Bab 1 2006ain

download Bab 1 2006ain

of 5

description

n

Transcript of Bab 1 2006ain

  • 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah

    satu penyakit yang ditakutkan oleh masyarakat. Penyakit ini sudah ada sejak tahun

    1968. Penyakit ini disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini

    menyebar ke seluruh negeri dan tidak mengenal status pola hidup baik di

    pedesaan maupun di perkotaan. Hingga sekarang DBD merupakan salah satu

    masalah kesehatan di Indonesia yang makin lama makin bertambah penderitanya

    dan terus meningkat serta meluas daerah penyebarannya serta menimbulkan

    kejadian Luar Biasa (KLB). Angka kesakitan pada tahun 1990 adalah 12.7 per

    100.000 penduduk, pada tahun 1994 angka kejadian menurun menjadi 9.72 per

    100.000 dan pada tahun 1995, 1996 kejadiannya meningkat kembali menjadi 18.5

    dan 23.22 per 100.000 penduduk. Peningkatan kejadian ini kemungkinan besar

    karena semakin luasnya wilayah terjangkit. Dari hasil pengamatan menunjukkan

    bahwa terjadi peningkatan yang luar biasa kasus demam berdarah

    (Muchlastriningsih dkk, 2001).

    Penyebaran penyakit ini sangat terkait dengan habitat dari nyamuk ve ktor

    yang kebanyakan berada di daerah tropis sampai subtropis. Beberapa penelitian di

    Taiwan, Filipina, Indonesia dan Pasifik memperlihatkan bahwa selain nyamuk Ae.

    aegypti (Ae aegypti) dan Ae. albopictus, virus juga ditularkan oleh Ae.

    polynesiensis dan Ae. scutellaris. Pandemi DBD mulai timbul di Asia pada masa

    perang dunia kedua. Perang menghancurkan ekologi dan me ngubah demografi,

    sehingga mengakibatkan meningkatnya transmisi dengue dari nyamuk Aedes ke

    manusia. Akibat proses urbanisasi besar-besaran di Asia Tenggara, jutaan orang

  • 2

    pindah ke kota untuk mencari makan, perumahan dan pekerjaan. Tidak hanya

    urbanisasi, orang-orang juga mulai sering melakukan migrasi sehingga transmisi

    dengue semakin meluas . Epidemi pertama DBD di Asia Tenggara terjadi di

    Manila, Filipina pada tahun 1954, diikuti oleh epidemi kedua pada tahun 1956.

    Epidemi ketiga terjadi di Bangkok pada tahun 1958 dan aktifitas epidemi terja di

    setiap 3 sampai 5 tahun. Tahun 1995 DBD telah menjadi penyebab utama

    kematian pada anak-anak di berbagai Negara Asia (Gubler 1997).

    Di Indonesia pertama kali DBD masuk di Surabaya pada tahun 1968,

    jumlah penderita 58 orang dengan angka kematian 40%. Setelah itu jumlah kasus

    meningkat dan pada tahun 1999 untuk wilayah DKI menunjukkan dari 3751 kasus

    DBD meninggal 42 orang (1.12%), Jawa Barat dari 1835 orang penderita 47

    orang (2.56%) meninggal. Secara nasional dari 18.939 orang penderita ditemukan

    356 orang (1.88%) meninggal. Pada tahun 1998 angka penderita mencapai 15.425

    dengan 134 orang mengalami kematian dan pada tahun 2004 kejadian terulang

    kembali dengan jumlah penderita 59.321 dengan jumlah kematian 669 (1,13%)

    antara bulan januari sampai Mei. Menurut Tampubolon (1992), jumlah penderita

    DBD meningkat pada bulan-bulan musim hujan dan akan menurun pada musim

    kemarau. Penyebaran nyamuk vektor di daerah perkotaan adalah berhubungan

    dengan lingkungan hidup dan kondisi perumahan, dengan distribusi paling tinggi

    di perumahan kumuh dan Ae. albopictus banyak ditemukan di daerah terbuka

    yang ada tumbuh-tumbuhan (Chan et al. 1972).

    Semua nyamuk mengalami metamorfosis sempurna dari mulai telur, larva,

    pupa hingga menjadi nyamuk dewasa. Dalam hidupnya larva dan pupa

    memerlukan air untuk kehidupannya sedangkan pada bentuk telur untuk beberapa

  • 3

    spesies seperti Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu lama tanpa air tetapi harus

    dalam keadaan yang lembab. Dalam tindakan pengendalian vektor penyakit ini

    sudah banyak dilakukan dan cara yang dianggap terbaik adalah dengan cara

    memutus rantai penularan yaitu dengan penggunaan insektisida yang berbahan

    kimia. Cara ini merupakan salah satu cara yang target sebenarnya adalah

    membunuh nyamuk dewasa dan siklus kehidupan masih terjadi karena baik telur

    ataupun larva masih mampu bertahan.

    Sampai sekarang cara pengobatan untuk DBD belum ditemukan dan

    pengobatan yang sudah dilakukan hanya bersifat simptomatis , sedangkan cara

    vaksinasi untuk tindakan pencegahan, pada saat sekarang ini baru mulai

    dikembangkan dan hasilnya belum jelas. Cara pencegahan yang tepat guna adalah

    dengan cara menekan perkembangan dari vektor. Cara yang dianjurkan oleh

    DepKes dikenal dengan istilah 3 M yaitu menguras atau menabur larvasida ,

    menutup penampungan air dan mengubur barang-barang bekas. Cara yang

    sudah umum dilakukan adalah dengan insektisida yang aplikasinya menggunakan

    sistem aerosol dengan teknik Ultra Low Volume, Fogging maupun Mist Blower

    dengan berbahan dasar kimia salah satunya adalah malathion. Cara lain yang biasa

    digunakan di rumah tangga adalah dengan cara penggunaan obat nyamuk bakar,

    tissue , oles dan elektronik. Cara pengendalian ini hanya akan berpengaruh pada

    nyamuk dewasa dan banyak mengandung kelemahan dan resiko yang menyangkut

    implementasi dan aplikasinya, sedangkan larva nyamuk sebagai calon nyamuk

    dewasa tidak terbasmi. Mengingat makin maraknya orang menggunakan

    insektisida yang sangat berbahaya, terkait dengan pencemaran lingkungan,

  • 4

    pengaruh terhadap residu dan faktor resikonya terhadap makhluk hidup maka

    dic oba dikembangkan bahan pengendali yang bersifat biologis.

    Pengendalian hayati merupakan suatu teknik pengendalian populasi hama

    pengganggu tumbuhan, hewan ataupun vektor penyakit dengan memanfaatkan

    musuh alami yang ada di alam baik berupa parasit, predator ataupun organisme

    patogen. Teknik pengendalian ini hanya berfungsi untuk menekan perkembangan

    hama, mempunyai toksisitas yang sangat rendah terhadap manusia dan bersifat

    spesifik. Penggunaan teknik pengendalian hayati sudah lama dikenal sebelum

    manusia menggunakan teknik pengendalian dengan menggunakan pestisida

    berbahan kimia dan pada tiga dasawarsa terakhir ini sudah banyak ditinggalkan

    akibat semakin maraknya macam pestisida yang beredar. Dengan menggunakan

    musuh alami ini diharapkan tidak hanya menghilangkan salah satu mata rantai

    tetapi akan mampu menekan perkembangan dari siklus kehidupannya.

    Insektisida merupakan zat yang digunakan untuk memberantas serangga

    yang dianggap merugikan kehidupan manusia. Dari tahun ke tahun formulasi

    insektisida mengalami perkembangan. Umumnya insektisida menggunakan bahan

    kimia sintetik. Penggunaan bahan kimia sebagai insektisida memberikan banyak

    keuntungan tetapi juga sangat membahayakan kehidupan manusia dan

    lingkungan. Penggunaan insektisida kimia secara sembarangan dapat mencemari

    lingkungan. Bahan kimia tersebut sangat sukar untuk diuraikan sehingga

    disinyalir dapat merusak lingkungan, selain itu banyak penelitian yang

    menyebutkan bahwa insektisida kimia dapat mengakibatkan gangguan kesehatan

    manusia misal ter jadinya kanker ataupun keracunan.

  • 5

    Studi pemanfaatan kapang entomopatogen sebagai salah satu agen

    pengendali hayati pada beberapa jenis vektor penyakit sudah banyak dilakukan.

    Kapang Lagenidium giganteum (L. giganteum) merupakan salah satu parasit

    fakultatif dari larva nyamuk dan pada tahun-tahun terakhir ini banyak peneliti

    mencoba untuk menjadikannya sebagai agen pengendali hayati. Ada tiga syarat

    utama yang dapat digunakan untuk mengembangkan agen hayati ini yaitu pertama

    mampu menurunkan populasi, kedua tidak berbahaya atau mengganggu manusia

    dan biota lainnya serta ketiga adalah mampu di produksi dengan mudah dan

    murah.

    Dalam penelitian ini akan dicoba dilakukan isolasi dan identifikasi kapang

    L. giganteum yang berasal dari larva nyamuk yang ada di persawahan di lingkar

    Kampus IPB Darmaga Bogor, mencari media alternatif yang murah dan mudah,

    mempelajari mekanisme infeksinya serta melakukan uji efikasi.

    TUJUAN PENELITIAN

    1. Menemukan kapang entomopatogen L. giganteum asal persawahan di sekitar

    Bogor

    2. Memisahkan siklus reproduksi dan mempelajari mekanisme infeksi dari

    kapang L. giganteum

    3. Menemukan konsentrasi zoospora dan oospora yang mampu menekan

    populasi vektor penyebab DBD

    4. Mendapatkan media yang murah dan mudah untuk produksi zoospora dan

    oospora.