Bab 1

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, KLB penyakit akan memperbesar peningkatkan angka kesakitan dan kematian , disamping juga berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial. Salah satu sistem pelaporan surveilans yang digunakan di puskesmas untuk kewaspadaan dini penyakit adalah format laporan pemantauan wilayah setempat kejadian luar biasa. Seperti contoh Kabupaten Banjar dengan jumlah desa 288, 16 kecamatan dan 23 buah puskesmas pengiriman laporan masih bermasalah, terutama untuk ketepatan dan kelengkapannya. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM & PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut. Saya berikan beberapa istilah yang mungkin bisa membantu. Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983) Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan sebagai: suatu 1

description

4t43t3

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, KLB penyakit akan memperbesar peningkatkan angka kesakitan dan kematian , disamping juga berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial. Salah satu sistem pelaporan surveilans yang digunakan di puskesmas untuk kewaspadaan dini penyakit adalah format laporan pemantauan wilayah setempat kejadian luar biasa. Seperti contoh Kabupaten Banjar dengan jumlah desa 288, 16 kecamatan dan 23 buah puskesmas pengiriman laporan masih bermasalah, terutama untuk ketepatan dan kelengkapannya.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM & PLP No.451-I/PD.03.04/1991 Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB). Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut. Saya berikan beberapa istilah yang mungkin bisa membantu. Menurut UU No. 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Wabah adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama (Last, 1983)Untuk penyakit-penyakit endemis (penyakit yang selalu ada pada keadaan biasa), maka KLB didefinisikan sebagai: suatu peningkatan jumlah kasus yang melebihi keadaan biasa, pada waktu dan daerah tertentu.

Pada penyakit yang lama tidak muncul atau baru pertama kali muncul di suatu daerah (non-endemis), adanya satu kasus belum dapat dikatakan sebagai suatu KLB. Untuk keadaan tersebut definisi KLB adalah : suatu episode penyakit dan timbulnya penyakit pada dua atau lebih penderita yang berhubungan satu sama lain. Hubungan ini mungkin pada faktor saat timbulnya gejala (onset of illness), faktor tempat (tempat tinggal, tempat makan bersama, sumber makanan), faktor orang (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainnya).Uraian tentang batasan Wabah atau KLB tersebut di atas terkandung arti adanya kesamaan pada ciri-ciri orang yang terkena, tempat dan waktunya. Untuk itu dalam mendefinisikan KLB selalu dikaitkan dengan waktu, tempat dan orang. Selain itu terlihat bahwa definisi KLB ini sangat tergantung pada kejadian (insidensi) penyakit tersebut sebelumnya (Barker, 1979; Kelsey, et al., 1986).

Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut:Wabah: adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

1

Page 2: Bab 1

Kejadian Luar Biasa (KLB): adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1984).Terlihat adanya perbedaan definisi antara Wabah dan KLB. Wabah harus mencakup jumlah kasus yang besar, daerah yang luas dan waktu yang lebih lama, dengan dampak yang timbulkan lebih berat.

Di Indonesia dengan tujuan mempermudah petugas lapangan dalam mengenali adanya KLB telah disusun petunjuk penetapan KLB, sebagai berikut:

1. Angka kesakitan/kematian suatu penyakit menular di suatu kecamatan menunjukkan kenaikan 3 kali atau lebih selama tiga minggu berturut-turut atau lebih.

2. Jumlah penderita baru dalam satu bulan dari suatu penyakit menular di suatu Kecamatan, menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata sebulan dalam setahun sebelumnya dari penyakit menular yang sama di kecamatan tersebut itu.

3. Angka rata-rata bulanan selama satu tahun dari penderita-penderita baru dari suatu penyakit menular di suatu kecamatan, menjukkan kenaikan dua kali atau lebih, bila dibandingkan dengan angka rata-rata bulanan dalam tahun sebelumnya dari penyakit yang sama di kecamatan yang sama pula.

4. Case Fatality Rate (CFR) suatu penyakit menular tertentu dalam satu bulan di suatu kecamatan, menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, bila dibandingkan CFR penyakit yang sama dalam bulan yang lalu di kecamatan tersebut.

5. Proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih.

6. Khusus untuk penyakit-penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF/DSS:7. Apabila kesakitan/kematian oleh keracunan yang timbul di suatu kelompok

masyarakat.8. Apabila di daerah tersebut terdapat penyakit menular yang sebelumnya tidak

ada/dikenal. Setiap peningkatan jumlah penderita-penderita penyakit tersebut di atas, di suatu

daerah endemis yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Terdapatnya satu atau lebih penderita/kematian karena penyakit tersebut di atas.

Di suatu kecamatan yang telah bebas dari penyakit-penyakit tersebut, paling sedikit bebas selama 4 minggu berturut-turut.

1.2 Tujuana. Mengetahui tentang Penyakit Pesb. Mengetahui tanda dan gejala penyakit pesc. Mengetahui pengobatan dan pencegahan penyakit pesd. Mengetahui faktor-faktor penyebab penyakit pes

2

Page 3: Bab 1

BAB II

PEMBAHASAN

Penyakit pes merupakan sebuah penyakit yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini dijulukan The Black Death. Penyakit ini menyebabkan wabah yang besar di kalangan masyarakat. Wabah plague diyakini telah bermula di Mesir dan Etiopia pada tahun 540 bergerak ke Sungai Nil dan menumpang kapal-kapal menuju ke Konstantinopel sepanjang rute perdagangan. Wabah ini diperkirakan telah membunuh 300.000 orang di Konstantinopel dalam waktu setahun pada tahun 544.

Kemudian pada tahun 1347 penyakit ini kembali melanda populasi Eropa (Konstantinopel Turki, kepulauan Italia, Prancis, Yunani, Spanyol, Yugoslavia, Albania, Austria, Jerman, Inggris, Irlandia, Norwegia, Swedia, Polandia, Bosnia-Herzegovina dan Kroasia) selama kira-kira 300 tahun, dari tahun 1348 sampai akhir abad ke-17. Selama kurun waktu itu, wabah ini membunuh 75 juta orang, kira-kira 1/3 populasi pada waktu itu. Seluruh komunitas tersapu bersih, di tahun 1386 di kota Smolensk, Rusia, hanya lima orang yang tidak terserang penyakit ini dan di London, peluang bertahan hidup hanya satu dalam sepuluh.

Wabah plague disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Bakteri ini dibawa oleh kutu, sedangkan kutu hidup pada tikus. Kutu menyebarkan penyakit ketika mengisap darah tikus atau manusia. Plague merupakan penyakit yang disebabkan oleh enterobakteriaYersinia pestis (dinamai dari bakteriolog Perancis A.J.E. Yersin). Penyakit plague dibawa oleh hewan pengerat (terutama tikus). Wabah penyakit ini banyak terjadi dalam sejarah, dan telah menimbulkan korban jiwa yang besar. Wabah pes masih dapat ditemui di beberapa belahan dunia hingga kini. Tetapi bakteri wabah pes belum terbasmi tuntas. Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk.

Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang sistem limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.

Di Bolivia dan Brazil, misalnya, terdapat lebih dari 100 laporan kasus pes per sejuta penduduk. Wabah pes dikenal dengan black death karena menyebabkan tiga jenis wabah, yaitu bubonik, pneumonik dan septikemik. Ketiganya menyerang system limfe tubuh, menyebabkan pembesaran kelenjar, panas tinggi, sakit kepala, muntah dan nyeri pada persendian. Wabah pneumonik juga menyebabkan batuk lendir berdarah, wabah septikemik

3

Page 4: Bab 1

menyebabkan warna kulit berubah menjadi merah lembayung. Dalam semua kasus, kematian datang dengan cepat dan tingkat kematian bervariasi dari 30-75% bagi bubonik, 90-95% bagi pneumonik dan 100% bagi septikemik. Akan tetapi, dengan pengobatan yang tepat, penyakit pes dapat disembuhkan, karena berhasil diobati dengan sukses menggunakan antibiotika.

Ada 3 jenis penyakit plague yaitu:1. Bubonic plague: Masa inkubasi 2-7 hari. Gejalanya kelenjar getah bening yang dekat

dengan tempat gigitan binatang/kutu yang terinfeksi akan membengkak berisi cairan (disebut Bubo). Terasa sakit apabila ditekan. Pembengkakan akan terjadi. Gejalanya mirip flu, demam, pusing, menggigil, lemah, benjolan lunak berisi cairan di tonsil/adenoid (amandel), limpa dan thymus. Bubonic plague jarang menular pada orang lain.

2. Septicemic plague: Gejalanya demam, menggigil, pusing, lemah, sakit pada perut, shock, pendarahan di bawah kulit atau organ2 tubuh lainnya, pembekuan darah pada saluran darah, tekanan darah rendah, mual, muntah, organ tubuh tidak bekerja dg baik. Tidak terdapat benjolan pada penderita. Septicemic plague jarang menular pada orang lain. Septicemic plague dapat juga disebabkan Bubonic plague dan Pneumonic plague yang tidak diobati dengan benar.

3. Pneumonic plague: Masa inkubasi 1-3 hari. Gejalanya pneumonia (radang paru-paru), napas pendek, sesak napas, batuk, sakit pada dada. Ini adalah penyakit plague yang paling berbahaya dibandingkan jenis lainnya. Pneumonic plague menular lewat udara, bisa juga merupakan infeksi sekunder akibat Bubonic plague dan Septicemic plague yang tidak diobati dengan benar.

Penyakit pes pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1910 melalui Tanjung Perak, Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, tahun 1923 melalui pelabuhan Cirebon dan pada tahun 1927 melalui pelabuhan Tegal. Korban manusia meninggal karena pes dari 1910-1960 tercatat 245.375 orang, kematian tertinggi terjadi pada tahun 1934, yaitu 23.275 orang.

Penyakit pes merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk dalam UU nomor 4 tahun 1984 tentang penyakit menular/ wabah, Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporannya dan tata cara seperlunya tentang pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa serta International Classification of Disease ( ICD ). Di Indonesia telah diupayakan penanggulangan penyakit per melalui beberapa kegiatan yang mendukung, seperti surveilans trapping, surveilans human, pengamnilan dan pengiriman spesies, pengadaan obat-obatan dan Disponsible syringe, dan pengadaan metal life trap.

Penyakit pes di Indonesia termasuk penyakit yang dicantumkan dalam Undang-undang Karantina dan Epidemi, (Undang-undang RI 1962) karena menimbulkan wabah yang

4

Page 5: Bab 1

berbahaya. Pertama kali wabah penyakit pes menyerang Eropa, kemudian India dan sampai ke Indonesia pada tahun 1910 karena adanya tikus yang sedang menderita pes terbawa di dalam kapal dari India yang mengangkut beras ke Indonesia. Pada tahun 1910 terjadi wabah pes di Surabaya, kemudian menjalar ke Malang, Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta. juga masyarakat dusun Solorowo masih tradisional. Merebaknya berbagai penyakit menular yang terjadi di Indonesia sebagian besar ditimbulkan oleh kurangnya perhatian pada perbaikan kesehatan lingkungan. kehidupan masyarakat dahulu, rumah rakyat sebagian besar dibangun dari bambu atau gedek. Dinding-dinding gedek itu sering kali dibuat rangkap sehingga di antaranya terdapat celah atau lubang yang memungkinkan tikus bersarang.

Kehidupan masyarakat sekarang ini, tidak menutup kemungkinan, wabah penyakit pes itu akan kembali terjadi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Di kota-kota besar seperti Jakarta misalnya, banyak daerah-daerah yang kondisi kebersihannya masih belum terjaga, bangunan-bangunan non permanen (gubuk)  yang dihuni oleh masyarakat pendatang yang tidak memiliki rumah tetap bisa menjadi sarang untuk hewan yang menjadi penyebaran penyakit pes ini yaitu tikus. Selain dari lingkungan yang kurang kebersihannya, penyebaran penyakit pes ini bisa juga disebabkan oleh adanya suatu tradisi yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap suatu tempat tertentu yang menyebabkan adanya keakraban antara manusia terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat sangat mensakralkan tempat-tempat tertentu yang dianggap mempunyai nilai kesejarahan serta nilai budaya seperti Petrenan, yaitu tempat yang disakralkan yang dipercaya sebagai tempat makam leluhur dijadikan tempat pemujaan dan untuk menyelenggarakan upacara ritual dan keagamaan (Kasnodihardjo, 2005).

Sehingga adanya hubungan antara manusia dengan kondisi lingkungan alam sekitarnya yang menyangkut rodent, pinjal dan habitat juga sifat tradisional tersebut menunjang tetap terpeliharanya penularan pes di masyarakat. Ditunjang pula oleh pengetahuan dan persepsi penduduk yang salah terhadap penyakit pes, maka penyakit tersebut sewaktu-waktu akan tetap menjadi wabah.

2.1 Tinjauan tentang Penyakit PesPes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague

merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia. Pes juga merupakan infeksi pada hewan pengerat liar yang ditularkan dari satu hewan pengerat ke hewan lain dan kadang-kadang dari hewan pengerat ke manusia karena gigitan pinjal.

Vector dari penyakit pes ini adalah pinjal. Ada 4 jenis pinjal di Indonesia yaitu Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus.

Penyebab penyakit pes ini adalah hama penyakit basil pes yang disebut juga Pasteurella pestis. Basil ini ditemukan oleh Kitasato dan Yersin di Hongkong pada tahun 1894. Setelah hasil itu (basil) diberi warna menurut Loefler terlihat, bahwa pewarnan pada kedua ujungnya adalah lebih tebal, dan basil itu disebut berkutub dua atau bipolar. Besarnya lebih kurang 2 mikron. Basil pes ini dapat dibunuh oleh sinar matahari. Larutan karbol 1% sublimate 1% dan susu kapur dapat membunuh basil ini dalam beberapa menit. Bila di atas tanah, basil ini akan mati selama 24 jam.

5

Page 6: Bab 1

2.2 Mekanisme Penularan Penyakit PesSecara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-

kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.

Mengenai terjadinya wabah pes pada tikus dan manusia dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1    Terjadinya wabah pes pada tikusWabah pada hewan umumnya disebut epi-zooti dari (epi = pada, zoo = hewan; Epi-

demi berasal dari epi = pada, demi/demos = rakyat). Wabah pes pada manusia didahului oleh epizooti pes pada tikus, dan ini tentunya ada hubungan antara epizooti tikus dengan epidemic manusia. Pada seekor tikus yang menderita penyakit pes terdapat gejala penyakit: suhu badan naik, sangat gelisah, berkeliaran kian kemari. Mungkin tikus ini akan mati disembarang tempat. Pinjal-pinjalnya yang telah ketularan karena menghisap darah tikus yang sakit tadi segera meninggalkan bangkai tikus yang telah dingin. Pinjal tersebut akan meloncat-loncat tidak lebih 50 cm dan jauh tidak lebih 60 cm. jika perut pinjal itu mengandung darah yang berisi basil-basil pes, basil tersebut dapat hidup di dalam perut pinjal selama 40 hari. Bila pinjal yang tertular tersebut menggigit tikus yang sehat, tikus tersebut akan menderita penyakit pes dan akan mati dalam 4 atau 5 hari.  Dengan cara demikian timbullah epizooti pada tikus. Pada epizooti ini mungkin banyak tikus yang mati, baik di dalam maupun di luar rumah. Untuk menetapkan bahwa tikus itu mati karena pes, bangkai tikus itu perlu dikirim ke perusahan Negara Laboratorium Bio Farma. Bangkai tikus itu harus dicapit dengan capit yang panjangnya lebih kurang 1 cm, mengingat bahwa pinjal-pinjal itu dapat meloncat sampai kurang 90 cm. lalu bangkai itu dimasukkan ke dalam blek minyak tanah kosong dan dikirim ke Lab dan ditutup rapat.

Bila banyak tikus yang mati karena pes, banyak pula pinjal-pinjal tikus yang meninggalkan bangkai tikus itu. Pinjal dapat juga melewati lubang pada langit-langit rumah yang lubangnya tidak tertutup rapat. Dengan melalui lubang pada langit-langit ia dapat masuk ke dalam rumah. Barulah manusia menjadi sasarannya seperti pada gambar 01. Pinjal tikus yang telah kelaparan dapat menghisap darah dengan kuat. Jika di dalam perut pinjal itu banyak terdapat basil pes, basil itu akan menyumbat lubang antara proventrikulus dan ventrikulus. Karena penyumbatan itu, pada permulaan proventrikulus akan penuh dengan darah, akan tetapi tidak menimbulkan rasa kenyang. Pinjal itu akan mencabut moncongnya dan menggigit lagi. Pada waktu moncong dicabut, darah yang tercampur dengan basil pes akan turut keluar dan masuk ke dalam tempat penggigitan. Dengan cara itu manusia dapat ketularan basil pes dan mulailah perkembangan penyakit pes di dalam tubuh manusia. Pengalaman para ahli menunjukkan bahwa suatu wabah biasanya terjadi dalam musim hujan dan mempunyai puncaknya pada bulan desember atau januari. Agar pada puncak wabah didapat kekebalan yang cukup, immunitas biasanya dimulai 2/3 bulan sebelumnya. Pada daerah-daerah dengan suhu iklim kurang dari 30ºC seperti di pegunungan penyakit pes akan menetap.

6

Page 7: Bab 1

2.2.2    Perkembangan wabah pes di dalam tubuh manusia.Pada tempat gigitan pinjal akan timbul gelembung kecil yang berisi cairan yang

Hemoragis, juga akan timbul pada kulit setempat yang agak besaran. Bentuk demikian disebut pes kulit. Menurut Prof. De Lange 5% dari gigitan pinjal yang ketularan menimbulkan pes kulit. Basil pes kemudian ikut dengan aliran getah bening, menuju daerah kelenjar getah bening, dan menimbulkan Limpadenitis atau bubo. Jika digigit di tangan, bubo akan timbul di ketiak. Jika digigit dikaki, bubo akan timbul di lipatan paha, dan jika digigit dikepala, bubo akan timbul di leher. Jika orang yang tertular itu tidak pernah menerima vaksinasi terhadap pes dan tidak memiliki kekebakan tubuh, bubo itu menimbulkan gejala: peradangan merah, panas, bengkak, sakit yang hebat disertai suhu badan yang tinggi. Penderita terlihat sangat gelisah. Selaput lendir mata yang kemerah-merahan seringkali sebagai gejala yang terlihat. Bubo di lipatan paha sedemikian sakitnya, sehingga penderita berbaring dengan rasa tak berdaya, sedang pahanya terkaku dalam fleksi. Lalu bubo itu akan pecah, dan keluarlah nanah bercampur darah dari jaringan yang mati. Penyembuhan berjalan sangat perlahan, hal ini berlainan dengan bisul karena stafilokokkus yang lekas sembuh setelah pecah. Dengan penderita yang agak lama, bubo ini akan merusak badan penderita sampai kurus. Kematian dapat meningkat sampai 60% pada panderita yang belum pernah mendapat vaksinasi anti-pes.

Pada penyakit pes yang disebabkan karena basil pes yang sangat ganas, mungkin tidak timbul bubo. Daerah kelenjar limpa dilewati dan melalui duktus thorasikus, basil itu masuk ke dalam peredaran darah. Timbullah keadaan pes-sepsis (pes-bakteri aemi, atau pes septichaemi) dengan gejala intoksikosis yang hebat dan penderita menderita panas yang tinggi. Ia kelihatan gelisah, mungkin penderita berkeliaran di luar ruamah dan meninggal di sembarang tempat. Bila di daerah yang ketularan pes ditemukan mayat yang berbadan baik, tidak memperlihatkan gejala sakit dan penganiayaan, kemungkinan orang itu meninggal karena pes.

Pes-septichaemi juga dapat terjadi pada penderita pes bubo. Setelah terjadi pes bubo mungkin bubo itu dilewati oleh basil pes. Dengan melalui duktus torasikus ia masuk ke peredaran darah, selanjutnya masuk ke vena kava superior, ke serambi kanan, bilik kanan, arteria pulmonalis, dan sampai di paru-paru akan menimbulkan pes paru-paru. Pes paru ini disebut pes paru sekunder. Karena terjadi dengan melalui pes bubo dan pes-septichaemi.Penderita ini dapat menyemburkan basil pes dengan dahaknya yang halus ke udara. Basil pes ini akan masuk ke pernafasan orang sehat dengan cara langsung dan akan timbul pes paru primer.

Pes paru adalah penyakit yang berat dan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari saja. Penderita kelihatannya sangat lemah, sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu batuk dengan keras. Jika batuk, dahaknya bercampur dengan darah.

Dari peristiwa terjadinya wabah pes di atas, ada beberapa penularan penyakit pes tersebut. Adapun bagan penularan penyakit pes sebagai berikut.

7

Page 8: Bab 1

Penularan pes secara eksidental dapat terjadi pada orang–orang yang bila digigit oleh pinjal tikus hutan yang infektif. Ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja di hutan, ataupun pada orang-orang yang mengadakan rekreasi/camping di hutan.                  

Penularan pes ini dapat terjadi pada orang yang berhubungan erat dengan tikus hutan, misalnya para ahli Biologi yang sedang mengadakan penelitian di hutan, dimana orang tersebut terkena darah atau organ tikus yang mengandung kuman pes.

Kasus yang umum terjadi dimana penularan pes pada seseorang karena digigit oleh pinjal infeksi setelah menggigit tikus domestik/komersial yang mengandung kuman pes.

Penularan pes dari tikus hutan komersial melalui pinjal. Pinjal yang efektif kemudian menggigit manusia.

Penularan pes dari seseorang ke orang lain dapat juga terjadi melalui gigitan pinjal manusia Culex Irritans (Human flea)

Penularan pes dari seseorang yang menderita pes paru-paru kepada orang lain melalui percikan ludah atau pernapasan. Pada no.1 sampai dengan 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit Pes1. Faktor Agent: Bakteri Yersinia Pesti / Bakteriolog Perancis A.J.E Yersin. Dibawa

oleh hewan pengerat (terutama tikus) dan ditularkan oleh kutu tikus. Penyakit ini menular melalui gigitan tikus.

2. Faktor Host: Manusia3. Faktor Environment: rumah yang kotor atau tempat-tempat yang biasanya di huni

sebagai sarang tikus4. Port op Entry and Exit: Kulit5. Tranmisi: Kontak dengan tubuh binatang yang terinfeksi, kontak fisik dengan

penderita dan bisa terjadi dari percikan air liur oenderita yang terbawa oleh udara2.4 Patogenesis Pes (Plague)

Pes adalah infeksi dari sistem limfatik, biasanya dihasilkan dari gigitan kutu yang terinfeksi, Xenopsylla cheopis (kutu tikus). Para kutu sering ditemukan pada hewan pengerat

8

Page 9: Bab 1

seperti tikus, dan mencari mangsa binatang pengerat lainnya ketika tuan mereka mati. Bakteri membentuk agregat dalam usus dari kutu yang terinfeksi dan hasil ini di loak muntah darah tertelan, yang sekarang terinfeksi, ke situs gigitan hewan pengerat atau host manusia. Setelah didirikan, bakteri cepat menyebar ke kelenjar getah bening dan berkembang biak. Y.pestisbasil bisa menahan fagositosis dan bahkan mereproduksi dalam fagosit dan membunuh mereka. Sebagai penyakit berlangsung, kelenjar getah bening dapat perdarahan dan menjadi bengkak dan nekrotik . Pes dapat berkembang menjadi mematikan wabah septicemia dalam beberapa kasus. Wabah ini juga diketahui menyebar ke paru-paru dan menjadi penyakit yang dikenal sebagai wabah pneumonia . Bentuk penyakit ini sangat menular karena bakteri dapat ditularkan dalam tetesan dikeluarkan saat batuk atau bersin, serta kontak fisik dengan korban wabah tikus atau kutu-bantalan yang membawa wabah.

Vektor pes adalah pinjal. Di Indonesia saat ini ada 4 jenis pinjal yaitu: Xenopsylla cheopis, Culex iritans, Neopsylla sondaica, dan Stivalus cognatus. Reservoir utama dari penyakit pes adalah hewan-hewan rodent (tikus, kelinci). Kucing di Amerika juga pada bajing. Secara alamiah penyakit pes dapat bertahan atau terpelihara pada rodent. Kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit,dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan. Pada no.1 s/d 5, penularan pes melalui gigitan pinjal akan mengakibatkan pes bubo. Pes bubo dapat berlanjut menjadi pes paru-paru (sekunder pes).

Selain pes, pinjal bisa menjadi vektor penyakit-penyakit manusia, seperti murine typhus yang dipindahkan dari tikus ke manusia. Disamping itu pinjal bisa berfungsi sebagai penjamu perantara untuk beberapa jenis cacing pita anjing dan tikus, yang kadang-kadang juga bisa menginfeksi manusia. Bila pinjal menggigit hewan pengerat yang terinfeksi dengan Y. pestis, organisme yang termakan akan berkembang biak dalam usus pinjal itu dan, dibantu oleh koagulase menyumbat proventrikulusnya sehingga tidak ada makanan yang dapat lewat. Karena itu, pinjal lapar dan ususnya tersumbat sehingga akan menggigit dengan ganas dan darah yang dihisapnya terkontaminasi Y. pestis dari pinjal, darah itu dimuntahkan dalam luka gigitan. Organisme yang diinokulasi dapat difagositosis, tetapi bakteri ini dapat berkembang biak secara intra sel atau ekstra sel. Y. pestis dengan cepat mencapai saluran getah bening, dan terjadi radang haemorrogic yang hebat dan kelenjar-kelenjar getah bening yang membesar, yang dapat mengalami nekrosis. Meskipun infasinya dapat berhenti di situY. pestis sering mencapai ke aliran darah dan tersebar luas.

Pinjal merupakan salah satu parasit yang paling sering ditemui pada hewan kesayangan baik anjing maupun kucing. Meskipun ukurannya yang kecil dan kadang tidak disadari pemilik hewan karena tidak menyebabkan gangguan kesehatan hewan yang serius, namun perlu diperhatikan bahwa dalam jumlah besar kutu dapat mengakibatkan kerusakan kulit yang parah bahkan menjadi vektor pembawa penyakit tertentu.

Pinjal yang biasa dikenal kutu loncat atau fleas ada 2 jenis, yaitu kutu loncat pada anjing dan kucing, namun di lapangan lebih sering ditemukan kutu loncat kucing yang juga dapat berpindah dan berkembang biak pada anjing.

9

Page 10: Bab 1

Y. pestis awalnya menginfeksi dan menyebar ke hewan pengerat rumah (misalnya tikus) dan hewan lain (misalnya kucing), dan manusia dapat terinfeksi karena gigitan pinjal atau dengan kontak. Vektor pes yang paling lazim adalah pinjal tikus (Xenopsylla cheopis), tetapi pinjal lain dapat juga menularkan infeksi. Untuk pengendalian pes dibutuhkan penelitian pada hewan yang terinfeksi, vektor,dan kontak manusia dan pembantaian hewan yang terinfeksi pes. Semua pasien yang dicurigai menderita pes harus diisolasi terutama kalau kemungkinan keterlibatan paru-paru belum disingkirkan. Kontak pasien yang dicurigai menderita pneumonia pes harus diberi tetrasiklin 0’5 gram per hari selama 5 hari, sebagai kemoprofilaksis. Selain itu, kondisi lingkungan juga berperan dalam mencegah penyebaran penyakit ini. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi kasus pes, perlu usaha masyarakat dalam menjaga sanitasi dan higienitas lingkungannya.

2.5 Gejala Pes (Plague)Gejala yang paling terkenal dari penyakit pes adalah menyakitkan, kelenjar getah

bening, yang disebut buboes. Ini biasanya ditemukan di pangkal paha, ketiak atau leher. Karena gigitan berbasis bentuk infeksi, wabah pes sering merupakan langkah pertama dari serangkaian penyakit progresif. Gejala penyakit pes muncul tiba-tiba, biasanya 2-5 hari setelah terpapar bakteri.

Gejala meliputi:1) Panas dingin2) Umum sakit perasaan ( malaise )3) Demam tinggi (39 ° Celcius, 102 ° Fahrenheit)4) Kram Otot5) Kejang6) Mulus, bening pembengkakan kelenjar menyakitkan disebut bubo, umumnya

ditemukan di selangkangan, tapi mungkin terjadi di ketiak atau leher, paling sering di lokasi infeksi awal (gigitan atau awal)

7) Nyeri dapat terjadi di daerah tersebut sebelum muncul bengkak8) Warna kulit berubah menjadi warna merah muda dalam beberapa kasus yang

ekstrim9) Pendarahan dari koklea akan dimulai setelah 12 jam dari infeksi.

Gejala lain termasuk napas berat, muntah darah terus menerus, buang air kecil darah, anggota badan sakit, batuk, dan nyeri eksterm. Rasa sakit ini biasanya disebabkan oleh pembusukan atau decomposure kulit sementara orang itu masih hidup. Gejala tambahan termasuk kelelahan ekstrim, masalah gastrointestinal, lenticulae (titik-titik hitam yang tersebar di seluruh tubuh), delirium dan koma.

Dua jenis Y. pestis plague pneumonia dan septicemia. Namun, wabah pneumonia, tidak seperti, pes atau septicemia menyebabkan batuk dan sangat menular, yang memungkinkan untuk itu menyebar orang-ke-orang. Wabah septicemia terjadi ketika wabah bakteri kalikan dalam aliran darah Anda.

10

Page 11: Bab 1

Tanda dan gejala termasuk:1) Demam dan menggigil2) Nyeri perut, diare dan muntah3) Perdarahan dari, hidung mulut atau rektum, atau di bawah kulit Anda4) Syok5) Menghitam dan kematian jaringan (gangren) di kaki Anda, paling sering jari, jari

kaki dan hidung 

Wabah pneumonia mempengaruhi paru-paru. Ini adalah paling umum dari berbagai wabah tetapi yang paling berbahaya, karena dapat menyebar dari orang ke orang melalui droplet batuk.

Tanda dan gejala dapat dimulai dalam beberapa jam setelah infeksi, dan mungkin mencakup:

1) Batuk, dahak berdarah2) Kesulitan bernapas3) Demam tinggi4) Mual dan muntah5) Kelemahan

Wabah pneumonia berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dan shock dalam waktu dua hari infeksi. Jika pengobatan antibiotik tidak dimulai dalam waktu satu hari setelah tanda-tanda dan gejala pertama muncul, infeksi mungkin menjadi fatal.

2.6 Upaya Pencegahan, Pengobatan, Rehabilitasi dan Pemeriksaan Laboratorium

2.6.1    Pencegahan Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan

kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya.

Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan manusia dapat dilakukan seperti berikut.

1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi

kesempatan bagi tikus untuk bersarang (rat proof).3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca

sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.4. Menggunakan lantai semen.5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin

dicapai atau mengundang tikus.6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati

tanpa sebab yang jelas (rat fall).7. Tinggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.

11

Page 12: Bab 1

Surasetja (1980), menyatakan bahwa selain upaya pencegahan, ada pula upaya pemberantasan penyakit pes yaitu sebagai berikut.

1. Keharusan melaporkan terjadinya penyakit pes oleh para dokter supaya tindakan pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat dijalankan. Keharusan ini tercantum dalam undang-undang karantina danepidemi (UU Wabah 1962).

2. Keharusan melaporkan adanya kematian sebelum mayat dikubur. Pada mayat itu dilakukan fungsi paru, limfa dan pada bubo. Pes paru primer dapat dinyatakan bila cairan paru pasitif dan pes cairan limpa negatif. Pes paru sekunder terjadi bila cairan paru dan cairan limpa positif. Pes septichaemi jika cairan paru negatif dan cairan limpa positif.

3. Tindakan selanjutnya jika telah dinyatakan diagnosa pes adalah penderita pes paru (primer dan sekunder) harus diisolasi dan dirawat di rumah sakit. Penduduk di sekitar rumah pes divaksinasi. Rumah disemprot dengan DDT. Kemudian rumah itu dibuka atapnya agar matahari dapat masuk. Lalu rumah tersebut diperbaiki kembali.

4. Suntikan anti pes secara umum.5. Pembasmian pinjal tikus dilakukan dengan bubuk DDT yang ditaruh pada tempat

yang biasa dilalui oleh tikus. Bubuk DDT akan melekat pada bulu tikus sehingga akan membunuh pinjal-pinjal itu. Hal ini dapat pula dilakukan serangkaian pemberantasan nyamuk malaria melalui penyemprotan.

6. Pembasmian tikus dengan racun, perangkap dan kucing. 7. Pengawasan angkutan padi dan lain-lain dengan pikulan, gerobak, dan sebagainya

agar tikus yang tertular pes tidak terangkut dari satu daerah ke daerah yang lain.8. Perbaikan rumah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah.9. Tindakan kebersihan seperti menjemur alat-alat tidur setiap minggu. Jangan ada

sisa-sisa makanan yang berhamburan dan menarik tikus.

2.7.2    Pengobatan Upaya pengobatan terhadap penderita penyakit pes, baik yang menularkan maupun

yang tertular adalah sebagai berikut.1. Untuk tersangka pes

Tetracycline 4x250 mg biberikan selama 5 hari berturut-turut atau Cholamphenicol 4x250 mg diberikan selama 5 hari berturut-turut

2. Untuk Penderita Pes Streptomycine dengan dosis 3 gram/hari (IM) selama 2 hari berturut-turut,

kemudian dosis dikurangi menjadi 2 garam/hari selama 5 hari berturut-turut. Setelah panas hilang dilanjutkan dengan pemberian :

12

Page 13: Bab 1

Tetracycline 4-6 gram/hari selama 2 hari berturut-turut,kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut atau

Chlomphenicol 6-8 gram/hari selama 5 hari berturut –turut, kemudian dosis diturunkan menjadi 2 gram/hari selama 5 hari berturut-turut.

3. Untuk pencegahan terutama ditujukan pada: Penduduk yang kontak (serumah) dengan pendeita pes bobo. Seluruh penduduk desa/dusun/RW jika ada penderita pes paru.

Tetapi yang dianjurkan adalah dengan pemberian Tertracycline 500mg/hari selama 10 hari berturut-turut.

2.8.3    Rehabilitasi Untuk rehabilitasi terhadap penyakit pes ini tidak menduduki peranan penting, karena

yang telah sembuh dari penyakit pes ini, umumnya menjadi sehat kembali dan dapat bekerja seperti bisanya.

2.8.4 Pemeriksaan Laboratorium Biarkan aspirat nodul limfe/darah Hapusan aspirat bubo ditemukan basil Gram negatif Titer antibodi Lekosistosis sampai memberi gambaran reaksi lekomoid (100.000/mm3) Ada tanda PIM/DIC.

2.9 Peraturan dan Perundangan tentang Penyakit PesPenyakit ini merupakan penyakit yang memiliki sejarah yang cukup lama di

Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah juga memberikan perhatian dengan membuat peraturan perundangan yang diharapkan dapat mengantisipasi penyebaran pas. Salah satu peraturan yang mengaturnya yaitu termuat di dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 560/Menkes/Per/VIII/1989 mengenai penyakit yang menimbulkan wabah. Selain peraturan tersebut, pemerintah juga mengeluarkan peraturan mengenai penyebaran penyakit pes melalui surat edaran Direktorat Jenderal PPM dan PLP No 451-PD.D3.04/IF/1991 tantang pelaporan serta pedoman penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan kejadian luar biasa. Seterusnya, tergabung dalam peraturan bersama masyarakat dunia mengenai wabah menular pada International Clasification of Disease (ICD).

Peraturan mengenai pencegahan penyebaran penyakit pes juga ditujukan pada kemungkinan adanya penularan antar hewan dari luar daerah. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu peraturan dan perundangan mengenai karantina baik Karantina Udara yang tercantum datam UU No. 1/1962 dan Karantina Laut dalam UU No 2/1962. Namun, meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan maupun perundangan untuk mencegah menjangkitnya pes di tengah rnasyarakat, semua peraturan tersebut tentu tidak dapat

13

Page 14: Bab 1

membuahkan hasil secara maksimal tanpaa adanya peran aktif masyarakat dalam mencegah dan memberantas penyakit pes ini.

Oleh karena itu, masyarakat harus dilibatkan dalam pemberantasan penyakit. Keterlibatan masyarakat dalam mewaspadai penyakit pes. Secara garis besar dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.

1. Kewaspadaan terhadap tikus dan pinjal dengan cara mengajak masyarakat aktif mernberantas tikus sekaligus pinjalnya.

2. Apabila ada anggota keluarga maupun masyarakat sekitar menderita sakit dengan gejala-geiala berupa meningkatnya suhu tubuh (demam), disertai timbulnya benjolan (bubo) sebesar buah duke di sekitar daerah lipat paha atau ketiak, serta muncul batuk berdahak secara tiba-riba, segera melapor ke RT/RW setempat maupun puskesmas terdekat.

3. Apabila di sekitarnya terdapat anjing maupun kucing liar, hendaknya ditangkap kemudian diserahkan kepada dinas peternakan setempat agar dilakukan uji serologik sehingga dapat diketahui adanya kemungkinan terjangkitnya pes pada hewan-hewan tersebut. Dengan dernikian, penyebaran wabah pes dapat diantisipasi secepat mungkin.

4. Mewaspadai banyaknya bangkai yang timbul akibat berbagai bencana alam, misalnya banjir, gempa bumi maupun gunung meletus. Sebaiknya bangkai-bangkai tersebut segera dibakar atau dikubur dalam tanah.

5. Sebaiknya ternak dipelihara di luar rumah, membersihkan rurnah agar tikus tidak bersarang di dalam rumah, serta membuat konstruksi rumah sedemikian rupa agar sinar matahari dapat memasuki setiap ruangan di dalam rumah.

BAB III

PENUTUP

14

Page 15: Bab 1

3.1 Kesimpulan1. Pes atau yang juga dikenal dengan nama Pesteurellosis atau Yersiniosis/Plague

merupakan penyakit Zoonosa terutama pada tikus dan rodent lain dan dapat ditularkan kepada manusia.

2. Mekanisme penyebaran penyakit pes terjadi melalui kuman-kuman pes yang terdapat di dalam darah tikus sakit, dapat ditularkan ke hewan lain atau manusia, apabila ada pinjal yang menghisap darah tikus yang mengandung kuman pes tadi, dan kuman-kuman tersebut akan dipindahkan ke hewan tikus lain atau manusia dengan cara yang sama yaitu melalui gigitan.

3. Upaya dalam menanggulangi wabah penyakit pes ini meliputi upaya pencegahan yang dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan tikus serta pinjalnya, upaya pengobatan dengan obat-obatan seperti Tetracycline, Cholamphenicol, Streptomycine yang diminum sesuai aturan dan dosis, serta upaya rehabilitasi.

3.2 Saran1. Hendaknya masyarakat tetap mempertahankan kebersihan lingkungan agar

terhindar dari berbagai jenis penyakit yang membahayakan.2. Pihak pemerintah harus lebih memperhatikan rakyat di semua lapisan secara

merata untuk bisa memberikan fasilitas yang menunjang kesehatan bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Bab 1

Arantina. 2008. Pes yang Mematikan Black Death.

http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/15/pes-yang-mematikan-black-death/. Diakses pada

tanggal 3 Juni 2013.

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC.

Hamsafir, Evan. 2010. Diagnosis dan Panatalaksaan pada Penyakit Pes.

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-penyakit-

pes.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2013

Mitcell, dkk. 2008. Buku Saku Patologis Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Natadisastra, Djaenuddin. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Soedarto. 2007. Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga  Uniersity Press.

Solocats. 2008. Plague/Penyakit Pes. http://solocats.blogspot.com/2008/12/plaguepenyakit-

pes.html.  Diakses pada tanggal 3 Juni 2013

Tamboyong, Jun. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

WHO. 2002. Plague. http://www.who.int/topics/plague/en/.  Diakses pada tanggal 3 Juni

2013

WHO. 2005. Plague. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs267/en/. Diakses pada

tanggal 3 Juni 2013

16