Bab 1

21
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya, untuk mewujudkan tujuan tersebut diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang didukung oleh sumberdaya kesehatan. Sumber daya kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan yang bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan status kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Depkes RI, 2009).

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

1

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan

bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, untuk mewujudkan

tujuan tersebut diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan

menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya

kesehatan masyarakat yang didukung oleh sumberdaya kesehatan. Sumber

daya kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan yang bertugas

menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang

keahlian dan status kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Depkes

RI, 2009).

Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu pada

era reformasi semakin kuat, termasuk didalamnya adalah pelayanan

keperawatan tetapi tuntutan tersebut belum mendapat tanggapan yang layak

dan tepat (Santi, 2007 dalam Arfah, 2010). Perhatian utama ditempat-tempat

perawatan akut berfokus pada bagaimana cara untuk memulangkan pasien

secepat mungkin dengan waktu rawat yang dipersingkat

(Perry & Potter, 2005).

Page 2: Bab 1

2

Rumah sakit sedang mencari cara baru dalam memberikan pelayanan

yang bertujuan untuk mencapai efisiensi dan waktu rawat yang lebih pendek.

Fokus Rumah Sakit adalah untuk memberikan pelayanan perawatan yang

berkualitas tinggi sehingga pasien dapat pulang lebih awal dengan aman

kerumahnya, oleh karena itu diperlukan tenaga perawat yang profesional

dan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk

membina hubungan yang adekuat dengan pasien dan anggota

keluarganya sehingga mereka mau berpartisipasi secara aktif dalam

rencana perawatan (Perry & Potter, 2005).

Pelayanan keperawatan secara profesional perlu mendapatkan perhatian

dalam pengembangan dunia keperawatan. Salah satu strategi untuk

mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperawatan

adalah melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya faktor

kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan

keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan

keperawatan (Sumantri, 2012).

Manajemen keperawatan mencakup manajemen pada berbagai tahap

dalam keperawatan termasuk untuk penanganan tindakan bedah terhadap

pasien bedah fraktur. Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi

masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh

dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas baik

di negara maju maupun negara berkembang. Beberapa faktor terjadinya

peningkatan jumlah kasus penyakit muskulosketal terutama faktur adalah

Page 3: Bab 1

3

kecelakaan lalu lintas sebanyak 666 pasien (52%), 384 pasien (30%) terjadi

akibat kecelakaan kerja/olahraga dan 230 pasien (18%) akibat kekerasan

rumah tangga (Kahlon, dkk 2004). Data WHO (World Health Organization)

menyebutkan sebanyak 1,27 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu

lintas di dunia selama tahun 2000 dan 30% kematian terjadi di Asia Tenggara,

bahkan WHO telah menetapkan dekade 2000-2010 menjadi dekade tulang

dan persendian.

Angka kejadian fraktur di dunia berkisar 25-29%, sedangkan di Asia

mencapai sekitar 19-25%. Kejadian patah tulang di Amerika terjadi 1,5 juta

kasus setiap tahunnya, dengan 300 000 kasus diantaranya adalah patah tulang

pangkal paha. Kejadian fraktur mencapai 40% dari semua wanita berusia

diatas 50 tahun dan 50% dari semua wanita berusia diatas 70 tahun

(WHO, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kilbourne, dkk (2008)

didapatkan hasil pasien fraktur sebanyak 519 orang. Menurut Kahlon, dkk

(2004) yang melakukan analisis terhadap penanganan emergensi pasien

trauma di bagian ortopedi Rumah Sakit Umum Lahore didapatkan jumlah

kasus fraktur sebanyak 1289 pasien.

Di Indonesia angka kejadian fraktur dari tahun ketahun semakin

meningkat terutama yang disebabkan oleh kecelakaan. tercatat pada tahun

2003 jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia sebanyak 51.760

menjadi 70.870 orang pada tahun 2009. Rasio jumlah korban cedera sebesar

20,5 per 10.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 9,8 per

100.000 penduduk, angka kematian tertinggi berada di Kalimantan Timur

Page 4: Bab 1

4

(Kemenkes, 2010). Pada tahun 2009 di Lampung tercatat 5480 kasus bedah

fraktur dimana terdapat fraktur femur 1973 kasus (36 %), fraktur cruris 2630

kasus (48 %) dan fraktur Humerus 877 kasus (16 %) (Profil Dinas Kesehatan

Provinsi Lampung, 2009)

Data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 didapatkan

sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur

yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Hasil survei tim Kementrian

Kesehatan RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian,

45% mengalami cacat fisik, 25% mengalami stres psikologis karena cemas

dan bahkan depresi, dan 5% mengalami kesembuhan dengan baik. Dua puluh

lima persen pasien bedah fraktur mengalami kecemasan ini dapat menjadi hal

yang berpengaruh terhadap lama rawat karena meningkatkan komplikasi,

mortalitas dan lama penyembuhan (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Smeltzer & Bare (2001) fraktur adalah terputusnya kontinuitas

tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, patahan tadi mungkin tidak

lebih dari suatu retakan. Sedangkan menurut Syaiful (2009) fraktur adalah

diskontinuitas jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh kekerasan yang

timbul secara mendadak. Fraktur atau patah tulang ini merupakan salah

satu kedaruratan medik yang harus segera ditangani secara cepat, tepat, dan

sesuai dengan prosedur penatalaksanaan patah tulang. Fraktur bukan hanya

persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana mengatasinya, akan

tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara simultan.

Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis

Page 5: Bab 1

5

penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus

diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam mengambil

tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal (Alexa, 2010).

Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik di mana

terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi

pada pria dibandingkan wanita dengan umur dibawah 45 tahun dan sering

berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh

kecelakaan kendaraan bermotor. Gejala dari fraktur adalah nyeri,

pemendekan ekstermitas, krepitus (sensasi berderak yang teraba dan sering

ditemukan pada tulang rawan sendi yang menjadi kasar), pembengkakan

lokal, dan perubahan warna. Adapun akibat komplikasi keparahan yang

terjadi bila tidak segera tertangani adalah kerusakan arteri, kompartement

syndrom, fat embolism syndrom, infeksi, avaskuler nekrosis, dan shock. 

Melihat angka kejadian fraktur yang semakin tinggi, maka peran perawat

pun sangat dibutuhkan, yaitu peran perawat sebagai pelayanan asuhan dan

pelayanan keperawatan dirumah sakit untuk itu perlu adanya peningkatan

mutu pelayanan yang diberikan, dalam hal ini ditujukan kepada perawat

dirumah sakit yang merupakan bagian terbesar dari seluruh pekerja dan

petugas yang ada. Hal ini mengingat keberadaan perawat yang harus

berfungsi terus menerus selama 24 jam untuk dapat memberikan pelayanan

asuhan dan pelayanan keperawatan secara intensif mempengaruhi kepuasan

klien, dalam hal ini peran perawat terhadap perawatan pasien fraktur antara

lain sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, dan peneliti (Gafar, 1999).

Page 6: Bab 1

6

Memanjangnya lama rawat pada pasien bedah secara umum dan pasien

bedah fraktur secara khusus merupakan masalah inefisiensi bagi rumah sakit.

Di samping itu bagi pasien memanjangnya lama rawat ini menyebabkan

bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan sehingga kepuasan terhadap

rumah sakit akan berkurang.

Pembedahan baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks

yang menegangkan dan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua

pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan

membahayakan bagi pasien, sehingga seringkali pasien dan keluarganya

menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka

alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala macam

prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap

keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan

pembiusan (Rhondianto, 2008). Pengetahuan tentang persiapan preoperasi

sangat penting bagi pasien yang akan menjalani operasi. Dalam hal ini peran

perawat sebagai advokat pasien sangat penting selama waktu yang disebut

periode pre operasi. Pada pasien dewasa diharapkan telah mendapatkan

informasi yang cukup, karena penjelasan-penjelasan preoperasi yang baik

tidak hanya menurunkan ansietas tetapi juga mengurangi lama hari rawat

pasien di rumah sakit, yang akan mengurangi komplikasi seperti infeksi

pascaoperatif (Jenny, 2011).

Perawat juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap

tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah

operasi yang berhubungan dengan intervensi keperawatan yang tepat yang

diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis.

Page 7: Bab 1

7

Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan

yang dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait

(dokter bedah, dokter anstesi dan perawat) di samping peranan pasien yang

kooperatif selama proses perioperatif (Rhondianto, 2008). Selain itu

persiapan pembedahan pre operatif sangat penting sekali untuk memperkecil

resiko operasi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada

penilaian keadaan penderita dan persiapan pra bedah (Jenny, 2011).

Faktor yang terkait dalam pembedahan terdiri dari tiga, yaitu penyakit

pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Faktor yang

paling penting dari ketiga faktor tersebut adalah faktor pasien, karena bagi

penyakit tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi

bagi pasien sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling

mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal tersebut diatas, maka

sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-langkah

perioperatif. Tindakan perawatan preoperatif yang berkesinambungan dan

tepat akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan dan

kesembuhan pasien (Rhondianto, 2008).

Berdasarkan data statistik di RSUD Abdull Moeloek Bandar Lampung

angka kejadian fraktur pada tahun 2009 sebanyak 1214 orang, tahun 2010

sebanyak 1380 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 2034 orang dengan jenis

Sedangkan untuk kasus bedah tulang yang menjalani perawatan satu hari (one

day care) sejumlah 682 orang pada tahun 2011 dengan lokasi tersering

terjadinya fraktur adalah fraktur femur dan fraktur cruris. Berdasarkan data

diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita fraktur tergolong tinggi dan

Page 8: Bab 1

8

kecelakaan lalulintas masih merupakan fraktor utama yang menyebabkan

fraktur. Jumlah kasus kasus patah tulang (fraktur) pada tahun 2012 di RSUD

Abdull Moeloek Bandar Lampung adalah sebanyak 1118 kasus atau 68.4%

bila dibandingkan dengan kasus penyakit yang lain. Dari data statistik diatas

terlihat bahwa jumlah pasien patah tulang (fraktur) lebih besar daripada

pasien bedah dengan penyakit lainnya.

Data rekam medik RSUD Abdul Moeloek menyatakan bahwa Average

Length of Stay (ALOS) atau rata-rata lama pasien dirawat pada pasien fraktur

pada tahun 2011 adalah 4.3 hari. sedangkan pada tahun 2012 terjadi

peningkatan menjadi adalah 4.9 hari. Lamanya masa perawatan pasien fraktur

memerlukan perawatan intensif oleh tenaga medis diantaranya adalah perawat

untuk menekan lamanya hari rawat pada kasus tersebut. Secara umum nilai

ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Pada dasarnya setiap

individu mempunyai banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan

dalam menentukan lamanya perawatan, yaitu antara lain faktor eksternal

seperti manajemen keperawatan oleh perawat, dan faktor internal misalnya

faktor pendidikan, jenis kelamin, sosial ekonomi, lokasi fraktur yang dialami

maupun faktor usia.

Hasil wawancara awal peneliti pada bulan Januari 2013 kepada 10 orang

pasien pre operasi bedah menunjukkan bahwa 7 orang pasien (70%) sering

merasa tidak nyaman menerima perawatan oleh karena kurangnya

keramahtamahan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan selama

pasien menjalani pengobatan, hal ini tampak dengan sikap perawat yang

Page 9: Bab 1

9

jarang menyapa atau tersenyum, perawat sering marah terhadap pasien karena

pasien meminta pelayanan yang lebih karena perawat masih sangat letih

akibat banyaknya jumlah pasien yang harus ditangani dan perawat tidak

tanggap terhadap pasien. Perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh

pasien dan keluarga pasien ini dapat menimbulkan gejolak psikologis

terutama terhadap kesembuhan pasien sehingga dapat menyebabkan

perawatan pasien menjadi lebih lama.

Selain itu hasil survei awal juga dilakukan terhadap 10 perawat di RSUD

Abdul Moeloek Bandar Lampung didapatkan bahwa 60% (6 orang) perawat

menyatakan masih rendahnya kesigapan perawat atau kurang tanggap dalam

melaksanakan asuhan keperawatan misalnya pemasangan infus, pemasangan

perban, selain itu perawat yang kurang ramah, perawat kurang responsif atau

kurang antisipatif terhadap kebutuhan pasien dan beberapa perawat yang

belum terampil dan cekatan dalam menangani pasien, perawat juga

menyatakan pembagian tugas yang tidak adil antar sesama perawat, perawat

juga sering lalai dalam melakukan asuhan keperawatan misalnya jarang

mengingatkan jadwal minum obat kepada pasien, tidak memakai alat

pelindung diri misalnya sarung tangan pada tindakan keperawatan yang

seharusnya dilakukan secara higienis. Sedangkan sebanyak 4 orang perawat

(40%), menyatakan bahwa mereka memiliki tanggung jawab tinggi dalam

melakukan asuhan keperawatan misalnya perawat rajin mengikuti

perkembangan kesehatan pasien, menyapa pasien dengan baik dan ramah,

serta tidak sungkan untuk menyapa dan berdiskusi dengan keluarga pasien

perihal perkembangan kesehatan pasien dan sering berbagi tugas atau bekerja

Page 10: Bab 1

10

sama dengan perawat lain, pasien dan keluarga pasien dalam melakukan

asuhan keperawatan untuk kesembuhan pasien.

Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan pelayanan

di rumah sakit yang dapat dinilai dan diukur. Lama hari rawat yang

memanjang dapat disebabkan oleh intervensi keperawatan, kondisi medis

pasien atau adanya infeksi nosokomial yang memperpanjang lama hari

rawatnya bisa mencapai 5-20 hari (Depkes, 2005). Menurut Wartawan (2012)

Lama hari rawat pasien pra bedah berhubungan dengan mutu pelayanan dari

bagian administrasi pasien, bagian penunjang medik, ketepatan diagnosis dan

manajemen kamar bedah. Faktor manajemen keperawatan diantaranya yaitu

tanggung jawab & tanggung gugat, kerjasama, dan komunikasi (PPNI, 2009).

Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Manajemen Keperawatan Dengan Lama Hari

Rawat pada Pasien Pre Operasi Bedah Fraktur di Ruang Rawat Inap RSUD

Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Manajemen Keperawatan dan Lama

Hari Rawat Pada Pasien Pre Operasi Bedah Fraktur di RSUD Abdul Moeloek

Bandar Lampung Tahun 2012?”

Page 11: Bab 1

11

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Manajemen Keperawatan dan Lama Hari Rawat

Pada Pasien Pre Operasi Bedah Fraktur di RSUD Abdul Moeloek Bandar

Lampung Tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tanggung jawab dan tanggung

gugat perawat di RSUD Abdul Moeloek Bandar Tahun 2012.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kerjasama perawat di RSUD

Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi komunikasi perawat di RSUD

Abdull Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi lama hari rawat pasien pre

operasi bedah fraktur di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung

Tahun 2012.

e. Untuk mengetahui hubungan tanggung jawab dan tanggung gugat

perawat dengan lama hari rawat pasien pre operasi bedah fraktur

di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012.

f. Untuk mengetahui hubungan kerjasama perawat dengan lama hari rawat

pasien pre operasi bedah fraktur di RSUD Abdul Moeloek Bandar

Lampung Tahun 2012.

g. Untuk mengetahui hubungan komunikasi perawat dengan lama hari

rawat pasien pre operasi bedah fraktur di RSUD Abdul Moeloek

Bandar Lampung Tahun 2012.

Page 12: Bab 1

12

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

perkembangan konsep keilmuan tentang hubungan manajemen keperawatan

dan lama hari rawat pada pasien pre operasi bedah fraktur di RSUD Abdul

Moeloek Bandar Lampung Tahun 2012. Hasil Penelitian ini dapat

digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan penelitian yang sejenis pada

waktu mendatang.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi RSUD Abdull MoeloekBandar Lampung

Sebagai masukan bagi RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung untuk

dapat mengetahui hubungan manajemen keperawatan dan lama hari

rawat pada pasien pre operasi bedah fraktur.

b. Bagi Institusi Penelitian

Memberikan dasar pengetahuan dan pengembangan yang dapat

dijadikan sumber gagasan, sehingga dapat diaplikasikan pada penelitian

selanjutnya khususnya manajemen keperawatan.

c. Bagi Tenaga Pendidik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

kegiatan belajar-mengajar, khususnya bagi dosen pembimbing dibidang

keilmuan keperawatan tentang hubungan manajemen keperawatan dan

lama hari rawat pada pasien pre operasi bedah fraktur

Page 13: Bab 1

13

d. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang hubungan

manajemen keperawatan dan lama hari rawat pada pasien pre operasi

bedah fraktur.

e. Bagi Peneliti lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar

untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan manajemen

keperawatan pada pasien pre operasi bedah fraktur.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional yang meneliti tentang hubungan manajemen keperawatan (tanggung

jawab & tanggung gugat, kerjasama, komunikasi) dengan lama hari rawat

pada pasien pre operasi bedah fraktur. Subjek penelitian ini adalah seluruh

pasien pre operasi bedah fraktur tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan

di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung sedangkan waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan Januari 2013.