Bab 1
-
Upload
fransiska-anggitha -
Category
Documents
-
view
243 -
download
0
Transcript of Bab 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ginjal merupakan salah satu organ yang bertanggung jawab dalam
mengatur homeostatis. Fungsi utama dari ginjal adalah mengatur volume dan
komposisi cairan tubuh dengan cara menghilangkan berbagai jumlah air dan ion-
ion tertentu (Sherwood, 2001).
Diuretik adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih
(diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada
umumnya diuretik digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan misalnya pada
udem. Beberapa panyakit antara lain adalah gagal jantung, penyakit jantung dan
hati, sindrom premenstruasi, udem postular, dan tekanan darah tinggi (Anonim,
1991).
Salah satu dari sekian banyak tanaman di Indonesia yang mempunyai
banyak khasiat untuk peluruh air seni (diuretik) adalah markisah (Passiflora
quadrangularis L.) selain itu juga digunakan untuk pengobatan kencing nanah
dan penenang (Anonim, 2007). Sebuah studi telah dilakukan untuk mengetahui
pengaruh infusa daun markisah (Passiflora quadrangularis L.) terhadap efek
diuretik tikus putih jantan Wistar. Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa
infusa daun markisah dapat menimbulkan efek diuresis pada dosis 0,25 g/kgBB;
0,75 g/kgBB dan 2,25 g/kgBB. Dari penelitian tersebut diduga kandungan kimia
berupa saponin dan polifenol yang mempunyai aktivitas sebagai diuretik
(Finistawati, 2005). Senyawa yang terkandung dalam tanaman markisah adalah
2
saponin, polifenol dan flavonoid ( Anonim, 2007). Flavonoid terkandung dalam
tanaman dalam bentuk glikosida dan aglikon. Aglikon polimetil atau polimetoksi
dapat larut dalam petroleum eter.
Metode infudasi ini menggunakan pelarut yang bersifat polar. Pada
penelitian sebelumnya belum dilakukan penelitian tentang efek diuretik fraksi
petroleum eter ekstrak etanol daun markisah (Passiflora quadrangularis L.) dan
belum diketahui apakah senyawa non polar dari daun markisah mempunyai efek
diuretik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang efek diuretik
dari fraksi petroleum eter ekstrak etanol daun markisah. Penelitian pengginaan
daun markisah sebagai peluruh air seni (diuretik) ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi peningkatan kesehatan dalam masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini diarahkan untuk
menjawab permasalahan sebagai berikut :
Apakah fraksi petroleum eter ekstrak etanol daun markisah (Passiflora
quadarangularis L.) memiliki efek diuretik pada tikus putih jantan Wistar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek fraksi petroleum eter
ekstrak etanol daun markisah (Passiflora quadrangularis L.) sebagai diuretik
yang diujikan terhadap tikus putih jantan Wistar.
3
D. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Markisah (Passiflora quadrangularis L.)
a. Klasifikasi tanaman
Devisi : Spermatophyta
Subdevisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Perietales
Suku : Passifloraceae
Marga : Passiflora
Jenis : Passiflora quadrangularis L.
(Anonim, 1994)
b. Nama daerah
Passiflora quadrangularis L. memiliki nama daerah rubis, erbis (Palembang),
belewah (Sumatra Timur), erbis markusa (Sunda), markisa (Jawa), sumangga (Boul),
barbadine (Jerman), grandilla (Inggris) (Heyne, 1987).
c. Deskripsi
Habitus berupa semak, menjalar, panjang 10 meter. Batang semu
bersegi, lunak, halus, berwarna hijau kecoklatan. Daunnya tunggal berbentuk
lonjong, tersebar, panjang 7-20 cm, lebar 5-14 cm, tepi daun rata, ujung runcing,
panjang 2-6 cm, berwarna hijau (Anonim, 1994). Daun tanaman sangat rimbun,
tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang (Rukmana, 2003). Bunga
merupakan bunga tunggal, di ketiak daun, tangkai bergerigi, panjang 3-4 cm, hijau,
mahkota lonjong, hijau, benang sari bertangkai, bentuk tabung, panjang kurang
lebih 6 cm, ungu, kepala sari silindris, panjang kurang lebih 0,6 cm, putih, putik
4
pendek, kuning, mahkota lonjong, dalam bunga terdapat sari madu yang
menebarkan bau harum (Rukmana, 2003). Buah berbentuk lonjong, panjang 20 cm,
diameter 15 cm berwarna hijau keputih-putihan (Anonim, 1994). Buah muncul dari
ketiak daun dan berdompol, setiap dompol terdiri dari 9 butir atau lebih
(Rukmana, 2003). Biji berbentuk bulat pipih, panjang 0,3 cm, berwarna putih.
Akar tunggang berwarna putih kotor (Anonim, 1994).
d. Kandungan senyawa kimia
Daun, batang, dan buah Passiflora quadrangularis L. mengandung
saponin dan polifenol, disamping itu batang dan buahnya juga mengandung
flavonoid (Anonim, 1994). Biji markisah mengandung zat kapur, fosfor, zat putih
telur, lemak, serat kasar dan pati (Rukmana, 2003).
e. Khasiat
Daun Passiflora quadrangularis L. berkhasiat untuk peluruh air seni,
kencing nanah, sedangkan buahnya untuk penenang (Anonim, 1994).
2. Diuretik
Diuretik adalah obat-obat yang bermanfaat meningkatkan produksi urin
oleh ginjal. Selain kenaikan volume urin yang diekskresi, juga terjadi kenaikan
ekskresi elektrolit. Pemakaian klinik diuretik yang paling penting adalah untuk
udema dengan jalan mengeluarkan cairan edema (dan elektrolit) sehingga volume
cairan ektra seluler kembali normal (Anonim, 1991).
a. Pembentukan kemih
Pembetukan kemih dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam
glomeruli (gumpalan kapiler), yang terletak di bagian luar ginjal (corteks), lihat
Gambar 1. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi dan berisi banyak air serta
5
elektrolit akan ditampung di wadah yang mengelilingi glomerulus seperti corong
(kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan dalam tubuli. Tubuli ini terdiri dari
bagian proksima dan distal yang letaknya masing-masing dekat dan jauh dari
glomerulus, kedua bagian ini dihubungi oleh Henles’ loop. Di Henles’ loop terjadi
penarikan kembali air, glukosa dan garam-garam secara aktif. Sisa hasil
metabolisme seperti ureum untuk sebagian besar tidak diserap kemabli. Filtrat dari
semua tubuli ditampung disaluran pengumpul (ductus colligens), dimana
berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke kandung kemih dan
ditimbun sebagai urin (Tjay dan Rahardja, 2002).
Gambar 1. Unit Ginjal Terkecil (nefron) dan Tempat Kerja Diuretik di Tubuli (Tjay dan Rahardja, 2002)
b. Mekanisme kerja diuretik
Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorbsi natrium,
sehingga pengeluarannya lewat kemih dapat diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli, yaitu:
6
1) Tubuli proksimal
Di tubuli ini kurang lebih 70% dari ultrafiltrat diserap kembali secara
aktif glukosa, ureum, ion-ion Na+ dan Cl-. Filtrat tidak berubah dan tetap isotonik
terhadap plasma. Diuretik osmotik (mannitol, sorbitol) bekerja ditempat ini
dengan mengurangi reabsorbsi Na+ dan air (Tjay dan Rahardja, 2002).
2) Lengkung Henle (Henle’s loop)
Di segmen ini lebih kurang dari 25 % Cl- diangkut secara aktif kedalam
sel-sel tubuli dengan disusul secara pasif oleh Na+, tetapi tanpa air, sehingga filtrat
menjadi hipotonis. Diuretik lengkung (furosemid, bumetanid dan etakrinat)
bekerja di tempat ini dengan merintangi transport Cl- dan reabsorbsi Na+ sehingga
pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).
3) Tubuli distal bagian depan
Di ujung atas Henle’s loop yang terletak dalam korteks, Na+ diserap
kembali secara aktif tanpa penarikan pula, sehingga filtrat menjadi lebih cair dan
lebih hipotonik. Senyawa tiazid, klortaridon bekerja di tempat ini dengan
merintangi reabsorpsi Na+ dan Cl- (Tjay dan Rahardja, 2002).
4) Tubuli distal bagian belakang
Di bagian ini, ion Na+ ditukar dengan ion K+ atau NH4+. Antagonis
aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren)
bertitik kerja dengan cara mengekskresikan Na+ dan meretensikan K+ (Tjay dan
Rahardja , 2002).
5) Saluran pengumpul
Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bertitik kerja disini
dengan jalan mempengaruhi permeabilitas air dari sel-sel saluran ini (Tjay dan
Rahardja, 2002).
7
c. Penggolongan diuretik
Diuretik dengan kerja umum dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
1) Diuretik lengkung (furosemid, bumetanida, dan etakrinat)
Diuretik lengkung Henle menimbulkan efek samping yang cukup serius
hiperurisemi, hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis,
kelainan hematologis, dan dehidrasi. Biasanya digunakan untuk pengobatan
sembab paru akut, sembab karena kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab
karena keracunan kehamilan, sembab otak, dan untuk pengobatan hipertensi
ringan (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Obat-obat ini berkhasiat kuat dan mempunyai daya kerja yang singkat (4-
6 jam). Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan
paru-paru, bila dosis dinaikkan efek diuresisnya senantiasa bertambah (Tjay dan
Rahardja, 2002).
2) Derivat tiazida (hidroklorotiazida, klortalidon, mefrusida, indapamida,
xipamida (diurexan), dan klopamida)
Diuretik turunan tiazida terutama digunakan untuk pengobatan sembab
pada keadaan dekompesasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan
hipertensi karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung
menyebabkan relaksasi otot polos arteriolida. Diuretik turunan tiazida
menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan keseimbangan elektrolit, dan
menimbulkan penyakit pirai yang akut (Siswandono dan Soekadjo, 2002).
Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama (6-8 jam) dan terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung
8
(decompesansatio corodis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek datar, artinya
bila dosis optimal dinaikkan lagi, efeknya tidak bertambah (Tjay dan Rahardja,
2002).
3) Diuretik penghambat kalium/antagonis aldosteron (spironolakton, kahrenoat),
amilorida dan triamteren
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktifitas
natriuretik ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut
bekerja pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion
K+ dan H+, menyebabkan retensi ion K+, dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan
air. Golongan obat ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat
memperberat penyakit diabetes dan pirai, serta menyebabkan gangguan pada
saluran cerna. Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan
mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorbsi
kembali ion Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+
dan Cl- dalam urin (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan
diuretik lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi
reabsorbsi Na+ dan ekskresi K+, proses ini dihambat secara kompetitif oleh
antagonis aldosteron (Tjay dan Rahardja, 2002).
4) Diuretik osmotis (mannitol dan sorbitol)
Diuretik osmotis adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin
dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosa. Diuretik
osmotik mempunyai berat molekul rendah, dalam tubuh tidak mengalami
9
metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman ginjal dan tidak
diabsorbsi kembali oleh tubulus renalis (Siswandono dan Soekardjo, 2000 ).
Obat-obat ini hanya diabsorbsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorbsi air
juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air tinggi dan
relatif sedikit ekskresi Na+ (Tjay dan Rahardja, 2002).
5) Perintang karbonik anhidrase (asetazolamida)
Senyawa penghambat karbonik anhidrase digunakan secara luas untuk
pengobatan sembab yang ringan dan moderat, sebelum diketemukan diuretik
turunan tiazida. Efek samping yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah
gangguan saluran cerna, menurunnya nafsu makan, perestisi, asidosis, sistemik,
alkalinisasi urin, dan hipokalemi. Penggunaan diuretik penghambat karbonik
anhidrase terbatas karena cepat menimbulkan toleransi (Siswandono dan
Soekardjo, 2000). Zat ini merintangi enzim karbohidrase di tubuli proksimal,
sehingga disamping karbonat juga Na+ dan K+ diekskresikan lebih banyak,
bersaman dengan air. Khasiat diuretiknya lemah (Tjay dan Rahardja, 2002).
d. Efek samping
1) Hipokalemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretik yang
bekerja di muka bagian distal ujung memperbesar ekskresi ion-ion K+ dan H+
karena ditukarkan dengan ion Na+ yang kadarnya dalam ultrafiltrat telah
dipekatkan, sehingga mengakibatkan kadar kalium plasma turun dibawah 3 m
Mol/liter. Gejala-gejalanya berupa kelemahan otot, kejang-kejang, aneroksia,
obstipasi kadang-kadang juga aritmia jantung, tetapi tidak selalu menjadi
10
nyata. Terutama tiazida menyebabkan hipokalemia, tapi jarang sekali
menimbulkan komplikasi.
2) Retensi urat hiperurikemia dapat terjadi pada semua diuretik terkecuali
amilorida. Hiperurikemia disebabkan karena adanya saingan antara diuretik
dengan asam urat mengenai transpornya ditubuli. Terutama klortalidon
memberikan resiko yang lebih tinggi untuk retensi urat dan serangan encok.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat encok alupurinol atau zat
penghalau urat probenesid.
3) Mengurangi metabolisme glukosa, dapat terjadi diabetes yang disebabkan
karena sekresi insulin ditekan. Efek antidiabetik oral dapat diperlemah dengan
adanya tiazid.
4) Mempertinggi kadar kolesterol dan trigliserida dengan masing-masing lebih
kurang 6% dan 15%. Kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol yang
dianggap sebagai faktor pelindung terhadap penyakit jantung justru
diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang
praktis tidak mempengaruhi kadar lipida tersebut.
5) Hiponatremia dan alkalosis. Akibat diuresis yang terlalu pesat dan kuat, oleh
adanya diuretik lengkungan, maka kadar natrium dari plasma dapat menurun
keras dan terjadilah hiponatremia. Gejala-gejala ialah gelisah, kejang-kejang
otot, haus, letargi (selalu mengantuk) dan kolaps. Terutama bagi orang-orang
lanjut usia yang peka terhadap dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis
permulaan yang rendah yang berangsur-angsur dipertinggi, atau obat diberikan
berkala, misalnya 3-4 kali seminggu, dengan bertambahnya pengeluaran
11
natrium dan kalium dapat pula terjadi hipotensi dan alkolosis terutama pada
furosemid dan etakrinat.
6) Lain-lain: gangguan-gangguan lambung-usus (mual, muntah, diare), rasa letih
dari kepala beserta pusing-pusing dan jarang terjadi reaksi-reaksi kulit (Tjay
dan Rahardja, 2002).
e. Penggunaan diuretik
Diuretik digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki
peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.
1) Hipertensi, guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah
menurun, khususnya derivat tiazid. Tiazid memperkuat efek obat-obat
hipertensi beta blokers dan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) inhibitor,
sehingga sering dikombinasikan.
2) Gagal jantung, yang mempunyai ciri peredaran darah tidak sempurna lagi dan
terdapat cairan berlebihan di jaringan. Akibatnya air tertimbun dan terjadi
udema, misalnya dalam paru-paru. Pada busung perut (ascites) air tertimbun
pada rongga perut akibat cirosis hati. Untuk indikasi ini digunakan diuretik
(Tjay dan Rahardja, 2002).
3. Furosemida (asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat)
Furosemida berbentuk serbuk, putih, atau hampir putih, tidak berbau,
hampir tidak berasa. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam
kloroform P, larut dalam etanol 95% dan dalam 850 bagian eter P, larut dalam
alkali hidroksida (Anonim, 1979). Furosemida adalah turunan sulfolamid yang
berdaya diuresis kuat dan bertitik kerja di lengkung henle bagian menaik sangat
12
efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya
cepat, oral dalam 0,5-1 jam dan efeknya bertahan selama 4-6 jam, intravena dalam
beberapa menit dan 2,5 jam lamanya (Tjay dan Rahardja, 2002). Struktur dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia Furosemida
Reabsorbsi dari usus hanya lebih kurang 50%, ekskresinya melalui
saluran kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu (Tjay dan
Rahardja, 2002). Mekanisme kerjanya adalah senyawa ini dari tepi lumen (cepat
dan bolak-balik) memblok pembawa Na+/K+/2Cl- dan dengan cara ini
menghambat absorpsi ion natrium, ion kalium, dan ion klorida dalam cabang tebal
lengkung Henle menaik (Mutschler, 1986).
Pada penggunaan secara parenteral, segera setelah penyuntikan terjadi
peningkatan ekskresi natrium, klorida dan air yang lebih besar. Sedangkan pada
pemberian secara oral, diuretik jerat Henle tipe furosemida diabsorbsi dengan
cepat tetapi tidak sempurna (Mutschler, 1986).
COOH
NHCH2
H2NSCl
13
4. Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
pelikan atau mineral (Anonim, 1986). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat. Sedang simplisia hewani
adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1986).
5. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.
Ekstrak kering harus mudah digerus (Anonim, 2000). Ekstraksi atau penyarian
merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel
tanaman ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan hayati.
Pada umumnya penyarian akan bertambah baik dalam permukaan serbuk
simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas (Anonim, 1986).
Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi, soxhletasi. Pemilihan
terhadap ketiga metode tersebut disesuaikan dengan kepentingan dalam
memperoleh sari yang baik. Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Anonim, 2002). Metode ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan penyarian
berkesinambungan dengan menggunakan pelarut yang mudah menguap dan
14
merupakan cara yang sangat efektif dan efisien dibandingkan dengan cara lain
(Anonim, 1986).
Keuntungan penyarian dengan soxhlet adalah membutuhkan pelarut yang
sangat sedikit dan untuk penguapan pelarut biasanya digunakan pemanasan.
Kelamahannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama sampai
beberapa jam sehingga kebutuhan energinya tinggi dan berpengaruh negatif
terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu (Voigt, 1995). Dalam proses
pembuatan ekstrak dibutuhkan pelarut. Pelarut yang baik adalah dipilih
berdasarkan kemampuan melarutkan jumlah yang maksimal dari zat aktif dan
seminim mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).
6. Cairan Penyari
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilahan cairan penyari adalah:
harus selektif, mudah bekerja, ekonomis, ramah lingkungan, keamanan (Anonim,
1986). Selain itu juga harus memilih pelarut yang bisa mengambil / melarutkan
zat khasiat yang ingin diambil dengan istilah “ like disolves like”. Polaritas bahan
yang akan disari disesuaikan dengan pelarut yang dipakai (Anonim, 2005).
a. Etanol
Etanol merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan flavonoid, alkaloid,
tanin dan saponin (Ansel, 1989). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan
membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keutungan lain dari
etanol mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya
yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang
berlainan khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif
menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, di mana bahan pengganggu hanya
skala kecil yang larut dalam cairan pengekstraksi (Voiht, 1995).
15
b. Petroleum Eter
Petroleum eter mempunyai sifat stabil dan juga bersifat mudah menguap,
maka pelarut tersebut sangat baik digunakan dalam proses ekstraksi. Penggunaan
pelarut ini sangat menguntungkan karena bersifat selektif dalam melarutkan zat,
proses ini menghasilkan sejumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat
mengekstraksi zat pewangi dalam jumlah besar (Guenther, 1987).
E. Landasan Teori
Flavonoid merupakan derivat polifenol yang terdapat di alam, tipenya
beragam dengan sifat beragam pula dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon)
maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetil atau polimetoksi larut dalam
pelarut non polar seperti petroleum eter (Harborne, 1984).
Berdasarkan penelitian efek diuretik infusa daun markisah, diduga
senyawa yang bertanggung jawab sebagai diuretik adalah saponin dan polifenol
(Finastawati, 2005). Senyawa yang terkandung dalam tanaman markisah adalah
saponin, polifenol dan flavonoid (Anonim, 2007). Karena belum diketahui senyawa
kimia pada daun markisah yang larut dalam fraksi petroleum eter, maka tidak
menutup kemungkinan bahwa flavonoid polimetil juga terdapat pada daun
markisah. Oleh karena itu kemungkinan fraksi petroleum eter ekstrak etanol daun
markisah (passiflora quadrangularis L.) mempunyai efek diuretik pada tikus
putih jantan Wistar.
F. Hipotesis
Fraksi petroleum eter ekstrak etanol daun markisah (Passiflora
quadrangularis L.) memiliki efek diuretik pada tikus putih jantan Wistar.