Bab 1
-
Upload
universitas-islam-negeri-uin-alauddin-makassar -
Category
Documents
-
view
1.675 -
download
3
Transcript of Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak runtuhnya kerajaan Umayyah di Damaskus dan Abbasyiah di
Bagdad, perkembangan umat Islam semakin lama semakin mengalami
kemunduran dalam berbagai aspek. Gerakan pemikiran intelektual dan
terjemahan tidak berkembang seperti pada masa kedua bani tersebut. Perbedaan
paham antara Sunni dan Syi’ah telah melahirkan orientasi yang saling
bertentangan. Bahkan, yang mengerikan lagi adalah tumbuh-suburnya sebagian
aliran mistik/sufisme dikalangan umat Islam. Mereka menganggap bahwa
kehidupan dunia tidaklah mungkin mampu memberikan kepuasan dan
keselamatan hidup bagi manusia, sementara kehidupan akhirat dalam pandangan
mereka adalah tujuan murni yang tidak dapat dicampuri oleh urusan-urusan
dunia (profan). Kemunduran dan keterbelakangan umat Islam berakibat pada
kemajuan yang hampir fatal, atau bahkan mendekati sekularisme -dalam istilah
barat- yakni memisahkan antara urusan dunia di satu pihak dan urusan akhirat
dipihak lain, atau antara urusan negara dan agama berjalan sendiri-sendiri.
Kemunduran peradaban umat Islam semakin dirasakan, ketika barat
(Eropa), terutama di Prancis, sebagai negara terkemuka waktu itu telah mulai
bangkit dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuannya. Selanjutnya, sikap
umat Islam semakin tertinggal dalam mengahadapi kemajuan yang sangat pesat.
Terlebih lagi, bangsa Eropa mulai melancarkan ekspansi ke daerah-daerah
kekuasaan Islam. Namun kemajuan mereka, ada untungnya dan ruginya bagi
umat Islam.
Memasuki periode pertengahan ini ditandai dengan tampilnya tiga
kerajaan. Tiga kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Usmani di Turki,
kerajaan Safawi di Persia/Iran dan kerajaan Mughal di India. Oleh para penulis
sejarah, ketiga kerajaan tersebut memiliki kejayaan masing-masing terutama
dalam bidang arsitek dan bentuk literatur.1
1 Munir Amin Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Amzah.Jakarta : 2010. hlm. 187.
A. Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan dan kemajuan dinasti Usmaniyah di Turki ??
2. Bagaimana perkembangan dan kemajuan dinasti Safawi di Persia ??
3. Bagaimana perkembangan dan kemajuan dinasti Mughal di India ??
4. Sumbangsih ketiga dinasti terhadap Peradaban Islam ??
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan dan kemunduran dinasti
Usmaniyah di Turki.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan dan kemajuan dinasti Safawi di
Persia.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan dan kemajuan dinasti Mughal di
India
4. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai macam Sumbangsih ketiga dinasti
terhadap Peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dinasti Usmani di Turki
Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara
Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah
kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain
saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak
yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Keadaan politik umat Islam
secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan
berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Usmani di Turki, Mughal di
India dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani ini adalah yang pertama berdiri
juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Untuk mengetahui lebih jelasnya maka dalam makalah ini akan diterangkan
lebih lanjut mengenai Turki Usmani.
1. Asal mula berdirinya dinasti usmani
Nama dinasti Usmani berasal dari nama Usman putra Ertughul.
Kerajaan Turki usmani didirikan oleh bangsa pengembara Turki dari
kabilah Orguz yang mendiami daerah Asia tengah atau daerah utara Cina.
Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10. Pada abad ke-13, di
karenakan adanya tekanan bangsa Mongol, atas perintah kepala kabilah
Sulaiman Syah, kira-kira 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh putranya
Ertughul mengungsi ke saudara mereka Turki Saljuk yang berpusat di
Konya Anatolia daerah dataran tinggi Asia Kecil, dan mereka pun
mengabdikan diri kepada Sultan Turki Saljuk Alauddin II yang kebetulan
sedang berperang melawan kemaharajaan Romawi Timur Bizantium. Berkat
bantuan mereka, Sultan Alauddin II dapat meraih kemenangan dan Sultan
menghadiahkan untuk mereka sebidang tanah di Asia Kecil, yang berbatasan
dengan Bizantium. Sejak saat itu mereka pun membangun daerahnya dan
menjadikan Syukud sebagai ibu kota2.
2 Yatim Badri . Sejarah Peradaban Islam (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Hlm. 129.
Pada tahun 1289 M Erthoghul meninggal, digantikan oleh putranya
Usman sebagai penerus kepemimpinan yang sebagaimana ayahnya Usman
juga banyak berjasa kepada Sultan. Kemenangan dalam setiap pertempuran
banyak diraih Usman sehingga Sultan pun semakin bersimpati dan banyak
memberi hak istimewa pada Usman. Hingga pada tahun 1300 M, bangsa
Mongol menyerang dan mengakibatkan Sultan Alauddin II terbunuh
dengan tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris tahta, sebab itu Usman
pun memproklamirkan kemerdekaan sebagai Padisyah Al Usman dalam
kesultanan Usmani. Dalam kepemimpinannya, kerajaan semakin luas dan
kuat sehingga dapat menduduki benteng-benteng Bizantium dan
menaklukan kota Broessa yang pada tahun 1326 M menjadi ibu kota
kerajaan.
2. Perkembangan dinasti usmani
Periode Kemajuan
Sepeninggal Sultan Usman pada Tahun 1326 M, kerajaan di
pimpin oleh anaknya Sultan Orkhan I (1326-1359 M). Pada
masanya berdiri Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan
pendidikan, sehingga mampu menciptakan kekuatan militer yang
besar dan dengan mudahnya dapat menaklukan sebagian daerah
benua Eropa yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli 1330
M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan Galliopoli 1356 M.
Ketika Sultan Murad I (1359-1389 M) pengganti Orkhan naik.
Ia memantapkan keamanan dalam Negeri dan melakukan perluasan
ke benua Eropa dengan menaklukan Adrianopel (yang kemudian
menjadi ibu kota kerajaan baru) Macedonia, Sopia, Salonia, dan
seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan kesuksesan
Kerajaan Usmani, negara Kristen Eropa pun bersatu yang dipimpin
oleh Sijisman memerangi kerajaan, hingga terjadilah pertempuran di
Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat dipukul mundur dan
dihancurkan .3
3Edyar Busman , Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, Pustaka Asatruss, 2009). hlm. 140
Pada tahun 1389 M, Sultan Bayazid naik tahta (1389-1403 M).
Perluasan berlanjut dan dapat menguasai Salocia, Morea, Serbia,
Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun 1394 M, memperoleh
kemenangan dalam perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi
musuh–musuh Eropa, kerajaan juga dipaksa menghadapi
pemberontak yang bersekutu denga Raja Islam yang bernama Timur
Lenk di Samarkand. Pada tahun 1402 M pertempuran hebat pun
terjadi di Ankara, yang pada akhirnya Sultan Bayazid
dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan
meninggal di tahanan pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan
ini Bulgaria dan Serbia memproklamirkan kemerdekaannya.
Setelah Sultan Bayazid meninggal, terjadi perebutan kekuasaan
diantara putra-putranya (Muhammad, Isa dan Sulaiman) namun di
antara mereka Sultan Muhammad I (1403-1421 M). Sultan
Muhammad I adalah putera Bayazid yang bungsu berhasil megatasi
kekacauan pada masa Bayazid dengan menyatukan daulat-daulatnya,
mengembalikan kekuatan dan kekuasaan sebagaimana semula
dengan waktu 10 tahun baru berhasil dan ia mengadakan perjanjian
damai Byazantium dan dengan Republik Venesia.
Sultan Murad II (1421-1451 M). Sultan Murad II membalas
dendam terhadap Byazantium dengan mengadakan pengepungan
kota konstantinopel beberapa minggu. Bangsa-bangsa Servia
Bulgaria, Bosnia, Albania, Rumania, dan Hongaria bersatu dibawah
pimpinan raja Hunyody dari Honngaria melawan pasukan Turki
Utsmani di dekat Belgrado.
Pasukan Turki mengalami kekalahan tahun 1422 M. Selanjutnya
tahun 1443 M dengan menghadapi gabungan pasukan ditambah
pasukan Salib. Dan sultan Murad II mundur dan meminta perjanjian
di Zegedin tahun 1444M yang isinya:4
a. Servia mendapat kemerdekaan kembali.
4 Ibid. Hlm 45
b. Rumania bergabung dengan Hongaria.
c. Diadakannya gencatan senjata selama 10 tahun.
Pimpinan Hunyody melanggar perjanjian, yaitu mengadakan
peneyerbuan mendadak ke wilayah Turki sampai laut hitam.
Murad II memanggul senjata dengan dikawal 40.000 pasukan
menyerbu Hongaria. Dan akhirnya Turki menang hingga Servia
dan Bosnia menjadi wilayah kekuasaannya dan Turki Utsmani
kembali tegak di Balkan.
Kemajuan-Kemajuan Dinasti Usmani
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para
pemimpin dalam mempertahankan Turki Usmani membawa dampak
yang baik sehingga kemajuan-kemajuan dalam perkembangan
wilayah Turki Usmani dapat diraihnya dengan cepat. Dengan cara
atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi
Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan
meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian
diteruskan oleh Murad II (1421-1451M). Sehingga Turki Usmani
mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484
M). Usaha ini ditindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak
mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah Timur dan Barat, tetapi
seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Usmani itu, sehingga
Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan
perkembangan wilayah kerajaan Usmani yang luas berlangsung
dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-
bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya :
1. Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Usmani mulai
mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer
dengan baik dan teratur. 5
5 Syukur Fatah, Sejarah Peradaban Islam, PT. Pustaka Rizki Pustaka, 2009, hlm.90
Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa
pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium
merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan
militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut
dengan Jenissari atau Inkisyaria . Selain itu Kerajaan Usmani
membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi
ditangan Sultan yang dibantu oleh Perdana Menteri yang
membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I.
Di bawahnya terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan
pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah UU
yang diberi namaMultaqa Al-Abhur, yang menjadi pegangan
hukum bagi kerajaan Usmani sampai datangnya reformasi pada
abad ke-19. Karena jasanya ini, diujung namanya di tambah gelar
al-Qanuni
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan
bermacam-macam kebudayaan diantaranya adalah kebudayaan
Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka
banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama
dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran
banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang prinsip-
prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf
diambil dari Arab. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki
Usmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih
memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam
khasanah Intelektual Islam tidak ada Ilmuan yang terkemuka dari
Turki Usmani.6
6 Italic. Hlm 90
2. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai
peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat
digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat
terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang
berlaku. Oleh karena itu, ajaran-ajaran thariqah berkembang dan
juga mengalami kemajuan di Turki Usmani. Para Mufti menjadi
pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai
wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem
keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Usmani
tersebut tidak terlepas daripada kelebihan-kelebihan yang
dimilikinya, antara lain:
Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa
besar dan giat.
Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu
Konstantinopel.
Pada tititk temu antara Asia dan Eropa
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik
yang dilakukan oleh para penguasa Turki Usmani sangatlah baik,
serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil,
sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan
mempertahankan kerajaan Turki Usmani.
Kemunduran Kerajaan Usmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566) M, kerajaan
Turki Usmani mulai mengalami fase kemunduranya. Akan tetapi,
sebagai kerajaan yang besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung
terlihat. Keraajaan ini mengalami masa kehancuran pada abad ke-19
M7.
7Thohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2004), hlm. 170.
Ada pun faktor yang menyebabkan kerajaan ini hancur, yaitu:
Wilayah kekuasaan yang sangat luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang sangat
luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres.
Dipihak lain, para penguasa sangat berambisi menguasai
wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang
terus-menerus dengan berbagai bangsa.
Heterogenitas penduduk.
Sebagai kerajaan yang besar, Turki Usmani menguasai
wilayah yang amat luas, dan wilayah yang luas itu dikuasai
oleh penduduk yang sangat beragam baik dari segi agama,
ras, etnis, adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang
beragam dan tersebar diwilayah yang luas diperlukan suatu
organisasi pemerintahan yang teratur. Tanpa didukung oleh
administrasi yang baik, kerajaan Usmani hanya akan
menanggung beban yang berat akibat heterogenisasi.
Perbedaan bangsa dan agama sering kali melatar belakangi
terjadinya pemberontakan dan peperangan.
Kelemahan para penguasa.
Budaya pungli.
Pemberontakan tentara Jenissari.
Merosotnya ekonomi.
Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi. Hal
ini dikarenakan kerajaan Usmani kurang berhasil dalam
pengembangan ilmu dan teknologi, dan hanya mementingkan
pengembangan kekuataan militer.8
B. Kerajaan Safawi di Persia
8 Ibid. Hlm 171
Kemenangan AK Koyunlu tahun 1476 M terhadap Kara Koyunlu,
membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai
rival politik oleh AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan selanjutnya. Padahal,
sebagaimana telah disebutkan, Safawi adalah sekutu AK Koyunlu. AK Koyunlu
berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan dinasti Safawi.
Kepemimpinan gerakan Safawi, selanjutnya berada di tangan Ismail,
yang saat itu masih berusia tujuh tahun. Selama lima tahun Ismail beserta
pasukannya bermarkas di Gilan, mempersiapkan kekuatan dan mengadakan
hubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Syria dan Anatolia. Pasukan
yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret merah).
Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash menyerang
dan mengalahkan AK Koyunlu di Sharur, dekat Nakhehivan. Pasukan ini terus
berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan
berhasil merebut serta mendudukinya. Di kota ini Ismail memproklamasikan
dirinya sebagai raja pertama dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I. Ambisi
politik mendorongnya untuk terus mengembangkan sayap menguasai daerah-
daerah lainnya, seperti ke Turki Usmani. Namun Ismail bukan hanya
menghadapi musuh yang sangat kuat, tetapi juga sangat membenci golongan
Syi’ah. Peperangan dengan Turki Usmani terjadi pada tahun 1514 M di
Chaldiran, dekat Tabriz. Karena keunggulan Organisasi militer kerajaan
Usmani, dalam peperangan ini Ismail I mengalami kekalahan, malah Turki
Usmani di bawah pimpinan Sultan Salim dapat menduduki Tabriz. Kerajaan
Safawi terselamatkan dengan pulangnya Sultan Usmani ke Turki karena terjadi
perpecahan di kalangan militer Turki di negerinya.
Kekalahan tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri
Ismail. Akibatnya kehidupan Ismail I berubah. Ia lebih senang menyendiri,
menempuh kehidupan hura-hura dan berburu. Keadaan ini menimbulkan
dampak negative bagi kerajaan Safawi. Rasa permusuhan dengan kerajaan
Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail. 9
9 P.M. Holt, dkk, (ed), The Cambridge History of Islam, vol. I A,(London:Cambridge University
Press, 1970), hlm 396.
Peperangan-peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali
pada zaman pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M),
dan Muhammad Khudabanda (1577-1587 M). Pada masa tiga raja tersebut,
kerajaan Safawi dalam keadaan lemah.
Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
a. Isma’il I (1501-1524 M)
b. Tahmasp I (1524-1576 M)
c. Isma’il II (1576-1577 M)
d. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
e. Abbas I (1587-1628 M)
f. Safi Mirza (1628-1642 M)
g. Abbas II (1642-1667 M)
h. Sulaiman (1667-1694 M)
i. Husein I (1694-1722 M)
j. Tahmasp II (1722-1732 M)
k. Abbas III (1732-1736 M).
1. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi memprihatinkan ini baru bisa diatasi setelah raja Safawi kelima,
Abbas I, naik tahta. Ia memerintah dari tahun 1588 sampai dengan 1628 M.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam rangka memulihkan
kerajaan Safawi ialah:
Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan
Safawi.
Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani. Untuk
mewujudkan perjanjian ini, Abbas I terpaksa harus menyerahkan
sebagian wilayah-wilayahnya, dan perjanjian-perjanjian yang sudah
disepakati.10
Usaha-usaha yang dilakukan Abbas I tersebut berhasil membuat
kerajaan Safawi kuat kembali. Setelah itu, Abbas I mulai memusatkan
10 Ibid. Hlm 397
perhatiannya ke luar dengan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah
kekuasaannya yang hilang. Pada tahun 1598 M, ia menyerang dan
menaklukkan Heart. Dari sana, ia melanjutkan serangan merebut Marw dan
Balkh. Setelah kekuatan terbina dengan baik, ia juga berusaha mendapatkan
kembali wilayah kekuasaanya dari Turki Usmani. Rasa permusuhan antara
dua kerajaan yang berbeda aliran agama ini memang tidak pernah padam
sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah
kekuasaan kerajaan Usmani itu. Pada tahun 1602 M, di saat Turki Usmani
berada dibawah Sultan Muhammad III, pasukan Abbas I menyerang dan
berhasil menguasai Tabriz, Sirwan dan Baghdad. Sedangkan kota-kota
Nakhchivan, Erivan, Ganja dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M.
selanjutnya, pada tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut
kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gurmun menjadi pelabuhan
Bandar Abbas.
Secara politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam
negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali
wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja
sebelumnya.
Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di
bidang politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak
kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut:
a. Bidang Ekonomi
Stabilitas politik kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata
telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih
setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun di
ubah menjadi Bandar Abbas.11
b. Bidang Ilmu Pengetahuan
11 Syukur Fatah, Sejarah Peradaban Islam, PT. Pustaka Rizki Pustaka, 2009, hlm.97
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang
berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada
masa kerajaan Safawi tradisi keilmuan ini terus berlanjut.
c. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan ini telah berhasil mencipatakan Isfahan,
ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota
tersebut, berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah seperti
masjid-masjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan
raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun, kota Isfahan
juga diperindah dengan taman-taman wisata yang di tata secara
apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 mesjid, 48
akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam
gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada
mesjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan mesjid Syaikh
Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M.
Demikianlah, puncak kemajuan yang dicapai oleh
kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak
menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini
menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani
oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer.
Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik,
kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban
Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu
pengetahuan, peninggalan seni dan gedung-gedung bersejarah.12
2. Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
12 Hamka, Sejarah Umat Islam, III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 71.
Sepeninggal Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam
raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman
(1667-1694 M), Husain (1694-1722), Tahmsap II (1722-1732 M), dan
Abbas III (1733-1736 M). pada masa raja-raja tersebut, kondisi kerajaan
Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Safi Mirza cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia
sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat
pencemburunya. Kemajuan yang pernah dicapai oleh Abbas I segera
menurun. Kota Qandahar (sekarang termasuk wilayah Afghanistan) lepas
dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal yang ketika
itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh
kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras
sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan
wazir-wazirnya, pada masa kota Qandahar dapat direbut kembali.
Sebagaimana Abbas II, sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertidak kejam
terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa
bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim.
Pengganti sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama
Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran
Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan,
sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti
Safawi.
Salah seorang putra Husein, bernama Tahmsap II, dengan dukungan
penuh suku Qazar dan Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang
sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad.
Pada tahun 1726 M Tahmsap II bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku
Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang menduduki
Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang berkuasa di Isfahan digempur
dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729 M.13
13 Ibid. Hlm 72
Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian, dinasti
Safawi kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M Tahmsap II
dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh Abbas III (anak Tahmsap II)
yang ketika itu masih sangat kecil. Empat tahun setelah itu, tepatnya, 8
Maret 1736, Nadir Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan
Abbas III. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
Diantara sebab-sebab kemunduran kehancuran kerajaan Safawi ialah:
a. Konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Bagi kerajaan
Usmani, berdirinya kerajaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan
ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya.
b. Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan
Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut.
c. Karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I
tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
d. Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga istana.
C. Kerajaan Mughal Di India
1. Asal Usul Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan
safawi. Di antara kerajaan besar islam tersebut, kerajaan munghal adalah
kerajaan yang termuda. Penaklukan wilayah India dilakukan oleh pasukan
Umayyah yang di pimpin oleh panglima Muhammad ibn Qasim. Kerajaan
Mughal didirikan oleh Zainuddin Muhammad Babur (1482-1530 M).
Seorang keturunan Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza adalah
penguasa Farghana, sedangkan ibunya keturunan Jenghis Khan. Ia berhasil
munguasai Punjab dan berhasil menundukkan Delhi, sejak saat itu ia
memproklamirkan berdirinya kerajaan Mughal14.
14 Syukur Fatah , Sejarah Peradaban islam, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hal 143.
Proklamasi 1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari
Rajput dan Rana Sanga didukung oleh para kepala suku India tengah dan
umat Islam setempat yang belum tunduk pada penguasa yang baru itu,
sehingga ia harus berhadapan langsung dengan dua kekuatan sekaligus.
Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret 1527 M di
Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput jatuh ke
dalam kekuasaannya.
Penguasa Mughal setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih
dikenal dengan Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M), puteranya sendiri.
Sepanjang pemerintahanya tidak stabil, karna banyak terjadi perlawanan dari
musuh-musuhnya.Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher
Khan di Kanauj. Dalam pentempuran ini Humayun mengalami kekalahan.
Humayun melarikan diri ke Kandahar dan selanjutnyake Persia. Di persia ia
menyusun kembali tentaranya. Kemudian, ia menyerang musuh-musuhnya
dengan bantuan raja Persia, Tahmasp. Hamayun dapat mengalahkan Sher
Khan Shah setelah hampir 15 tahun berkelana meninggalkan Delhi. Pada
tahun 1555 M, ia kembali ke India dan menduduki tahta mughal. Pada 1556
M ia Humayun meninggal dunia.
2. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan
Perluasan wilayah. Ia berhasil menguasai Chundar, Ghond,
Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal,
Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar,
dan Asirgah. Dan konsolidasi kekuatan. Usaha ini
berlangsung hingga masa pemerintahan Aurangzeb.
Menjalankan roda pemerintahan secara militeristik.
Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar
(kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh Faujdar
(komandan). Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang
kepangkatan yang bercorak kemiliteran. Pejabat-pejabat itu
memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran15
15 Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Pesada, 2011), hlm 149
Akbar menerapkan politik toleransi universal (sulakhul).
Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama.
Mereka tidak dibedakan karena perbedaan etnis dan agama.
Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah
dipraktekkan oleh penguasa Islam.
Pada Masa Akbar terbentuk landasan institusional dan
geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh
elit militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari
pembesar-pembesar Afghan, Iran, Turki, dan Muslim Asli
India. Peran penguasa di samping sebagai seorang panglima
tentara juga sebagai pemimpin jihad.
Para pejabat dipindahkan dari sebuah jagir kepada jagir
lainnya untuk menghindarkan mereka mencapai interes yang
besar dalam sebuah wilayah tertentu. Jagir adalah sebidang
tanah yang diperuntukkan bagi pejabat yang sedang berkuasa.
Dengan demikian tanah yang diperuntukkan tersebut jarang
sekali menjadi hak milik pejabat, kecuali hanya hak pakai.
Wilayah imperium juga dibagi menjadi sejumlah propinsi dan
distrik yang dikelola oleh seorang yang dipimpin oleh pejabat
pemerintahan pusat untuk mengamankan pengumpulan pajak
dan untuk mencegah penyalahgunaan oleh kaum petani.
Bidang Ekonomi
Terbentuknya sistem pemberian pinjaman bagi usaha
pertanian.
Adanya sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk
mengumpulkan hasil pertanian dan melindungi petani. Setiap
perkampungan petani dikepalai oleh seorang pejabat lokal,
yang dinamakan muqaddam atau patel, yang mana
kedudukan yang dimilikinya dapat diwariskan,
bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan
penghasilan dan menghindarkan tindak kejahatan. 16
16 Ibid. Hlm 149
Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas tanah dan hak
mewariskannya, tetapi mereka juga terikat terhadapnya.
Sistem pengumpulan pajak yang diberlakukan pada beberapa
propinsi utama pada imperium ini. Perpajakan dikelola sesuai
dengan system zabt. Sejumlah pembayaran tertentu
dibebankan pada tiap unit tanah dan harus dibayar secara
tunai. Besarnya beban tersebut didasarkan pada nilai rata-rata
hasil pertanian dalam sepuluh tahun terakhir. Hasil pajak
yang terkumpul dipercayakan kepada jagirdar, tetapi para
pejabat lokal yang mewakili pemerintahan pusat mempunyai
peran penting dalam pengumpulan pajak. Di tingkat
subdistrik administrasi lokal dipercayakan kepada seorang
qanungo, yang menjaga jumlah pajak lokal dan yang
melakukan pengawasan terhadap agen-agen jagirdar, dan
seorang chaudhuri, yang mengumpulkan dana (uang pajak)
dari zamindar.
Perdagangan dan pengolahan industri pertanian mulai
berkembang. Pada asa Akbar konsesi perdagangan diberikan
kepada The British East India Company (EIC) Perusahaan
Inggris-India Timur untuk menjalankan usaha perdagangan di
India sejak tahun 1600. Mereka mengekspor katun dan busa
sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah
dan mengimpor perak dan jenis logam lainnya dalam jumlah
yang besar.
Bidang Agama
Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan
Mughal mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada
masa itu Akbar memproklamasikan sebuah cara baru dalam
beragama, yaitu konsep Din-i-Ilahi. Karena aliran ini Akbar
mendapat kritik dari berbagai lapisan umat Islam. 17
17 Italic. Hlm 150
Bahkan Akbar dituduh membuat agama baru. Pada
prakteknya, Din-i-Ilahi bukan sebuah ajaran tentang agama
Islam. Namun konsepsi itu merupakan upaya mempersatukan
umat-umat beragama di India. Sayangnya, konsepsi tersebut
mengesankan kegilaan Akbar terhadap kekuasaan dengan
simbol-simbol agama yang di kedepankan. Umar Asasuddin
Sokah, seorang peneliti dan Guru Besar di Fakultas Adab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyamakan konsepsi Din-
i-Ilahi dengan Pancasila di Indonesia. Penelitiannya
menyimpulkan, “Din-i-llahi itu merupakan (semacam
Ideologi/dasar pemerintahan Akbar) dan Pancasilanya bagi
bangsa Indonesia.
Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap
pengembangan Islam, seperti pada daerah Benggal, Islam
langsung disambut dengan tangan terbuka oleh penduduk
terutama dari kasta rendah yang merasa disia-siakan dan
dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh
Parsi sangat kuat, hal itu terlihat dengan digunakanya bahasa
Persia menjadi bahasa resmi Mughal dan bahasa dakwah,
oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan budaya
India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang
dikembangkan oleh Dinasti Mughal.
Berkembangnya aliran keagamaan Islam di India. Sebelum
dinasti Mughal, muslim India adalah penganut Sunni fanatik.
Tetapi penguasa Mughal memberi tempat bagi Syi’ah untuk
mengembangkan pengaruhnya.
Pada masa ini juga dibentuk sejumlah badan keagamaan
berdasarkan persekutuan terhadap mazhab hukum, tariqat
Sufi, persekutuan terhadap ajaran Syaikh, ulama, dan wali
individual. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syi’i.18
18 Munir Amin Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Amzah.Jakarta : 2010. hlm. 190
Pada masa Aurangzeb berhasil disusun sebuah risalah hukum
Islam atau upaya kodifikasi hukum Islam yang dinamakan
fatwa Alamgiri. Kodifikasi ini menurut hemat penulis
ditujukan untuk meluruskan dan menjaga syari’at Islam yang
nyaris kacau akibat politik Sulakhul dan Din-i- Ilahi.
Bidang Seni dan Budaya
Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat yang
mengandung pesan kebajikan manusia gubahan Muhammad Jayazi,
seorang penyair istana. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini
Akbari yang berisi sejarah Mughal dan pemimpinnya.
Kerajaan Mughal termasuk sukses dalam bidang arsitektur. Taj
mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada masanya,
diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Masjid Raya
Delhi di Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat
Kerajaan Mughal, terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami
Quwwatul Islam (1197), makam Iltutmish (1235), benteng Alai
Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375), makam Nashirudin
Humayun, raja Mughal ke-2 (1530-1555). Di kota Hyderabad,
terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur,
berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405).
Taman-taman kreasi Moghul menonjolkan gaya campuran yang
harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.
3. Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Mughal
Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah
sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri.Tanda-
tanda kemunduran sudah terlihat dengan indikator sebagaimana berikut
a) Internal; Tampilnya sejumlah penguasa lemah, terjadinya
perebutan kekuasaan, dan lemahnya kontrol pemerintahan
pusat.19
19 Ibid. Hlm 191
b) Eksternal; Terjadinya pemberontakan di mana-mana, seperti
pemberontakan kaum Sikh di Utara, gerakan separatis Hindu di
India tengah, kaum muslimin sendiri di Timur, dan yang terberat
adalah invasi Inggris melalui EIC.
c) Dominasi Inggris diduga sebagai faktor pendorong kehancuran
Mughal. Pada waktu itu EIC mengalami kerugian. Untuk
menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana,
EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara
ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka
mereka, baik yang beragama Hindu maupun Islam bangkit
mengadakan pemberontakan.
d) Mereka meminta kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang
perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan
kerajaan. Dengan demikian, terjadilah perlawanan rakyat India
terhadap kekuatan Inggris pada bulan Mei 1857 M. Perlawanan
mereka dapat dipatahkan dengan mudah. Inggris kemudian
menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak.
Mereka diusir dari kota Delhi, rumah-rumah ibadah banyak yang
dihancurkan, dan Bahadur Syah, raja Mughal terakhir, diusir dari
istana (1858 M). Dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan
dinasti Mughal di daratan India.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal
mundur dan membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858 M yaitu:
a) Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi
militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau
oleh kekuatan maritim Mughal.
b) Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elite politik, yang
mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
c) Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan
ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik
antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.20
20 Syukur Fatah , Sejarah Peradaban islam, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hal 147
d) Semua pewaris tahta kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang
lemah dalam bidang kepemimpinan. 21
D. Sumbangsih Tiga Dinasti Terhadap Peradaban Islam
Ketiga dinasti ini telah memberikan sumbangan yang besar dalam
perkembangan peradapan Islam. Dalam setiap kebudayaan memiliki empat
tahapan yaitu lahir, tumbuh,runtuh dan silam, tiga Dinasti tersebut telah
melewati konsepsi itu,
Layaknya dinasti besar lainnya, ketiga Dinasti ini mempunyai ciri
khusus penting dan sumbangan khusus bagi peradaban Islam. Dinasti Turki
Usmani terkenal dengan kekuatan militer dan sumbangan qanunnya terhadap
hukum islam. Dinasti Mughal terkenal dengan ajaran agama Ilahinya yang terus
terlihat hingga sekarang di India.Sedangkan Safawi terkenal dengan tarketnya
yang berhasil menjelma menjadi kekuatan politik.
21 Ibid. Hlm 148
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah kemunduran Islam pada masa khalifah Bani Umayyah dan
Kahifah pada masa Bani Abbasiyyah, kekuatan politik Islam mengalami
kemunduran yang sangat drastis. Kemudian, muncullah tiga kerajaan besar
islam, yang mampu mengembalikan kembali kejayaan islam yang semula
runtuh. Ketiga kerajaan yang terkenal itu adalah Dinasti Usmani di Turki,
Dinasti Safawi di Persia dan Dinasti Mughal di India.
Jika dibandingkan dengan masa Islam klasik, kemajuan tiga kerajaan
tersebut tidak spektakuler seperti yang pernah terjadi pada masa formasi Islam.
Baik itu menyangkut dalam bidang intelektual maupun dalam bidang-bidang
yang lain. Bahkan dalam beberapa hal, bangunan keilmuan yang pernah
terbangun pada masa sebelumnya dianggap bid’ah, misalnya filsafat.
Faktor penyebab kemunduran atau keruntuhan 3 Dinasti Besar.
Keruntuhan tiga kerajaan islam ini umumnya ditandai oleh konflik dalam
kalangan keluarga kerajaan yang saling berebut kekuasaan. Hal ini
mengakibatkan sistem pemerintahan dan keluasan wilayah yang telah berhasil
dibangun pada masa sebelumnya menjadi tidak berarti lagi karena para
penerusnya lebih sibuk untuk saling merebut kekuasaan dari tangan keluarganya
sendiri.
Lalu masalah ekonomi juga sangat berperan, seperti misalnya kedatangan
Inggris di Mughal sangat memepengaruhi kehidupan ekonomi sitana yang apada
ujungnya malab bergantung kepada Inggris. Demikian pula di Turki Usmani,
sikap boros dan hidup kemewahan berbanding lurus dengan kekalahan demi
kekalahan yang dialami pasukan yenisari sehingga membuat kas negara
berwarna merah karena tak mendapatkan ghanimah maupun wilayah baru.
Sistem politik juga sangat mempengaruhi, di Safawi misalnya kebijakan
memaksakan madzhab syi’ah membuat secara politik orang-orang sunni tidak
senang dan akhirnya justru memberontak melepaskan diri dari kekuasaan
Safawi dan bahkan Sunni melalui suku Afgan berhasil menguasai wilayah
safawi.
Ambisi perluasan wilayah juga mengakibatkan kehancuran turki itu
sendiri karena tenyata semangat juang Yenisari tidak lagi sekuat dulu. Demikian
juga Ghulam di Safawi tidak memiliki semangat seperti Qizilbash, demikian
pula generasi Qizilbash selanjutnya tidak seperti generasi Qizilbash terdahulu.
Semenatara aliasi Islam Hindu di Mughal tidak mampu memukul mundur
inggris.
Kelemahan teknologi yang sangat mencolok membuat perlawanan di
Mughal maupun usaha mempertahankan diri oleh Turki Usmani mengalami
kegagalan karena bangsa eropa pada saat itu telah memiliki perangkat perang
yang selangkah lebih maju dibandingkan dengan yang dimiliki oleh dua
kerajaan tersebut.
2. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan
yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh
dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami
harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajid, Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2004), hlm. 170.
Amin Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Amzah.Jakarta : 2010. hlm. 187, 190.
Badri yatim. Sejarah Peradaban Islam (Cet. II; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008). Hlm. 129, 149.
Busman Edyar, Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, Pustaka Asatruss,
2009). hlm. 140.
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, PT. Pustaka Rizki Pustaka, 2009, hlm.90,97,
147.
Hamka, Sejarah Umat Islam, III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 71.
P.M. Holt, dkk, (ed), The Cambridge History of Islam, vol. I A,(London:Cambridge
University Press, 1970), hlm 396.