BAB 1
description
Transcript of BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
penulisan ini adalah adanya factor resiko penyakit jantung seperti Penyakit
Jantung Koroner (PJK) yang meliputi faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi seperti
riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti: hipertensi, merokok, diabetes melitus, dyslipidemia (metabolisme lemak yang
abnormal), obesitas umum dan obesitas sentral, kurang aktivitas fisik, pola makan,
konsumsi minuman beralkohol, dan stress (Ditjen PP&PL Kemenkes RI,2011:25).
Diharapkan pasien dapat melakukan beberapa modifikasi faktor risiko untuk menekan
kejadian jantung koroner karena banyaknya kerugian yang timbul apabila pasien tidak
mematuhinya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menekan prevalensi tersebut
melalui pencegahan primer dan sekunder dengan meningkatkan kesadaran pasien
mengidentifikasi faktor resiko dan melakukan manajemen preventif. Perawat memiliki
peran sebagai educator untuk meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit jantung
koroner dan bagaimana melakukan modifikasi factor resiko agar tercipta pola hidup dan
kualitas hidup yang sehat. Oleh karena itu sangat penting bagi pasien untuk memiliki
pengetahuan, sikap yang positif mengenai penyakit jantung koroner dan bagaimana
upaya pencegahannya (Dalusung,2010). Adanya persepsi diri yang positif, motivasi
untuk mau melakukan perubahan gaya hidup, memiliki sumber dana yang cukup untuk
menunjang proses perubahan, dukungan keluarga dalam setiap keputusan yang diambil
dari penderita PJK, juga menunjang keberhasilan kemampuan pasien dalam melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko PJK.
Seringkali akses yang sulit di jangkau dan jarak yang jauh menuju rumah sakit
atau klinik yang menyebabkan pasien PJK enggan memeriksakan kondisi kesehatan
jantungnya secara rutin, sehingga pada saat muncul gejala seperti nyeri dada, pasien PJK
hanya beristirahat, menganggap bahwa nyeri akan segera berkurang. Padahal
1
kenyataanya, Nyeri dada tersebut ada yang tidak dapat hilang hanya dengan beristirahat
saja. Namun pada kenyataannya, upaya pencegahan tersebut belum berjalan secara
optimal terutama upaya pencegahan sekunder. Ketidakmampuan pasien PJK dalam
melakukan pencegahan sekunder faktor risiko PJK menjadi salah satu faktor predictor
berulangnya kembali pasien terkena serangan jantung yang terbukti, dengan ditemukanya
fakta bahwa angka kejadian PJK meningkat tiap tahunnya.
Menurut studi pendahuluan yang dilakukan di RS. Gatot Soebroto, terdapat 767
pasien yang dirawat di ruang perawatan jantung selama bulan April – Desember 2011,
505 pasien dirawat dengan penyakit jantung koroner, angina stabil dan tidak stabil, infark
miokard, sisanya dirawat dengan gagal jantung, kelainan katup jantung/ Mitral Valve
Disease (MVD), hipertensi akut dan pemasangan pace make r. Rata-rata pasien dengan
penyakit jantung koroner yang dirawat perbulan sebanyak 63 orang. Didapatkan 75% dari
keseluruhan jumlah pasien jantung koroner menjalani pemeriksaaan diagnostik
angiography atau kateterisasi jantung. Di RSPAD sendiri belum ada data yang akurat dan
computerized tentang kekambuhan dan rehosptalisasi pasien PJK, namun berdasarkan
jurnal Oxford University, prevalensi kekambuhan pasien PJK dan di rehospitalisasi
sebanyak 40%. Fenomena yang terjadi di rumah sakit tersebut banyak pasien penyakit
jantung koroner yang tidak menyadari dirinya mengalami gejala penyakit jantung dan
banyak pasien yang menganggap bahwa pola hidupnya selama ini tidak ada masalah
namun tetap saja terkena penyakit jantung koroner. Oleh karena itu pentingnya untuk
mempersiapkan kemampuan pasien dalam melakukan upaya pencegahan sekunder agar
penyakit jantung koroner tidak terulang kembali.
Tujuan penetian iniuntuk mendeskripsikan tentang faktor yang berhubungan
dengan kemampuan pasien PJK melakukan pencegahan sekunder faktor risiko dan
kemudian menganalisis hubungan faktor-faktor tersebut terhadap kemampuan pasien PJK
dalam melakukan pencegahan sekunder faktor risiko. Metode penelitian ini adalah cross
sectional dengan 68 orang sampel pasien PJK tanpa komplikasi dan telah menjalani
coroner angiography. Pengumpulan data menggunakan kuesioner
terdiri atas 3 (tiga) bagian yaitu:
2
a) Demografi responden, berisi 6 buah pertanyaan yang meliputi usia, pendidikan,
pekerjaan, riwayat penyakit (hipertensi, DM), riwayat merokok, status BMI.
b) Pengetahuan tentang PJK, digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden
tentang PJK. Kuesioner ini menggunakan model pertanyaan dengan skala likert
dengan jumlah 30 butir soal versi modifikasi HDFQ (Dalusung, 2010), dengan nilai 1
(satu) untuk jawaban benar dan 0 (nol) untuk jawaban salah. Hasil pengukuran
tingkat pengetahuan tentang PJK ini dimasukkan dalam kriteria data rasio dengan
nilai 0 – 100, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui nilai mean, standar
deviasi, min-max, dan CI 95%. Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 2 (dua)
kategori yaitu tingkat pengetahuan baik bila jumlah skor jawaban benar di atas nilai
mean/median dan kurang bila jumlah skor jawaban salah dibawah nilai mean/median.
c) Sikap dan persepsi diri tentang PJK; meliputi 20 buah pertanyaan. Kuesioner ini
menggunakan skala likert dengan 2 bentuk pernyataan positif dan negatif, dimana
terdiri atas Sangat Setuju (SS) nilai 4, Setuju (S) nilai 3, Tidak Setuju (TS) nilai 2,
Sangat Tidak setuju (STS) nilai 1 untuk pernyataan positif dan Sangat setuju (SS)
nilai 1 Setuju (S) nilai 2, Tidak Setuju (TS) nilai 3, Sangat Tidak setuju (STS) nilai 4
untuk pernyataan negatif.
d) Faktor lain yang berhubungan dengan kemampuan melakukan pencegahan sekunder;
meliputi motivasi aksesabilitas pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan sumber
informasi.
e) Kemampuan melakukan pencegahan sekunder faktor risiko PJK. Kuesioner yang
digunakan untuk mengukur variabel dependen yaitu kemampuan melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko PJK untuk aspek practice dengan mengacu pada
kuesioner KAP yang sudah baku dari AUSAID. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala Likert. Hasil pengukuran kemampuan melakukan pencegahan sekunder
faktor risiko PJK dimasukkan dalam kriteria data rasio dengan nilai 0 – 100,
selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui nilai mean, standar deviasi, min
max, dan CI 95%. Selanjutnya dikategorikan menjadi 2 (dua) kategori yaitu tidak
mampu bila jumlah skor jawaban benar dibawah nilai mean atau median, dan mampu
bila jumlah skor jawaban benar diatas mean atau median.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Faktor Risiko Penyakit Jantung
Menurut Dalusung (2010) masih sedikit sekali penelitian yang membahas tentang
hubungan pengetahuan pasien jantung koroner dengan manajemen faktor risiko secara
mandiri. Beberapa faktor risiko yang dapat di identifikasi dan dimodifikasi adalah
riwayat Diabetes Melitus (DM), riwayat hipertensi, kurangnya aktivitas fisik, dan
merokok. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien adalah: (1) mengkaji dan memahami faktor resiko, (2) meningkatkan kesadaran
pasien tentang penyakit jantung, (3) melakukan berbagai riset terkait dengan penyakit
jantung. Faktor risiko ada yang dapat diubah dan ada yang tidak dapat diubah ( Heart
and Stroke Foundation , 2007 dalam Trevoy, 2009).
Diperlukan beberapa upaya pencegahan yang dilakukan pasien PJK secara
mandiri baik primer, sekunder maupun tersier. Salah satu tujuan pencegahan primer
adalah meningkatkan kesehatan klien dan menurunkan factor resiko. Pencegahan
sekunder bertujuan untuk memberikan penanganan gejala yang tepat secara optimal
agar tidak terjadi kekambuhan dan rehospitalisasi. Sedangkan pencegahan tersier
bertujuan untuk mempertahan kesehatan secara optimal dengan dukungan dan kekuatan
yang ada. Diharapkan dengan memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik,
pasien penyakit jantung koroner dapat memiliki kemampuan manajemen factor risiko
dan memodifikasi gaya hidupnya sehingga tercipta kualitas hidup yang sehat.
Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 untuk wilayah
Asia Tenggara ditemukan 3.5 juta kematian penyakit kardiovaskular, 52% diantaranya
disebabkan oleh penyakit infark miokard dan 7% akibat hipertensi.. PJK masih menjadi
salah satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Meskipun berbagai macam
penyakit jantung, seperti gangguan katup, telah menurun secara bermakna akibat
teknologi dan penatalaksaan yang canggih, namun yang lainnya seperti PJK atau
penyakit arteri koroner masih tetap merupakan ancaman kesehatan. Menurut American
4
Heart Association (AHA) dalam Heart Stroke Statistic 2010, terindikasi setiap 25
detik, terdapat satu orang yang mengalami penyakit jantung koroner dan setiap menit
terjadi satu kematian koroner yang disebabkan oleh penyakit Jantung Koroner
(AHA,2010 dikutip dalam penelitian Dalusung, 2010). Pada tahun 2015, diperkirakan
kematian penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta (Ditjen
PP&PL Kemenkes RI,2011).
Di Inggris, penyakit jantung koroner tetap merupakan penyebab kematian utama
meskipun dalam 20 tahun terakhir terdapat penurunan. Penurunan ini ini terutama pada
kelompok usia yang usia yang lebih muda yaitu terdapat penurunan 33% pada laki-laki
berusia 35-74 tahun dan penurunan 20% pada perempuan dengan kisaran umur serupa
dalam 10 tahun terakhir (Gray et.al,2002). Pemerintah Ingris berupaya untuk
menurunkan tingkat kematian akibat PJK. The Health Survey of England (Department
of Health, 1996) mengatakan bahwa 3% penduduk dewasa menderita angina dan 0,5%
penduduk dewasa telah mengalami infark miokard dalam 12 bulan terakhir, masing-
masing sama dengan 1,4 juta dan 246.000 orang. PJK merupakan penyebab sekitar 3%
perawatan di rumah sakit yaitu sebesar 284.292 perawatan dengan masa rawat selama
6,6 hari (Gray et al.,2002:205).
Beberapa faktor risiko memicu kejadian PJK tersebut Menurut Gray et al., (2002),
risiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan peningkatan
tekanan darah. Hasil penelitian Framingham menunjukkan bahwa tekanan darah
sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89 mmHg akan meningkatkan
risiko pemyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan
tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg. Menurut penelitian Freideriki et al., (2008)
didapatkan faktor risiko yang paling dominan adalah pria yang merokok dilanjutkan
dengan hiperkolesterolemia. Pada perokok, kandungan racun seperti tar, nikotin dan
karbon monoksida akan menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan HDL, peningkatan
penggumpalan darah dan kerusakan endotel pembuluh darah koroner.
5
2.2 Diabetes Militus (DM)
Kondisi DM juga memperparah kondisi pembuluh darah koroner. Berdasarkan
hasil penelitian Framingham, satu dari dua orang penderita DM akan mengalami
kerusakan pembuluh darah dan peningkatan risiko serangan jantung. Kondisi obesitas
juga menicu terjadinya PJK. Fakta menunjukkan bahwa penumpukan lemak dibagian
sentral tubuh akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah
(Trevoy,2009). Kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat juga memicu
terjadinya penyakit jantung koroner. Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan
antara aktivitas fisik dengan penyakit jantung dan pembuluh darah. Aktivitas fisik akan
memperbaiki sistem kerja jantung dan pembuluh darah dengan meningkatkan efisiensi
kerja jantung. Pola makan yang tidak sehat berhubungan dengan sajian yang tidak sehat
dan tidak sehat, karena mengandung kalori, lemak, protein tinggi dan garam tinggi
sehingga mengarah pada kondisi obesitas (PP&PL, Kemenkes RI,2011).
Salah satu kondisi yang cukup signifikan terkait dengan pola makan yang tidak
sehat adalah obesitas atau overweight . Kondisi tersebut semakin memperberat jantung
untuk memompa jantung. Overweight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya
prevalensi PJK, risko terjadinya PJK lebih besar terjadi pada laki-laki yaitu sebesar
52,5%. Menurut penelitian Mawi, (2003) tentang hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan penyakit jantung koroner dinyatakan bahwa prevalensi PJK akan semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya IMT terutama pada perempuan. Semakin
banyaknya penderita jantung koroner di Indonesia dan tingginya angka kunjungan ke
rumah sakit karena adanya keluhan yang tidak disadari pasien, akan membutuhkan
penanganan khusus untuk menekan revalensinya di Indonesia.
Prevalensi penyakit jantung koroner sebagai salah satu penyakit jantung yang
cukup mematikan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perlunya dikaji
lebih jauh faktor yang mempengaruhi kemampuan pasien PJK untuk dapat mengontrol
berat badan. Selain beberapa faktor fisik di atas, faktor psikologis seperti stress juga
memainkan peran penting pada kejadian penyakit jantung koroner. Risiko terjadinya
gangguan ini makin bertambah apabila ada kelelahan fisik atau factor organik lainnya
misalnya usia lanjut. Beberapa dampak negatif dari stress adalah perilaku agresif,
gugup, frustasi, kecenderungan merokok dan alkoholik, daya piker lemah, peningkatan
6
tekanan darah, denyut jantung dan gula darah (PP&PL, kemenkes RI,2011). Stress
dapat mengakibatkan tubuh melepaskan hormon stress yang menyebabkan detak
jantung berdegup kencang (Ridwan,2009). Menurut penelitian Denollet & Brutsaert,
2001, distress emosional pada pasien jantung koroner memiliki prognosis yang buruk.
Untuk itu diperlukan program rehabilitasi pasca serangan jantung.
Pasien yang menjalani program rehabilitasi jantung berhasil menurunkan distress
emosionalnya sebanyak 64 pasien (43 %, n= 72 pasien). Menurut penelitian Supargo
dkk (1981-1985) dalam Djohan, 2004, didapatkan bahwa orang yang stress 1,5 kali
lebih besar mendapatkan risiko penyakit jantung koroner. Diperlukan pengetahuan dan
pemahaman pasien yang baik tentang PJK agar dapat mendeteksi gejalanya sejak awal.
Komitmen global dalam WHA ( the World Health Assembly ) ke 53 (2004), telah
menetapkan salah satu solusi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyakat yaitu:
pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk penyakit jantung dan
pembuluh darah.
Pemerintah Indonesia melalui Kemenkes RI telah membuat program khusus
sebagai upaya pengendalian faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner tersebut di
atas yang terdiri dari pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer ditujukan
untuk menurunkan angka kejadian pertamakali dan pencegahan sekunder bertujuan
untuk menurunkan berulangnya kejadian pada pasien yang sudah pernah dirawat
dengan PJK ((PP&PL, Kemenkes RI, 2011). Pencegahan sekunder berfokus pada
perubahan gaya hidup dan rehabilitasi pasca serangan jantung. Perawat sangat berperan
penting dalam upaya pengendalian tersebut.
7
BAB III
PENUTUPAN
3.1 kesimlupan
1) Terdapat hubungan antara pengetahuan dengankemampuan pasien PJK melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko.
2) Terdapat hubungan antara sikap dengan kemampuan melakukan pencegahan sekunder
faktor risiko
3) Ada hubungan antara persepsi diri dengan kemampuan pasien PJK melakukan
pencegahan sekunder faktor risiko
4) Ada hubungan antara antara motivasi dengan kemampuan melakukan pencegahan
sekunder faktor risiko
5) Ada hubungan antara dukungan dengan kemampuan pasien PJK melakukan pencegahan
faktor risiko.
8
DAFTAR PUSTAKA
1) Artinian, N et al , Interventions to Promote Physical Acticity and Dietary Lifestle changes for
Cardiovascular Risk Factor Reduction in Adults : A Scientific Statement from American Heart
Association, 2010 http://circ.ahajournals.org/content/ 122/4/406.full.pdf+html. Diakses 20 Juni
2012
2) Crouch, R.. Perception, Knowledge & Awareness of Coronary Heart Disease among Rural
Australian Women 25 to 65 years of age- A Descriptive Study, 2008
http://digital.library.adelaide.edu.au/ dspace/bitstream/2440/56330/1/02whole.pdf. Diakses 18
Februari 2012
3) Dalusung-Angosta, A. Coronary Heart Disease Knowledge and Risk Factors among Filipino-
Americans connected to Primary Care Services. University of Hawai at Manoa ) , 2010 ProQuest
Dissertations and Theses, Retrieved from http://search.proquest.com/docview/860743994?
accountid=1 7242 http://search.proquest.com/docview/228176006/
fulltextPDF/13505E0921D601FE1A6/13?accountid=17242. Diakses 10 Februari 2012.
4) Denollet, J & Brutsaert, D.L, Reducing Emotional Distress Improves Prognosis in Coronary
Heart Disease. AHA Circulation. 104: 2018-2023, 2001 diakses di
.http://circ.ahajournals.org/content/ 104/17/2018.full.pdf+html. Diakses 10 Februari 2012.
5) Dirjen PP&P, Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh darah. (Edisi I).
Cetakan I, Kemenkes RI, Jakarta, 2010
6) Dirjen PP&P, Pedoman Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
berbasis Masyarakat (Edisi I), Kemenkes RI, Jakarta, 2011
7) Djohan, T.B.A, Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi. 2004
www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25429/2/Refe rence.pdf . Diakses 10 Februari
2012 FK-UI.,
8) Kapita Selekta Kedokteran (Edisi ketiga). Jilid 1, FKUI. Jakarta, 2000
9) Foxton, J., Nuttall, M., & Riley, J., Coronary heart disease: Risk factor management. Nursing
Standard, 19(13), 47-54; quiz 55-6. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/
219841006?accountid=17242, 2004 Diakses 14 Februari 2012.
10) Gray, H.H.,Dawkins, K.D., Morgan, J.M. & Simpson, I.A, Lectures Note on Cardiology (4th ed).
Southampton. Blackwell Science Ltd. Southampton, 2002
11) Ignatavicius, M.D & Workman, L, Medical Surgical Nursing: Patient –Centered Collaborative
Care. Vol 1. St. Louis Missouri. Saunders elsevier. St.Louis
9
10