Bab 1 Dadan Diana

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi desa tidak terlepas dari adanya kesenjangan pembangunan di pedesaan dan perkotaan. Sampai saat ini, pembangunan ekonomi di pedesaan masih jauh dari harapan. Dari data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2009 menyebutkan: Desa maju berjumlah 38.232 desa (54,14 persen) yang terdiri dari Desa berkategori maju sebanyak 36.793 desa (52,03 persen) dan Desa berkategori sangat maju sebanyak 1.493 desa (2,11 persen). Sementara, Desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86 persen) yang terdiri dari Desa kategori tertinggal sebanyak 29.634 desa (41,97 persen) dan Desa kategori sangat tertinggal sebanyak 2.745 desa (3,89 persen). Dari data tersebut, menggambarkan masih banyak pedesaan di Indonesia berkategori tertinggal. Pedesaan 1

Transcript of Bab 1 Dadan Diana

Page 1: Bab 1 Dadan Diana

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan ekonomi desa tidak terlepas dari adanya kesenjangan

pembangunan di pedesaan dan perkotaan. Sampai saat ini, pembangunan

ekonomi di pedesaan masih jauh dari harapan. Dari data Kementerian Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2009 menyebutkan: Desa maju

berjumlah 38.232 desa (54,14 persen) yang terdiri dari Desa berkategori maju

sebanyak 36.793 desa (52,03 persen) dan Desa berkategori sangat maju sebanyak

1.493 desa (2,11 persen). Sementara, Desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86

persen) yang terdiri dari Desa kategori tertinggal sebanyak 29.634 desa (41,97

persen) dan Desa kategori sangat tertinggal sebanyak 2.745 desa (3,89 persen).

Dari data tersebut, menggambarkan masih banyak pedesaan di Indonesia

berkategori tertinggal. Pedesaan dengan ciri khas pertaniannya kurang mendapat

perhatian pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah. Sektor pertanian di

pedesaan cenderung tidak memberikan penghidupan yang layak bagi para Petani.

Wilayah pedesaan di Indonesia secara mayoritas dihuni oleh para Petani yang

berpendapatan rendah. Tidak heran, bahwa saat ini pertanian di pedesaan banyak

ditinggalkan. Mereka lebih memilih mencari penghidupan di perkotaan. Padahal,

sumber daya yang ada di perkotaan terbatas, misalnya air, lahan, infrastruktur dan

lainnya. Di sisi lain, banyak wilayah pedesaan memiliki potensi yang besar dalam

1

Page 2: Bab 1 Dadan Diana

2

sektor pertanian untuk dikembangkan. Sehingga, fenomena urbanisasi merupakan

suatu hal yang wajar ketika kondisi tersebut terjadi dihampir semua pedesaan di

Indonesia.

Ketimpangan pembangunan, antara pedesaan-perkotaan yang terjadi telah

diakui oleh pemerintah. Pemerintahan saat ini melalui Menteri Pembangunan

Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini mengakui masih adanya disparitas atau

kesenjangan antar daerah di Indonesia. Karena itu, dalam rencana jangka panjang

pembangunan nasional kedua ini pemerintah akan lebih menekankan pada aspek

keadilan dan pemerataan. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal

mengungkapkan, saat ini perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan

dan perkotaan hampir seimbang. Sekitar 42 persen penduduk Indonesia kini

tinggal di perkotaan. Jumlah tersebut melonjak tajam dibanding tahun 1980-an

yang hanya 20 persen, dan tahun 1990-an yang sekitar 30 persen. Pedesaan

selama ini memang banyak tertinggal dibanding perkotaan, terutama dari sisi

infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat. (Kompas, 23/05/2010). Data yang

disampaikan oleh Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, menunjukkan arus

urbanisasi yang begitu cepat.

Kondisi pertanian di Indonesia pada umumnya belum merupakan suatu

kegiatan yang integratif (budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan dan

pemasaran). Sistem yang terpisah antara pedesaan-perkotaan semua aktivitas

ekonomi, informasi dan teknologi terpusat di perkotaan. Sehingga, masyarakat

pedesaan mengalami kesulitan dalam hal pemasaran dan pengolahan produk. Oleh

karena itu, diperlukan suatu keterkaitan fungsional yang menyatu antara hubungan

Page 3: Bab 1 Dadan Diana

3

pedesaan dan kota dalam segala aspek khususnya pertanian. Potensi Sumber daya

alam dan sumber daya manusia khususnya daerah pedesaan belum dikelola dan

dikembangkan secara optimal. Karena, kurangnya peran serta lembaga-lembaga

ekonomi baik swasta maupun pemerintah dalam mengelola dan mengembangkan

sektor pertanian (Achmad Firman, 2007).

Dengan peran penting yang dimiliki sektor petanian bagi perekonomian

Indonesia, selayaknya pemerintah memberikan perhatian lebih untuk terus

membangun sektor pertanian. Menurut Kepala BPS Suryamin sektor pertanian

meiliki peranan strategis dan tak tergantikan dalam penyediaan bahan baku

produksi, pangan dan kelangsungan ekologis lingkungan. Tidak hanya itu, sektor

pertanian berperan penting juga dalam pembangunan ekonomi Indonesia dengan

kontribusi dalam PDB 2011 sebesar 14,7 persen, menempati posisi kedua setelah

sektor industri pengolahan dan dari 109,7 juta jiwa penduduk yang bekerja per

Agustus 2011 sebanyak 39,33 persen bekerja pada sektor pertanian (Kompas,

20/04/2012).

Unutuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara pedesaan dan

perkotaan salah satu alternatifnya melalui pengembangan kawasan agropolitan.

Menurut Kementrian Pertanian, agropolitan (Agro=pertanian dan Politan=kota)

adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang dan memacu

berkembangnnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani,

mendororng, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian diwilyah

sekitarnya (http://www.deptan.go.id). Agropolitan cocok diterapakan di pedesaan

yang sebagian besar masyarakatnya hidup dari sektor pertanian.

Page 4: Bab 1 Dadan Diana

4

Kabupaten Ciamis merupakan sebuah Kabupaten yang memiliki potensi

ekonomi yang besar di sektor pertanian. Selain sektor pariwisata, sektor pertanian

merupakan penyumbang andalan untuk Kabupaten Ciamis dalam pendapatan asli

daerah (PAD). Pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Ciamis layak untuk

lebih ditekankan pada sektor pertanian dengan dukungan sumber daya lokal

lainnya. Pembangunan ekonomi daerah dengan potensi yang ada telah ditetapkan

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ciamis tahun 2004-2019. Pengembangan

sektor pertanian ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat dan memberikan

sumbangan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Ciamis. Salah

satu bentuk pembangunan sektor pertanian di Ciamis adalah dengan

mengembangkan kawasan agropolitan tepatnya di kawasan Ciamis Utara.

Pengembangan Kawasan Agropolitan di kawasan Ciamis Utara telah

dirintis sejak tahun 2007, dengan menetapkan beberapa kecamatan menjadi

Kawasan agropolitan yaitu melalui Surat Keputusan Bupati Ciamis Nomor

520/Kpts.511-Huk/2007 tentang Kawasan Agropolitan Kabupaten Ciamis.

Kawasan Pengembangan Agropolitan di Ciamis Utara mencakup 5 kecamatan,

yaitu: Kecamatan Panumbangan, Kecamatan Sukamantri, Kecamatan Panjalu,

Kecamatan Lumbung, dan Kecamatan Cihaurbeuti. Namun, pengembangannya

masih dibutuhkan keseriusan pemerintah. Pemerintah Kabupaten Ciamis sendiri,

mengakui kurangnya pemanfaatan potensi Ciamis Utara sebagaimana yang

disampaikan Kepala BAPPEDA Kabupaten Ciamis Tiwa Surkianto bahwa

Kabupaten Ciamis berada lokasi yang strategis karena terletak pada simpul jalan

Page 5: Bab 1 Dadan Diana

5

nasional lintas Selatan Jawa Barat-Jawa Tengah, dan jalan provinsi antara Ciamis-

Cirebon-Jawa Tengah. Potensi Ciamis juga dalam bidang pertanian, peternakan

sehingga perlu upaya untuk menunjang dan mengembangkan kawasan tersebut.

Salah satunya adalah mengembangkan wilayah agropolitan, terutama untuk

sejumlah kecamatan di Ciamis utara seperti Kecamatan Panjalu, Sukamantri,

Kawali dan sekitarnya. Hanya saja kondisi tersebut diakuinya belum

dimanfaatkan secara maksimal (Pikiran Rakyat, 29/11/2009).

Dalam perkembangannya, pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis

Utara telah dicantumkan dalam Rencana Induk Pengembangan Kawasan. Dimana

didalamnya terdapat Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan dengan lima

Kecamatan sebagai wilayah pengembangan. Tetapi, keterlibatan masyarakat atau

petani dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan terutama

menyangkut program-program prioritas pengembangan masih kurang. Padahal,

partisipasi masyarakat terhadap setiap program yang disusun berguna untuk

disesuaikan dengan kebutuhan atau persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.

Tujuan dengan adanya keterlibatan masyarakat adalah efektifitas dan efisiensi dari

program-program tersebut. Sehingga, dapat langsung dirasakan dampaknya bagi

kehidupan masyarakat.

Pengelolaan Pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

dipegang oleh beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berbentuk kelompok

kerja (POKJA) pengembangan Kawasan Agropolitan. Tapi, pengelolaannya

masih belum optimal. Kurang optimalnya pengeloaan, berkaitan dengan

koordinasi antar instansi terkait dan persoalaan dana. Selain itu, belum

Page 6: Bab 1 Dadan Diana

6

terbentuknya badan/lembaga khusus dalam hal ini adalah Badan Pengelolaan

Kawasan Agropolitan menambah persoalan. Padahal, Badan Pengelolaan

Kawasan Agroppolitan diperlukan disamping adanya kelompok kerja

pengembangan Kawasan Agropolitan. Menurut Ketua Forum Peduli Masyarakat

Ciamis Utara (FPMCU) Endang Sutrisna, meminta agar pembangunan di Ciamis

Utara lebih mendapatkan perhatian. Perhatian Pemerintah kabupaten Ciamis

dinilai masih kurang. Masyarakat Ciamis utara merasakan adanya ketimpangan

pembangunan jika dibandingkan daerah lainnya. Salah satunya menyangkut

infrastruktur jalan yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat. Dengan

percepatan pembangunan diharapkan akan mampu membuka serta

mengembangkan potensi Ciamis Utara. (Pikiran Rakyat, 28/10/2009).

Selanjutnya, dari segi sumber daya manusia, secara umum merupakan

masyarakat miskin yang memiliki mata pencaharian yang bergantung pada alam

dan kualitas sumber daya manusia yang rendah dikarenakan tingkat pendidikan

yang sebagian besar berpendidikan rendah. Dari segi kelembagaan yang ada

masih perlu ditingkatkan, terutama yang menyangkut kelembagaan agribisnis.

Sebetulnya, jika melihat kelembagaan berupa organisasi yang menjadi wadah

khususnya para petani (Poktan/Gapoktan) sudah terbentuk dengan jumlah yang

cukup banyak. Tapi, sayangnya sebagian dari kelompok tani tersebut kurang

memiliki peran yang besar dalam kegiatan pengembangan pertanian. Jika dikelola

dengan baik kelompok tersebut dapat memberikan posisi tawar yang lebih dalam

menyampaikan aspirasinya terhadap pemerintah. Artinya, peran kelompok tani

maupun Gabungan Kelompok Tani terhadap pengembangan kawasan agropolitan

Page 7: Bab 1 Dadan Diana

7

belum terasa. Maka, tidak heran jika ada sebagian dari para petani enggan untuk

bergabung membentuk sebuah kelompok. Mereka masih memandang dengan

bergabungya mereka dengan suatu kelompok tani tidak memberikan manfaat yang

besar bagi dirinya. Kemudian, dilihat dari sisi jalinan kemitraan antara para petani

dan pihak ketiga khususnya masih belum terjalin secara optimal. Sebagian besar

dari para petani belum memiliki jalinan kerjasama dengan pihak lain (swasta).

Jalinan kemitraan yang baik dapat memberikan manfaat yang besar bagi petani

seperti dalam akses informasi pasar bagi penjualan produknya.

Selain itu, kondisi sarana dan prasarana yang menyangkut sistem

agribisnis dan sistem penunjang lainnya belum memadai. Misalnya saja, Sub

Terminal Agribisnis yang berada di Kecamatan Panumbangan sebagai pusat

Agropolitan kondisinya membutuhkan perhatian pemerintah. Kondisi Sub

Terminal Agribisnis menurut salah satu warga yang tinggal di sekitarnya belum

beroperasi secara optimal bahkan tidak ada aktifitas yang berarti sejak dibangun

oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2004. Sub Terminal Agribisnis (STA)

ditujukan untuk aktifitas pelayanan agribisnis bagi para petani untuk memberikan

nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Karena itu, dibutuhkan keseriusan

Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam penyediaan prasarana dan sarana yang

mendukung pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara.

Berdasarkan latar belakang tersebut, pengembangan Kawasan Agropolitan

di Ciamis Utara bukan hanya penetapan lokasi maupun penyususnan Tata Ruang

Kawasan saja, yang terpenting adalah bagaimanan penguatan sumber daya

manusia, kelembagaan, dan prasarana dan sarana yang memadai guna mendukung

Page 8: Bab 1 Dadan Diana

8

pengembangan kawasan Agropolitan. Oleh sebab itu, Peneliti tertarik untuk

meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana pengembangan kawasan Agropolitan

oleh pemerintah Kabupaten Ciamis di Ciamis Utara dan menyusunnya dalam

bentuk skripsi dengan judul :

”Pengembangan Kawasan Agropolitan Di Ciamis Utara Kabupaten Ciamis”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan

identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari segi penetapan

lokasi Pengembangan Kawasan Agopolitan?

2. Bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari segi peyusunan

Rencana Tata Ruang Pengembangan Kawasan Agropolitan?

3. Bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari segi pembentukan

organisasi pengelola Kawasan Agropolitan?

4. Bagaimana Pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari segi penguatan

SDM dan kelembagaan?

Page 9: Bab 1 Dadan Diana

9

5. Bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari segi pembangunan

prasarana dan sarana?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini bermaksud untuk

mengetahui bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara

yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Ciamis.

Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Untuk mendeskripsikan pengembangan Agropolitan di Ciamis

Utara oleh pemerintah kabupaten Ciamis dilihat dari penetapan

lokasi Pengembangan Kawasan Agopolitan.

2. Untuk mendeskripsikan pengembangan kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara oleh pemerintah kabupaten Ciamis dilihat dari

peyusunan Rencana Tata Ruang Pengembangan Kawasan

Agropolitan.

3. Untuk mendeskripsikan pengembangan kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara oleh pemerintah kabupaten Ciamis dilihat dari

pembentukkan organisasi pengelola Kawasan Agropolitan.

4. Untuk mendeskripsikan pengembangan kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara oleh pemerintah kabupaten Ciamis dilihat dari

penguatan SDM dan kelembagaan.

5. Untuk mendeskripsikan pengembangan kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis dilihat dari

Page 10: Bab 1 Dadan Diana

10

pembangunan prasarana dan sarana.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu pemerintahan, khususnya di bidang pengembangan

Kawasan guna menggerakkan perekonomian masyarakat di daerah.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Aparatur pemerintahan

Diharapkan dapat memberi masukan tindakan yang dapat

dilakukan pemerintah berkaitan dengan pengembangan wilayah

dalam rangka mengembangkan kawasan Agropolitan di daerahnya.

b. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan

pemahaman peneliti tentang Ilmu Pemerintahan, khususnya

berkaitan Upaya Pemerintah Daerah dalam mengembangkan

kawasan Agropolitan.

c. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat untuk

lebih kritis terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah dalam

membangun perekonomian masyarakat.

Page 11: Bab 1 Dadan Diana

11

1.5 Kerangka Pemikiran

Sebelum masuk dalam pembahasan pengembangan kawasan agropolitan

yang menjadi fokus peneliti. Terlebih dahulu dibahas mengenai fungsi yang

dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Otonomi daerah

merupakan konsekuensi diberlakukannya Asas Desentralisasi di era reformasi.

Otonomi daerah merupakan hak yang dilimpahkan kepada daerah untuk mengurus

urusannya sendiri selain lima urusan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-

undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keleluasaan yang

diberikan dengan adanya otonomi daerah sebagai akibat dari Desentralisasi

berkaitan dengan fungsi pemerintahan. Fungsi yang dimiliki pemerintah

hendaknya dapat dijalankan dengan sungguh-sungguh dalam rangka mengatasi

setiap permasalahan yang terjadi. Fungsi yang melekat pada pemerintah sangat

penting guna menciptakan masyarakat kedalam kondisi yang sejahtera. Rasyid

(2000:59) berpendapat bahwa fungsi pemerintahan meliputi : fungsi pengaturan,

fungsi pelayanan, fungsi pemberdayaan, dan fungsi pembangunan. Lebih lanjut,

Rasyid menjelaskan fungsi-fungsi pemerintahan tersebut yaitu:

“Pelaksanaan fungsi pengaturan, yang lazim dikenal sebagai fungsi regulasi dengan bentuknya, dimaksudkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi yang tepat sehingga kondusif bagi berlangsungya berbagai aktivitas, selain terciptanya tatanan sosial yang baik di berbagai kehidupan masyarakat. fungsi pelayanan akan membuahkan keadilan masyarakat. pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat” (dalam Labolo, 2010:36-37).

Otonomi Daerah yang memberikan keleluasaan kepada setiap Pemerintah

Daerah dalam mengurus urusannya, selayak dapat dimanfaatkan untuk

Page 12: Bab 1 Dadan Diana

12

membangun perekonomian rakyatnya. Fungsi pembangunan merupakan salah satu

fungsi Pemerintahan di daerah yang menjadi urusan wajib. Pembangunan

merupakan hal penting guna menyejahterakan masyarakat di daerah. Fenomena

ketimpangan antara wilayah pedesaan dan perkotaan yang melahirkan

Urbanisasi,harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah. Pembangunan ekonomi di

pedesaan yang masih jauh tertinggal perlu mendapat perhatian serius.

Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan salah satu alternatif dalam

menanggulangi persoalan tersebut. Pengembangan Kawasan Agropolitan

merupakan salah satu bentuk dari pembangunan, dimana pengembangan kawasan

Agropolitan merupakan pendekataan pengembangan wilayah yang didalamnya

terdapat kegiatan agribisnis.

Mulyanto memberikan pendapatanya mengenai pengembangan wilayah

dan mengenai kawasan sebagai berikut:

“Pengembangan wilayah adalah seluruh tindakan yang dilakukan dalam rangka memenfaatkan potensi wilayah yang ada, unutk mendapatkan kondisi-kondisi dan tatanan kehidupan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat disitu khususnya. Dan dalam skala nasional

“Kawasan adalah bagian dari suatu wilayah yang khusus disediakan/dikembangkan untuk suatu keperluan tertentu misalnya Kawasan Industri, Kawasan Pemukiman, Kawasan Perdagangan, Kawasan dan lainnya”(Mulyanto, 2008:1).

Jika pengembangan dilihat sebagai proses pengembangan merupakan

sebuah proses yang dikelola dari atas, terencana, sistematis, terus-menerus, dan

menyeluruh. Dalam pengembangan selalu terdapat unsur potensi (sesuatu yang

sudah ada), proses (dikelola dari atas, terencana, sistematis, terus-menerus,

menyeluruh), dan tujuan (meningkatkan, memajukan, memperbaiki). Selain itu

Page 13: Bab 1 Dadan Diana

13

terdapat unsur lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu organisasi atau lembaga

sebagai pelaku pengembangan tersebut (Indrawijaya, 2000 : 38).

Jadi, pengembangan kawasan merupakan bagian dari pengembangan suatu

wilayah. Kawasan merupakan bagian dari wilayah yang dikhususkan untuk tujuan

tertentu. Pengembangan kawasan merupakan proses yang bertahap, terdapat

tujuan yang ingin dicapai, dan pelaku dari pengembangan itu sendiri.

Berkaitan dengan pengembangan kawasan agropolitan, maka dalam

melakukan pengembangannya, diperlukan adanya tahapan dalam pelaksanaannya.

Adapun, tahapan-tahapan dalam pengembangan Kawasan Agropolitan adalah

sebagai berikut:

1. Tahap penetapan lokasi kawasan Agropolitan;

2. Tahap penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan;

3. Tahap pembentukan organisasi pengelola Kawasan Agropolitan;

4. Tahap penguatan sumber daya manusia dan kelembagaan;

5. Tahap pembangunan prasarana dan sarana.

(Rustiadi & Pranoto, 2007:99-100).

Selanjutnya tahapan-tahapan tersebut, dijelaskan Rustiadi & Pranoto

bahwa dalam tahap penentuan lokasi Kawasan Agropolitan, menjadi tanggung

jawab pemerintah setempat:

“Tahap penentuan lokasi kawasan Agropolitan dilakukan oleh Bupati terkait berdasarkan pada kriteria penentuan lokasi Kawasan Agropolitan. Penetuan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten setempat sesuai dengan pedoman umum yang ada”( Rustiadi dan Pranoto, 2007:100).

Page 14: Bab 1 Dadan Diana

14

Sementara, penentuan kawasan pengembangan agropolitan didasarkan atas

kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan. Komoditas dan produk olahan pertanian unggulan menjadi salah satu persyaratan penting bila akan mengembangkan kawasan Agropolitan. Komoditas pertanian unggulan yang dimaksud seperti tanaman pangan (jagung,padi), hortikultura (sayur-mayur, bunga, buah-buahan), perkebunan (kakao, sawit, kopi), perikanan darat/laut(udang berbagai jenis ikan), dan peternakan (sapi,babi);

2. Memiliki daya dukung dan potensi fisik yang baik. Daya dukung lahan untuk pengembangan agropolitan harus sesuai syarat dengan jenis komoditas unggulan yang akan dikembangkan meliputi antaralain; kemiringan lahan, ketinggian, kesuburan lahan, dan kesesuaian lahan;

3. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang memadai. Untuk memperoleh hasil produksi yang dapat memenuhi kebutuhan pasar serta berkelanjutan perlu luas lahan yang memadai dalam mencapai skala ekonomi (economic scale) dan cakupan ekonomi (economic scope);

4. Tersedianya dukungan prasarana dan sarana. Tersedianya prasarana dan sarana pemukiman dan produksi yang memadai untuk mendukung kelancaran usha tani dan pemasaran hasil produksi. Prasarana dan sarana tersebut antara lain adalah jalan poros desa, pasar, irigasi, terminal, listrik dan lain sebagainya. (Rustiadi & Pranoto, 2007:115-116).

Tahap penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan, perlu

keterlibatan langsung masyarakat sekitar untuk ikut serta dalam penentuan

program-program prioritas untuk pengembangan kawasan agropolitan:

“… penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan yang berisikan indikasi program utama yang menjadi prioritas pembangunan. Didalam penentuan program-program yang menjadi prioritas tersebut dilakukan melalui rempug Desa atau Focus Group Discussion (FGD) dan merupakan kesepakatan bersama antara pemerintah dan masyarakat” (Rustiadi & Pranoto, 2007:100).

Kemudian, Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan yang disusun

didalamnya memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Tujuan kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan;

Page 15: Bab 1 Dadan Diana

15

2. Rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarna kawsan agropolitan;

3. Rencana pola ruang kawsan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya;

4. Arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama yang bersifat interdependen antar desa, dan;

5. Ketentuang pengendalian pemanfaatan ruang kawasan argopolitan yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disentif, serta arahan sanksi.

(Rustiadi & Pranoto, 2007:129).

Tahap selanjutnya dari pengembangan kawasan Agropolitan adalah

pembentukan organisasi atau badan pengelolaan kawasan Agropolitan. Menurut

Kementrian Pertanian (2003) bahwa perlu dibentuk Badan/Unit Pengelola

Kawasan Agropolitan disamping Kelompok Keja (POKJA). Badan/unit ini

dibentuk oleh Bupati untuk kabupaten. Dengan payung hukumnya adalah perturan

daerah atau untuk sementara ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati dan

dikelola oleh tenaga profesional.

Tahapan penguatan sumber daya manusia dilakukan dengan serangkaian

kegiatan berupa pengembangan kualitas sumber daya manusia dalam hal ini para

petani di lokasi kawasan Agropolitan. Iwan Nugroho dalam tulisannya berjudul

Agropolitan : suatu kerangka berpikir baru alam srategi pembangunan nasional

mengatakan “upaya pengembangan sumber daya manusia mencakup pendidikan,

pemberian pelatihan dan peningkatan motivasi pelaku ekonomi”. Dari sisi

kelembagaan, diperlukan kelembagaan yang mendukung berkembangnya kawasan

agropolitan seperti adanya organisasi petani, organisasi produsen agribisnis dan

lain-lain” (Rustiadi & Pranoto, 2007:95). Dalam tahap ini, didalamnya termuat

juga mengenai kemitraan. Kemitraaan yang terjalin dalam pengembangan

Page 16: Bab 1 Dadan Diana

16

kawasan agropolitan terdiri dari Pemerintah, Masyarakat, dan pihak Swasta.

Kemitraan yang terjalin meliputi : kemitraan permodalan, produksi, pengolahan,

pemasaran:

“Kemitraan harus melibatkan pihak masyarakat, sektor swasta, dan pemerintah. Kemitraan menuntut dukungan institusi kemitraan gabungan semua stakeholders terkait refleksi dari kebersamaan public-private-partnership.

… Pola kemitraan semacam itu (kemitraan permodalan, produksi, pengolahan, pemasaran) akan menjamin terhindarnya eksploitasi pelaku usaha tani ditingkat perdesaan oleh pelaku usaha lain di satu pihak, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang bisa dinikmati pelaku usaha tani. Ini akan menjamin peningkatan pendapatan”(Rustiadi & Pranoto 2007:102-103)

Pembangunan prasarana dan sarana dalam pengembangan Kawasan

Agropolitan tidak hanya meliputi pengolahan dan pemasaran saja (sistem

agribisnis). Tetapi, prasarana dan sarana lainnya sebagai pendukung usaha

agribisnis. Selain itu, perlu adanya keterlibatan masyarakat untuk berpartispasi

dalam pembangunan prasarana dan saran tersebut. Seperti yang disampaikan

Rustiadi & Pranoto:

“… prasarana dan sarana yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis seperti jalan, sarana, irigasi, air bersih, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, listrik, pusat informasi pengembangan agribisnis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.

tahap berikutnya adalah pembanguanan prasarana dan sarana pendukung pengolahan dan pemasaran produk. Dalam pelaksanaannya dilibatkan masyrakat sebanyak mungkin sesuai dengan tingkat kemampuan masyrakat seperti antara lain ikut mengawasai pelaksanaan pembangunan, bantuan memepringan biaya pemebebasan tanah untuk pelebaran jalan desa, gotong royong penegrasan jalan”(Rustiadi & Pranoto,2007:95-100).

Page 17: Bab 1 Dadan Diana

17

Dengan demikian, pengembangan Kawsan Agropolitan merupakan sebuah

proses yang memerlukan tahapan-tahapan dalam pelaksanannya. Penelitian ini

berfokus pada bagaimana Pemerintah Kabupaten Ciamis mengembangkan

Kawasan Agropolitan di Ciami Utara yang meliputi lima (5) Kecamatan tersebut.

Dimulai dari tahap pemilihan atau penentuan wilayah yang akan menjadi sebuah

Kawasan Agropolitan hingga pembangunan prasarana dan sarana. Keterlibatan

aktif baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat sangat diperlukan untuk

pencapaian tujuan yang ttelah ditetapkan.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti merumuskan anggapan

dasar sebagai berikut:

1. Pembangunan merupakan fungsi pemerintahan dalam upaya

mengembangkan perekonomian masyarakat di suatu wilayah salah

satunya dengan pengembangan Kawasan Agropolitan.

2. Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan proses pembangunan

pertanian yang bertahap, dimulai dari tahap penetapan lokasi

pengembangan kawasan Agropolitan, Penyusunan Rencana Tata Ruang

Kawasan Agropolitan, pembentukan organisasi pengelolaan kawasan

Agropolitan, penguatan SDM, kelembagaan, dan pembangunan prasarana

dan sarana.

Berdasarakan uaraian di atas, peneliti menggambarkan kerangka

pemikiran dalam model kerangka berpikir sebagai berikut:

Page 18: Bab 1 Dadan Diana

Fungsi Pemerintahan(Fungsi Pembangunan)

Pengembangan Wilayah(Pengembangan Kawasan

Agropolitan)

Tahap penentuan lokasi Kawasan Agropolitan.Tahap penyususnan Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan.Tahap pembentukan organisasi pengelola Kawasan Agropolitan.Tahap penguatan SDM dan kelembagaan Tahap pembangunan prasarana dan sarana.(Rustiadi & Pranoto)

18

Gambar 1.1 Model Kerangka Berpikir

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif lebih menekankan proses dalam memahami suatu gejala,

dalam hal ini mengenai pengembangan Kawasan Agropolitan di Ciamis Utara.

Page 19: Bab 1 Dadan Diana

19

Deskriptif, mencoba untuk menggambarkan bagaimana pengembangan Kawasan

Agropolitan di Ciamis Utara yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ciamis.

Bogdan dan Taylor berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah “sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati” (dalam Moleong,

2004:3). Sedangkan menurut Kirk dan Miller penelitian kualitatif adalah:

“Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya” (dalam Moleong, 2004 : 3).

Pendapat lain, menurut Moleong penelitian kualitatif adalah:

“Suatu penelitian dimana data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode penelitian kualitatif. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan data-data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya” (Moleong, 2004:6)

Jadi, penelitian ini lebih menekan bagaimana pengembangan kawasan

agropolitan di Ciamis Utara Kabupaten Ciamis. Data-data diperoleh melalui studi

literatur, observasi, wawancara dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

pengembangan kawasan agropolitan di Ciamis Utara. Observasi dilakukan

terhadap wilayah pengembangan kawasan agropolitan, yaitu Ciamis Utara.

Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Ciamis

yang diwakili oleh Kepala BAPPEDA Kabupaten Ciamis dan masyarakat Ciamis

Utara melalui Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) tiap masing-masing

kecamatan di Ciamis Utara. Kemudian, untuk melengkapi data-data yang

Page 20: Bab 1 Dadan Diana

20

diperoleh, peneliti melengkapinnya dengan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan pengembangan kawasan agropolitan di Ciamis Utara. Dokumen-dokumen

tersebut diantaranya Surat Keputusan Bupati Ciamis tentang Kawasan

Agropolitan, Surat Keputusan Bupati Ciamis tentang Kelompok Kerja (POKJA)

Pengembangan Kawasan Agropolitan, Rencana Induk Pengembangan (RIP)

Agropolitan dan dokumen lainnya. Selanjutnya, data-data yang telah diperoleh

tersebut, diolah dan disusun dalam sebuah laporan penelitian. Instrumen dalam

penelitian ini adalah peneliti sendiri. Karena, instrumen atau alat penelitian

kualitatif adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2009:59).

1.6.2 Teknik Penentuan Informan

Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-orang yang

dianggap oleh peneliti memiliki pengetahuan yang cukup mengenai

pengembangan kawasan agropolitan di Ciamis Utara. Adapun, definisi informan

adalah sebagai berikut:

“Informan adalah orang-orang pada lokasi penelitian yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi pada lokasi penelitian. Jadi ia harus mengetahui banyak tentang latar belakang penelitian.Informan merupakan orang yang diamati dan memberikan data berupa kata-kata atua tindakan, serta mengetahi dan mengerti masalah yang sedang diteliti. Jadi ia harus banyak tentang latar belakang penelitian. Informan merupakan orang yang diamati dan memberikan data berupa kata-kata atau tindakan, serta mengetahui dan mengerti masalah yang diteliti.” (Moleong, 1994 : 90).

Narasumber atau informan dalam penelitian ini ditentukan secara

Purposive. Purposive adalah “menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu

yang dipandang dapat memberikan data sampel dengan pertimbangan tertentu

Page 21: Bab 1 Dadan Diana

21

yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal” (Arikunto, 2006:16).

Pertimbangan informan dalam penelitian ini adalah orang yang dianggap p

mengetahui dan terlibat langsung dalam pengembangan kawasan agropolitan di

Ciamis Utara. Informan yang dipilih peneliti terdiri dari pihak Pemerintah

Kabupaten Ciamis melalui organisasi perangkat daerah terkait dan dari

masyarakat melalui Ketua Gabungan Kelompok Tani.

Adapun informan dalam penelitian pengembangan Kawasan Agropolitan

di Ciamis Utara yaitu:

Tabel 1.1 Tabel informan

Informan Informasi yang diharapkan Jumlah

Kepala BAPPEDA Kabupaten Ciamis

Informan memiliki pengetahuan terhadap pengembangan kawasan agropolitan di Ciamis Utara .

1 orang

Kepala Dinas Cipta Karya, Kebersihan dan Tata ruang

Informan memiliki pengetahuan dalam hal tata ruang, sarana dan prasarana di Kawasan pengembangan agropolitan di Ciamis Utara.

1 orang

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Informan memiliki pengetahuan dalam hal produksi pertanian di Kawasan pengembangan agropolitan di Ciamis Utara.

1 orang

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM

Informan memiliki pengetahuan dalam hal kondisi penanganan pasca panen, pemasaran pertanian di Kawasan pengembangan agropolitan di Ciamis Utara.

1 orang

Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat

Informan memiliki pengetahuan dalam hal pengembangan sumebr daya manusia di Kawasan pengembangan agropolitan

1 orang

Page 22: Bab 1 Dadan Diana

22

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Informan memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam pengembangan kawasan agropolitan di Ciamis Utara.

5 orang

Sumber : Peneliti, 2012

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang bersumber pada buku-

buku, literatur serta dokumentasi mengenai teori, konsep, serta kaidah

peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan

pengembangan Kawasan Agropolitan.

2. Studi lapangan, yaitu dengan cara mengumpulkan data dan menyeleksi

data yang diperoleh dilokasi penelitian meliputi:

a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung dan pencatatan gejala objek penelitian.

Yaitu, berkaitan dengan Pengembangan Kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara.

b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang

berhubungan dengan Pengembangan Kawasan Agropolitan di

Ciamis Utara yang dianggap dapat mewakili, yaitu Kepala

BAPPEDA Kabupaten Ciamis dan Ketua Gabungan Kelompok

Page 23: Bab 1 Dadan Diana

23

Tani (Gapoktan) yang berjumlah lima orang. Metode wawancara

yang digunakan adalah wawancara mendalam.

c. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan

fasilitas data sekunder yang berupa dokumen-dokumen. Dokumen

bisa berbentuk Surat Keputusan (SK) Bupati, Peraturan Daerah

(Perda), Rencana induk pengembangan kawasan dan dokumen

lainnya. Kaitannya dengan penelitian ini berarti dokumen-

dokumen yang berkaitan dengan pengembangan kawasan

Agropolitan di Ciamis Utara. Studi ini merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara.

1.6.4 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yakni berawal dari yang

bersifat khusus berupa kumpulan data ke yang bersifat umum berupa konsep.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan sampai penulisan laporan penelitian. Nasution (1988) menyatakan

bahwa ”Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,

sebelum terjun kelapangaqn, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil

penelitian” (dalam Sugiyono, 2009:89).

Pada teknik analisis data, peneliti menggunakan teknik analisis data dari

Miles dan Huberman. Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara

bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau

verifikasi.

Page 24: Bab 1 Dadan Diana

24

1. Reduksi data adalah sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ”kasar” yang

muncul dari catatan-catatan lapangan, dengan maksud menyisihkan data

atau informasi yang tidak relevan. Reduksi data dilakukan sejak

pengumpulan data.

2. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan di akhir

penelitian kualitatif. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji

kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya.

1.6.5 Teknik Validasi Data

Untuk menguji keabsahan data yang diperoleh dari lapangan, dalam

penelitian ini peneliti menggunkan teknik triangulasi. Menurut Wiliam Wieserma

triangulasi adalah:

“Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu” (dalam Sugiyono 2009:125).

Dalam pengujian keabsahan data, Triangulasi diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

Pendapat lain mengemukakan bahwa triangulasi adalah: “teknik pemeriksaan

Page 25: Bab 1 Dadan Diana

25

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”(Moleong

2002:178).

Adapun teknik triangulasi meliputi triangulasi sumber, triangulasi teknik,

dan triangulasi waktu, yaitu:

1. “Triangulasi SumberTriangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triangulasi TeknikTriangulasi tenik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi WaktuWaktu sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat nara sumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya”.

(Sugiyono, 2009:127-128).

Data yang diperoleh peneliti di lapangan perlu diuji keabsahan data

tersebut. Dengan triangulasi sumber, peneliti dapat melakukan pengecekan

kebenarannya dengan berbagai teknik pengumpulan data. Misalnya, dari hasil

wawancara dapat dicek kebenarannya dengan dokumen yang ada atau dengan

obervasi. Kemudian, setiap informan yang berbeda memungkinkan informasi

yang disampaikaan berbeda juga. Oleh sebab itu, untuk menjaga keabsahan data,

peneliti melakukan pengecekan pada masing-masing jawaban informan. Pada

penelitian ini, peneliti tidak menggunakan triangulasi waktu. Dikarenakan,

keterbatasan waktu informan untuk memberikan informasi yang diharapkan.

Sehingga, peneliti menyesuaikan waktu dengan masing-masing informan untuk

Page 26: Bab 1 Dadan Diana

26

memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengembangan Kawasan

Agropolitan di Ciamis Utara.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Ciamis Utara dimana di wilayah tersebut

dikembangkan Agropolitan. Ciamis Utara meliputi lima kecamatan. Waktu yang

dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini diperkirakan selama 11 bulan dimulai

dari bulan November 2011-September 2012. Adapun rincian kegiatan penelitian

ini sebagai berikut:

1.2 Waktu Kegiatan Penelitian

NO Kegiatan2011 2012

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep

1. Studi Pustaka

2. Observasi Awal

3. Penyusunan UP

4. Seminar UP

5. Penelitian Lapangan

6. Pengumpulan Data

7. Pengolahan Data

Page 27: Bab 1 Dadan Diana

27

8. Penyusunan Laporan

9. Seminar Draft

10. Sidang

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: Bab 1 Dadan Diana

28

Adisasmita, Rahardjo.2006 Pembangunan pedesaan dan perkotaan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Antara Jawa Barat. 2011. Kabupaten ciamis kehilangan Rp8 miliar dari pangandaran. Dapat diakses pada: http://antarajawabarat.com/ lihat/berita/30061/lihat/kategori/94/Kesra (diakses 5 september 2011).

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta : PT Rineka Cipta.

Bppsdmp, deptan. 2003. Gerakan pengembangan kawasan agropolitan. Dapat diakses pada : http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/KT-gpka-00718-11112007 110047.pdf (diakses 26 Maret 2012).

Firman, Achmad. 2007. Agropolitan berbasis subsektor peternakan. Dapat diakses pada : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/ uploads/2009/03/ agropolitan_berbasis_subsektor_peternakan.pdf. (diakses 20 Maret 2011).

Indrawijaya, Adam I. 2000. Perilaku Organisasi. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Kompas. 2010. Pemerintah akui kesenjangan pembangunan. Dapat diakses pada : http://nasional.kompas.com/read/2010/05/23/22265067/Pemerintah.Akui.Kesenjangan.Pembangunan (diakses 18 April 2011).

Kompas. 2012. BPS lakukan survei pertanian 2013. Dapat diakses pada : http://nasional.kompas.com/read/2012/04/03/04232695/BPS.Lakukan.Sensus.Pertanian.pada.2013 (diakses 20 April 2012)

Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitati . Bandung : Rosda Karya.

Mulyanto, H.R. 2008. Prinsip-prinsip pengembangan wilayah. Yogyakarta:Graha Ilmu.

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.

Nugrorho, Iwan. Agropolitan : suatu kerangka berpikir baru dalam strategi pembangunan nasional. Dapat diakses pada: http://isjd.pdii.lipi.go.id/ admin/jurnal/51066475.pdf (diakses 27 Februari 2012).

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan praktik pemerintahan dan otonomi daerah. Jakarta : PT. Grasindo.

Pikiran Rakyat. 2009. Ciamis utara minta lebih diperhatikan. Dapat diakses pada :http://www.pikiran-rakyat.com/node/102458?page=3 (diakses 28 september 2011).

Pikiran Rakyat. 2009. Lokasi ciamis strategis. Dapat diakses pada : http://www.pikiran-rakyat.com/node/91565 (diakses 28 september 2011).

Page 29: Bab 1 Dadan Diana

29

Rustiadi Ernan dan Sugimin Pranoto. 2007. Agropolitan Membangun Ekonomi Perdesaan. Bogor : Crestpent Press

Rustiadi, Ernan., S.Sunsun., dan Dyah R.P. 2009. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Jakarta : Crestpent dan Yayasan Obor Indonesia.

Sugiyono.2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Republik Indonesia Noomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.