Bab 1
description
Transcript of Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu perusahaan
memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya dalam jangka pendek atau yang
harus segera dipenuhi. Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk
membayar hutang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid. Sedangkan
apabila perusahaan berada dalam keadaan tidak mempunyai kemampuan
membayar hutang jangka pendek yang cukup, disebut illikuid (Hery,2015:175)
Munawir (2014:71) mengemukakan bahwa perusahaan yang tidak dapat
mengendalikan tingkat likuiditasnya akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan
dari pihak luar perusahaan (kreditur) dan dapat menurunkan kemampuan
perusahaan untuk mengembangkan usahanya.Perusahaan yang dalam keadaan
ilikuid akan menghambat aktivitas operasi dan mengurangi efektivitas
perusahaan. Secara umum, semakin tinggi likuiditas, maka semakin rendah
resiko kegagalan perusahaan.
Riyanto (2015:93) mengemukakan “Kas merupakan aktiva lancar yang
paling tinggi tingkat likuiditasnya, artinya dengan ketersediaan kas yang cukup
maka perusahaan tidak akan kesulitan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya”. Dengan kata lain, semakin besar jumlah kas yang dimiliki oleh suatu
perusahaan akan semakin tinggi pula likuiditasnya. Menilai ketersediaan kas
dapat dihitung dari perputaran kas. Tingkat perputaran kas merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan kas yang tersedia. Suatu perusahaan yang memiliki likuiditas
1
2
tinggi karena adanya kas dalam jumlah besar berarti tingkat perputaran kas
tersebut rendah dan mencerminkan adanya kelebihan kas.
Menurut Munawir (2014:158) mengemukakan bahwa pengaruh perputaran
kas dengan likuiditas adalah “Besar kecilnya persediaan kas yang dimiliki oleh
perusahaan akan menentukan perputaran kas dan tinggi rendahnya
penggunakan kas dapat mencerminkan efesiensi atau tidaknya penggunaan kas
pada perusahaan. Besar kecilnya persediaan kas sangat berpengaruh terhadap
likuiditas”.
Aktiva lancar lain yang likuid adalah piutang. Menurut Gitosudarmo
(2008:81) piutang merupakan aktiva lancar perusahaan yang timbul sebagai
akibat dilaksanakannya praktik penjualan kredit. Piutang memerlukan waktu yang
relatif pendek untuk diubah menjadi kas. Posisi piutang dan taksiran piutang
tersebut. Tingkat perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya
untuk mengubah piutang menjadi kas. Perputaran piutang dihitung dengan
membagi penjualan bersih dengan saldo rata-rata piutang. Saldo rata-rata
piutang dihitung dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir dan
kemudian membaginya menjadi dua. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang
maka semakin cepat pula manjadi kas dan apabila piutang telah menjadi kas
berarti kas dapat digunakan kembali dalam operasional perusahaan serta resiko
kerugian piutang dapat diminimalkan sehingga perusahaan akan dikategorikan
perusahaan likuid. Sebaliknya, apabila tingkat perputaran piutang rendah, maka
akan terjadi kelebihan piutang dan perusahaan akan mengalami keadaan illikuid.
Seperti yang dinyatakan Sartono (2010:85), mengemukakan pengaruh
antara perputaran piutang dengan likuiditas sebagai berikut “Kecepatan
penerimaan hasil piutang dalam suatu periode akan dapat mempengaruhi
3
likuiditas parusahaan karena perputaran piutang lebih cepat dari yang
diharapkan dan seberapa jauh piutang perusahan bisa dipakai untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya”.
Tingkat perputaran kas dan piutang digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mengelola kas dan piutang secara efisien. Tingkat perputaran
piutang menunjukan kecepatan pelunasan piutang menjadi kas kembali.
Sedangkan tingkat perputaran kas menunjukan kecepatan perubahan kembali
aktiva lancar menjadi kas melalui penjualan. Dengan demikian makin tinggi
tingkat perputaran kas dan piutang, maka semakin besar pula kemampuan
perusahaan menutupi kewajiban lancarnya. Hal ini berkenaan dengan tingkat
perputaran piutang sebagai alat ukur proses perubahan piutang menjadi kas
yang akan digunakan sebagai alat bayar hutang lancarnya. (Monalisa,2012)
Penelitian ini mengambil objek perusahaan makanan dan minuman karena
sektor industri makan dan minuman merupakan salah satu sektor usaha yang
akan terus mengalami pertumbuhan. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
jumlah penduduk Indonesia, volume kebutuhan terhadap makanan dan minuman
pun terus meningkat. Menurut data Gabungan Pengusaha Makanan dan
Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) menunjukan tren pertumbuhan industri
makanan dan minuman dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Tabel 1.1Current Ratio Perusahaan Makanan dan Minuman
Tahun 2010-2014
NoNama Tahun
Perusahaan 2010 2011 2012 2013 2014
1PT Ultrajaya Milk Industry & Tranding Company Tbk
200,07 152,09 201,82 247,01 334,46
2 PT Indofood Sukses Makmur Tbk 203,65 190,95 200,32 166,73 180,75
3PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk 167,24 168,69 102,71 163,22 146,56
4
4 PT Prasidha Aneka Niaga Tbk 138,2 153,95 160,67 167,57 146,44
5 PT Multi Bintang Indonesia Tbk 94,49 99,42 58,05 97,75 51,39
6 PT Delta Djakarta Tbk 258,08 221,87 276,11 240,21 208,99
7 PT Akasha Wira International Tbk 633,08 600,9 526,46 476,22 447,32
8 PT Mayora Indah Tbk 151,15 170,88 194,16 180,96 153,54
Sumber: www.idx.co.id data telah diolah
Dilihat dari data dalam tabel di atas, terdapat berbagai inkonsistensi
terhadap likuiditas sebagai variabel dependen ditunjukkan melalui perubahan-
perubahan current rasio. Data di atas menunjukan ketidakstabilan likuiditas
perusahaan dari tahun ke tahun. Beberapa mengalami peningkatan ada juga
yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Peningkatan tingkat likuiditas
tertinggi terjadi pada perusahaan PT Delta Djakarta Tbk dengan tingkat likuiditas
mencapai 633,08% pada tahun 2010. Sedangkan penurunan tingkat likuiditas
terjadi pada perusahaan PT Multi Bintang Indonesia Tbk yang terendah pada
tahun 2014 hanya mencapai 51,39%.
Penelitian ini mereplikasi penelitian yang pernah dilakukan oleh Monalisa
(2012) yang meneliti tentang pengaruh perputaran kas dan perputaran piutang
terhadap tingkat likuiditas. Perbedaan dengan peneliti terdahulu adalah pada
penelitian terdahulu objek penelitiannya hanya menggunakan satu perusahaan,
sedangkan pada penelitian ini, mengambil sampel dari perusahaan makanan dan
minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2010-2014.
Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena tersebut, maka penting
dilakukan penelitian untuk menganalisis “Pengaruh Perputaran Kas dan
Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Pada Perusahaan Makanan dan
Minuman Yang Terdaftar di BEI”
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang yang telah dikemukakan
diatas, maka yang menjadi perumusan masalah sebagai arah pembahasan
dalam penulisan ini adalah:
1. Apakah perputaran kas berpengaruh terhadap likuiditaspada perusahan
makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
2. Apakah perputaran piutang berpengaruhterhadap likuiditas pada
perusahan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui
pengaruh perputaran kas dan perputaran piutang terhadap likuiditas pada
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini sangat berguna bagi penulis karena dapat menambah
serta memperluas wawasan dan pemahaman penulis di dalam
bidang akuntansi dan manajemen keuangan mengenai
perputaran kas, perputaran piutang dan likuiditas perusahaan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna
dan juga sebagai tambahan bahan referensi baik bagi mahasiswa
jurusan Akuntansi maupun pihak lainnya yang berkepentingan, untuk
digunakan dalam masalah atau hasil-hasil yang berhubungan
dengan perputaran kas, perputaran piutang dan likuiditas.
6
3. Bagi calon investor sebagai bahan pertimbangan untuk menilai
kelayakannya sehingga investasi yang dilakukan pada perusahaan
manufaktur khususnya dibidang perusahaan makanan dan minuman
memperoleh manfaat yang diinginkan.