BAB 1

37
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Berdasarkan deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage) . Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin ketersediaannya akses masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Konsep Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) pertama kali dicetuskan di inggris pada tahun 1911 yang didasarkan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883. Setelah itu banyak negara menyelenggarakan JKN, seperti Kanada (1961), Taiwan (1995), Filipina (1997), dan Korea Selatan (2000). Kini Indonesia mulai menerapkan SJSN. Pembentukan UU

description

jamkesmas

Transcript of BAB 1

24

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Berdasarkan deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin ketersediaannya akses masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Konsep Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) pertama kali dicetuskan di inggris pada tahun 1911 yang didasarkan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883. Setelah itu banyak negara menyelenggarakan JKN, seperti Kanada (1961), Taiwan (1995), Filipina (1997), dan Korea Selatan (2000). Kini Indonesia mulai menerapkan SJSN. Pembentukan UU mengenai SJSN merupakan bentuk nyata dari penerapan ayat 2 pasal 34 Undang undang Dasar Republik Indonesia 1945 (setelah amandemen) yang berbunyi : Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dantidak mampu dengan martabat kemanusiaan. Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Akhirnya, terbentuklah Undang undang no. 40 tahun 2004 tentang SJSN. Dalam Undang undang ini, diamanatkan bahwa jaminan sosial wajib dilaksanakan bagi seluruh pendudukIndonesia melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Membutuhkan rentang waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 7 tahun, antarapembentukanUUSistemJaminanSosialNasional(SJSN)danUUmengenai BadanPenyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU mengenai BPJS baru dibentuk pada tahun 2011dan menghasilkan UU no. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam UU tersebut,BPJS didefinisikan sebagai badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan programjaminan social. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut :1. Pentingnya mengetahui manfaat dari jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia khususnya warga RW 06 Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya.2. Apakah ada dampak dari intervensi kegiatan survei mawas diri yang dilakukan oleh penulis di RW 06 Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya1.3 Tujuan1. UmumUntuk mengetahui manfaat Jaminan Kesehatan bagi masyarakat Indonesia khususnya warga RW 06 Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya.

2. KhususUntuk mengetahi apakah ada dampak dari intervensi kegiatan survei mawas diri yang dilakukan oleh penulis di RW 06 Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya.1.4 Manfaat1. Dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan bagi penulis serta masyarakat di RW 06 Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya.2. Semoga referat ini dapat menjadi tambahan referensi dan acuan bagi penulis selanjutnya khususnya dan bagi instansi terkait untuk memberikan intervensi terhadap permasalahan penggunaan BPJS di RW 06 Kelurahan Sirnagalih.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004tentang Sistem Jaminan Sosial Nasionaldan Undang - undang Nomor 24 Tahun 2011tentangBadan Penyelenggara Jaminan SosialmakaBPJSmerupakansebuahlembagahukumnirlaba untuk perlindugan sosial dalam menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layaksekaligusdibentuk untukmenyelenggarakan programjaminan sosialdiIndonesia.BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011tentangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PTASKES, danatabungan dan asuransi pegawai negeri PT TASPEN,Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRIdan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PTJAMSOSTEK. Transformasi PT AskessertaPT JAMSOSTEK menjadi BPJSyang akandilakukan secara bertahap. Padatanggal 01 Januari2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya padatahun2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

2. Jaminan Pelayanan KesehatanJaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas.Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan pemelihara kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program jaminan pemelihara kesehatan akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.Manfaat jaminan pemelihara kesehatan bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.

2.2 Transformasi BPJSTransformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober 2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia.UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social, yakni: PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero), dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS belum mengatur mekanisme transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.2.3 Proses TransformasiUU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

a. Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS KesehatanMasa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:1) Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan2) Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan3) Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.4) Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)5) Kordinasi dengan KemHan, TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.6) Koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.

b. Transformasi PT JAMSOSTEK (Persero) Menjadi BPJS KetenagakerjaanBerbeda dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap.1) Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.2) Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) ditugasi untuk menyiapkan:1) Pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan2)Pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.3) Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta sosialisasi program kepada publik.4) Pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.

Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS Ketenagakerjaan.Sejak 1 Januari 2014 hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.

c. Transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) Menjadi BPJS KetenagakerjaanUU BPJS tidak membubarkan PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero), juga tidak mengalihkan kedua Persero tersebut menjadi BPJS. UU BPJS tidak mengatur pembubaran badan, pengalihan asset dan liabilitas, pengalihan pegawai serta hak dan kewajiban PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero).UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua Persero, yaitu penyelenggaraan program perlindungan hari tua dan pembayaran pensiun yang diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun 2029. UU BPJS mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan program yang diselenggarkan oleh keduanya ke Peraturan Pemerintah.Perubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini menyelenggarakan program jaminan sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi perintah Undang-Undang, karena itu harus dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS. Pasal 60 ayat (1) UU BPJS menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS menentukan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli 2015.

2.4 Prinsip kegotongroyongan Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong-18 Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip nirlabaPengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. Prinsip portabilitasPrinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip kepesertaan bersifat wajibKepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat 19 Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

Prinsip dana amanatDana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosialdipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.2.5 KepesertaanPeserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional terbagi menjadi dua, yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat, Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta Bukan PBI.Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah (pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak veteran).

2.6 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS KesehatanA. Hak Peserta1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.B. Kewajiban Peserta1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

2.7 Manfaat Jaminan Kesehatan NasionalAda 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensive sesuai kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan perorangan (personal care). Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak. c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi:a. Tidak sesuai prosedurb. Pelayanan diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJSc. Pelayanan bertujuan kosmetikd. General check up, pengobatan alternatife. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensif. Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencanag. Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba

2.8 PembiayaanIuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).Pembayar Iuran1. Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah melalui dana APBN setiap tahun. 2. Bagi PNS/TNI/Polri/Pensiunan iuran berjumlah 5% dari gajipokokyang diterimadengan pembagian kontribusi2% olehpeserta dan 3% oleh pemerintah3. Bagi pekerja penerima upah di sektor swasta biayanya jatuh sebesar 5% denganpembagian4%ditanggungolehpenerimakerjadan1%olehpenerimaupah.4. Dan untuk kategori peserta non PBI bukan penerima upah, biaya yang harus dikeluarkan sebulannya beragam tergantung jenis kelas yang akan digunakan, untuk rawat inap kelas 3 sebesar Rp25.500,- per bulan, kelas 2 sebesar Rp42.500,- per bulan, dan kelas 1 Rp59.500,-per bulan.Iuran tersebut dibayarkan setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.

Cara Pembayaran Fasilitas KesehatanBPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBGs. Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.

2.9 KepesertaanBeberapa pengertian: Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut: a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI; c. Anggota Polri;d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. Penerima Pensiun; d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; dan f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran. 4) Penerima pensiun terdiri atas: a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; b. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;c. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; d. Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. f. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. c. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5) WNI di Luar Negeri Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri. 6) Syarat pendaftaran Syarat pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.7) Lokasi pendaftaran Pendaftaran Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat. 8) Prosedur pendaftaran Peserta a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. b. Pemberi Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan. 9) Hak dan kewajiban Peserta Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan a) identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a. membayar iuran dan b. melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja. 10) Masa berlaku kepesertaan a. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran sesuai dengan kelompok peserta.b. Status kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia. c. Ketentuan lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.

2.10 Pertanggung Jawaban BPJSBPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.

2.11 Pelayanan1. Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulanshanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 2. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 3. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. 4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 PembahasanPelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dilakukan secara serentak di Indonesia sejak 1 Januari 2014. Adanya JKN ini tentu dapat meringankan beban masyarakatIndonesia karena program JKN dapat membantu masyarakat Indonesia dalam mendapatkan layanan kesehatan dan juga menyediakan layanan non medis seperti akomodasi dan ambulans. Dengan manfaat yang disediakan oleh program ini, banyak masyarakat yang sudah menjadi peserta JKN. Berdasarkan data dari BPJS, hingga saat ini terdapat 123 juta peserta dari JKN. Sampai saat ini sudah banyak fasilitas kesehatan pada program JKN, dari data kementrian kesehatan, terdapat puskesmas sebanyak 9.599, klinik sebanyak 6.250, klnikspesialis sebanyak 1.649, rumah sakit umum sebanyak 1.687, rumah sakit khusus sebanyak 492, dan balai kesehatan sebanyak 600. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya telah menunjangprogramini.Walaudemikian,dalampelaksanaannyaselamabeberapa bulanini,terdapat masalah-masalah yang dialami JKN mulai dari permasalahan pendaftaraan, teknis, regulasi,dan keterbatasan obat.Setelah mendapatkan hasil survey mawas diri di RW 06, didapatkan warga RW 06 yang tidak memiliki Jaminan Kesehatan adalah Sungai sebanyak 52 (39%), Jamkesmas sebanyak 31 (24%), ASKES sebanyak 23 (17%), lain-lain sebanyak 14 (11%), Jamsostek sebanyak 12 (9%) dan Jamkeskinda tidak ada.Persentase jumlah golongan yang tidak memiliki Jaminan Kesehatan dapat diakibatkan oleh banyak faktor, yaitu mulai dari permasalahan pendaftaran, biaya, teksnis, regulasi dan keterbatasan obat, sedangkan masalah utama ialah rendahnya penegtahuan akan manfaat dari BPJS. Maka dari itu penulis melakukan kegiatan yaitu meliputi penyuluhan tentang manfaat Jaminan Kesehatan di wilayah RW 06 yang diselenggarakan di masjid Arohman RT 1, dalam acara pengajian Maulid Nabi hari Jumat, 16 Januari 2015 yang di hadiri oleh Tokoh masyarakat setempat serta sebagian besar warga RW 06. Dalam acara tersebut kami menjelaskan tentang apa itu Jaminan Kesehatan dan maanfaat dari jaminan kesehatan serta penyebaran leafleat tentang syarat, manfaat, prosedur serta biaya iuran yang harus dikeluarkan.Permasalahan dari segi pendaftaran. Sistem pendaftaran belum diterapkan dengan baik sehingga membuat banayak masyarakat yang harus mengantre panjang untuk menjadi peserta JKN. Solusi untuk permasalahan ini adalah efektivitas online application yang mampu menyederhanakan birokrasi sehingga tidak terjadi antrean yang panjang. Selain itu peningkatan sumber daya manusia (pegawai) yang mampu menjalankan online application juga menjadi aspek penting sehingga efektivitas mampu dicapai. Sementara itu pemenuhan tenaga kesehatan juga perlu ditingkatkan sampai pada tingkat pertama karena pada pelaksanaan Kaminan Kesehatan Nasional yang mulai tahun 2014 akan fokus pada pelayanan kesehatan primer dengan dukungan pemerintah sepenuhnya baik pemerintah pusat maupun daerah.Permasalahan dari segi teknis cukup menjadi sorotan hal ini dikarenakan belum matangnya koordinasi antara pemerintah dan instansi terkait seperti rumah sakit dansupplierobat. Pada kondisi lapangan, sulitnya mengetahui mana - mana saja rumah sakit yang mengadvokasi Jaminan Kesehatan Nasional dan permasalahan birokrasinya membuatpenerimaharusmengantri untuk mendapatkan layanan danmungkinmenempuh jarakyang lebih jauh untuk mencapai rumah sakit yang menyediakan layanan JKS. Hal ini dapatdisiasati dengan cara menambah jumlah persebaran fasilitas kesehatan di berbagai daerah yang disesuaikan dengan karakteristrik daerah tersebut dan mampu menyediakan layanan JKS hingga lebih efisien. Selain itu, solusi yang lain adalah memberikan sosialisasi mengenai JKS di tiap rumah sakit. Jika memang tidak semua rumah sakit dapat melayani kebutuhanpasienJKSmakasetidaknyaadaposkoJKS yang mempu memberikan informasitentang rumah sakit mana yang menyediakan jasa dan menyediakan transportasi ambulans untuk memindahkan pasien yang sudah harus segera diberikan perawatan ke rumah sakit yang menyediakan JKSsehinggaadanya sinkronisasi antarlembaga.Dalam sisi regulasi, yang terlihat dalam penduduk yang masih belum mendapatkanfasilitas karena terganjal oleh kartu identitas maka diperlukan sinergisasi antara petugascatatan sipil dengan birokrat JKN agar keseluruhan dapat terdaftar dan menikmati fasilitasyang Jaminan Kesehatan Nasional yang tersedia.Untuk mencapai tujuan cakupan universal,sangat penting bagi pemerintah untuk memperkuat regulasi (peraturan pemerintah), baikterhadap sisi pembiayaan (yakni, revenue collection dan pooling), maupun sisi penyediaandan penggunaan pelayanan kesehatan (yakni, purchasing). Pada permasalahan ketidak sesuian jumlah penduduk miskin dapat diatasi dengandilakukankoordinasiantarapemerintahpusat dan daerah mengenai kriteria atau standar yang akan diberikan dalam penentuan penerima bantuan iuran. Selainitupemerintahpusatmenyerahkanmengenaidatapendudukmiskin sesuai dengan hasil koordinasi yang telah disepekati.Permasalahansupplierobat yang belum mampu memenuhi kebutuhan para pasien Jaminan Kesehatan Nasional diberikan solusi untuk meregulasi ulang tentang kebutuhan obatyang dapat dipenuhi olehsupplierobat. Untuk ini, diperlukan perhitungan ulang dengan mengestimasi kebutuhan tiap rumah sakit yang dilakukan oleh pemerintah dengan carasurvey. Dibutuhkan rekap yang jelas tiap pasien JKN sehingga dapat menggambarkan pola kebutuhan tiap rumah sakit maupun daerah sehingga mampu meramalkan kebutuhan yang akan datang. Selain itu standardisasi obat yang ditegaskan pada supplier agar tidak terjadi kecurangan pada distribusi obat yang dapat merugikan pasien.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KesimpulanMeskipun pada awalnya diiringi dengan pro-kontra dari berbagai pihak, penyelenggaraanJKNsebagaiprogramutamaBadanPenyelenggaraJaminan Nasional (BPJS) pada dasarnya merupakan sebuah langkah yang patut diapresiasikan karena memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia melaluijaminankesehatanyangmemadai. Berbagaimasalahteknisyangsaatini terjadi dalampengimplementasian program ini merupakanhal yangwajar, mengingatprogram inibaru sah diberlakukan sejak 1 Januari 2014 baru beberapa bulan pelaksanaan. Oleh karena itu untuk menyukseskan bersama kesinambungan (sustainability) program ini dibutuhkan kerja sama berbagai pihak, mulaidari pihakpenyelenggara yaituBPJS, kemudianseluruhstakeholder seperti pemerintah, pihak rumah sakit, serta masyarakat Indonesia sendiri. Seluruh pihak harus menjalankan fungsinya masing-masing dan saling membantu dalam pemecahan masalah yang ada. Sebagai tambahan, pola pikir masyarakat Indonesia juga perlu diberikan kesadaranbahwakesehatanmerupakan hal yang sangat penting dan setiap anggotamasyarakatbertanggung jawabatas kesehatannya sendiri tidak boleh hanya bergantung dan menyalahkanpemerintah.

4.2 Saran1. Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harus berkelanjutan selama negara ini ada, oleh karena itu harus dikelola secara prudent, efisien dengan tetap mengacu pada budaya pengelolaan korporasi.

2. Kenyataannya 80% penyakit yang ditangani rumah sakit rujukan di Provinsi adalah penyakit yang seharusnya ditangani di Puskesmas. Tingkat okupansi tempat tidur yang tinggi di RS Rujukan Provinsi bukan indikator kesuksesan suatu Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak pada beban fiskal daerah yang terlalu tinggi. Oleh karenanya Pelaksanaan Jaminan Kesehatan membutuhkan sistem berjenjang dan terstruktur maka setiap Provinsi harap segera menyusun peraturan terkait sistem rujukan.