Bab 1

4
Bab 1. Pendahuluan 1.1 Tinjauan Singkat Mengenai Produk Kegunaan Surfaktan dalam pertambangan minyak bumi digunakan untuk aplikasi Enhanched Oil Recovery (EOR). Enhanched Oil Recovery merupakan metode peningkatan perolehan minyak bumi tahap lanjut (tahap tersier) yang diterapkan ketika minyak bumi yang terperangkap dalam pori-pori batuan tidak dapat diproduksi dengan teknologi konvensional (tahap primer dan sekunder). Surfaktan yang biasa digunakan dalam proses EOR adalah petroleum sulfonat yang merupakan produk turunan dari minyak bumi. Kelebihan dari surfaktan ini adalah memiliki kinerja maksimal dalam menurunkan IFT, bahkan dilaporkan mencapai 0,1 μN/m (Salager, 2002) sedangkan kelemahannya adalah harganya yang relatif mahal, bersifat tidak terbarukan dan tidak ramah lingkungan. Dengan keterbatasan tersebut, maka SLS dapat dijadikan sebagai pilihan terbaik untuk menggantikan surfaktan petroleum sulfonat dengan pertimbangan ketersediaan bahan baku yang melimpah, harga yang relatif murah dan sifatnya yang ramah lingkungan. Secara tradisional, strategi produksi minyak bumi mengikuti urutan recovery primer, recovery sekunder, dan recovery tersier (Craft et al., 1991). Rata-rata sekitar 10-20% OOiP (Original Oil in Place) dapat dikuras dari recovery primer ini. Recovery sekunder merupakan proses di mana minyak bumi dapat berpindah dengan diinjeksikan dengan larutan seperti gas atau air. Menurut perkiraan, sekitar 30-50% OOiP dapat diproduksi dari sumur yang telah dikembangkan dibawah metode recovery primer dan sekunder (Green and Willhite, 1998). Minyak bumi yang tersisa masih terjebak di dalam pori batuan, hal ini menyebabkan permukaan, gaya antarmuka, kekentalan, dan heterogenitas sumur menghasilkan efisiensi perpindahan minyak bumi yang buruk (Green and Willhite, 1998). Adanya fakta-fakta ini menyebabkan penggunaan berbagai metode Enhanced Oil Recovery terus berkembang. Metode-metode EOR menjanjikan recovery dengan porsi yang signifikan dalam pengambilan minyak bumi setelah metode-metode konvensional dilakukan.

description

aa

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

Bab 1. Pendahuluan1.1 Tinjauan Singkat Mengenai Produk

Kegunaan

Surfaktan dalam pertambangan minyak bumi digunakan untuk aplikasi Enhanched Oil Recovery (EOR). Enhanched Oil Recovery merupakan metode peningkatan perolehan minyak bumi tahap lanjut (tahap tersier) yang diterapkan ketika minyak bumi yang terperangkap dalam pori-pori batuan tidak dapat diproduksi dengan teknologi konvensional (tahap primer dan sekunder). Surfaktan yang biasa digunakan dalam proses EOR adalah petroleum sulfonat yang merupakan produk turunan dari minyak bumi. Kelebihan dari surfaktan ini adalah memiliki kinerja maksimal dalam menurunkan IFT, bahkan dilaporkan mencapai 0,1 μN/m (Salager, 2002) sedangkan kelemahannya adalah harganya yang relatif mahal, bersifat tidak terbarukan dan tidak ramah lingkungan. Dengan keterbatasan tersebut, maka SLS dapat dijadikan sebagai pilihan terbaik untuk menggantikan surfaktan petroleum sulfonat dengan pertimbangan ketersediaan bahan baku yang melimpah, harga yang relatif murah dan sifatnya yang ramah lingkungan.

Secara tradisional, strategi produksi minyak bumi mengikuti urutan recovery primer, recovery sekunder, dan recovery tersier (Craft et al., 1991). Rata-rata sekitar 10-20% OOiP (Original Oil in Place) dapat dikuras dari recovery primer ini. Recovery sekunder merupakan proses di mana minyak bumi dapat berpindah dengan diinjeksikan dengan larutan seperti gas atau air. Menurut perkiraan, sekitar 30-50% OOiP dapat diproduksi dari sumur yang telah dikembangkan dibawah metode recovery primer dan sekunder (Green and Willhite, 1998). Minyak bumi yang tersisa masih terjebak di dalam pori batuan, hal ini menyebabkan permukaan, gaya antarmuka, kekentalan, dan heterogenitas sumur menghasilkan efisiensi perpindahan minyak bumi yang buruk (Green and Willhite, 1998). Adanya fakta-fakta ini menyebabkan penggunaan berbagai metode Enhanced Oil Recovery terus berkembang. Metode-metode EOR menjanjikan recovery dengan porsi yang signifikan dalam pengambilan minyak bumi setelah metode-metode konvensional dilakukan.

Trimulyo et al. (2010) memperoleh data mengenai beberapa perkiraan yang menunjukan bahwa terdapat 62% atau setara dengan 42,8 miliar barel dari OOiP (Original Oil in Place) masih tersimpan di dalam reservoir setelah tahap pengurasan primer dan sekunder.

Salah satu usaha untuk menanggulangi penurunan produksi minyak bumi beberapa tahun terakhir adalah pengembangan teknologi EOR, teknologi pengurasan dalam rangka meningkatkan hasil produksi minyak yang memanfaatkan sumur minyak tua. Metode dalam EOR diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori utama, yaitu injeksi kimia (chemical flooding), injeksi gas tercampur (miscible gas injection), metode panas (thermal).

Injeksi kimia yang telah dikembangkan sejak awal tahun 1950, merupakan metode penting untuk EOR yang meliputi alkaline flooding, alkali-surfactant flooding, dan alkali-surfactant-polymer flooding. Injeksi kimia dan berbagai variasinya merupakan proses EOR yang telah dilakukan untuk mengeruk kembali minyak bumi residu setelah proses recovery primer dan sekunder. Konsep recovery minyak bumi dengan metode injeksi kimia diperkenalkan sejak tahun 1929 saat De Groot mengklaim paten bahwa surfaktan yang larut dalam air dapat membantu meningkatkan recovery minyak bumi.

Page 2: Bab 1

Surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka antara air garam dengan minyak bumi sisa. Penggunaan surfaktan yang tepat dapat secara efektif menurunkan tegangan antarmuka dan menghasilkan peningkatan yang sesuai dalam bilangan kapiler (Berger and Lee, 2006). Keberhasilan dari metode injeksi kimia bergantung pada berbagai faktor seperti formulasi, biaya produksi surfaktan, ketersediaan bahan kimia, dan harga minyak di pasaran. Sistem EOR memungkinkan surfaktan dapat digunakan dalam beberapa formulasi untuk meningkatkan produksi minyak bumi yaitu dengan kombinasi polimer dan alkali.

Surfaktan yang banyak digunakan untuk EOR berbahan dasar dari petroleum, contohnya Linear Alkylbenzene Sulfonic (LAS). Penggunaan LAS sebagai surfaktan untuk mengambil minyak mentah dinilai kurang efektif karena dapat meningkatkan konsumsi minyak mentah dunia. Penggunaan surfaktan yang berbahan dasar minyak bumi ini juga akan merusak lingkungan di sekitar sumur karena sifatnya yang sulit terdegradasi. Harga surfaktan jenis ini dapat mencapai jutaan rupiah setiap liternya, tergantung juga pada harga minyak mentah dunia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dibutuhkan surfaktan dengan bahan dasar yang tidak berasal dari minyak bumi, keberadaannya melimpah dan mudah diperoleh. Surfaktan tersebut juga harus lebih murah dan tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak mentah dunia karena tidak berasal dari minyak bumi, sehingga kebutuhan surfaktan dalam jumlah besar tidak menjadi masalah yang begitu berarti. Dari segi lingkungan, surfaktan tersebut juga harus mudah terdegradasi dan tidak merusak lingkungan.

Indonesia memiliki tanaman-tanaman yang mengandung minyak nabati diantaranya kelapa sawit. Tanaman yang memiliki komoditi terbesar ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk bermanfaat. Untuk beralih dari surfaktan petroleum, surfaktan berbasis minyak nabati seperti minyak sawit ini dapat menjadi alternatif terbaik. Surfaktan tersebut diproduksi menggunakan bahan baku metil ester (biodiesel) dari bahan baku minyak sawit menjadi metil ester sulfonat (MES).

Surfaktan berbasis bahan alami saat ini lebih banyak dikembangkan terkait isu lingkungan. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang terbarukan, lebih bersih, dan ramah lingkungan apabila dibandingkan surfaktan berbasis petroleum. Kebijakan pemerintah mengharuskan 60% Crude Palm Oil (CPO) untuk diolah menjadi produk turunannya di dalam negeri, sementara 40% masih boleh diekspor dalam bentuk mentah. Bila perusahaan minyak sawit dan perusahaan minyak teliti dalam melihat potensi pengembangan surfaktan MES yang selanjutnya digunakan dalam proses Enhanced Oil Recovery, maka 40% merupakan angka yang cukup besar.

Penelitian mengenai surfaktan MES pada skala laboratorium telah dilakukan (Hidayati, 2009 ; Kusmindartiti, 2014). Produk yang dihasilkan produk yang dapat diaplikasikan pada kosmetika, pembersih, dan untuk aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat potensi pengembangan dan pemanfaatan yang demikian besar, maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES perlu dilakukan dan dilanjutkan.

KebutuhanProses sintesa secara umumSyarat dan karakteristik produk

1.2 Pemilihan Bahan BakuPemilihan bahan baku

Page 3: Bab 1

Krakteristik bahan bakuSifat fisika dan kimia

1.3 Pemilihan ProsesFaktor-faktor menentukan pemilihan proses

Bab 2. Deskripsi Proses2.1 Persiapan Umpan2.2 Reaksi2.3 Pemisahan dan Pemurnian

Bab 3. Perhitungan Neraca Massa dan Energi