BAB 1

106
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global dan angka kejadiannya mengalami peningkatan dibanyak negara. Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada remaja dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya (DeGuzman DA, 2007;Nurcahyo H, 2009). Bakteri potensial patogen merupakan flora normal yang hidup pada kulit dan mukosa yang bersifat sementara mengkolonisasi nasofaring orang sehat. Keberadaannya selalu ditemukan pada setiap individu walaupun sedang dalam keadaan tidak sakit. Kolonisasi nasofaring oleh bakteri potensial pathogen respiratori seperti gram negative, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophillus influenza umumnya tanpa menimbulkan manifestasi klinis, tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini tetap menjadi sebuah masalah karena dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran pada orang lain (Hikmawati,2010). 1

description

rhinitis

Transcript of BAB 1

Page 1: BAB 1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus

yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah

kesehatan global dan angka kejadiannya mengalami peningkatan dibanyak negara.

Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada remaja

dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-12,3 % dan

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita ternyata

mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan produktivitas kerja.

Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi harus dianggap sebagai

penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan mempersulit penanganannya

(DeGuzman DA, 2007;Nurcahyo H, 2009).

Bakteri potensial patogen merupakan flora normal yang hidup pada kulit dan

mukosa yang bersifat sementara mengkolonisasi nasofaring orang sehat.

Keberadaannya selalu ditemukan pada setiap individu walaupun sedang dalam

keadaan tidak sakit. Kolonisasi nasofaring oleh bakteri potensial pathogen

respiratori seperti gram negative, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus

aureus, Haemophillus influenza umumnya tanpa menimbulkan manifestasi klinis,

tetapi keberadaan bakteri-bakteri potensial patogen respiratori ini tetap menjadi

sebuah masalah karena dapat menjadi sumber penularan dan penyebaran pada

orang lain (Hikmawati,2010).

Bakteri gram negatif pada saluran pernafasan di antaranya Haemophillus

Influenzae, Enterobacteriacea, Neisseria meningitidis. Haemophillus influenza

ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian atas pada manusia. Neisseria

Meningitidis (meningokokus) dalam tubuh manusia bersifat pathogen. Nasofaring

merupakan pintu masuknya, disana organism ini melekat pada sel-sel epitel

dengan bantuan pili, bakteri ini dapat merupakan bagian flora sementara tanpa

menimbulkan gejala. Dari nasofaring, bakteri ini dapat mencapai aliran darah dan

mengakibatkan bakteremia, gejalanya seperti infeksi saluran pernapasan (Jawetz et

al,2007).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :

1. Apa anatomi fisiologi dari rhinitis ?

2. Bagaimana epidemiologi dari rhinitis ?

3. Apa definisi dari rhinitis ?

1

Page 2: BAB 1

4. Bagaimana etiologi dari rhinitis ?

5. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari rhinitis ?

6. Apa tanda dan gejala dari rhinitis ?

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari rhinitis ?

8. Bagaimana penatalaksanaan dari rhinitis ?

9. Bagaimana asuhan keperawatan dari rhinitis ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu :

1. Mengetahui anatomi fisiologi dari rhinitis.

2. Mengetahui epidemiologi dari rhinitis.

3. Mengetahui definisi dari rhinitis.

4. Mengetahui etiologi dari rhinitis.

5. Mengetahui patofisiologi dan WOC dari rhinitis.

6. Mengetahui tanda dan gejala dari rhinitis.

7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari rhinitis.

8. Mengetahui penatalaksanaan dari rhinitis.

9. Mengetahui asuhan keperawatan dari rhinitis.

2

Page 3: BAB 1

BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi

Dari luar, hidung berbentuk piramida dengan puncak hidung sebagai apeks.

Sepertiga bagian kerangka hidung terdiri dari tulang dan dua pertiga bagian

terdiri dari tulang rawan (Gambar 3.1).

Di dalam, hidung dibagi menjadi dua rongga hidung (kavum nasi) yang

dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Bagian tulang posterior terdiri dari

vomer dan lamina perpendikularis etmoid (Gambar 3.2). Bagian depan (kartilago

kuadrangularis) ialah tulang rawan dan membrane. Maksila, palatum dan

premaksila merupakan dasar pyramid hidung. Atapnya terdiri dari tulang hidung,

lamina kribriformis tulang etmoid dan tulang sphenoid. Bagian lateral rongga

hidung terutama terdiri dari tulang. Rongga hidung oleh kerang hidung (konka)

dibagi menjadi tiga celah (meatus) (Gambar 3.3).

Rongga hidung bermuara di nasofaring melalui koana. Bagian paling depan

(vestibulum) berlapis epitel kulit, sebagian besar dengan epitel berambut getar

(silia). Panjang silia kurang lebih 6-7µ, bergetar dalam irama dan arah yang sama

dengan frekuensi 10-25 Hz dan dengan demikian dapat memindahkan palut

lender (mucous blanket) 6-12 mm/menit yang terjadi dari lapisan viskosa di

permukaan dan lapisan bawah yang agak serosa. Tahap pengembalian gerak silia

berada di lapisan bawah, pada saat gerak propulsi ujung silia menyentuh lapisan

atas yang viskos.

3

Gambar 3.1 Rangka Luar Hidung

Page 4: BAB 1

Pada diskinesis siliaris primer, terdapat kerusakan congenital ultrastruktur

pada silia yang menyebabkan gerakan silia dan transportasi lender tidak ada dan

pada laki-laki terjadi infertilitas karena silia pada spermatozoa tidak bergerak.

Pasien menderita sinusitis kronis, bronchitis kronis dan lama-lama terjadi

bronkiektasis. Setengah dari pasien, selain dari itu menderita situs inversus dan

kombinasinya yang dikenal sebagai sindrom Kartagener.

Selaput lendir pada region olfaktoria atau celah penghidu tampak sebagai

lokus luteus. Epitel penghidu, kira-kira 1 cm2 pada setiap rongga hidung terletak

di lamina kribosa, dibagian atas dari septum dan dipermukaan atas konka

superior. Epitel penghidu terdiri dari sel basal, sel penunjang, kelenjar Bowman

dan kurang lebih 2.106 sel indera. Sel epitel penghidu bipolar mempunyai cabang

sentrypetal yang membentuk ikatan yaitu fila olfaktoria. Ikatan ini menjadi n.

olfaktorius yang mempunyai bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius berjalan

ke girus hipokampi. Letaknya kira-kira 2,5 cm dibelakang lubang hidung,

beberapa sentimeter diatas dasar hidung diantara selaput lender dan perikondrium

4

Gambar 3.2 Sekat Hidung (septum nasi)

Gambar 3.3 Dinding Lateral Hidung

Page 5: BAB 1

septum nasi pasangan organ vomer nasi atau organ Jacobson. Struktur yang

berbentuk pipa ini mempunyai diameter 1 mm dan panjang 2-12 mm.

Organ ini peka terhadap feromon, zat penghidu mudah menguap yang lebih

kuat pada binatang daripada manusia yang berpengaruh untuk melaksanakan

kehidupan yang ganas. Pada sub mukosa, apalagi di konka, terdapat jaringan

pembuluh darah dengan badan menggelembung.

Pendarahan hidung sebagian besar berasal dari daerah aliran a. karotis eksterna

dan 30% melalui a. karotis interna. Inervasi sensoris terutama berjalan melalui

percabangan n. trigeminus.

Fungsi Hidung

Hidung merupakan bagian dari traktus respiratorius, alat penghidu dan rongga

suara untu berbicara.

Fungsi pernafasan adalah mengatur kondisi udara yang dihirup dan mengatur

tahanan pernapasan. Fungsi mengatur kondisi udara meliputi pemanasan,

kelembaban dan pembersihan. Pemanasan tercapai melalui kontak udara yang

dihirup dengan permukaan dalam yang luas dan pleksus pembuluh darah didalam

submukosa hidung. Palut lender diatas selaput lender menjenuhkan udara yang

dihirup dengan uap air. Pembersihan terjadi karena rambut didalam vestibulum

menahan debu dan karena percikan debu (partikel) tertahan dalam lender, oleh

gerakan rambut getar selaput lender, lender dialirkan ke faring.

Hidung sebagai alat penghidu pada manusia memiliki peran yang lebih kecil

disbanding dengan fungsi hidung pada hewan pada umumnya, namun masih

sangat penting untuk memilih jenis makanan dan minuman, sebagai perlindungan

terhadap pengaruh yang merusak dan berbahaya (misalnya mencium bau

pembakaran) dan untuk hubungan dengan lingkungan.

Pada waktu berbicara, hidung berperan sebai rongga suara yaitu rongga

resonansi, apabila nasofaring tidak tertutup dan sebagian dikeluarkan melalui

hidung. Hidung merupakan alat reflex yang penting. Kebanyakan reflex melibat

dalam pengaturan dalamnya pernapasan, lama bernapas dan tertahan hidung.

Hidunng mempunyai fungsi estetis dan emotif. Hidung secara tak wajar dipakai

dalam kata mutiara dan gambar komik. Bentuk hidung yang menyimpang sering

merupakan beban psikis dan social. Kelainan bentuk bisa didapat sejak lahir atau

akibat trauma, infeksi atau tumor.

5

Page 6: BAB 1

B. Epidemiologi

Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul

sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di

musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi

penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang

tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang

satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di

bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya

umur.

Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika

Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan

dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan

pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat

menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga,

gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg

tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.

Angka kejadian rhinitis alergi secara umum berkisar 25% terutama pada

remaja dan dewasa. Prevalensi rinitis alergi di Indonesia bervariasi antara 1,5-

12,3 % dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebagian besar penderita

ternyata mengalami penurunan kualitas hidup, kualitas pendidikan dan

produktivitas kerja. Meskipun bukan penyakit yang berbahaya, rinitis alergi

harus dianggap sebagai penyakit serius agar tidak memperparah kondisi dan

mempersulit penanganannya (DeGuzman DA, 2007, Nurcahyo H, 2009).

C. Definisi Rhinitis

Rhinitis berasal dari dua kata bahasa Greek “rhin/rhino” (hidung) dan “itis”

(radang). Dengan demikian rhinitis berarti radang hidung atau tepatnya radang

selaput lendir (membran mukosa) hidung.

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di

hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung.

( Dorland, 2002 ). Rinitis atau hidung tersumbat adalah suatu bejala yang paling

sering ditemukan dan etiologinya dapat alergi ataupun non alergi (Swartz, Mark

H,1995).

Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin di

kelompokkan sebagai rinitis alergik maupun non alergik (Brunner&Suddart,

2001). Sedangkan menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on

Asthma) 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rhinore,

6

Page 7: BAB 1

rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang

diperantari oleh IgE.

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA

(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat

berlangsungnya dibagi menjadi :

1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau

kurang dari 4 minggu

2. Persisten atau menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari

4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi

menjadi :

1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian,

bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut.

Klasifikasi rhinitis yaitu :

1. Rhinitis Akut

Rhinitis akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan

oleh infeksi virus atau bakteri. Selain itu, rhinitis akut dapat juga timbul

sebagai reaksi sekunder akibat iritasi lokal atau trauma. Penyakit ini seringkali

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang termasuk ke dalam rhinitis akut

seperti rhinitis influenza.

7

Page 8: BAB 1

2. Rhinitis Kronis

Suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh

infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor. Rhinitis

disebut kronik bila radang berlangsung lebih dari 1 bulan.

Rinitis kronis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Rhinitis Alergi

Rhinitis alergi adalah istilah umum yang digunakan untuk

menunjukkan setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-

tahun atau musiman. (Dorland,2002 ). Rhinitis alergi adalah penyakit

inflamasi yang disebabkan oleh reaksi pasien atopi yang sebelumnya sudah

tersensitasi dengan alergen spesifik atau pada partikel seperti debu, asap ,

serbuk atau tepung sari yang ada pada udara. (Efianty Arsyad,Soepardi,

2010). Gejala klinis yang muncul pada fase akut (dalam 5 menit setelah

terpajan alergen), manifestasi rinitis alergi berupa bersin, gatal di hidung,

dan rinorea cairan. Selama fase lanjut (4-8 jam setelah pajanan), gejala

utama rinitis alergi adalah kongesti nasal. (Greenberg,2008).

Macam-macam rhinitis alergi yaitu :

a. Rinitis alergi musiman (Hay Fever), biasanya terjadi pada musim semi.

Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti

benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk

penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

b. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial), disebabkan bukan

karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa

(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering

berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan

serta bau-bauan yang menyengat.

8

Page 9: BAB 1

b) Rhinitis Non Alergi

Rhinitis Non Alergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis

viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung,

deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik

dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti

hipertensif.

Rhinitis non alergi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Rhinitis vasomotor adalah hiperaktivitas aspesifik selaput lendir hidung.

Keluhan utamanya ialah hidung tersumbat, terutama waktu merebahkan

diri dan tidur dan dalam lingkungan yang berasap.

Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal :

a)      Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,

seperti: ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat

vasokontriktor lokal.

b) Faktor fisik, seperti iritasi asap rokok, udara dingin, kelembapan

udara yang tinggi, dan bau yang merangsang.

c)      Faktor endokrin, seperti : kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.

d)     Faktor psikis, seperti : cemas dan tegang.

b. Rhinitis Atrofi adalah di tandai dengan adanya atrofi selaput lendir

hidung, rongga hidung yang luas, keluhan tersumbatnya hidung (karena

luasnya rongga hidung terjadi peningkatan tahanan akibat lebih banyak

aliran turbulen dibanding aliran laminar) dan biasanya banyak terdapat

krusta yang bau.

c. Rhinitis Hipertrofi biasanya terjadi akibat gangguan kronis di hidung

sehingga timbul hipertrofi selaput lendir dan konka. Keluhan pasien

adalah hidung tersumbat.

D. Etiologi

1. Penyebab

Rinitis alergi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara

genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Peran lingkungan dalam

dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan,

terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen

9

Page 10: BAB 1

inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau,

kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain

2. Faktor Risiko

Seseorang akan mudah atau mungkin lebih mudah mengalami rinitis alergi

ketika memiliki riwayat alergi seperti asma atau gatal-gatal pada kulit,

riwayat keluarga dengan rinitis alergi atau asma dan alergi jenis lain dan

tinggal di tempat yang sering terpapar alergen seperti bulu binatang.

3. Faktor Predisposisi

A. Faktor luar :

a) Pengaruh atmofer : angin, suhu, udara, humiditas, hujan.

b) Common cold virus hidup lebih baik pada humiditas tinggi.

c) Ventilasi ruangan yang kurang : ruangan kecil, tertutup, penuh

orang.

d) Debu, gas

Dingin menimbulkan refleksi vasokonstriksi yang kemudian

menyebabkan iskemi jaringan sehingga daya tahan terhadap infeksi

menurun.

B. Faktor dalam :

a) Daya tahan tubuh yang menurun.

a. Kelelahan.

b. Kurang makanan bergizi.

c. Defisiensi vitamin A, C dan D

b) Daya tahan local kavum nasi.

a. Alergi hidung.

b. Obstruksio nasi kronis, misalnya adenoid hipertrofi, septum

deviasi.

c) Penyakit exanthema

Rhinitis akuta dapat merupakan gejala prodomal dari morbilli,

varicella, variola.

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap

sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase

yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction, berlangsung sejak kontak dengan

allergen hingga 1 jam setelahnya.

2. Late Phase Allergic Reaction, reaksi yang berlangsung pada dua hingga

empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung

hingga 24 jam.

10

Page 11: BAB 1

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :

1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya

debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya

susu, telur, coklat, ikan dan udang.

3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin atau sengatan lebah.

4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan

Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi

tiga tahap besar :

1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik.

2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system

humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut,

jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen

masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka

berlanjut ke respon tersier.

3. Respon Tersier , reaksi imunologik yang tidak meguntungkan.

Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari

ARIA, 2001 (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan

pada waktu terjadinya gejala dan keparahannya adalah:

Berdasarkan lamanya terjadi gejala

Klasifikasi Gejala dialami selama

Intermitten Kurang dari 4 hari seminggu, atau

kurang dari 4 minggu setiap saat

kambuh.

Persisten Lebih dari 4 hari seminggu, atau

lebih dari 4 minggu setiap saat

kambuh.

Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup

Ringan Tidak mengganggu tidur, aktivitas

harian, olahraga, sekolah atau

pekerjaan. Tidak ada gejala yang

mengganggu.

Sedang sampai berat Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah

ini:

11

Page 12: BAB 1

1.    Gangguan tidur, gangguan aktivitas

harian, kesenangan, atau olah raga

3.      gangguan pada sekolah atau pekerjaan

4.      gejala yang mengganggu

E. Patofisiologi

1)    Rinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan

tahap sensitisasi dan diikuti tahap provokasi atau reaksi alergi. Pada kontak 

pertama dengan alergen, makrofag dan monosit sebagai penyaji akan

menangkap allergen yang menempel dimukosa hidung. Setelah diproses,

antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan

molekul HLA (Human Leukosit Antigen) dan akan membentuk komplek

peptida MHC (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian akan

bertemu oleh sel T helper.

Kemudian sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin dan

sel T helper akan berproliferasi (memperbanyak diri) yang menghasilkan

berbagai sitokin dan sel limfosit B dalam darah akan mengikat sitokin

tersebut. Mengakibatkan sel limfosit B akan menjadi aktif dan akan

menghasilkan Ig E. Ig E di aliran darah akan masuk ke jaringan dan diikat

oleh mastoid atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang

tersensitisasi. Bila mukosa ini terpapar allergen yang sama, Ig E akan

mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel

mastoid dan basofil) yang mengakibatkan mediator kimia terlepas

(histamin).

Histamin ini akan merangsang H1 pada ujung syaraf vidianus

sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Dan

histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet

mengalami hipersekresi dan pemeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi

rinore yang akan terjadi hidung tersumbat sehingga akan mengakibatkan

obstruksi saluran pernafasan. (Efianty Arsyad Soepardi 2010).

2)    Rinitis non alergi

12

Page 13: BAB 1

Pemakaian topikan vasokonstriktor berulang dan dalam waktu lama

akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi

sehingga timbul gejala obstruksi. Hal ini menyebabkan pasien lebih sering

dan lebih lama lagi memakai obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan

kadar agonis alfa adrenergic yang tinggi di mukosa hidung. dan akan diikuti

penurunan sensitivitas reseptor alfa adrenergic di pembuluh darah sehingga

terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan

vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung) menghilang. Akan terjadi

dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung.

Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat

tetes hidung dalam waktu lama ialah silia akan rusak, sel goblet berubah

ukurannya,  membran basal menebal, pembuluh darah melebar, stroma

tampak edema, hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH secret hidung,

lapisan sub mukosa menebal dan lapisan periostium menebal. Oleh karena

itu pemakaian obat vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu minggu,

dan sebaiknya yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH

antara 6,3 dan 6,5). (Efianty Arsyad Soepardi 2010).

WOC

13

Page 14: BAB 1

F. Tanda dan Gejala

14

Page 15: BAB 1

1. Rhinitis akut

a. Stadium Prodromal Kering (stadium awal), di mana penderita merasakan

gejala umum seperti menggigil dengan rasa panas dingin berselingan

(meriang), nyeri kepala, pucat, kurang nafsu makan, kadang suhu

subfebril atau tidak terlalu panas, tapi sering juga terjadi suhu yang tinggi

apalagi pada anak-anak yang disertai rasa gatal, panas, rasa kering pada

hidung dan tenggorokan, iritasi hidung. Mukosa hidung biasanya pucat

dan kering.

b. Stadium Kataralis (stadium lanjutan), pada saat ini biasanya dimulai

beberapa jam setelah sekret mencair, obstruksi atau penyumbatan hidung,

kehilangan penciuman sementara, lakrimalisasi atau airmata terus-

menerus meleleh, dan keadaan bisa berangsur-angsur menjadi lebih

buruk. Mukosa hidung memerah, bengkak, dan terdapat sekret atau ingus

yang banyak.

2. Rhinitis Kronis

a. Rhinitis Alergi

Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin

berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama

pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal

ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri

(self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih

dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin.

Disebut juga sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala

lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat,

hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air

mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata,

telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung

melintang – garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat

sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic

salute), pucat dan edema.

b. Rhinitis Non Alergi

a) Rhinitis Vasomotor

Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi

pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak

banyak. Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata. Gejala

15

Page 16: BAB 1

memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu

yang ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.

b) Rhinitis Atrofi

Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi

hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). Hidung tersumbat dan hidung

meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi

biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih

keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi

hidung atau infeksi sinus. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal

pada mata, telinga dan tenggorok. Badan menjadi lemah dan tak

bersemangat.

c) Rhinitis Hipertrofi

Penderita mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair.

Pada pemeriksaan konka dengan secret hidung yang berlebihan.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test)

sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien

lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita

asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi

kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan

derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio

Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno SorbentAssay

Test).

Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan

diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan.

Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

2. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit

kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-

point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan

menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat

16

Page 17: BAB 1

kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi

serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.

Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat

diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan

provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh

dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang

dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya

diamati reaksinya.

Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu

makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu

jenis makanan.

3. Pemeriksaan Rinoskopi Anterior dan Posterior

Rinoskopi anterior adalah pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan

memakai spekulum hidung. Di belakang vestibulum dapat dilihat bagian

dalam hidung. Saluran udara harus bebasdan kurang lebih sama pada kedua

sisi. Pada kedua dinding lateral dapat dilihat konka inferior. Hal-hal yang

harus diperhatikan pada rinoskopi anterior ialah :

a) Mukosa. Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda. Pada

radang berwarna merah, sedangkan pada alergi akan tampak pucat atau

kebiru-biruan (livid).

b) Septum. Biasanya terletak di tengah dan lurus. Diperhatikan apakah ada

deviasi, krista, spina, perforasi, hematoma, abses dan lain-lain.

c) Konka. Diperhatikan apakah konka besarnya normal (eutrofi, hipertrofi,

hipotrofi atau atrofi).

d) Sekret. Bila ditemukan sekret pada rongga hidung, harus diperhatikan

banyaknya, sifatnya (serous, mukoid, mukopurulen, purulen atau

17

Page 18: BAB 1

bercampur darah) dan lokalisasinya (meatus inferior medius, atau superior).

Lokasi sekret ini penting artinya, sehubungan dengan letak ostium sinus-

sinus paranasal dan dengan demikian dapat menunjukkan dari mana sekret

tersebut berasal. Krusta yang banyak ditemukan pada rhinitis atrofi.

e) Massa. Massa yang sering ditemukan di dalam rongga hidung adalah polip

dan tumor. Pada anak dapat ditemukan benda asing.

Rhinoskopi posterior adalah pemeriksaan ronnga hidung dari

belakang, dengan menggunakan kaca nasofaring. Dengan mengubah-ubah

posisi kaca, kita dapat melihat koana, ujung posterior septum, ujung

posterior konka, sekret yang mengalir dari hidung ke nasofaring (post nasal

drip), torus tubarius, dan ostium tuba.

Akhir-akhir ini dikembangkan cara pemeriksaan dengan endoskop,

disebut nasoendoskopi. Dengan cara ini bagian-bagian rongga hidung yang

tersembunyi yang sulit dilihat dengan rinoskopi anterior, maupun rinoskopi

posterior akan tampak lebih jelas.

H. Penatalaksanaan Medis

Terapi medikamentosa yaitu anti histamin, dekongestan dan kortikosteroid.

a. Antihistamin

Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral.

Antihistamin oral dibagi menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif)

dikenal juga sebagai antihistamin sedatif serta generasi kedua (selektif)

dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.

Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang

mengalami gangguan tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu

efek samping yang biasa ditimbulkan oleh obat golongan antihistamin adalah

efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang air kecil dan konstipasi.

Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang mengalami

kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.

Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum

terpapar allergen. Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan

terutama mengenai efek sampingnya. Antihistamin generasi kedua memang

memberikan efek sedative yang sangat kecil namun secara ekonomi lebih

mahal.

b. Dekongestan

18

Page 19: BAB 1

Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen

yang beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi

vasokonstriksi. Topikal dekongestan biasanya digunakan melalui sediaan

tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya sedikit atau sama

sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005).

Penggunaan obat ini dalam jangka waktu yang lama dapat

menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena penggunaan obat-

obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical dekongestan

antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu

penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.

Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical.

Namun durasinya biasanya bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan

adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi sistem

saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro, 2005).

Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti

penderita hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin

dan dekongestan. Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.

c. Nasal Steroid

Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat

digunakan untuk rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek

samping yang sedikit. Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium

kromolin, dan ipatropium bromida.

Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior

yang mengalami hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan

konka nasi inferior menggunakan kauterisasi yang memakai AgNO3 25%

atau triklor asetat.

Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi dan netralisasi. Desensitasi

dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi

inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain

belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk blocking antibody dan

untuk alergi ingestan.

I. Asuhan Keperawatan

19

Page 20: BAB 1

1. Teori Asuhan Keperawatan Pada Klien Rhinitis Akut

a) Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi

aspek bio, psiko, sosio dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari

pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien.

Data tersebut berasal dari pasien (data primer), dari keluarga (data

sekunder) dan data dari catatan yang ada (data tersier). Pengkajian

dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,

observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang

diperlukan pada klien Rhinitis Akut adalah sebagai berikut :

a. Data dasar

Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :

1. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur (Rhinitis akut menyerang pada

semua usia tidak  terkecuali), jenis kelamin (Rhinitis akut menyerang

pada semua orang  tidak  terkecuali), suku bangsa, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan utama pasien dengan Rhinitis Akut biasanya

datang dengan keluhan flu (influenza).

3. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien mengatakan tidak punya penyakit yang lain.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang alergi terhadap

apapun.

b. Pemeriksaan fisik yaitu Review of system (ROS)

Keadaan umum : Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri

tekan di kuadran epigastrik

1. B1 (breath) : Takhipnea.

2. B2 (blood) : Warna kulit pucat.

3. B3 (brain) : Sakit kepala, kelemahan, kesadaran composmentis.

4. B4 (bladder) : Pola eliminasi normal.

5. B5 (bowel) : Anorexia.

6. B6 (bone) : Kelemahan.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien Rhinitis

Akut adalah :

20

Page 21: BAB 1

1. Pemeriksaan darah (eosinofil).

2. Pemeriksaan rinoskopi anterior posterior.

b) Diagnosa Keperawatan

Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul

diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data,

pengelompokkan data dan menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa

keperawatan adalah keputusan atau kesimpulan yang terjadi akibat dari

hasil pengkajian keperawatan.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan Rhinitis Akut adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

obstruksi saluran nafas.

2. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan berkurangnya

sensasi penciuman.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia.

4. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada

hidung.

c) Intervensi

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

Tujuan : Untuk melaporkan jalan napas menjadi efektif.

a) Kaji status pernapasan sekurangnya setiap 4 jam.

b) Gunakan posisi fowler dan sangga lengan pasien.

c) Bantu pasien untuk mengubah posisi, batuk dan bernapas

dalam setiap 2 sampai 4 jam.

d) Isap sekresi sesuai keperluan.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

Tujuan : Untuk melaporkan peningkatan persepsi penciuman.

a) Kaji kemampuan pasien untuk mencium bau dan

dokumentasikan temuan.

b) Yakinkan pasien bahwa kondisi tersebut bersifat sementara dan

sensasi penciumannya akan pulih.

c) Berikan obat yang diprogamkan sesuai antihistamin.

21

Page 22: BAB 1

d) Catat karakteristik drainase hidung meliputi jumlah, warna,

konsistensi dan bau.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien mengkonsumsi minimal 3000 kalori.

a) Observasi dan catat asupan pasien (cair dan padat).

b) Tentukan makanan kesukaan pasien.

c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan.

d) Hindari bertanya apakah pasien lapar atau ingin makan.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien tidak menunjukkan gejala perilaku

yang berkaitan dengan tidur seperti kegelisahan.

a) Segera buat perubahan apapun yang mungkin untuk

mengakomodasi pasien.

b) Rencanakan jadwal pemberian pengobatan disekitar jadwal

tidur pasien.

c) Buat rencana detail untuk member pasien kesempatan tidur 7

jam tanpa gangguan.

d) Implementasi

Menurut Doengoes, 2000 implementasi adalah tindakan pemberian

keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan

keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu

cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta

penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap

pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan

keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau

tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawatan

yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan

tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter.

Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan

pelaksanaan rencana tindakan medis. Keterampilan yang harus dipunyai

22

Page 23: BAB 1

perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap

dan psikomotor.

Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan rhinitis

akut yang harus diperhatikan adalah pola nutrisi, pernafasan klien serta

melakukan pendidikan kesehatan pada klien.

e) Evaluasi Keperawatan

Menurut Doengoes, 2000 evaluasi adalah tingkatan intelektual

untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa

jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya

sudah berhasil dicapai. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap

evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian,

masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang

dilakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera

setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu

keefektifitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah

evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara

keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

Adapun evaluasi dari diagnosa keperawatan rhinitis akut secara

teoritis adalah apakah klien dapat mengkonsumsi makanan dengan

baik, apakah klien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri,

apakah klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakit

rhinitis akut.

2. Teori Asuhan Keperawatan Pada Klien Rhinitis Alergi

a) Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi

aspek bio, psiko, sosio dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari

pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien.

Data tersebut berasal dari pasien (data primer), dari keluarga (data

sekunder) dan data dari catatan yang ada (data tersier). Pengkajian

dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,

observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang

diperlukan pada klien Rhinitis Alergi adalah sebagai berikut :

a. Data dasar

Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :

23

Page 24: BAB 1

1. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur (Rhinitis alergi menyerang

pada semua usia tidak  terkecuali), jenis kelamin (Rhinitis alergi

menyerang pada semua orang  tidak  terkecuali), suku bangsa,

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah sakit

dan diagnose medis.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan utama pasien dengan Rhinitis Alergi

biasanya datang dengan keluhan hidung tersumbat dan hidung

terasa gatal.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien mengatakan tidak punya penyakit yang lain.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Klien biasanya mempunyai riwayat keturunan alergi.

b. Pemeriksaan fisik yaitu Review of system (ROS)

Keadaan umum : Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat

nyeri tekan di kuadran epigastrik

1. B1 (breath) : Bradipnea.

2. B2 (blood) : Warna kulit pucat.

3. B3 (brain) : Sakit kepala, kelemahan, kesadaran

composmentis.

4. B4 (bladder) : Pola eliminasi normal.

5. B5 (bowel) : Anorexia.

6. B6 (bone) : Kelemahan.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien Rhinitis Alergi

adalah :

1. Pemeriksaan darah (eosinofil).

2. Pemeriksaan rinoskopi anterior posterior.

b) Diagnosa Keperawatan

Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul

diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data,

pengelompokkan data dan menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa

24

Page 25: BAB 1

keperawatan adalah keputusan atau kesimpulan yang terjadi akibat dari

hasil pengkajian keperawatan.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan Rhinitis Alergi adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

obstruksi saluran nafas.

2. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan berkurangnya

sensasi penciuman..

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia.

4. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada

hidung.

c) Intervensi

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

Tujuan : Untuk melaporkan jalan napas menjadi efektif.

a) Kaji status pernapasan sekurangnya setiap 4 jam.

b) Gunakan posisi fowler dan sangga lengan pasien.

c) Bantu pasien untuk mengubah posisi, batuk dan bernapas

dalam setiap 2 sampai 4 jam.

d) Isap sekresi sesuai keperluan.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

Tujuan : Untuk melaporkan peningkatan persepsi penciuman.

a) Kaji kemampuan pasien untuk mencium bau dan

dokumentasikan temuan.

b) Yakinkan pasien bahwa kondisi tersebut bersifat sementara dan

sensasi penciumannya akan pulih.

c) Berikan obat yang diprogamkan sesuai antihistamin.

d) Catat karakteristik drainase hidung meliputi jumlah, warna,

konsistensi dan bau.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien mengkonsumsi minimal 3000 kalori.

a) Observasi dan catat asupan pasien (cair dan padat).

25

Page 26: BAB 1

b) Tentukan makanan kesukaan pasien.

c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan.

d) Hindari bertanya apakah pasien lapar atau ingin makan.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien tidak menunjukkan gejala perilaku

yang berkaitan dengan tidur seperti kegelisahan.

a) Segera buat perubahan apapun yang mungkin untuk

mengakomodasi pasien.

b) Rencanakan jadwal pemberian pengobatan disekitar jadwal

tidur pasien.

c) Buat rencana detail untuk member pasien kesempatan tidur 7

jam tanpa gangguan.

d) Implementasi

Menurut Doengoes, 2000 implementasi adalah tindakan pemberian

keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan

keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu

cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta

penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap

pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan

keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau

tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawatan

yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan

tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter.

Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan

pelaksanaan rencana tindakan medis. Keterampilan yang harus dipunyai

perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap

dan psikomotor.

Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan rhinitis

alergi yang harus diperhatikan adalah pola nutrisi, pernafasan klien serta

melakukan pendidikan kesehatan pada klien.

e) Evaluasi Keperawatan

26

Page 27: BAB 1

Menurut Doengoes, 2000 evaluasi adalah tingkatan intelektual

untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa

jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya

sudah berhasil dicapai. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap

evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian,

masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang

dilakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera

setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu

keefektifitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah

evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara

keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

Adapun evaluasi dari diagnosa keperawatan rhinitis alergi secara

teoritis adalah apakah klien dapat mengkonsumsi makanan dengan

baik, apakah klien dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri,

apakah klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyakit

rhinitis alergi.

3. Teori Asuhan Keperawatan Pada Klien Rhinitis Vasomotor

a) Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan yang meliputi

aspek bio, psiko, sosio dan spiritual secara komprehensif. Maksud dari

pengkajian adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien.

Data tersebut berasal dari pasien (data primer), dari keluarga (data

sekunder) dan data dari catatan yang ada (data tersier). Pengkajian

dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan melalui wawancara,

observasi langsung, dan melihat catatan medis, adapun data yang

diperlukan pada klien Rhinitis Vasomotor adalah sebagai berikut :

a. Data dasar

Adapun data dasar yang dikumpulkan meliputi :

1. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur (Rhinitis vasomotor

menyerang pada semua usia tidak  terkecuali), jenis kelamin (

Rhinitis vasomotor menyerang pada semua orang  tidak  terkecuali),

suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnose medis.

2. Riwayat kesehatan sekarang

27

Page 28: BAB 1

Meliputi keluhan utama pasien dengan Rhinitis Vasomotor

biasanya datang dengan keluhan hidung tersumbat secara

bergantian kanan dan kiri tetapi tidak gatal pada daerah mata

hidung dan tenggorokan.

3. Riwayat kesehatan masa lalu

Klien mengatakan tidak punya penyakit yang lain.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Klien biasanya tidak mempunyai riwayat keturunan alergi.

b. Pemeriksaan fisik yaitu Review of system (ROS)

Keadaan umum : Tampak kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat

nyeri tekan di kuadran epigastrik

1. B1 (breath) : Bradipnea.

2. B2 (blood) : Warna kulit pucat.

3. B3 (brain) : Sakit kepala, kelemahan, kesadaran

composmentis.

4. B4 (bladder) : Pola eliminasi normal.

5. B5 (bowel) : Anorexia.

6. B6 (bone) : Kelemahan.

c. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan untuk pasien Rhinitis Akut

adalah :

1. Pemeriksaan darah (eosinofil).

2. Pemeriksaan rinoskopi anterior posterior.

b) Diagnosa Keperawatan

Sebelum membuat diagnosa keperawatan maka data yang terkumpul

diidentifikasi untuk menentukan masalah melalui analisa data,

pengelompokkan data dan menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa

keperawatan adalah keputusan atau kesimpulan yang terjadi akibat dari

hasil pengkajian keperawatan.

Diagnosa keperawatan pada klien dengan Rhinitis Alergi adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan

obstruksi saluran nafas.

2. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan berkurangnya

sensasi penciuman.

28

Page 29: BAB 1

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia.

4. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada

hidung.

c) Intervensi

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

Tujuan : Untuk melaporkan jalan napas menjadi efektif.

a) Kaji status pernapasan sekurangnya setiap 4 jam.

b) Gunakan posisi fowler dan sangga lengan pasien.

c) Bantu pasien untuk mengubah posisi, batuk dan bernapas

dalam setiap 2 sampai 4 jam.

d) Isap sekresi sesuai keperluan.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

Tujuan : Untuk melaporkan peningkatan persepsi penciuman.

a) Kaji kemampuan pasien untuk mencium bau dan

dokumentasikan temuan.

b) Yakinkan pasien bahwa kondisi tersebut bersifat sementara dan

sensasi penciumannya akan pulih.

c) Berikan obat yang diprogamkan sesuai antihistamin.

d) Catat karakteristik drainase hidung meliputi jumlah, warna,

konsistensi dan bau.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien mengkonsumsi minimal 3000 kalori.

a) Observasi dan catat asupan pasien (cair dan padat).

b) Tentukan makanan kesukaan pasien.

c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan pada waktu makan.

d) Hindari bertanya apakah pasien lapar atau ingin makan.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

Tujuan : Untuk melaporkan pasien tidak menunjukkan gejala perilaku

yang berkaitan dengan tidur seperti kegelisahan.

29

Page 30: BAB 1

a) Segera buat perubahan apapun yang mungkin untuk

mengakomodasi pasien.

b) Rencanakan jadwal pemberian pengobatan disekitar jadwal

tidur pasien.

c) Buat rencana detail untuk member pasien kesempatan tidur 7

jam tanpa gangguan.

d) Implementasi

Menurut Doengoes, 2000 implementasi adalah tindakan pemberian

keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan

keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu

cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta

penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap

pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan

keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang

dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau

tenaga kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawatan

yang menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan

tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter.

Sedangkan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan

pelaksanaan rencana tindakan medis. Keterampilan yang harus dipunyai

perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap

dan psikomotor.

Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan rhinitis

vasomotor yang harus diperhatikan adalah pola nutrisi, pernafasan klien

serta melakukan pendidikan kesehatan pada klien.

e) Evaluasi Keperawatan

Menurut Doengoes, 2000 evaluasi adalah tingkatan intelektual

untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa

jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya

sudah berhasil dicapai. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap

evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian,

masalah belum teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang

dilakukan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil.

30

Page 31: BAB 1

Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus dilaksanakan segera

setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu

keefektifitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah

evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara

keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

Adapun evaluasi dari diagnosa keperawatan rhinitis vasomotor

secara teoritis adalah apakah klien dapat mengkonsumsi makanan

dengan baik, apakah klien dapat melakukan aktivitasnya secara

mandiri, apakah klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang

penyakit rhinitis vasomotor.

BAB III

APLIKASI TEORI

Kasus 1

An. N  usia 7 tahun.  Datang ke rumah sakit, dengan keluhan bersin-

bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal

tersebut merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh.

31

Page 32: BAB 1

Ibunya mengatakan bahwa anaknya  juga sering mengalami sulit tidur  karena

sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas. Dari

pemeriksaan fisik ketika di inspeksi kulit tampak berwarna kehitaman

dibawah kelopak mata bawah dan ada cairan menetes dari hidung. Ketika

dipalpasi An.N  merasa nyeri karena ada inflamasi. Setelah dilakukan

pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan sekret hidung

jernih, membran mukosa edema, basah dan kebiru-biruan (boggy and bluish).

Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret) terdapat sel eusinofil

meningkat > 3 %.

PENGKAJIAN

A. Identitas Anak

Nama : An. N

Umur : 7 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

BB : 25 kg

TB : 100 cm

Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : -

Tanggal MRS : 1 Februari 2015 Jam : 08.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 1 Februari 2015 Jam : 11.00 WIB

Nomor Register : 1234

Diagnosa Medik : Rhinitis Alergi

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. W

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Guru

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : -

Hubungan dengan klien : Ibu klien

C. Riwayat Kesehatan Klien

1. Keluhan Utama

32

Page 33: BAB 1

Bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa gatal.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung

tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal tersebut

merupakan pilek biasa, tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh.

Ibunya mengatakan bahwa anaknya  juga sering mengalami sulit tidur 

karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Sebelumnya klien tidak pernah masuk RS, dan klien hanya mengalami flu

biasa.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan dan

penyakit menular.

D. Riwayat Anak

1. Masa Pre – Natal

Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas

dan Dokter, mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama kehamilan

ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.

2. Masa Intra – Natal

Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan,

dengan umur kehamilan 37 minggu.

3. Masa Post – Natal

Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB ± 3200 gram dalam

keadaan sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.

E. Pengetahuan Orang Tua

1. Tentang Makanan Sehat

Orang tua klien cukup mengetahui tentang makanan sehat dan gizi klien

baik dan berat badannya 25 kg, klien diberikan ASI sampai umur 2 bulan

saja dan dilanjutkan dengan PASI.

2. Tentang Personal Hygiene

33

Page 34: BAB 1

Orang tua klien mengetahui tentang kebersihan, dilihat dari kebersihan

klien dan orang tuanya sendiri. Badan klien terlihat bersih, rambut klien

hitam lurus dan kelihatan bersih, kuku klien bersih dan tidak ada kotoran,

mulut klien tampak kelihatan bersih.

3. Imunisasi

Klien mendapat imunisasi, yaitu :

a. BCG : 1 kali

b. DPT : 3 kali

c. Campak : 1 kali

d. Polio : 3 kali

e. Hepatitis B : 2 kali

F. Pertumbuhan dan Perkembangan

Usia Pertumbuhan Perkembangan

7 tahun BB : 100 kg

PB : 25 cm

Sudah memiliki proporsi tubuh

seperti orang dewasa. Imajinasi

anak merupakan bagian yang

penting bagi perkembangannya

saat ini.

G. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Penampilan : Klien tampak agak lemah.

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : - RR : 27 kali / menit

Suhu : 37,4 º C Nadi : 95 kali / menit

BB : 25 kg TB : 100 cm

2. Kebersihan Anak

Klien kelihatan bersih, klien tidak dimandikan tetapi hanya diseka oleh

ibuya dan pakaian diganti oleh ibunya sehingga klien kelihatan bersih.

3. Suara Anak Waktu Menangis

Ketika klien mengangis terdengar suara yang kuat.

4. Keadaan Gizi Anak

Keadaan gizi anak baik ditandai dengan BB: 25 kg.

34

Page 35: BAB 1

5. Aktivitas

Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah

posisi agar klien merasa nyaman, dan kadang klien digendong orang

tuanya.

6. Kepala dan Leher

Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat

menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan

kelenjar tyroid dan limfe.

7. Mata (Penglihatan)

Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi

penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada

peradangan dan pendarahan.

8. Telinga (Pendengaran)

Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika

dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan

pendarahan.

9. Hidung (Penciuman)

Bentuk simetris namun sulit mencium karena hidung tersumbat.

10. Mulut (Pengecapan)

Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan

baik, mukosa bibir edema, basah dan kebiru-biruan.

11. Dada (Pernafasan)

Bentuk dada simetris, tetapi ada gangguan dalam bernafas dan terdapat

secret cair dalam hidungnya dengan frekuensi nafas 27 x/menit.

12. Kulit

Terlihat bersih, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik (dapat

kembali dalam 2 detik), kulit klien teraba panas dengan temperatur 37,4 º

C.

13. Abdomen

Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang

melekat pada kulit.

14. Ekstremitas Atas dan Bawah

Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan

bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra

karena terpasang infuse RL 20 tetes/menit.

35

Page 36: BAB 1

15. Genetalia

Klien berjenis kelamin perempuan dan tidak terpasang kateter.

H. Pola Makan dan Minum

Di rumah : Klien makan 3x sehari dengan menu nasi ayam dan klien suka

minum air putih dan susu.

Di RS : Klien makan bubur 3x sehari dan tidak bisa menghabiskannya,

klien minum hanya ½ gelas dari 1 gelas.

I. Pola Eliminasi

Di rumah : Klien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat dan bau khas feses,

BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih dan berbau

amoniak.

Di RS : Klien BAB 1x dalam 2 hari dengan konsistensi padat dan berbau

khas feses. Dan klien BAK 2-3x/hari berwarna kuning jernih

dan berbau amoniak.

J. Terapi Yang Didapatkan di RS

Terapi medikamentosa yaitu anti histamine, dekongestan dan

kortikosteroid.

K. ANALISA DATA

No Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah

36

Page 37: BAB 1

1 DS:

DO:

- Ibu klien mengatakan

bahwa anaknya sulit

bernafas dan hidungnya

tersumbat.

- Klien terlihat kesulitan

bernapas.

- Tanda – tanda vital :

N : 95 x/menit

RR : 27 x/menit

S : 37,4 °C

BB : 25 kg

TB : 100 cm

TD : -

Obstruksi saluran

napas

Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas.

2 DS:

DO:

- Ibu klien mengatakan jika

anaknya hidungnya

tersumbat.

- Terdapat cairan menetes

dari hidung.

Berkurangnya

sensasi

penciuman.

Gangguan persepsi

sensori.

3 DS:

DO:

-Ibu klien mengatakan

anaknya juga sering

mengalami sulit tidur 

karena sulit bernapas, dan

tak jarang menganga

ketika kesulitan bernapas.

- Kelopak mata bawah klien

berwarna kehitaman.

Penyumbatan

pada hidung

Gangguan pola

tidur

PRIORITAS DIAGNOSA

37

Page 38: BAB 1

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

b. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

INTERVENSI

NoTujuan/

Kriteria HasilIntervensi Rasional

1 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan jalan

napas menjadi

efektif.

Kriteria hasil:

jalan nafas

kembali

normal

terutama

hidung.

1. Kaji status

pernapasan

sekurangnya

setiap 4 jam.

2. Gunakan posisi

semi fowler dan

sangga lengan

pasien.

3. Bantu pasien

untuk

mengubah

posisi, batuk,

dan bernapas

dalam setiap 2

sampai 4 jam.

4. Isap sekresi

sesuai

keperluan.

1. Untuk mendeteksi

tanda awal bahaya.

2. Untuk membantu

bernapas.

3. Untuk membantu

mengeluarkan

sekresi dan

mempertahankan

patensi jalan napas.

4. Untuk menstimulasi

batuk dan

membersihkan jalan

napas.

2 Setelah

dilakukan

tindakan

1. Kaji

kemampuan

pasien untuk

1. Untuk menentukan

kondisi normal.

38

Page 39: BAB 1

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

peningkatan

persepsi

penciuman.

Kriteria hasil:

Sensasi

penciuman

klien kembali

normal.

mencium baud

an

dokumentasika

n temuan.

2. Yakinkan

pasien bahwa

kondisi tersebut

bersifat

sementara dan

sensasi

penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat

yang

diprogamkan

seperti anti

histamine.

4. Catat

karakteristik

drainase hidung

meliputi

jumlah, warna,

konsistensi dan

bau.

2. Untuk mengurangi

ansietas pasien.

3. Untuk meringankan

kongesti hidung.

4. Untuk mengkaji

perubahan kondisi

olfaktorius.

3 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

pasien tidak

menunjukkan

1. Segera buat

perubahan

apapun yang

mungkin untuk

mengakomodas

i pasien.

2. Rencanakan

jadwal

pemberian

pengobatan

1. Tindakan ini

mendorong istirahat

dan tidur.

2. Untuk

mmungkinkan

istirahat yang

39

Page 40: BAB 1

gejala perilaku

yang berkaitan

dengan tidur

seperti

kegelisahan

Kriteria Hasil :

Klien dapat

tidur 9-10 jam

per hari.

disekitar jadwal

tidur pasien.

3. Buat rencana

detail untuk

member pasien

kesempatan

tidur 9 jam

tanpa

gangguan.

maksimal.

3. Tindakan ini

memberikan waktu

tidur tanpa

gangguan kepada

pasien.

IMPLEMENTASI

NoTanggal

dan jamPelaksanaan

Evaluasi

tindakan/respon klienParaf

1 02 February

2015, pukul

08.00 WIB

02 February

2015, pukul

08.10 WIB

02 February

2015, pukul

08.20 WIB

02 February

2015, pukul

08.30 WIB

1. Mengkaji status

pernapasan

sekurangnya

setiap 4 jam.

2. Menggunakan

posisi fowler dan

sangga lengan

pasien.

3. Membantu pasien

untuk mengubah

posisi, batuk dan

bernapas dalam

setiap 2 sampai 4

jam.

4. Mengisap sekresi

sesuai keperluan.

1. Status

pernapasan

klien berangsur

normal.

2. Klien lebih

nyaman

bernapas.

3. Klien lebih

stabil.

4. Jalan napas

klien hamper

normal.

2 02 February

2015, pukul

1. Mengkaji

kemampuan

1. Secara perlahan

klien mampu

40

Page 41: BAB 1

13.00 WIB

02 February

2015, pukul

13.10 WIB

02 February

2015, pukul

13.20 WIB

02 February

2015, pukul

13.30WIB

pasien untuk

mencium bau dan

dokumentasikan

temuan.

2. Yakinkan pasien

bahwa kondisi

tersebut bersifat

sementara dan

sensasi

penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat

yang

diprogamkan

sesuai

antihistamin.

4. Catat

karakteristik

drainase hidung

meliputi jumlah,

warna,

konsistensi dan

bau.

mencium

kembali secara

normal.

2. Klien yakin

jika

penciumannya

bisa pulih.

3. Kongesti pada

hidung klien

berkurang.

4. Kondisi

penciuman

klien hampir

kembali

normal.

3 03 February

2015, pukul

08.00 WIB

03 February

2015, pukul

08.10 WIB

03 February

2015, pukul

1. Segera buat

perubahan

apapun yang

mungkin untuk

mengakomodasi

pasien.

2. Rencanakan

jadwal pemberian

pengobatan

disekitar jadwal

tidur pasien.

3. Buat rencana

detail untuk

1. Klien dapat

tidur dengan

nyaman jika

jauh dari

kegaduhan.

2. Klien lebih

nyenyak tidur.

3. Klien bisa tidur

dengan

41

Page 42: BAB 1

08.20 WIB member pasien

kesempatan tidur

9 jam tanpa

gangguan.

nyaman.

EVALUASI

No Tanggal dan Jam Catatan Perkembangan Paraf

`1 03 February 2015,

pukul 16.00 WIB

S = Pasien mengatakan hidungnya

sudah tidak begitu tersumbat

setelah diberi obat.

O = Pasien terlihat tidak kesulitan

bernafas.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang

dan diberikan Health

Education.

2 03 February 2015,

pukul 16.05 WIB

S=Pasien mengatakan penciumannya

hampir normal.

O = Pasien sudah nampak ceria.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

3 03 February 2015,

pukul 16.10 WIB

S = Pasien mengatakan sudah bisa

tidur dengan nyaman.

O= Kelopak mata bawah pasien

sudah tidak kehitaman.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

42

Page 43: BAB 1

Kasus 2

Ny. S berusia 30 tahun MRS tanggal 14 Februari 2015 dengan keluhan

hidung tersumbat kadang bergantian kanan dan kiri juga pilek sejak tahun yang

lalu serta berlangsung secara hilang timbul. Ny S juga mengatakan bahwa ia

bersin-bersin tapi tidak sering. Pileknya dirasakan agak kental dan bewarna

43

Page 44: BAB 1

bening. Tidak ada rasa gatal di mata, hidung dan tenggorokan saat serangan. Ny

S juga mengatakan nafsu makan menurun saat serangan terjadi. Ia juga berkata

tidak bisa mencium jika serangan terjadi. Pada palpasi tidak ditemukan nyeri

tekan didaerah sinus. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan eosinofil tetapi

dalam jumlah sedikit dan tes kulit negative. Tanda- tanda vital = TD : 120/80,

Nadi : 86x/menit, RR : 22x/menit, suhu : 37 OC.

Pengkajian

a. Anamnesa

No.Reg : 2530

Ruang : Ratu

Tanggal MRS : 14-02-2015

Tanggal pengkajian: 14-02-2015 Jam : 08.00 WIB

Diagnosa medis : Rhinitis Vasomotor

IDENTITAS KLIEN

Nama : Ny. S

Umur : 30 tahun

Alamat : Suku minang.

Pendidikan : -

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Alamat : -

Penanggung Jawab : -

a) RIWAYAT KEPERAWATAN

Riwayat Sebelum Sakit :

Riwayat berat yang pernah di derita : Pernah pilek sejak tahun lalu.

Obat-obat yang biasa dikonsumsi : Obat-obat yang beli di warung.

Kebiasaan berobat :Bila sakit dibawa ke

puskesmas.

Alergi : Tidak ada alergi.

Kebiasaan merokok/alcohol : Tidak pernah.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluhan utama : Klien mengatakan hidung

tersumbat kadang bergantian kanan

dan kiri juga pilek sejak tahun yang

lalu serta berlangsung secara hilang

44

Page 45: BAB 1

timbul. Ny S juga mengatakan

bahwa ia bersin-bersin tapi tidak

sering.

Upaya yang telah dilakukan : Tanggal 13 Februari 2015 pukul

20.30 memberi minyak kayu putih

disekitar hidungnya.

Terapi/operasi yang dilakukan : Belum pernah melakukan operasi

apapun.

Riwayat penyakit keluarga : Klien mengatakan bahwa tidak

ada keluarga yang mempunyai

penyakit yang sama.

Riwayat Kesehatan Lingkungan : Ny. T mengatakan lingkungan

disekitar rumahnya berasap.

Riwayat Kesehatan Lainnya : Ny. T mengatakan tidak

mempunyai alergi baik makanan,

obat maupun udara.

Alat bantu yang dipakai : Tidak ada alat bantu yang

digunakan.

b) OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Ny. T cemas dan composmentris.

Tanda-tanda vital, TB dan BB : Suhu : 37,5oC, Nadi= 86x/menit,

TD=120/80, RR= 22x/menit,

TB=155 cm, BB=50 kg.

Body Systems :

- Pernafasan (B1: Breathing)

Hidung : Hidung simetris, terdapat

sumbatan dan secret.

Trakea : Tidak ada pembesaran kelenjar

tyroid.

Suara nafas tambahan : Tidak ada wheezing, ronchi,

rales dan crackles.

Bentuk dada : Simetris, suara nafas sonor dan

tidak ada kelainan dada.

- Cardiovaskuler (B2: Bleeding)

45

Page 46: BAB 1

Suara jantung :Normal, tidak ada kelainan

cardiovaskuler.

Edema : Tidak ada oedema.

- Persyarafan (B3 : Brain)

Composmentris.

Kepala dan wajah :

Mata : Sklera putih, conjungtiva pucat.

Leher : Tidak ada pembesaran tyroid.

Persepsi sensori :

Pendengaran :Kiri dan kanan tidak ada

kelainan (normal).

Penciuman : Penciuman menurun karena

hidung tersumbat.

Pengecapan : Tidak ada kelainan, bisa

merasakan semua rasa manis,

asin dan pahit.

Penglihatan : Kiri dan kanan tidak ada

kelainan (normal).

Perabaan : Tidak ada kelainan.

- Perkemihan-Eliminasi Urin (B4: Bladder)

Produksi urine : 600 ml.

Frekuensi : 5x/hari.

Warna : Lebih pekat..

- Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)

Mulut dan tenggorokan : Mukosa bibir kering.

Abdomen

I = Pernafasan dangkal, klien gelisah, dada simetris.

P= Tympani.

P= Tidak adanya pembengkakan di abdomen atas atau

quadran kanan atas, tidak ada nyeri tekan epigastrum.

A= Peristaltik 5-12x/menit

BAB : 1x/1 hari dengan konsistensi

normal.

46

Page 47: BAB 1

- Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)

Kemampuan pergerakan sendi : Bebas dan tidak ada kelainan

sendi.

Extremitas : Bagian atas dan bawah tidak

ada kelainan.

Kulit : Warna kulit kepucatan, turgor

cukup, akral hangat.

- Sistem Endokrin

Terapi hormone : Tidak ada terapi hormone.

Riwayat perkembangan fisik :Kekeringan kulit, kelemahan

- Sistem Reproduksi

Perempuan : Bentuk kelamin normal,

payudara simetris.

c) POLA AKTIVITAS ( Di Rumah dan RS )

- Makan :

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 3x 3x

Jenis menu Semua makananRendah lemak dan

serat

Porsi 1 porsi habis ½ porsi

Yang disukai Semua disukai Disukai

Yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada

Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan

Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi

Lain-lain - -

- Minum :

Rumah Rumah Sakit

Frekuensi 10x 5x

Jenis minuman Air putih biasa, es Air putih biasa

Jumlah (Lt/gelas) 1 liter ½ liter

Yang disukai Semua disukai Disukai

Yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada

Pantangan Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan

47

Page 48: BAB 1

Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi

Lain-lain - -

- Kebersihan diri :

Rumah Rumah Sakit

Mandi 2x -

Keramas Setiap hari -

Sikat gigi 2x setiap mandi -

Memotong kuku 1 minggu sekali -

Ganti pakaian Sehari 2x -

Lain-lain - -

- Istirahat dan Aktivitas :

Istirahat Tidur

Rumah Rumah Sakit

Tidur SiangLama : -

Jam : -

Lama : 2 jam

Jam : 13.00-15.00

Tidur MalamLama : 6 jam

Jam: 22.00-04.00

Lama : 8 jam

Jam : 21.00-05.00

Gangguan tidur -

Sering terbangun

karena nyeri pada

perut bagian kanan

atas

Aktivitas

Rumah Rumah Sakit

Aktivitas sehari-hariLama : 8 jam

Jam : 06.00-14.00

Lama : -

Jam : -

Jenis aktivitas

Memasak,

membersihkan rumah

dan mengasuh cucu

Pasien hanya

berbaring tidur

Tingkat

ketergantungan

Semua aktivitas

dilakukan sendiriDi bantu

d) PSIKOSOSIAL SPIRITUAL

48

Page 49: BAB 1

Sosial/Interaksi :

- Hubungan dengan klien : Tidak kenal.

- Dukungan keluarga : Aktif.

- Dukungan kelompok/masyarakat : Aktif.

- Reaksi saat interaksi : Kooperatif.

- Konflik yang terjadi terhadap : Tidak ada.

Spritual :

- Konsep tentang penguasaan kehidupan : Allah SWT.

- Sumber kekuatan saat sakit : Allah SWT.

- Ritual agama yang diharapkan saat ini : Baca kitab suci.

- Sarana ritual agama : Lewat ibadah.

- Upaya kesehatan yang bertentangan agama : Tidak ada.

- Keyakinan bahwa Tuhan akan menolong : Ya.

- Keyakinan penyakit dapat disembuhkan : Ya.

- Persepsi terhadap penyebab penyakit : Cobaan/peringatan

e) PEMERIKSAAN PENUNJANG.

- Laboratorium :

Ditemukan eosinofil dalam jumlah yang sedikit dan tes kulit

negative.

f) TERAPI

Tidak ada.

ANALISA DATA

No Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah

49

Page 50: BAB 1

1 DS:

DO:

- Klien mengatakan bahwa

hidungnya tersumbat

kadang bergantian kanan

dan kiri juga pilek sejak

tahun yang lalu serta

berlangsung secara hilang

timbul

- Klien terlihat kesulitan

bernapas.

- Tanda – tanda vital :

N : 86 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 37,5 °C

Obstruksi saluran

napas

Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas.

2 DS:

DO:

- Klien mengatakan sulit

mencium jika terjadi

serangan.

- Ada cairan keluar dari

hidung..

Berkurangnya

sensasi

penciuman.

3 DS:

DO:

- Klien mengatakan nafsu

makan menurun jika terjadi

serangan.

- Klien lemah.

Anoreksia Ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh.

Prioritas Diagnosa

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

c. Ketidakseimbangan nutria kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan anoreksia.

50

Page 51: BAB 1

INTERVENSI

NoTujuan/

Kriteria HasilIntervensi Rasional

1 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan jalan

napas menjadi

efektif.

Kriteria hasil:

jalan nafas

kembali

normal

terutama

hidung.

1. Kaji status

pernapasan

sekurangnya

setiap 4 jam.

2. Gunakan posisi

semi fowler

dan sangga

lengan pasien.

3. Bantu pasien

untuk

mengubah

posisi, batuk,

dan bernapas

dalam setiap 2

sampai 4 jam.

4. Isap sekresi

sesuai

keperluan.

1. Untuk mendeteksi

tanda awal bahaya.

2. Untuk membantu

bernapas.

3. Untuk membantu

mengeluarkan

sekresi dan

mempertahankan

patensi jalan napas.

4. Untuk menstimulasi

batuk dan

membersihkan jalan

napas.

2 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

peningkatan

persepsi

1. Kaji

kemampuan

pasien untuk

mencium baud

an

dokumentasika

n temuan.

2. Yakinkan

pasien bahwa

kondisi tersebut

1. Untuk menentukan

kondisi normal.

2. Untuk mengurangi

ansietas pasien.

51

Page 52: BAB 1

penciuman.

Kriteria hasil:

Sensasi

penciuman

klien kembali

normal.

bersifat

sementara dan

sensasi

penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat

yang

diprogamkan

seperti anti

histamine.

4. Catat

karakteristik

drainase hidung

meliputi

jumlah, warna,

konsistensi dan

bau.

3. Untuk meringankan

kongesti hidung.

4. Untuk mengkaji

perubahan kondisi

olfaktorius.

3 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

pasien

mengkonsums

i minimal

3000 kalori.

Kriteria Hasil:

Nafsu makan

klien

bertambah.

1. Observasi dan

catat asupan

pasien (cair

dan padat).

2. Tentukan

makanan

kesukaan

pasien.

3. Ciptakan

lingkungan

yang

menyenangkan

pada waktu

makan.

1. Untuk mengkaji

zat gizi yang

dikonsumsi dan

suplemen yang

diperlukan.

2. Untuk

meningkatkan

nafsu makan klien.

3. Untuk

meningkatkan

nafsu makan klien.

52

Page 53: BAB 1

4. Hindari

bertanya

apakah pasien

lapar atau ingin

makan.

4. Sikap positif dan

tidak

membebankan

dapt menghindari

konfrontasi

dengan pasien.

IMPLEMENTASI

NoTanggal

dan jamPelaksanaan

Evaluasi

tindakan/respon

klien

Paraf

1 15

February

2015,

pukul

08.00

WIB

15

February

2015,

pukul

08.10

WIB

15

February

2015,

pukul

08.20

WIB

15

February

1. Mengkaji status

pernapasan

sekurangnya setiap 4

jam.

2. Menggunakan posisi

fowler dan sangga

lengan pasien.

3. Membantu pasien

untuk mengubah

posisi, batuk dan

bernapas dalam setiap

2 sampai 4 jam.

4. Mengisap sekresi

1. Status

pernapasan

klien

berangsur

normal.

2. Klien lebih

nyaman

bernapas.

3. Klien lebih

stabil.

4. Jalan napas

klien hamper

53

Page 54: BAB 1

2015,

pukul

08.30

WIB

sesuai keperluan. normal.

2 15

February

2015,

pukul

13.00

WIB

15

February

2015,

pukul

13.10

WIB

15

February

2015,

pukul

13.20

WIB

15

February

2015,

pukul

13.30

WIB

1. Mengkaji kemampuan

pasien untuk mencium

bau dan

dokumentasikan

temuan.

2. Yakinkan pasien

bahwa kondisi tersebut

bersifat sementara dan

sensasi penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat yang

diprogamkan sesuai

antihistamin.

4. Catat karakteristik

drainase hidung

meliputi jumlah,

warna, konsistensi dan

bau.

1. Secara

perlahan klien

mampu

mencium

kembali

secara normal.

2. Klien yakin

jika

penciumannya

bisa pulih.

3. Kongesti pada

hidung klien

berkurang.

4. Kondisi

penciuman

klien hampir

kembali

normal.

3 16

February

2015,

pukul

08.00

1. Mengobservasi dan

catat asupan pasien (cair

dan padat).

1. Asupan

makan dan

minum klien

hampir stabil.

54

Page 55: BAB 1

WIB

16

February

2015,

pukul

08.10

WIB

16

February

2015,

pukul

08.20

WIB

16

February

2015,

pukul

08.30

WIB

2. Menentukan makanan

kesukaan pasien.

3. Menciptakan

lingkungan yang

menyenangkan pada

waktu makan.

4. Menghindari bertanya

apakah pasien lapar atau

ingin makan.

2. Klien lebih

nafsu makan.

3. Klien nyaman

saat makan

dengan

lingkungan

yang indah.

4. Klien makan

dengan baik.

EVALUASI

No Tanggal dan Jam Catatan Perkembangan Paraf

`1 16 February 2015,

pukul 16.00 WIB

S = Pasien mengatakan hidungnya

sudah tidak begitu tersumbat

setelah diberi obat.

O = Pasien terlihat tidak kesulitan

bernafas.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang

dan diberikan Health

Education.

55

Page 56: BAB 1

2 16 February 2015,

pukul 16.05 WIB

S=Pasien mengatakan penciumannya

hampir kembali normal.

O = Pasien sudah nampak ceria.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

3 16 February 2015,

pukul 16.10 WIB

S = Pasien mengatakan sudah ada

nafsu makan kembali.

O= Pasien lebih tenang.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

Kasus 3

56

Page 57: BAB 1

An. E berumur 5 tahun datang MRS bersama ibunya tanggal 18 Februari

2015 dengan keluhan bersin bersin secara tiba tiba, hidung tersumbat yang tidak

sembuh sembuh selama 1 minggu. Ayahnya berkata semenjak itu klien sulit

mencium bau dan sulit tidur karena hidungnya tersumbat. Setelah diperiksa,

dibawah kelopak mata kehitaman dan pada pemeriksaan darah tepi tidak

terdapat eosinofil yang tidak meningkat. Tanda-tanda vital = Suhu : 36oC, Nadi :

90x/menit, RR: 22x/menit, BB=25 kg, TB=100 cm.

PENGKAJIAN

A. Identitas Anak

Nama : An. E

Umur : 5 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

BB : 25 kg

TB : 100 cm

Pendidikan : Taman kanak-Kanak (TK)

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : -

Tanggal MRS : 18 Februari 2015 Jam : 08.00 WIB

Tanggal Pengkajian : 18 Februari 2015 Jam : 11.00 WIB

Nomor Register : 1234

Diagnosa Medik : Rhinitis Akut

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. W

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Guru

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : -

Hubungan dengan klien : Ibu klien

C. Riwayat Kesehatan Klien

57

Page 58: BAB 1

1. Keluhan Utama

Bersin-bersin, hidung tersumbat yang datang tiba-tiba.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung

tersumbat yang datang tiba-tiba. Ibunya mengatakan bahwa anaknya  juga

sering mengalami sulit tidur karena sulit bernapas.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Sebelumnya klien tidak pernah masuk RS.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit keturunan dan

penyakit menular.

D. Riwayat Anak

1. Masa Pre – Natal

Selama kehamilan ibu 4 kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas

dan Dokter, mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. Selama kehamilan

ibu tidak pernah mengalami penyakit yang menular atau penyakit lainnya.

2. Masa Intra – Natal

Proses persalinan klien secara normal (spontan) dengan bantuan bidan,

dengan umur kehamilan 37 minggu.

3. Masa Post – Natal

Klien lahir dalam keadaan normal, dengan BB ± 3200 gram dalam

keadaan sehat. Waktu lahir klien langsung menangis.

E. Pengetahuan Orang Tua

1. Tentang Makanan Sehat

Orang tua klien cukup mengetahui tentang makanan sehat dan gizi klien

baik dan berat badannya 25 kg, klien diberikan ASI sampai umur 2 bulan

saja dan dilanjutkan dengan PASI.

2. Tentang Personal Hygiene

58

Page 59: BAB 1

Orang tua klien mengetahui tentang kebersihan, dilihat dari kebersihan

klien dan orang tuanya sendiri. Badan klien terlihat bersih, rambut klien

hitam lurus dan kelihatan bersih, kuku klien bersih dan tidak ada kotoran,

mulut klien tampak kelihatan bersih.

3. Imunisasi

Klien mendapat imunisasi, yaitu :

f. BCG : 1 kali

g. DPT : 3 kali

h. Campak : 1 kali

i. Polio : 3 kali

j. Hepatitis B : 2 kali

F. Pertumbuhan dan Perkembangan

Usia Pertumbuhan Perkembangan

7 tahun BB : 100 kg

PB : 25 cm

Sudah memiliki proporsi tubuh

seperti orang dewasa. Imajinasi

anak merupakan bagian yang

penting bagi perkembangannya

saat ini.

G. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

Penampilan : Klien tampak agak lemah.

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : - RR : 22 kali / menit

Suhu : 36 º C Nadi : 90 kali / menit

BB : 25 kg TB : 100 cm

2. Kebersihan Anak

Klien kelihatan bersih, klien tidak dimandikan tetapi hanya diseka oleh

ibuya dan pakaian diganti oleh ibu dan ayahnya sehingga klien kelihatan

bersih.

3. Suara Anak Waktu Menangis

Ketika klien menangis terdengar suara yang kuat.

4. Keadaan Gizi Anak

59

Page 60: BAB 1

Keadaan gizi anak baik ditandai dengan BB: 25 kg.

5. Aktivitas

Di rumah sakit klien berbaring ditempat tidur dan sesekali berpindah

posisi agar klien merasa nyaman, dan kadang klien digendong orang

tuanya.

6. Kepala dan Leher

Keadaan kepala tampak bersih, dan tidak ada luka atau lecet. Klien dapat

menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada pembengkakan

kelenjar tyroid dan limfe.

7. Mata (Penglihatan)

Bentuk simetris, tidak ada kotoran mata, konjungtiva tidak anemis, fungsi

penglihatan baik karena klien tidak menggunakan alat bantu, tidak ada

peradangan dan pendarahan.

8. Telinga (Pendengaran)

Tidak terdapat serumen, fungsi pendengaran baik karena klien jika

dipanggil langsung memberi respon. Tidak ada peradangan dan

pendarahan.

9. Hidung (Penciuman)

Bentuk simetris namun sulit mencium karena hidung tersumbat.

10. Mulut (Pengecapan)

Tidak terlihat peradangan dan pendarahan pada mulut, fungsi pengecapan

baik, mukosa bibir edema, basah dan kebiru-biruan.

11. Dada (Pernafasan)

Bentuk dada simetris, tetapi ada gangguan dalam bernafas dan terdapat

secret cair dalam hidungnya dengan frekuensi nafas 27 x/menit.

12. Kulit

Terlihat bersih, tidak terdapat lesi maupun luka, turgor kulit baik (dapat

kembali dalam 2 detik).

13. Abdomen

Bentuk simetris, tidak ada luka dan peradangan, tidak ada kotoran yang

melekat pada kulit.

14. Ekstremitas Atas dan Bawah

Bentuk simetris, tidak ada luka maupun fraktur pada ekstremitas atas dan

bawah, terdapat keterbatasan gerak pada ekstremitas atas bagian dekstra

karena terpasang infuse RL 20 tetes/menit.

15. Genetalia

60

Page 61: BAB 1

Klien berjenis kelamin perempuan dan tidak terpasang kateter.

H. Pola Makan dan Minum

Di rumah : Klien makan 3x sehari dengan menu nasi ayam dan klien suka

minum air putih dan susu.

Di RS : Klien makan bubur 3x sehari dan tidak bisa menghabiskannya,

klien minum hanya ½ gelas dari 1 gelas.

I. Pola Eliminasi

Di rumah : Klien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat dan bau khas feses,

BAK klien 4-5x/hari berwarna kuning jernih dan berbau

amoniak.

Di RS : Klien BAB 1x dalam 2 hari dengan konsistensi padat dan berbau

khas feses. Dan klien BAK 2-3x/hari berwarna kuning jernih

dan berbau amoniak.

J. Terapi Yang Didapatkan di RS

Terapi medikamentosa yaitu anti histamine, dekongestan dan

kortikosteroid.

K. ANALISA DATA

No Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah

1 DS:

DO:

- Ibu klien mengatakan

bahwa anaknya sulit

bernafas dan hidungnya

tersumbat.

- Klien terlihat kesulitan

bernapas.

- Tanda – tanda vital :

N : 90 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36 °C

BB : 25 kg

TB : 100 cm

Obstruksi saluran

napas

Ketidakefektifan

bersihan jalan

napas.

61

Page 62: BAB 1

TD : -

2 DS:

DO:

- Ibu klien mengatakan jika

anakya sulit mencium bau

sejak hidungnya tersumbat.

- Ada cairan keluar dari

hidung

Berkurangnya

sensasi

penciuman

Gangguan persepsi

sensori

3 DS:

DO:

-Ibu klien mengatakan

anaknya juga sering

mengalami sulit tidur 

karena sulit bernapas.

- Kelopak mata bawah klien

berwarna kehitaman.

Penyumbatan

pada hidung

Gangguan pola

tidur

PRIORITAS DIAGNOSA

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi

saluran napas.

b. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan berkurangnya sensasi

penciuman.

c. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan penyumbatan pada hidung.

INTERVENSI

NoTujuan/

Kriteria HasilIntervensi Rasional

62

Page 63: BAB 1

1 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan jalan

napas menjadi

efektif.

Kriteria hasil:

jalan nafas

kembali

normal

terutama

hidung.

1. Kaji status

pernapasan

sekurangnya

setiap 4 jam.

2. Gunakan posisi

semi fowler

dan sangga

lengan pasien.

3. Bantu pasien

untuk

mengubah

posisi, batuk,

dan bernapas

dalam setiap 2

sampai 4 jam.

4. Isap sekresi

sesuai

keperluan.

1. Untuk mendeteksi

tanda awal bahaya.

2. Untuk membantu

bernapas.

3. Untuk membantu

mengeluarkan

sekresi dan

mempertahankan

patensi jalan napas.

4. Untuk menstimulasi

batuk dan

membersihkan jalan

napas.

2 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 3x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

peningkatan

persepsi

penciuman.

Kriteria hasil:

Sensasi

penciuman

klien kembali

1. Kaji

kemampuan

pasien untuk

mencium baud

an

dokumentasika

n temuan.

2. Yakinkan

pasien bahwa

kondisi

tersebut

bersifat

sementara dan

sensasi

1. Untuk menentukan

kondisi normal.

2. Untuk mengurangi

ansietas pasien.

63

Page 64: BAB 1

normal. penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat

yang

diprogamkan

seperti anti

histamine.

4. Catat

karakteristik

drainase

hidung

meliputi

jumlah, warna,

konsistensi dan

bau.

3. Untuk meringankan

kongesti hidung.

4. Untuk mengkaji

perubahan kondisi

olfaktorius.

3 Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24

jam dengan

tujuan untuk

melaporkan

pasien tidak

menunjukkan

gejala perilaku

yang berkaitan

dengan tidur

seperti

kegelisahan

Kriteria Hasil :

Klien dapat

tidur 9-10 jam

per hari.

1. Segera buat

perubahan

apapun yang

mungkin untuk

mengakomodas

i pasien.

2. Rencanakan

jadwal

pemberian

pengobatan

disekitar

jadwal tidur

pasien.

3. Buat rencana

detail untuk

member pasien

kesempatan

tidur 9 jam

tanpa

1. Tindakan ini

mendorong istirahat

dan tidur.

2. Untuk

mmungkinkan

istirahat yang

maksimal.

3. Tindakan ini

memberikan waktu

tidur tanpa

gangguan kepada

pasien.

64

Page 65: BAB 1

gangguan.

IMPLEMENTASI

NoTanggal

dan jamPelaksanaan

Evaluasi

tindakan/respon

klien

Paraf

1 19 February

2015, pukul

08.00 WIB

19 February

2015, pukul

08.10 WIB

19 February

2015, pukul

08.20 WIB

19 February

2015, pukul

08.30 WIB

1. Mengkaji status

pernapasan

sekurangnya

setiap 4 jam.

2. Menggunakan

posisi fowler dan

sangga lengan

pasien.

3. Membantu pasien

untuk mengubah

posisi, batuk dan

bernapas dalam

setiap 2 sampai 4

jam.

4. Mengisap sekresi

sesuai keperluan.

1. Status

pernapasan

klien berangsur

normal.

2. Klien lebih

nyaman

bernapas.

3. Klien lebih

stabil.

4. Jalan napas

klien hamper

normal.

2 19 February

2015, pukul

13.00 WIB

19 February

2015, pukul

13.10 WIB

1. Mengkaji

kemampuan

pasien untuk

mencium bau dan

dokumentasikan

temuan.

2. Yakinkan pasien

bahwa kondisi

tersebut bersifat

sementara dan

1. Secara

perlahan klien

mampu

mencium

kembali secara

normal.

2. Klien yakin

jika

penciumannya

65

Page 66: BAB 1

19 February

2015, pukul

13.20 WIB

19 February

2015, pukul

13.30WIB

sensasi

penciumannya

akan pulih.

3. Berikan obat yang

diprogamkan

sesuai

antihistamin.

4. Catat karakteristik

drainase hidung

meliputi jumlah,

warna, konsistensi

dan bau.

bisa pulih.

3. Kongesti pada

hidung klien

berkurang.

4. Kondisi

penciuman

klien hampir

kembali

normal.

3 20 February

2015, pukul

08.00 WIB

20 February

2015, pukul

08.10 WIB

20 February

2015, pukul

08.20 WIB

1. Segera buat

perubahan apapun

yang mungkin

untuk

mengakomodasi

pasien.

2. Rencanakan

jadwal pemberian

pengobatan

disekitar jadwal

tidur pasien.

3. Buat rencana detail

untuk member

pasien kesempatan

tidur 9 jam tanpa

gangguan.

1. Klien dapat

tidur dengan

nyaman jika

jauh dari

kegaduhan.

2. Klien lebih

nyenyak tidur.

3. Klien bisa tidur

dengan

nyaman.

EVALUASI

No Tanggal dan Jam Catatan Perkembangan Paraf

`1 20 February 2015,

pukul 16.00 WIB

S = Pasien mengatakan hidungnya

sudah tidak begitu tersumbat

66

Page 67: BAB 1

setelah diberi obat.

O = Pasien terlihat tidak kesulitan

bernafas.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang

dan diberikan Health

Education.

2 20 February 2015,

pukul 16.05 WIB

S=Pasien mengatakan penciumannya

hampir kembali normal.

O = Pasien sudah nampak ceria.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

3 20 February 2015,

pukul 16.10 WIB

S = Pasien mengatakan sudah bisa

tidur dengan nyaman.

O= Kelopak mata bawah pasien

sudah tidak kehitaman.

A = Masalah teratasi.

P = Pasien diperbolehkan pulang dan

diberikan Health Education.

BAB IV

PEMBAHASAN

Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi

atau terpapar dengan allergen (zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi)

67

Page 68: BAB 1

yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan mediator kimia ketika terjadi

paparan ulangan dengan allergen yang serupa. Menurut WHO ARIA tahun 2001

rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung degan gejala bersin-bersin, rinore,

rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang

diperantarai oleh IgE.

Stimulasi pada reseptor H1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala

bersin-bersin dan gatal pada hidung. Gejala-gejala tersebut timbul beberapa saat

setelah terpapar allergen. Fase ini disebut respon fase cepat dengan histamine

sebagai mediator utama sehingga preparat anti histamine efektif untuk mengatasi

gejala. Gejala dapat berlanjut sampai 6 – 8 jam kemudian yang timbul akibat

aktivitas berbagai mediator, tetapi histamine bukan pemegang peran utama. Fase

ini disebut respon fase lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah

obstruksi hidung. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor

non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,

perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang,

pasien didiagnosis menderita rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesa, pasien

mengeluhkan keluhan pilek tidak sembuh-sembuh dan memberat sudah 1 bulan

ini. Pasien sering bersin-bersin dan hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus

cair. Pasien juga mengeluh hidung terasa gatal dan kesulitan tidur karena hidung

tersumbat. Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum

didapatkan sekret hidung jernih, membran mukosa edema, basah dan kebiru-

biruan (boggy and bluish). Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret)

terdapat sel eusinofil meningkat > 3 %.

Pada pasien ini ditemukan gejala allergic shiner yaitu adanya bayangan gelap

di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi

hidung. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Pengobatan imunoterapi

diberikan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung

lama serta pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari

imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.

Pada kasus 2, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis vasomotor.

Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan dengan keluhan hidung tersumbat

kadang bergantian kanan dan kiri juga pilek sejak tahun yang lalu serta

berlangsung secara hilang timbul. Ny S juga mengatakan bahwa ia bersin-bersin

tapi tidak sering. Pileknya dirasakan agak kental dan bewarna bening. Tidak ada

68

Page 69: BAB 1

rasa gatal di mata, hidung dan tenggorokan saat serangan. Ny S juga mengatakan

sulit tidur saat serangan terjadi. Ia juga berkata cemas akan penyakitnya tidak

tahu akan penanganannya selain memberi minyak kayu putih disekitar

hidungnya. Pada palpasi tidak ditemukan nyeri tekan didaerah sinus. Pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan eosinofil tetapi dalam jumlah sedikit.

Pada kasus 3, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis akut. Berdasarkan

anamnesa, pasien mengeluhkan dengan keluhan bersin bersin secara tiba tiba,

hidung tersumbat yang tidak sembuh sembuh selama 1 minggu. Ayahnya berkata

semenjak itu klien tidak nafsu makan dan sulit tidur karena hidungnya tersumbat.

Setelah diperiksa, dibawah kelopak mata kehitaman dan pada pemeriksaan darah

tepi tidak terdapat eosinofil yang tidak meningkat.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rhinitis adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,

rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen

yang diperantari oleh IgE.

69

Page 70: BAB 1

Rinitis alergi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang

secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Peran lingkungan

dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan,

terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki

kecenderungan alergi.

    Tanda dan gejala rinitis adalah bersin-bersin, kongesti nasal, mengeluarkan

sekresi hidung yang berlebih (rinore), timbulnya rasa gatal pada: hidung,

palatum, faring, serta telinga, mata yang gatal dan kemerahan, serta

keluarnya air mata dapat juga terjadi. Sehingga menyebabkan rasa yang tidak

enak. Pada penderita rinitis yang khas datang dengan penyumbatan hidung

bilateral akibat dari edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang

berlebih ditumpuk pada dasar hidung, membran mukosa berwarna kebiruan

dan agak pucat. Dan menyebabkan gejala sistemik seperti malaise, gelisah,

dan selera makan berkurang, nyeri kepala, suara hidung.

Pemeriksaan diagnostic dapat dilakukan dengan cara in vitro dan in

vivo. Terapi medikamentosa yaitu anti histamin, dekongestan dan

kortikosteroid.

B. Saran

Sebaiknya kita perlu mengetahui tentang penyakit rhinitis agar kita

dapat mencegah hal itu timbul dalam lingkungan kita. Penulis juga menyadari

bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

untuk menyempurnakan penulisan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :

EGC

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

70

Page 71: BAB 1

Soepardi, Efianty Arsyad,dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala &

Leher edisi 6. Jakarta : FKUI

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Van den Broek, Dr. 2007. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan

Telinga. Jakarta : EGC

Mangunkusumo. E, Rifki. N. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

71