Bab 1

10
Bab 1: Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang pesat saat ini, di satu sisi memberikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, namun di sisi lain juga berimplikasi pada terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini diiringi pula oleh laju pertumbuhan penduduk dan industrialisasi, pesatnya pembangunan infrastruktur, pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif, lemahnya penegakan hukum, serta belum optimalnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup. Di beberapa daerah di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dengan sanitasi yang sangat minim. Masih sering dijumpai sebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai karena tidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan dari kamar mandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat yang membuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi selain disebabkan karena faktor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit diubah dan kualitas pendidikan yang relatif rendah dari masyarakat pun memang sangat berpengaruh besar terhadap pola hidup masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun citra kabupaten/kota, hingga menurunnya perekonomian kabupaten/kota. Sementara itu pembangunan sektor sanitasi yang merupakan salah satu pelayanan dasar saat ini belum mendapat perhatian serius dan cenderung tertinggal dibandingkan sektor lain. Hal ini tercermin dari prosentase penganggaran sektor sanitasi rata-rata 1 – 4 % dari APBD Kabupaten/Kota di Indonesia. Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman, estetika serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan layanan yang terkait dengan pengentasan kemiskinan dan peningkatan produktivitas.

description

Perangkat desa

Transcript of Bab 1

Petunjuk Praktis

Bab 1:Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pembangunan yang pesat saat ini, di satu sisi memberikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, namun di sisi lain juga berimplikasi pada terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini diiringi pula oleh laju pertumbuhan penduduk dan industrialisasi, pesatnya pembangunan infrastruktur, pola hidup masyarakat yang cenderung konsumtif, lemahnya penegakan hukum, serta belum optimalnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Di beberapa daerah di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dengan sanitasi yang sangat minim. Masih sering dijumpai sebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai karena tidak mempunyai saluran pembuangan khusus untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan dari kamar mandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat yang membuang hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi selain disebabkan karena faktor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit diubah dan kualitas pendidikan yang relatif rendah dari masyarakat pun memang sangat berpengaruh besar terhadap pola hidup masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun citra kabupaten/kota, hingga menurunnya perekonomian kabupaten/kota. Sementara itu pembangunan sektor sanitasi yang merupakan salah satu pelayanan dasar saat ini belum mendapat perhatian serius dan cenderung tertinggal dibandingkan sektor lain. Hal ini tercermin dari prosentase penganggaran sektor sanitasi rata-rata 1 4 % dari APBD Kabupaten/Kota di Indonesia.Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman, estetika serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi merupakan salah satu faktor terpenting dalam mewujudkan layanan yang terkait dengan pengentasan kemiskinan dan peningkatan produktivitas.

Namun masih sering dijumpai bahwa aspek-aspek pembangunan sanitasi yang meliputi air limbah (yang tidak terpisahkan dari penyediaan air bersih), persampahan dan drainase, masih berjalan sendiri-sendiri. Meskipun masuk dalam satu bidang pembangunan yaitu sanitasi tetapi masing-masing aspek tersebut ditangani secara terpisah sehingga banyak terjadi tumpang tindih kegiatan pembangunan bidang sanitasi oleh institusi yang berbeda-beda, di sisi lain masih banyak ditemui aspek sanitasi yang belum tertangani oleh siapapun. Hal tersebut seringkali membingungkan masyarakat sebagai penerima manfaat sekaligus pelaku pembangunan.

Pelaksanaan pembangunan sanitasi sering berjalan secara parsial dan belum terintegrasi dalam suatu rencana besar yang sifatnya integratif dan memiliki sasaran secara menyeluruh serta dengan jangka waktu yang lebih panjang. Masing-masing institusi melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sendiri-sendiri padahal seringkali kegiatan tersebut sebetulnya dapat diintegrasikan dalam satu kegiatan yang saling bersinergi, sementara masih terdapat pula institusi yang tidak memiliki tugas menangani sanitasi secara langsung namun sangat dibutuhkan peranannya dalam mendukung pembangunan sanitasi.

Sejalan dengan tuntutan dan cita-cita peningkatan standar kualitas hidup masyarakat sementara di sisi lain tingkat pencemaran lingkungan semakin tinggi dan adanya keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri sehingga dampak negative yang disebabkan oleh kualitas lingkungan juga masih sangat tinggi, menuntut sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan. Sanitasi tidak bisa dianggap sebagai urusan sepele, urusan sanitasi sama pentingnya dengan urusan-urusan yang lain. Dan belajar dari pengalaman, permasalahan sanitasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Adanya perencanaan yang tumpang tindih, tidak tepat sasaran, dan tidak berkelanjutan tidak boleh terulang lagi. Sanitasi harus ditangani secara multistakeholder dan komprehensif. Siapapun yang terkait dalam penyediaan layanan sanitasi di kota, harus dilibatkan secara aktif. Pembangunan sektor sanitasi di Indonesia sudah harus merupakan upaya bersama yang terkoordinir dari semua tingkatan pemerintah, lembaga non pemerintah, organisasi berbasis masyarakat, LSM dan sektor swasta. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) adalah salah satu program untuk mewujudkan perencanaan dan pembangunan sanitasi yang komprehensif. Keterlibatan lintas sektor dalam pembangunan sanitasi dilakukan demi mewujudkan kondisi sanitasi yang lebih baik, baik dalam konteks nasional maupun internasional (dalam upaya pencapaian sasaran MDGs).

Salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan. Dalam hal ini, Pemerintah mendorong kota dan kabupaten di Indonesia untuk menyusun Strategi Sanitasi Perkotaan atau Kabupaten (SSK) yang memiliki prinsip:

-Berdasarkan data aktual

-Berskala kota atau kabupaten

-Disusun sendiri oleh kota atau kabupaten (dari, oleh, dan untuk kota atau kabupaten tersebut)

-Menggabungkan pendekatan bottom-up dan top-down

Guna menghasilkan SSK yang demikian, maka kota atau kabupaten harus mampu memetakan situasi sanitasi wilayahnya. Pemetaan situasi sanitasi yang baik hanya bisa dibuat apabila kota atau kabupaten mampu mendapatkan informasi lengkap, akurat, dan mutakhir tentang kondisi sanitasi, baik menyangkut aspek teknis mapun non teknis. Dalam konteks ini Buku Putih merupakan prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan SSK.

Untuk maksud tersebut maka dibentuklah kelompok kerja (Pokja) sanitasi, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai unit koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pengembangan dan pengawasan serta monitoring pembangunan sanitasi dari berbagai aspek. Pokja yang tidak hanya melibatkan unsur pemerintah saja namun juga yang melibatkan masyarakat serta swasta, baik yang secara langsung terlibat dalam struktur pokja maupun sebagai mitra-mitra pendukungnya.

Di tingkat nasional, koordinasi kebijakan dilakukan oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) yang menyatukan 8 pemangku kepentingan utama dari lingkungan pemerintah (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan, Kementrian Lingkungan Hidup , Kementrian Perumahan Rakyat dan Kementrian Perindustrian). Di provinsi, Pokja Provinsi dibawah koordinator Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) provinsi akan menjadi titik pusat regional untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi sanitasi. Di level kabupaten, Pokja Sanitasi dibentuk dan dikoordinatori oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau Kota (Bappeda).

Pokja sanitasi Kabupaten Pangandaran secara struktural dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Pangandaran Nomor , Tanggal .. Pokja sanitasi kabupaten adalah pihak yang menjadi penanggung jawab dalam mengembangkan perencanaan dan pembangunan sanitasi skala kota. Mereka memastikan koordinasi antar berbagai dinas pemerintah kota dan pihak-pihak non pemerintah, menghasilkan Buku Putih Sanitasi, Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) dan Dokumen Memorandum Program Sanitasi (MPS) serta menciptakan lingkungan yang mendukung untuk perencanaan sanitasi yang terkoordinir dan sedang berjalan di tingkat kabupaten.

Sebagai langkah awal Pokja akan menyusun suatu perencanaan sanitasi secara lebih komprehensif, integratif, inovatif dan melibatkan masyarakat sehingga sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Pembangunan sanitasi tidak hanya ditekankan pada pembangunan sarana fisik tetapi ada hal lain yang perlu dilakukan agar sarana tersebut bermanfaat secara berkelanjutan. Proses perencanaan harus dilakukan dengan melihat permasalahan yang muncul baik masalah yang terkait dengan aspek teknis maupun aspek non-teknis secara menyeluruh, sehingga solusinya pun akan tepat, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

1.2 Landasan Gerak

1.2.1Lingkup Materi

Definisi dan ruang lingkup sanitasi (mengacu kepada buku referensi opsi system dan teknologi sanitasi TTPS,2010). Sanitasi didefenisikan sebagai uapaya membuang limbah cair domestic dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan. Adapun subsektor yang akan dikaji adalah:

1. Air Limbah Domestik, yaitu limbah cair rumah tangga yang mencakup limbah black water dangrey water. Limbah black water adalah limbah cair yang dihasilkan dari WC rumah tangga, yakni berupa urin, tinja, air pembersih anus, air guyur, dan materi . Limbahgrey water adalah limbah cair dari berbagai aktivitas yang berlangsung di dapur dan kamar mandi rumah tangga, yakni mandi, mencuci pakaian atau peralatan makan. Penanganan air limbah domestic harus mempertimbangkan kaitan antara pengelolaan air limbahdomestik yang aman dan pengelolaan air minum khususnya dalam pengamanan sumber daya air.

2. Sampah Rumah Tangga, yaitu limbah padat (sampah) basah dan kering yang dihasilkan dari rumah tangga.

3. Drainase Lingkungan, yaitu drainase tersier/mikro dengan cakupan layanan kurang dari 4 (empat) hektar, dengan lebar dasar saluran kurang dari 0,80 meter. Drainase lingkungan pada umumnya direncanakan, dibangun, dan dirawat oleh masyarakat dan atau pemeritah kabupaten/kota.

4. Higine Terkait Sanitasi, yaitu usaha menantang perilaku adaptif dari masyarakat yang hidup di lingkungan yang kotor dan tidak sehat, tanpa memancing protes mereka dan tanpa tindakan kolektif yang spontan , dengan cara memancing rasa ingin-tahu mengenai solusi yang mudah untuk dilaksanakan.

1.2.2Lingkup WilayahWilayah kajian mencakup seluruh wilayah Kabupaten Pangandaran, dengan sasaran utama adalah kawasan perkotaan yang meliputi: Kecamatan Pangandaran, Parigi, dan Cijulang.1.2.3Visi dan Misi Kabupaten Dokuemn RPJMD Kabupaten Pangandaran Tahun 20.. 20.. saat ini masih dalam proses penyusunan sehingga visi dan misi Kabupaten yang tertuang dalam dokumen Buku Putih Sanitasi masih bersifat sementara karena belum ditetapkan secara resmi. Visi Kabupaten Pangandaran Tahun 201.. 201.. .Misi Kabupaten Pangandaran Tahun 201.. 201.. :1. .;2. ;3. ..;

4. ..1.3 Maksud dan Tujuan

Buku Putih Sanitasi Kabupaten yang disusun oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Pangandaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik & kondisi sanitasi, serta prioritas atau arah pengembangan kota dan masyarakat Kabuapeten Indrmayu yang terjadi pada saat ini (kondisi existing).

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran merupakan dasar dan acuan dimulainya pekerjaan sanitasi yang lebih terintegrasi dan komprehensif karena merupakan hasil kerja berbagai komponen Dinas atau kelembagaan lain yang terkait dengan sanitasi. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran inilah yang menyediakan data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi dan kebutuhan sanitasi Kabupaten Pangandaran, yang nantinya menjadi panduan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pangandaran dalam menejemen kegiatan sanitasi.

Adapun tujuannya adalah untuk mendorong terjadinya perencanaan dan pembangunan sanitasi yang lebih komprehensif dengan memperhatikan aspek teknis dan non teknis. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran adalah data dasar tentang kondisi sanitasi kota saat ini yang akan sangat berguna bagi penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Pangandaran dan pelaksanaan monitoring evaluasi program-program sanitasi.

Buku putih yang berisi pemetaan situasi sanitasi kota merupakan gambaran awal dan rencana dilakukannya zona-zona sanitasi di tingkat kota. Dengan adanya zona sanitasi akan muncul kebijakan serta prioritas dalam penanganan kegiatan pengembangan strategi sanitasi skala kota yang didalamnya mencakup strategi sanitasi, rencana tindak dan anggaran perbaikan maupun peningkatan sanitasi di Kabupaten Pangandaran.

Pada masa mendatang strategi yang telah dirumuskan akan diterapkan dalam tahap implementasi. Kemitraan dari berbagai pihak baik masyarakat, lembaga non Pemerintah, kalangan akademisi maupun pihak swasta, baik di level kota maupun nasional sangat diperlukan dalam fase ini1.4 Metodologi

1.1.1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam proses penyusunan Buku Putih (Penilaian dan Pemetaan Situasi Sanitasi Kabupaten Pangandaran) antara lain.

1. Pendekatan partisipatif, dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat dan swasta dalam layanan sanitasi, komunikasi, serta pemberdayaan masyarakat dengan pelibatan jender dan masyarakat miskin.2. Pendekatan berbasis kebutuhan (demand responsive approach), dimana dalam melakukan analisis disesuaikan dengan kebutuhan publik dimana masyarakat ikut terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.3. Pendekatan berbasis fakta (evidance based approach), dimana data yang dihasilkan berasal dari data primer dan sekunder sehingga bisa menjelaskan fakta yang sebenarnya dan mengetahui permasalahan langsung dari sumbernya.1.1.2. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran meliputi data sekunder dan data primer. Berikut disajikan uraian terkait dengan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data sebagai berikut.

1. Data sekunder, data ini diperoleh dari instansi/dinas pemerintah Kabupaten Pangandaran, hasil penelitian terkait sanitasi yang sudah dilakukan dan juga kajian literatur terkait dengan sanitasi.

2. Data primer, data ini diperoleh dari survey dan observasi lapangan, wawancara terstruktur, indepht interview, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan masyarakat umum, pihak swasta, organisasi non pemerintah dan pemerintah Kabupaten Pangandaran.

1.1.3. Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran meliputi data sekunder dan data primer. Berikut disajikan uraian terkait dengan sumber data yang digunakan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran.

1. Data sekunder, meliputi

Arsip dan dokumen terkait dengan pelaksanaan pembangunan sanitasi Kabupaten Pangandaran yang berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pangandaran, Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran, Dinas PU HubKominfo Kabupaten Pangandaran, DPPKAD, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pangandaran dan dinas/instansi terkait lainnya meliputi (data statistik, proposal, laporan, foto-foto lapangan).2. Data Primer, merupakan data yang diperoleh dari lapangan yang meliputi data dari survey Pemberdayaan Masyarakat, Jender dan Kemiskinan (PMJK) dan Aspek Promosi Higiene, Studi Penyedia Layanan Sanitasi (Sanitation Supply Assessment/SSA), Studi Komunikasi dan Pemetaan Media dan Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (studi Environmental Health Risk Assessment/EHRA), Studi Kelembagaan dan Studi Keuangan.1.5 Dasar Hukum dan Kaitannya dengan Dokumen Perencanaan Lain

1.5.1 Dasar hukum yang melandasi Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pangandaran ini antara lain :

1.5.1.1. Dasar Hukum Skala Nasional1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3496);

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat.

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4725);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4851);

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5059);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4161);9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2007 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP);11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Pemukiman (KSNP-SPALP);13. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor : 660/4919/SJ perihal Pedoman Pengelolaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) di Daerah.1.5.1.2. Dasar Hukum Skala Provinsi1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 -2029.1.5.1.3. Dasar Hukum Skala Kabupaten1. Surat Keputusan Bupati Pangandaran Nomor . Tanggal tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Pangandaran Tahun 2013;2. Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 1 Tahun 2013 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Pangandaran;

3. Peraturan Bupati Pangandaran Nomor 2 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tatakerja Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pangandaran.1.5.2 Hubungan Buku Putih dengan Perencanaan lain

a. Buku Putih dengan RPJP

Dokumen RPJP Kabupaten Pangandaran tahun 201.. -202.. saat ini masih dalam proses penyusunan. Dalam hal ini Buku Putih Sanitasi dpat digunakan sebagai referensi untuk memetakan permasalahan terkait sanitasi dan arah pelaksanaan program sanitasi ke depan.b. Buku Putih dengan RPJM

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Pangandaran Tahun 201.. 201.. saat ini masih dalah proses penyusunan. Buku Putih Sanitasi dapat digunakan sebagai referensi untuk memperoleh data isu-isu strategis dan permasalahan mendesak terkait program sanitasi yang harus ditangani segera dan sebagai pedoman untuk menentukan visi dan misi serta kebijakan sanitasi kedepan.c. Buku Putih dan RTRW Dokumen RTRW Kabupaten Pangandaran saat ini masih dalam proses penyusunan. Dalam pelaksanaan penyusunan Buku Putih memperhatikan dan mempedomani tujuan penataan ruang, kebijakan penataan ruang, struktur dan pola ruang dalam RTRW Kabupaten Pangandaran, dimana kebijakan penataan ruang, struktur dan pola ruang dalam RTRW Kabupaten Pangandaran menjadi acuan dalam penentuan wilayah kajian dalam penyusunan buku putih.d. Buku Putih dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD)

Buku putih menggambarkan rencana program dan kegiatan setiap SKPD yang menangani sanitasi sebagaimana tertuang dalam Renstra SKPD tersebut dan setelah Buku Putih Final akan menjadi pedoman bagi setiap satuan kerja perangkat daerah dalam penyesuaian program terhadap Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang berlaku sekarang.

95Bagian 3 | Petunjuk Teknis-08:Penetapan Area Berisiko Sanitasi