnya alat-alat yang terpasang pada klien
saat klien gelisah.
4) Lindungi klien dari benda-benda berbahaya
Rasional: meminimalkan terjadinya cedera
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan apa yang telah direncanakan
atau ditetapkan. Pelaksanaan tindakan keperawatan terkadang tidak sesuai
dengan rencana tindakan yang telah di tetapkan sebelumnya, hal ini
tergantung dari situasi dan kondisi klien dilapangan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan suatu kegiatan penilain terhadap
asuhan keperawatan yang telah diberikan selama klien dalam masa
perawatan. Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan berhasil atau tidaknya
tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama melakukan asuhan keperawatan
pada klien.
45
Kerangka Masalah
Trauma Kepala
Tulang Kepala Jaringan Otak Cedera Otak
Hematoma
MK: TIK
Fraktur Linier
Fraktur Communited
Fraktur Basis
Nyeri kepala
MK: Gangguan
rasa nyaman nyeri
Cedera otak primer
ringan, sedang, berat
Cedera Otak
sekunder
Kerusakan
sel-sel otak
Penurunan Kesadaran
Gangguan Neuro
logis
Aliran darah otak
O2 Gangguan
Metabolisme
Produksi asam
laktat
Edema Otak
MK: ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Perubahan
status
kesehatan
Kurang
pengetahuan
MK: Cemas
MK: Resiko
cedera
Aktivitas
dibatasi
Mekanisme kompresi
dari peningkatan TIK
MK:
Intoleransi
aktivitas
MK: Resiko infeksi
Herniasi
cerebelum
Kompresi
medula
oblongata
Henti
pernapasan,
nausea/muntah
MK: gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
Gambar 2.3 Kerangka masalah (WOC) cedera otak sedang
46
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan disajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosis cedera otak sedang yang dimulai dari tahap pengkajian,
diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada tanggal ........................
diruang (sesuai tempat penelitian) dengan data sebagai berikut:
3.1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal ........................ pada pukul ........... WIB
3.1.1 Identitas Klien
Klien seorang laki-laki bernama Tn. M berusia 62 tahun, beragama Islam,
bertempat tinggal di ............, klien bekerja sebagai seorang wiraswasta.
Klien masuk ICU IGD pada tanggal ..............................pukul ......... WIB
3.1.2 Keluhan Utama
S: Klien mengalami penurunan kesadaran
O: Klien gelisah; GCS: 226
3.1.3 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke IGD (kamar terima) pada tanggal ......................pada
pukul ......... WIB diantar oleh keluarga yang telah menabrak klien.
Sebelumnya klien sedang naik sepeda ontel di Jl. ..............., tiba-tiba klien
ditabrak oleh seorang pengendara sepeda motor pada pukul ............ WIB,
klien tidak kooperatif dan tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana
kejadiannya, karena orang yang telah menabrak klien juga sempat tidak
sadarkan diri. Setelah kejadian klien, tidak kooperatif, mual-muntah di
IGD sebanyak 5 kali, sedikit-sedikit berisi cairan warna coklat muda, saat
di IGD, klien sudah diberikan terapi oleh dokter Agus G, yaitu injeksi
ranitidin 1 ampul, ketorolak 1 ampul, infuse RL 21 tetes permenit dan
terapi oksigen 5 liter per menit, setelah itu dokter menyarankan pada
keluarga klien, agar klien rawat inap, tepatnya di ICU IGD, klien tiba
diruang ICU IGD (sesuai tempat penelitian) pada pukul ..............WIB dan
setiba di ICU IGD (sesuai tempat penelitian) klien muntah 2 kali dengan
warna coklat muda.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan tidak pernah
mengalami kecelakaan lalu lintas seperti saat ini. Klien tidak memiliki
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit menular.
4. Riwayat Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-obatan
3.1.4 Keadaan Umum
Klien gelisah, kesadarannya menurun, GCS 2 2 6
Berat badan: 70 kg, Tinggi badan: 170 cm
Tekanan Darah: 160/100 mmHg
Nadi: 90 x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 22x/ menit
3.1.5 Pemeriksaan Fisik
1. Airway
Paten : Klien tidak mengalami sumbatan jalan nafas
2. Breathing
Pergerakan dada klien Simetris, tidak ada penggunaan otot bantu nafas,
suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan (ronchi maupun
wheezing ), tidak ada pernafasan cuping hidung, klien tidak mengalami
batuk, tidak ada keluhan sesak nafas,), RR: 22x/menit, irama pernafasan
regular. Menggunakan alat bantu nafas jenis masker oksigen aliran 5 liter
per menit.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3. Circulation
Akral hangat, CRT kurang dari 2 detik, irama jantung regular, nadi: 90x/
menit, tekanan darah 160/100 ictus cordis teraba di ICS 5, suara jantung
S1 S2 tunggal, tidak di temukan suara jantung tambahan, tidak terpasang
CVP
Masalah Keperawatan : Resiko peningkatan TIK
4. Neurologi
Tingkat kesadaran menurun, GCS: 226
Pemeriksaan Reflek
a. Reflek bisep: +/+
b. Reflek trisep: +/+
c. Reflek patella: tidak terkaji
d. Reflek archiles: -/-
e. Reflek kernig :-/-
f. Reflek babinski:-/-
N1: fungsi penciuman tidak terkaji (tingkat kesadaran klien menurun)
N2: tidak terkaji
N3, N4, N6: ada gangguan terhadap perubahan kontraksi pupil, Ө 3mm.
N5: tidak ada terdapat paralisis otot wajah
N7: tidak ada gangguan terhadap gerakan ekspresi wajah (fungsi
pengecapan tidak terkaji)
N8: tidak ada gangguan terhadap keseimbangan
N9 dan N10: tidak ada gangguan terhadap menelan
N11: tidak ada gangguan terhadap pergerakan leher dan bahu
N12: tidak ada gangguan terhadap pergerakan lidah (lidah simetris)
Masalah keperawatan: tidak ada
5. (Bladder)/ Sistem Perkemihan
Klien terpasang pampers.
Tidak ada distensi kandung kemih
Masalah keperawatan: tidak ada
6. (Bowel)/ Sistem Pencernaan
Peristaltik usus normal 10-20x/menit, muntah 2 kali, sedikit-sedikit
dengan warna coklat muda, klien sering meludah, NGT tidak terpasang
(klien puasa), bentuk abdomen simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak
accites.
Masalah keperawatan: tidak ada
7. (Bone)/ Sistem Muskuluskeletal dan Integumen
Pergerakan sendi bebas dan kekuatan otot penuh
(klien terkadang ingin turun dari tempat tidur)
Tidak ada fraktur, tidak ada lesi
Turgor kulit elastis
Warna kulit sawo matang
Masalah Keperawatan: Resiko jatuh
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1 Pemeriksaan Penunjang Pasien Tn. M Dengan Diagnosis
Cedera Otak Sedang dengan ICH di (sesuai tempat
penelitian)
Hematologi Hasil Nilai Normal
Leukosit 14.800/ mm3 4000-10000/ mm
3
Hemoglobin 15,7/ g% 13,0-17/ g%
Hematokrit 42,7% 40-54%
Trombosit 210.000/ mm3
100-400 ribu/ mm3
Kimia Klinik Hasil Nilai Normal
Natrium 140,3 mmol/ L 135-145 mmol/ L
Kalium 3,80 mmol/ L 3,5-5 mmol/ L
Clorida 99,3 mmol/ L 95-108 mmol/ L
5 5
5 5
2. Hasil Pemeriksaan CT Scan
28 Agustus 2012
ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal subkortikal temporal kanan
dengan volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT Scan tersebut tampak
adanya odem cerebri di daerah occipital.
3. Terapi
Tabel 3.2 Terapi Obat Pasien Tn. M Dengan Diagnosis Cedera Otak
Sedang Dengan ICH di ICU IGD (sesuai tempat penelitian)
Nama Obat Dosis Indikasi
Infus RL 1500 cc/ hari Elektrolit solution
Ranitidin 2 x 1 ampul iv Mual/ Muntah
Ceftriaxone 2 x 1 gram iv Antibiotik
Ketorolac 3 x 30 mg iv Analgesik
Primperan 3 x 1 ampul iv Mual/ Muntah
Neurotam 3 x 3 gram iv Melancarkan aliran darah otak
Surabaya, ..............................
(nama peneliti)
3.1.7 Analisis Data
Tabel 3.3 Analisis Data Pada Klien Dengan Diagnosis Cedera Otak Sedang Di
Ruang ICU IGD (sesuai tempat penelitian)
No Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah (Problem)
1 DS: -
DO: Klien gelisah,
kesadaran menurun, GCS
2 2 6, hasil CT Scan
adanya odem serebri di
daerah ocipital, klien
muntah 2 kali warna
coklat muda
Observasi TTV:
TD: 160/100 mHg
Nadi: 90x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 22x/ menit
Vasodilatasi
pembuluh darah otak
Peningkatan tekanan
intracranial
2 DS: -
DO: Klien gelisah,
kesadaran menurun, GCS
2 2 6, klien terkadang
ingin turun dari tempat
tidur
Observasi TTV:
TD: 160/100 mHg
Nadi: 90x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 22x/ menit
Penurunan status
mental
Resiko jatuh
3
DS:-
DO: GCS 2 2 6, hasil CT
Scan adanya odem serebri
di daerah occipital
Observasi TTV:
TD: 160/100 mHg
Nadi: 90x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 22x/ menit
Leukosit: 14.800/ mm3
Trauma jaringan
otak
Resiko infeksi
3.2 Diagnosis Keperawatan
1. Peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah otak.
2. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak
3.2.1 Prioritas Masalah
Berdasarkan hasil analisa di atas maka dapat di prioritaskan masalah
keperawatan sebagai berikut:
1. Peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah otak.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak
3. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental
3.3 Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang ditemukan berdasarkan hasil analisa
data adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis Keperawatan 1
Peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan vasodilatasi
pembuluh darah otak.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Kriteria Hasil: klien tidak mengalami peningkatan tekanan darah,
nadi normal 80-100x/ menit, tidak muntah proyektil, kesadaran
membaik, suhu normal 36,50-37,5
0C, GCS 4 5 6..
Rencana Keperawatan
a. Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
Rasional: hasil dari pengkajian dapat diketahui adanya peningkatan
TIK sehingga dapat menentukan tindakan selanjutnya
b. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda peningkatan
TIK.
c. Naikan kepala antara 150 – 45
0 dari badan dan kaki
Rasional: dapat meningkatkan dan melancarkan aliran darah balik
vena kepala sehingga dapat mengurangi kongesti sesrebrum, edema
dan peningkatan TIK.
d. Monitor masukan dan haluarn setiap 8 jam sekali
Rasional: kelebihan cairan dpat menambah edema serebri sehingga
dapat mengakibatkan peningkatan TIK
e. Bantu klien untuk membatasi batuk, muntah dan mengejan
Rasional: dapat meningkatkan tekanan intra thorak dan tekanan
intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK
f. Berikan oksigen sesuai program terapi
Rasional: mengurangi hipoksemia yang dapat meningkatkan
vasodilatasi serebri, volume darah dan tekanan intra kranial (TIK).
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberiam obat-obatan anti
edema seperti manitol, gliserol dan lasik.
Rasional: manitol atau gliserol merupakan cairan yang bersifat
hipertonis yang berguna menarik cairan dari intra seluler ke
ekstraseluler. Lasik untuk meningkatkan ekskresi natrium dan air
serta mengurangi edema.
2. Diagnosis Keperawatan 2
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak.
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam,
klien tidak mengalami infeksi.
Kriteria Hasil: tanda-tanda vital dalam batas normal, terbebas dari
tanda-tanda infeksi (tumor, dolor, rubor, kalor dan fungsiolesa),
leukosit dalam batas normal 4000-10000/ mm3, GCS 4 5 6.
Rencana Keperawatan:
a. Observasi tanda-tanda infeksi seperti demam, leukositosis,
kemerahan dan bengkak
Rasional: penanganan yang akurat dapat meminimalkan terjadinya
penyakit komplikasi akibat infeksi.
b. Observasi tanda-tanda vital klien
Rasional: adanya reaksi infeksi akan mempengaruhi kenaikan suhu
di atas harga normal.
c. Pertahankan nutrisi adekuat
Rasional: adanya respon infeksi di dalam tubuh, akan
mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh.
Diagnosis Keperawatan 3
Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kien
tidak mengalami jatuh dari tempat tidur
Kriteria Hasil: klien tidak jatuh dari tempat tidur dan klien tidak
mengalami cedera karena usaha menarik alat-alat yang terpasang
Rencana Keperawatan
a. Gunakan tempat tidur dengan penghalang dan roda tempat tidur
dalam keadaan terkunci
Rasional: meningkatkan keamanan pasien agar tidak jatuh dari
tempat tidur
b. Pantau klien sesering mungkin
Rasional: memastikan klien agar tidak mencabut alat-alat yang
terpasang
c. Gunakan restrain jika diperlukan
Rasional: mencegah lepasnya alat-alat yang terpasang pada klien
saat klien gelisah.
d. Lindungi klien dari benda-benda berbahaya
Rasional: meminimalkan terjadinya cedera
57
3.4 Implementasi Keperawatan dan Catatan Perkembangan
Tabel 3.3: Implementasi keperawatan dan catatan perkembangan klien dengan diagnosis cedera otak sedang di ruang (sesuai tempat penelitian)
No
Dx
Tanggal/
Waktu Tindakan Keperawatan Paraf
Tanggal/
Waktu Catatan Perkembangan Paraf
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2
1,2,3
3
1,2,3
1,3
3
1,2,3
27-8-2012
23.05
23.08
23.10
23.25
23.30
23. 40
24.00
24.30
01.00
01.20
Membina hubungan saling percaya dengan klien
-memperkenalkan diri
Mengobservasi kedaan klien dan menanyakan
keluhan klien
-dengan suara yang kurang jelas klien mengatakan
pusing
Memberikan injeksi skin tes Ceftriaxone pada lengan
kanan klien
Memberikan injeksi Ceftriaxone 1 gram iv
Memberikan oksigen masker 5 lpm
Mengikat kedua tangan klien dengan tali kasa
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 160/103 mmHg
-Nadi: 109x/ menit
-Suhu: 37,40C
RR: 26x/ menit, SP O2: 95%
Memberikan posisi head up 300
Memeriksa kunci roda tempat tidur pasien
Membenarkan restrain yang hamper lepas
-pasien gelisah
Membenarkan masker oksigen dan menambah air
humidifier
DEDI
28-8-2012
07.10
Diagnosis Keperawatan 1
S: -
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 150/90 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 37,50C
-RR: 22x/ menit, SP O2: 95%
- Terkadang klien meludah
- Klien gelisah GCS 226
A: Masalah belum Teratasi
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5,6 dan 7
58
1,2,3
1,2
1,2
1,2,3
1,2,3
1,2,3
02.00
02.30
04.00
04.05
05.00
05.20
06.00
Memanatau tanda-tanda vital klien
-TD: 160/106 mmHg
-Nadi: 106x/ menit
-Suhu: 37,30C
RR: 26x/ menit
Memantau cairan dan tetesan infus klien
-klien terpasang infuse RL 1500 cc/ hari
Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul (30 mg) iv
Memberikan injeksi primperan 1 ampul iv
Memberikan injeksi neurotam 3gr iv
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 158/115 mmHg
-Nadi: 100x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 95%
Menyeka klien dengan air hangat
Mengganti pampers klien, produksi urin +
Mengobservasi GCS klien
-GCS 2 2 6
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 150/90 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 95%
DEDI
28-8-2012
07.10
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: Klien gelisah GCS 2 2 6
- Kesadaran menurun GCS 226
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Rekasi pupil kanan dan kiri terhadap
cahaya posistif (+/+)
- Tanda-tanda vital:
TD: 150/90 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 37,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 95%
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
59
DEDI
28-8-2012
07.10
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 226
- Klien gelisah
- Tanda-tanda vital:
TD: 150/90 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 37,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 95%
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi no. 1,2,3 dan 4
60
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2,3
1,2,3
28-8-2012
07.30
07.55
08.00
08.20
09.00
09.30
10.00
Mengobservasi keadaan klien
-memastikan kunci roda tempat tidur klien dalam
keadaan terkunci
-mengkaji tingkat kesadaran klien GCS 226
-membenarkan masker oksigen klien
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 152/108 mmHg
-Nadi: 100x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
Mengganti cairan infuse RL 21 tetes per menit
Menganjurkan klien agar tidak mengejan saat mau
muntah
Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien
Mengobservasi kesadaran klien
Memantau kondisi klien
-klien terbaring ditempat tidur
-kedua tangan terpasang restrain
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 149/105 mmHg
-Nadi: 92x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
DIRGO
28-8-2012
14.10
Diagnosis Keperawatan 1
S: -
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 148/100 mmHg
-Nadi: 99x/ menit
-Suhu: 37,30C
-RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
- Terkadang klien meludah
- Klien gelisah GCS 226
- Terkadang klien duduk di tempat tidur
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5,6 dan 7
61
1,2
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
10.30
11.00
11.20
11.30
11.40
11.50
12.00
12.10
13.00
Membenarkan oksigen masker yang terpasang pada
klien
Melancarkan tetesan infus
Mengambil darah vena klien untuk pemeriksaan
laboratorium (3 cc)
-pemeriksaan Darah Lengkap
-Pemeriksaan Kimia Klinik (Na,K dan Cl)
Memantau kondisi klien
Memeriksa respon pupil pasien
-respon pupil terhadap cahaya positif (+/+)
-diameter pupil 3 mm
Mengobservasi tingkat kesadaran klien
-GCS 226
Mengobservasi restrain klien
-klien gelisah
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 148/100 mmHg
-Nadi: 92x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv
Memberikan injeksi Ketorolac 1 ampul iv
Memberikan injeksi Primperan 1 ampul iv
Memberikan injeksi Neurotam 3 gram iv
Mengobservasi keadaan klien
-klien seskali meludah dan terkadang duduk di
DIRGO
28-08-2012
14.10
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: Klien gelisah GCS 2 2 6
- Kesadaran menurun GCS 226
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Rekasi pupil kanan dan kiri terhadap
cahaya posistif (+/+)
- Tanda-tanda vital:
TD: 148/100 mmHg
Nadi: 99x/ menit
Suhu: 37,30C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
62
1,2,3
14.00
tempat tidur
-sesekali muntah namun tidak berisi
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 148/100 mmHg
-Nadi: 99x/ menit
-Suhu: 37,30C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
DIRGO
28-08-2012
14.10
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 226
- Klien gelisah
- Tanda-tanda vital:
TD: 148/100 mmHg
Nadi: 99x/ menit
Suhu: 37,30C
RR: 24x/ menit, SP O2: 95%
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi no. 1,2,3 dan 4
63
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
28-08-2012
14.15
14.30
15.00
15.20
15.30
16.00
16.20
16.30
17.00
17.20
Memantau kondisi klien
-klien tidur
-tangan di fiksasi
Memantau tetesan infus klien dan menambah air
humidifier oksigen
Merapikan tempat tidur klien
Memberikan injeksi sohobion 1 ampul per drip
Mengganti fiksasi infuse (hipafix)
-fiksasi infus hamper lepas
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 146/99 mmHg
-Nadi: 98x/ menit
-Suhu: 370C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Mengobservasi keadaan pupil
-diameter 3 mm
-respon cahaya baik
Menyeka klien dengan air hangat dan mengaganti
pampers klien, produksi urin +
-pampers klien basah terkena urin klien
Mengganti sprei klien karen terkena urin yang bocor
dari pampers
Memberikan diet entresol 50 cc per sonde
Memantau tetesan cairan infuse klien
ARUM
28-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 1
S: -
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 147/100 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 370C
-RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
- Terkadang klien meludah
- GCS 426
- Terkadang klien duduk di tempat tidur
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5,6 dan 7
64
1,2
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
17.40
18.00
18.20
18.40
19.10
20.00
20.05
20.40
Membantu memberikan posisi yang nyaman pada
klien
-merapikan selimut yang di pakai klien
-merapikan sprei
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 145/90 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 37,30C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Mengobservasi tingkat kesadaran klien
-GCS 426
Mengganti cairan infus klien dengan cairan RL 21
tetes per menit
Memberikan sedikit minum air mineral pada klien
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 147/100 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 370C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv, injeksi
ketorolac 1 ampul iv dan injeksi primperan 1 ampul
Memantau kondisi klien
-klien tidur
ARUM
28-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: GCS 4 2 6
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Rekasi pupil kanan dan kiri terhadap
cahaya posistif +/+
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/100 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 370C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
- Klien terpasang oksigen masker 5 lpm
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
65
ARUM
28-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 426
- Klien gelisah
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/100 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 370C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi no. 1,2,3 dan 4
66
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2
1,2
1,2,3
1,2
1,2,3
28-08-2012
21.10
22.00
22.30
23.00
23.50
24.00
01.00
02.00
Memantau kondisi klien
-klien tidur di tempat tidur
-infus berjalan lancar
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 149/100 mmHg
-Nadi: 92x/ menit
-Suhu: 36,80C
RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
Menciptakan kondisi yang nyaman bagi klien
-menutup tirai
Merapikan tempat tidur klien dan membenarkan
penghalang tempat tidur klien
Memberikan injeksi ceftriaxone 1 gram iv
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 140/100 mmHg
-Nadi: 98x/ menit
-Suhu: 36,80C
RR: 24x/ menit, SP O2: 98%
Memantau kondisi klien
-akral hangat
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 141/98 mmHg
-Nadi: 90x/ menit
-Suhu: 36,80C
RR: 24x/ menit, SP O2: 98%
ANI
29-08-2012
07.00
Diagnosis Keperawatan 1
S: -
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 147/103 mmHg
-Nadi: 101x/ menit
-Suhu: 36,80C
-RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
- GCS 426
- sesekali meludah
- akral hangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5,6 dan 7
67
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2,3
03.00
04.00
04.20
04.30
05.00
06.00
Mengganti cairan infus klien dengan RL 21 tetes per
menit
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 142/99 mmHg
-Nadi: 102x/ menit
-Suhu: 36,80C
RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
Menyeka klien dengan air hangat dan mengganti
pampers klien, produksi urin +
Memberikan injeksi ketorolac 1 ampul iv, injeksi
primperan 1 ampul iv dan neurotam 3 gr iv
Memantau tingkat kesadaran klien
-GCS 4 2 6
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 147/103 mmHg
-Nadi: 101x/ menit
-Suhu: 36,80C
RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
ANI
29-08-2012
07.00
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: GCS 4 2 6
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Rekasi pupil kanan dan kiri terhadap
cahaya posistif (+/+)
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/103 mmHg
Nadi: 101x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
- Klien terpasang oksigen masker 5 lpm
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
68
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2,3
29-08-2012
07.20
07.58
08.00
08.20
08.40
09.10
09.30
10.00
Mengobservasi keadaan klien
-memastikan kunci roda tempat tidur klien dalam
keadaan terkunci
-mengkaji tingkat kesadaran klien GCS 426
-membenarkan masker oksigen klien
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 151/102 mmHg
-Nadi: 99x/ menit
-Suhu: 37,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Memberikan diet entrasol 50 cc per sonde
Memantau kondisi klien
-klien terbaring ditempat tidur
-kedua tangan terpasang restrain
Melakukan oral hygene menggunakan cairan heparin
Menambah air humidifier oksigen dan membenarkan
oksigen masker klien
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 148/100 mmHg
-Nadi: 90x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit
SP O2: 98%
ANI
29-08-2012
07.00
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 426
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/103 mmHg
Nadi: 101x/ menit
Suhu: 36,80C
RR: 20x/ menit, SP O2: 98%
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi no. 1,2,3 dan 4
69
1,2
2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2,3
10.30
11.00
11.20
11.55
12.00
13.00
13.30
14.00
Mengganti cairan infus klien dengan RL 21 tetes per
menit
Memantau kondisi klien
-klien terbaring di tempat tidur
Mengobservasi kesadarana klien
-GCS 426
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv
Memberikan injeksi Ketorolac 1 ampul iv
Memberikan injeksi Primperan 1 ampul iv
Memberikan injeksi Neurotam 3 gram iv
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 143/100 mmHg
-Nadi: 102x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Menciptakan lingkungan yang nyaman
-menutup tirai
Memantau kondisi klien
-klien tidur
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 147/90 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit
- SP O2: 98%
DIRGO
29-08-2012
14.00
Diagnosis Keperawatan 1
S:-
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 147/90 mmHg
-Nadi: 96x/ menit
-Suhu: 36,50C
-RR: 22x/ menit
- GCS 436
- akral hangat
- SP O2: 98%
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5
70
DIRGO
29-08-2012
14.00
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: GCS 4 2 6
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/90 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit
- Klien terpasang oksigen masker 5 lpm
- SP O2: 98%
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
71
DIRGO
29-08-2012
14.00
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 426
- Tanda-tanda vital:
TD: 147/90 mmHg
Nadi: 96x/ menit
Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
- Klien tidak jatuh dari tempat tidur
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan intervensi no. 1,2,3 dan 4
72
1,2,3
1,2
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2,3
1,2
1,2
1,2,3
29-08-2012
14.15
14.30
15.00
16.00
16.30
17.00
18.00
18.30
19.00
19.50
Memantau kondisi klien
-membenarkan restrain klien
-memberikan sedikit minum pada klien
Memantau tetesan infus klien
-tetesan infus lancar
Memeriksa respon pupil klien
-respon pupil terhadap cahaya positif
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 140/90 mmHg
-Nadi: 90x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Mengobservasi tingkat kesadaran klien
-GCS 426
Menyeka klien dengan air hangat dan mengganti
pampers klien, produksi urin +
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 145/95 mmHg
-Nadi: 98x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Membenarkan masker oksigen klien
Mengganti cairan infuse klien
Memberikan injeksi Ranitidin 1 ampul iv, ketorolac
1 ampul iv dan primperan 1 ampul iv
DEDI
29-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 1
S:-
O: ICH bercak kecil-kecil multiple di kortikal
subkortikal temporal kanan dengan
volume total sekitar 1 ml, dari hasil CT
Scan tersebut tampak adanya odem cerebri
di daerah occipital
Tanda-tanda vital:
-TD: 148/99 mmHg
-Nadi: 101x/ menit
-Suhu: 36,50C
-RR: 22x/ menit
- GCS 426
- akral hangat
- terkadang klien meludah
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi no. 1,2,3,4,5
73
1,2,3
20.00
22.00
Mengobservasi tanda-tanda vital klien
-TD: 148/99 mmHg
-Nadi: 101x/ menit
-Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit, SP O2: 98%
Klien pulang paksa dari ruang perawatan
DEDI
29-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 2
S: -
O: GCS 4 2 6
- Klien terbaring ditempat tidur
- Akral hangat
- Tanda-tanda vital:
TD: 148/99 mmHg
Nadi: 101x/ menit
Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit
- SP O2: 98%
- Klien terpasang oksigen masker 5 lpm
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi dilanjutkan no. 1,2 dan 3
74
DEDI
29-08-2012
21.00
Diagnosis Keperawatan 3
S:-
O: Klien terpasang restrain di kedua
tangannya
- Terkadang klien ingin turun dari
tempat tidur
- Kesadaran menurun GCS 426
- Tanda-tanda vital:
TD: 148/99 mmHg
Nadi: 101x/ menit
Suhu: 36,50C
RR: 22x/ menit
- SP O2: 98%
A: Masalah tidak terjadi
P: Intervensi di hentikan, klien pulang paksa
pada pukul 22:00 WIB.
75
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan mencoba meguraikan tentang data, teori dan
analisis penulis selama melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien
dengan diagnosis cedera otak sedang di ruang (sesuai tempat penelitian)
4.1 Pengkajian
Klien seorang laki-laki berusia 62 tahun, beragama Islam, bertempat
tinggal di ............... dan bekerja sebagai seorang wiraswasta. Klien masuk ke
ruang ICU IGD pada tanggal ................ pada pukul ............., klien mengalami
penurunan kesadaran, GCS 226. Sebelum masuk rumah sakit, klien mengalami
kecelakaan lalu lintas di jalan .............., saat klien sedang naik sepeda ontel,. Hal
ini sesuai dengan pernyataannya (Jevons dan Ewens: 2007) yang mengatakan
bahwa cedera kepala disebabkan oleh beberapa faktor salah satu diantarnya yaitu
jatuh dari kendaraan, sedangkan menurut pernyataannya (Lyer et al, 2002) yang
mengatakan bahwa insiden kasus cedera otak sedang lebih sering terjadi pada
kaum laki-laki dengan rentang usia 30 tahun ke bawah dengan penyebab utama
karena kecelakaan lalu lintas.
Pada pengkajian sistem pernapasan penulis tidak menemukan masalah
keperawatan yang terjadi pada klien. Pola napas klien normal, tidak ada sumbatan
jalan napas, bentuk dada normo chest, tidak ada produksi sputum, tidak ada
penggunaan otot bantu napas dan tidak ada pernapasan cuping hidung.
Pada pengkajian sistem kardiovaskuler, penulis menemukan adanya
tekanan darah yang tinggi pada klien yaitu 160/100 mmHg, nadi 90x/ menit,
76
iramanya regular, capillary refill time < 2 detik, iktus cordis teraba di ICS ke 5,
suara jantung normal S1 S2 tunggal, tidak ada suara jantung tambahan. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Setiadi: 2007) dan (Muttaqin: 2008) yang
mengatakan bahwa salah satu tanda resiko terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial yaitu adanya tekanan darah yang tinggi yang merupakan manifestasi
dari adanya trauma pada daerah otak akibat adanya cedera pada kepala, sehingga
meningkatkan rangsangan saraf simpatis yang mensarafi otot jantung. Melihat
kondisi seperti itu, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa klien mengalami
peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pengkajian sistem persarafan, penulis menemukan adanya penurunan
status kesadaran pada klien dimana nilai Glasgow Coma Scale klien 2 2 6 dan
klienpun gelisah. Hal ini sesuai dengan pernyataannya (Jevons dan Ewens: 2007)
yang mengatakan bahwa gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cedera kepala, yang dapat
mengakibatkan gangguan perfusi jaringan otak. Kehilangan kesadaran sementara
seperti amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran dan baal pada ekstremitas.
Pada pengkajian sistem perkemihan, penulis tidak menemukan masalah
karena dari hasil pengkajian klien tidak mengalami distensi kandung kemih,
namun penulis mengalami kesulitan dalam menghitung jumlah produksi urin klien
sebab klien tidak terpasang folley chateter, klien terpasang pampers.
Pada pengkajian sistem pencernaan, penulis menemukan pada klien
adanya muntah sedikit-sedikit berwarna coklat muda sebanyak dua kali dan
sesekali klien meludah, bising usus normal 10-20x/ menit, tidak ada distensi
77
abdomen maupun accites dan tidak ada pembesaran hepar. Menurut (Muttaqin,
2008) adanya muntah yang proyektil merupakan salah satu tanda terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial akibat dari adanya perdarahan pada otak. Hal ini
mungkin terjadi karena klien mengalami gangguan pada otak akibat benturan pada
kepala, sehingga mengakibatkan adanya kerusakan pada sel-sel otak kemudian
meningkatkan katekolamin, sekresi asam lambung meningkat, pada akhirnya klien
mual muntah.
Pada pengkajian sistem muskuluskeletal dan integumen, kekuatan otot
klien penuh, tidak ada fraktur, rentang gerak sendi bebas, turgor kulit elastis, dan
warna kulit sawo matang, namun sesekali klien berusaha untuk turun dari tempat
tidur hal ini di karenakan klien mengalami penurunan kesadaran. Menurut (Lyer
et al, 2002) mengatakan bahwa, gangguan sistem muskuluskeletal dan integumen
pada klien dengan cedera otak sedang di antaranya yaitu keterbatasan gerak sendi,
terdapat kelemahan, lelah, kaku dan kehilangan keseimbangan, kulit pucat,
sianosis, berkeringat atau adanya krepitasi sub kutan. Melihat kondisi klien yang
terkadang ingin tururn dari tempat tidur, maka penulis mengambil masalah
tentang resiko jatuh dari tempat tidur.
4.2 Diagnosis Keperawatan
Analisa data pada tinjauan pustaka hanya berisi teori, namun pada
kenyataannya dilapangan, analisa data diseseuaikan dengan keluhan-keluhan yang
telah dialami klien.
Kesenjangan yang didapatkan oleh penulis yaitu tentang diagnosis-
diagnosis keperawatan yang tertuang di tinjauan pustaka tidak semunya di
dapatkan dalam tinjauan kasus. Diagnosis keperawatan yang tertuang dalam
78
tinjauan pustaka berjumlah tujuh diagnosis keperawatan namun diagnosis
keperawatan yang penulis temukan di tinjauan kasus berjumlah tiga diagnosis.
Adapun diagnosis-diagnosis keperawatan yang tertuang dalam tinjauan pustaka
adalah sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi / hematom): edema serebral,
trauma kepala, penurunan tekanan darah sistemik / hipoksia
(hipovolemia dan disritmia jantung).
2. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIK) berhubungan
dengan edema serebral da vasodilatasi pembuluh darah otak.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala, pusing dan vertigo berhubungan
dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan menurunnya kesadaran, mual dan muntah.
5. Intoleransi aktivitas dan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan
dengan terapi pembatasan, tirah baring, kewaspadaan dan keamanan.
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
perkembangannya, krisis situasional, perubahan status kesehatan /
fungsi dan peran.
7. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental.
Dari ketujuh diagnosis tersebut hanya tersebut, diagnosis yang muncul pada
tinjauan kasus antara lain:
1. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intra kranial (TIK) berhubungan
dengan edema serebral dan hematoma
79
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak.
3. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental.
Dari ketiga diagnosis keperawatan yang terdapat ditinjaun kasus, penulis
memprioritaskan berdasarkan prinsip dalam keperawatan gawat darurat yaitu
airway, breathing, circulation dan disability. Dalam penegakan diagnosis
keperawatan yang penulis ambil disesuaikan dengan kondisi dan keadaan klinis
klien, oleh karena itu tidak semua diagnosis yang terdapat dalam tinjauan pustaka
tercantum dalam tinjauan kasus.
Pada diagnosis resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
berhubungan dengan edema serebral dan hematoma, penulis tidak lagi menegakan
diagnosis resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial tetapi penulis
menegakan diagnosis peningkatan tekanan intrakranial, karena penulis
menemukan data yang kuat untuk menegkan diagnosis tersebut yaitu adanya
tekanan darah yang tinggi 160/100 mmHg, klien mengalami penururnan
kesadaran GCS 226 dan adanya muntah proyektil pada saat diruangan sebanyak
dua kali. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh (Setiadi: 2007) dan
(Muttaqin: 2008) yang mengatakan bahwa salah satu tanda resiko terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yaitu adanya tekanan darah yang tinggi yang
merupakan manifestasi dari adanya trauma pada daerah otak akibat adanya cedera
pada kepala. Melihat kondisi tersebut, penulis berpendapat bahwa adanya
peningkatan tekanan intrakranial pada klien, akan berdampak fatal karena salah
satu dampak dari peningkatan tekanan intrakranial yaitu terjadinya herniasi otak
yang akan menekan bagian-bagian otak lainnya sehingga akan mempengaruhi
fungsi dari bagian-bagian otak tersebut, salah satunya akan menekan fungsi
80
pengaturan pernapasan yang terletak di bagian medulla oblongata. Apabila hal ini
terjadi, maka tidak menutup kemungkinan klien akan meninggal dunia, karena
peningkatan tekanan intrakranial bisa terjadi kapan saja tanpa kita mengetahui
sebelumnya.
Pada diagnosis resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak,
penulis menemukan pada pemeriksaan laboratorium adanya hasil pemeriksaan
leukosit dengan nilai yang tinggi yaitu 14.800/ mm3 pada klien, hal ini merupakan
salah satu menifestasi adanya reaksi inflamasi didalam otak klien akibat adanya
cedera dan adanya peningkatan metabolisme sel-sel otak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Mansjoer: 2000) yang mengatakan bahwa salah satu tanda terjadinya
reaksi inflamasi yaitu adanya nilai leukosit yang tinggi, yang merupakan
manifestasi dari pertahanan tubuh seseorang. Selain itu tanda-tanda lain dari
adanya reaksi inflamasi yaitu adanya tumor (bengkak), dolor, rubor (kemerahan),
kalor (panas) dan fungsiolesa. Melihat kondisi seperti ini, maka penulis
berkesimpulan untuk menegakan diagnosis resiko infeksi, karena penulis
berasumsi bahwa apabila terjadi reaksi inflamasi di daerah otak, tidak menutup
kemungkinan akan menimbulkan masalah baru salah satunya bisa terjadi
peradangan pada selaput otak atau lebih di kenal dengan penyakit meningitis.
Pada diagnosis yang ketiga yaitu resiko jatuh berhubungan dengan penurunan
status mental, penulis menemukan adanya perilaku klien yang terkadang ingin
turun dari tempat tidur dan sesekali klien bangun dan duduk di temapt tidur.
Melihat kondisi seperti ini, penulis akhirnya penulis berkesimpulan untuk
menegakan diagnosis resiko jatuh. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
(Brunner & Suddarth: 2001) bahwa gejala klinis dari cedera otak yaitu adanya
81
gangguan fungsi kognititf, penururnan kesadaran dan daya konsentrasi. Oleh
karena itu penulis berasumsi bahwa adanya trauma pada kepala/ otak akan
berdampak pada keadaan seseorang, salah salah satu diantaranya yaitu penurunan
kesadaran dan daya konsentrasi yang diakibatkan karena adanya gangguan
sirkukasi oksigen ke jaringan otak. Otak merupakan pusat pengatur gerakan-
gerakan seluruh tubuh manusia, oleh karena itu, adanya sedikit gangguan sirkulasi
otak akibat trauma, maka akan mempengaruhi perilaku seseorang.
4.3 Perencanaan
Setelah penulis menentukan diagnosis keperawatan yang sesuai dengan
kondisi klien, selanjutnya penulis merumuskan rencana tindakan untuk mengatasi
masalah-masalah keperawatan yang muncul pada klien. Dalam merumuskan
perencanaan, penulis merumuskan tindakan-tindakan keperawatan berdasarkan
diagnosis yang sesuai dengan kondisi klien, selain itu penulis mencantumkan
tujuan dan kriteria hasil pada setiap diagnosis yang ada pada klien. Adapun fungsi
dari penulisan tujuan dan kriteria hasil adalah untuk menilai berhasil atau tidaknya
asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada klien. Penulis memberikan asuhan
kepada klien kurang lebih selama tiga hari terhitung mulai tanggal ....................-
.......................... Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan, penulis tidak
dapat mengetahui kondisi klien sepenuhnya karena pada tanggal ....................
tepat pada pukul .................. klien pulang paksa dari ruang perawatan. Adapun
perencanaan keperawatan yang penulis susun untuk diagnosis peningkatan
tekanan intrakranial berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah otak
menurut (Doengoes: 2007), antara lain: kaji status neurologis yang berhubungan
dengan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, monitor tanda-tanda vital
82
klien tiap dua jam, naikan kepala klien antara 150-45
0 dari badan dan kaki,
monitor masukan dan haluaran setiap 8 jam, bantunklien untuk membatasi batukn
muntah dan mengejan, berikan oksigen sesuai program terapi dan yang terakhir
kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan seperti antibiotik,
antiemetik dan analgesik. Adapun perencanan keperawatan untuk diagnosis resiko
infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak menurut (Nursalam: 2001)
antara lain: pantau tanda/ gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung,
penampilan urin, leukositosis dan keletihan), pantau tanda-tanda vital klien,
pertahankan integritas kulit dan mukosa serta oral hygiene, terapkan kewaspadaan
universal. Adapun perencanaan keperawatan untuk diagnosis resiko jatuh
berhubungan dengan penurunan status mental menurut (Doengoes: 2007), antara
lain: gunakan tempat tidur dengan penghalang dan roda tempat tidur dalam
keadaan terkunci, pantau klien sesering mungkin, gunakan restrain jika diperlukan
dan lindungi klien dari benda-benda berbahaya. Perencanaan-perencanaan
keperawatan yang telah penulis susun, pada intinya bisa penulis terapkan pada
klien sesuai dengan kondisi klien saat dirawat.
4.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah realisasi dari perencanaan yang
telah penulis susun berdasarkan kondisi klien. Pelaksanaan tindakan keperawatan
dilakukan secara terkoordinasi sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
penulis buat. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan penulis melakukan
pendelegasian tindakan keperawatan kepada sesama teman sejawat sesuai dengan
shift, karena penulis tidak mungkin bisa mengikuti klien secara langsung selama
83
24 jam. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis mengadakan kerjasama
dengan pihak perawat ruangan yang selalu memberikan arahan dan bimbingan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosis
peningkatan tekanan intrakranial yang telah penulis lakukan diantaranya yaitu
mengkaji status kesadaran klien, GCS klien mengalami penurunan dengan nilai
226, mengobservasi tanda-tanda vital klien tiap 2 jam meliputi pemeriksaan
tekanan darah, nadi, frekuensi napas dan suhu tubuh klien, dalam pemeriksaan
tekanan darah, penulis menemukan adanya tekanan darah yang tinggi pada klien
yaitu berkisar antara 140-160 mmHg, namun untuk pemeriksaan nadi, frekuensi
napas dan suhu tubuh masih dalam batasan normal, adanya peningkatan tekanan
darah pada klien mungkin di sebabkan karena adanyan peningkatan tekanan
intrakranial, memberikan posisi head up 300 pada klien, hal ini dilakukan agar
membantu memperlancar aliran darah balik vena kepala sehingga dapat
mengurangi tekanan intrakranial, memberikan terapi oksigen sesuai program
terapi yaitu 5 liter per menit, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
hipoksemia yang dapat meningkatkan vasodilatasi serebbri dan yang terakhir yaitu
memberikan terpi obat-obatan sesuai terapi dokter seperti antibiotik, antiemetik
dan analgesik. Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi
diagnosis resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan otak yang telah
penulis lakukan diantaranya yaitu memantau tanda-tanda vital klien setiap dua
jam sekali, memantau tanda/ gejala infeksi (misalnya suhu tubuh, denyut jantung
dan demam), menerapkan kewaspadaan universal dan mempertahankan integritas
kulit dan melakukan oral hygiene pada klien. Selama dalam masa perawatan,
penulis tidak menemukan adanya tanda-tanda infeksi yang terjadi pada klien
84
(masalah tidak terjadi). Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
mengatasi diagnosis resiko jatuh berhubungan dengan penurunan yang telah
penulis lakukan diantaranya yaitu memasang penghalang tempat tidur dan
memastikan roda tempat tidur dalam keadaan terkunci, memantau kondisi klien
sesering mungkin, memfiksasi kedua tangan klien dengan tali kasa dan
melindungi klien dari benda-benda berbahaya. Pelaksanaan tindakan keperawatan
yang telah penulis lakukan, semuanya disesuaikan dengan kondisi klien saat
dirawat di ruangan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis bekerja
sama dengan teman sejawat dan perawat ruangan.
4.5 Evaluasi
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanankan karena evaluasi
dapat dilakukan setelah mengetahui kondisi klien secara langsung. Hasil evaluasi
kasus berdasarkan masalah yang dihadapi klien, dua diagnosis keperawatan yaitu
resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
vasodilatasi pembuluh darah dan ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan trauma kepala, masalah dapat teratasi sebagian, sedangkan
untuk diagnosis resiko jatuh berhubungan dengan penurunan status mental,
masalah tidak terjadi pada klien. Penulis menyadari bahwa adanya keterbatasan
waktu pelaksanaan tindakan keperawatan dan berhubung klien pulang paksa pada
................................. pukul ............, sehingga proses asuhan keperawatan belum
terlaksanakan secara maksimal. Adapun hasil evaluasi penulis terhadap klien saat
dirawat diruangan ICU IGD (sesuai tempat penelitian) adalah sebagai berikut:
untuk diagnosis peningkatan tekanan intrakranial, penulis tidak menemukan
85
adanya peningkatan tekanan darah klien lebih dari 160 mmHg, melainkan tekanan
darah klien mengalami penurunan dan berksiar antara 140-150 mmHg selama tiga
hari dirawat diruangan, frekuensi masih dalam batas normal berkisar antara 80-
100x/ menit, frekuensi suhu berkisar antara 36,50C-37,5
0C dan frekuensi napas
berkisar antara 16-24x/ menit, saturasi oksigen dalam batas normal berkisar antara
90%-99%, penulis tidak menemukan adanya muntah yang berkelanjutan pada
klien, hanya saja klien sesekali meludah. Pada hari ke dua perawatan yaitu pada
tanggal ........................... pukul ..........., tingkat kesadaran klien mengalami
peningkatan dengan nilai GCS 426 yang awal mulanya 226, klien mampu
membuka mata secara spontan. Pada hari ketiga, tanda-tanda vital klien masih
sama dengan hari kedua, tekanan darah masih dalam batas normal berkisar antara
140-150 mmHg, frekuensi nadi berkisar antara 80-100x/ menit, frekuensi suhu
berkisar antara 36,50C-37,5
0C, frekuensi napas berkisar antara 16-24x/ menit,
saturasi oksigen berkisar antara 90%-99%. Evaluasi pelaksanaan tindakan
keperawatan untuk diagnosis resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
otak adalah sebagai berikut: pada hari pertama perawatan sampai hari ke tiga
perawatan, penulis tidak menemukan adanya tanda-tanda infeksi yang terjadi pada
klien, tanda-tanda vital klien dalam batas normal, tekanan darah berkisar antara
140-150 mmHg, frekuensi nadi berkisar antara 80-100x/ menit, penulis tidak
menemukan adanya frekuensi suhu diatas normal, frekuensi suhu berkisar antara
36,50C-37,5
0C, frekuensi napas brkisar antara 16-24x/ menit, saturasi oksigen
berkisar antara 90%-99%, kesimpulannya bahwa selama tiga hari masa perawatan,
klien tidak mengalami infeksi (masalah tidak terjadi pada klien). Evaluasi
tindakan keperawatan untuk diagnosis resiko jatuh berhubungan dengan
86
penurunan status mental adalah sebagai berikut: pada hari pertama sampai hari ke
tiga perawatan, klioen tidak mengalami jatuh dari tempat tidur (masalah tidak
terjadi pada klien), hanya saja klien sesekali bangun dan duduk di tempat tidur
dengan posisi tangan diikat dengan tali kasa.
87
BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan pengamatan dan melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosis medis cedera otak sedang di ruang
(sesuai tempat penelitian) pada tanggal ................- ................, maka penulis dapat
menarik simpulan dan sekaligus memberikan saran yang dapat bermanfaat untuk
membantu meningkatkan mutu asuhan keperawatan klien dengan cedera otak
sedang
5.1 Simpulan
Setelah menguraikan berbagai persamaan dan kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan tinjauan kasus, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian pada klien dengan diagnosis cedera otak sedang dilakukan
secara persistem mulai dari B1-B6, namun pada sistem persarafan B3
(Brain), ada beberapa nervus yang tidak dapat penulis kaji yaitu pada
nervus 1 (fungsi penciuman/ penghidu) dan nervus 2 (fungsi penglihatan),
hal ini dikarenakan klien gelisah.
2. Dalam penegakan diagnosis keperawatan, tidak semua diagnosis yang
tercantum dalam tinjaun pustaka tercantum di tinjauan kasus, tetapi penulis
menyesuaikan dengan masalah yang terdapat pada klien.
88
3. Rencana tindakan keperawatan yang terdapat dalam tinjauan pustaka, tidak
semuanya tercantum di tinjauan kasus, tetapi disesuaikan dengan diagnosis
yang penulis temukan pada klien.
4. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis melakukan
pendelegasian tindakan keperawatan kepada teman sejawat dan kerjasama
dengan para perawat di ruangan.
5 Keberhasilan proses keperawatan pada klien belum tercapai sepenuhnya,
hal ini disebabkan karena terbatasnya waktu dan kondisi klien pulang
paksa dari ruangan.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang ingin penulis sampaikan setelah melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan cedera otak sedang adalah sebagai
berikut:
1 Bagi Pelayanan Rumah Sakit
Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus cedera otak sedang sangat
diperlukan guna mencegah komplikasi lebih lanjut dari kerusakan otak,
karena otak merupakan pusat pengatur seluruh kegiatan manusia.
Kerjasama yang baik antara perawat dan tim kesehatan lain sangat
diperlukan dalam penanganan kasus cedera otak, karena penanganan yang
cepat dan tepat dapat meminimalkan terjadinya kecacatan bahkan
kematian.
89
2. Bagi Penulis
Dalam pengelolaan studi kasus pada klien dengan kasus cedera otak
sedang, kerja sama antar sesama tim kesehatan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi perkembangan
klien.
3. Bagi Keluarga Klien
Kerjasama keluaraga dengan tim kesehatan dalam penanganan kasus
cedera otak sedang, sangat diperlukan untuk membantu memudahkan tim
kesehatan dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan
90
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Davey, Parrick Editor. (2006). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Danim, Sudarman.(2003). Riset Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, Marylin E. (2002). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Jevon & Ewens. (2007). Pemantauan Pasien Kritis. Jakarta: Erlangga.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid1. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: EGC.
NANDA International. (2012-2014). Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pujonarko, Dwi.(2009). Mewaspadai Cedera Kepala. http// suaramerdeka.com,
10 September 2012.
Setiadi. (2007). Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soemanto, Wasty. (2002). Pedoman Teknik Penulisan Skripsi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wilkinson, JM. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.
91
Lampiran 1
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS
RUMAH SAKIT (sesuai tempat penelitian)
Jenis Ketrampilan : Memasang Infus
Pesiapan Alat :
1. Standar infuse
2. Cairan steril sesuai instruksi
3. Set infuse steril
4. Jarum/ abocath dengan nomer yang sesuai
5. Bidai dan pembalut (k/p)
6. Perlak
7. Tourniquet
8. Kapas alcohol
9. Plester
10. Gunting
11. Piala ginjal
12. Kassa
13. Sarung tangan
14. Hypafik (tertulis nama tanggal dan nama ners yang menginfus)
Persiapan pasien :
1. Memberitahu pasien tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
2. Menyiapan lingkungan pasien
92
Mengisi slang infus :
1. Mencuci tangan
2. Memeriksa etiket
3. Desinfektan karet penutup botol
4. Menggantung botol infus
5. Pengaturan tetesan di tutup, jaraknya 2-4 cm di bawah tempat
tetesan
6. Menusuk set infuse ke dalam botol infus
7. Ruang tetesan di isi setengah (jangan sampai terendam)
8. Slang infus di isi cairan infus di keluarkan udaranya
Melakukan Vena punksi :
1. Menentukan lokasi
a. Bila akan dilakukan di lengan pakaian atas di buka
b. Bila di kaki pakaian bawah (celana panjang di buka)
2. Meletakkan perlak kecil di bawah bagian yang akan di pungsi
3. Melakukan pembendungan
4. Gunakan sarung tangan
5. Desinfektan lokasi pungsi
6. Menusukkan abocath ke dalam vena sedalam mungkin dengan
sudut 45o
7. Buka bendungan dan sambungkan dengan slang infus dan
pengaturan tetesan
8. Menilai ada/ tidaknya pembengkakan
9. Jarum ditambahkan dengan plester
93
10. Daerah pungsi diberikan bethadine , dan di tutup kassa steril dan
plester
11. Pasang bidai dan dibalut (k/p)
12. Mengatur tetesan dalam satu menit sesuai instruksi
13. Merapikan pasien
14. Membereskan alat-alat
15. Mencuci tangan
16. Mencatat : tanggal dan jam pemberian cairan, macam cairan
17. Mengobservasi reakasi pasien
Sikap :
1. Teliti
2. Tidak ragu-ragu
3. Hati-hati
94
Lampiran 2
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENILAIAN KESADARAN
(GCS) DI RUMAH SAKIT (sesuai tempat penelitian)
Bayi Respons Anak/ dewasa
Buka mata (E)
Spontan 4 Spontan
Terhadap perintah 3 Terhadap perintah
Terhadap nyeri 2 Terhadap nyeri
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Respon verbal
Bergumam/ mengoceh 5 Terorientasi
Menangis lemah 4 Bingung
Menangis karena nyeri 3 Kata-kata tidak teratur
Merintih karena nyeri 2 Tidak dapat di mengerti
Tidak ada 1 Tidak ada
Respon motorik
Spontan 6 Mematuhi perintah
Penarikan karena
sentuhan
5 Melokalisasi nyeri
Penarikan karena nyeri 4 Penarikan karena nyeri
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal
Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal
Tidak ada respon 1 Tidak ada respon
Skor total :
14-15 = normal/disfungsi ringan
11-13 = disfungsi sedang sampai berat
10 atau kurang = disfungsi berat
Referensi : Seri panduan praktik Keperawatan klinis Marilynn Jackson dan Lee
Jackson 2011
95
Lampiran 3
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN OKSIGEN
DI RUMAH SAKIT (sesuai tempat penelitian)
Pengertian :
Merupakan prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dengan menggunakan
alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada klien dapat melalui tiga cara, yaitu:
kateter nasal, kanula nasal dan masker oksigen.
Tujuan :
1. Memenuhi kebutuhan oksigen.
2. Mencegah terjadi hipoksia.
Alat dan bahan:
1. Tabung oksigen atau outlet oksigen sentral dengan flowmeter dan
humidifier.
2. Kateter nasal, kanula nasal atau masker.
3. Vaselin / jely.
Prosedur :
A. Menggunakan kateter nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sdah disiapkan
sesuai level yang telah ditetapkan.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian
observasi humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya
gelembung air.
96
5. Atur posisi dengan semi fowler.
6. Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung dan
berikan tanda.
7. Buka saluran udara dari flowmeter oksigen.
8. Berikan minyak pelumas (vaselin/jely).
9. Masukkan ke dalam hidung sampai diatas yang ditentukan.
10. Lalukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan
menekan lidah pasien dengan menggunakan spatel (akan terlihat posisinya
di bawah uvula).
11. Fiksasi pada daerah hidung.
12. Periksa kateter nasal setiap 6 – 8 jam.
13. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen, rute pemberian dan respon pasien.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
B. Menggunakan kanula nasal
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah disiapkan
sesuai level yang telah ditetapkan.
4. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian
observasi humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya
gelembung air.
5. Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan
pasien.
97
6. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.
7. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen, rute pemberian dan respon pasien.
8. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
C. Menggunakan masker oksigen
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan
3. Atur posisi semi fowler.
4. Observasi humidifier dengan melihat jumlah air yang sudah disiapkan
sesuai level yang telah ditetapkan.
5. Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, kemudian
observasi humidifier pada tabung air dengan menunjukkan adanya
gelembung air.
6. Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur
pengikat untuk kenyamanan pasien.
7. Periksa kanula nasal setiap 6 – 8 jam.
8. Kaji cuping hidung, septum, mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen, rute pemberian dan respon pasien.
9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.