BAB 1 2 3 p.pancasila Materi 2
Transcript of BAB 1 2 3 p.pancasila Materi 2
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia,
terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan
pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila
yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan
kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam
Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia
menentang toleransi. Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang
dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham
lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari
nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa
Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila,
misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh
bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan
berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang
cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang
2
sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak
bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya.
Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Tuhan dan ternyata merupakan
sinar bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup
kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia
Indonesia sehari-hari, dan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan
oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk
kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap
meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan diantaranya :
1. Bagaimanakah pengertian dari filsafat ?
2. Bagaimana rumusan kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem?
3. Bagaimana kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat ?
4. Bagaimana Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan Negara
Republik Indonesia ?
5. Bagaimana inti dari isi sila – sila Pancasila ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat.
3
2. Untuk mengetahui rumusan kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu
sistem.
3. Untuk mengetahui kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat.
4. Untuk mengetahui Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan
Negara Republik Indonesia.
5. Untuk mengetahui inti dari isi sila – sila Pancasila.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Dapat memahami pengertian dari filsafat.
2. Dapat memahami rumusan kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem.
3. Dapat memahami kesatuan sila – sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat.
4. Dapat memahami Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi Bangsa dan
Negara Republik Indonesia.
5. Dapat memahami inti dari isi sila – sila Pancasila.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Dalam pengertian umum, filsafat diartikan sebagai pengetahuan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Teori yang mendasari
adalah alam pikiran atau kegiatan, ilmu yang berisi logika, estetika, metafisika, dan
epistemologis.
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi”
adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan
sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia,
cinta) dan “sophia” (kearifan). Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau
kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti
merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa
menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai
pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah orang yang mencintai
kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari
dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof
mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat
(berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil
berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau
setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Berikut adalah beberapa pengertian filsafat dari ahli:
1. Plato (472 – 347) : filsafat yaitu ilmu pengetahuan yang mencapai kebenaran
yang asli.
5
2. Aristoteles : filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, politik,
dan estetika.
3. Socrates (469 -399 SM) : filsafat adalah peninjauan dalam diri yang bersifat
reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan adil dan
bahagia.
Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat di-
kelompokan menjadi dua macam, antara lain:
1. Filsafat sebagai produk yang mencangkup pengertian, filsafat sebagai jenis
pengetahuan dan konsep. Serta filsafat sebagai suatu jenis problema yang
dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat.
2. Filsafat sebagai suatu proses yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam
bentuk suatu aktivitas berfilsafat, menggunakan cara atau metode tertentu
sesuai objeknya (Kaelan, 2004: 56-57).
Adapun pengertian filsafat menurut para filosof :
1. Prof. Drs. Notonagoro, SH: filsafat adalah pengetahuan atau ilmu pengetahuan
yang mencari dan mempelajari yang ada (ontologi) dan hakekat yang ada
(metafisika) dengan perenungan (kontemplasi) yang mendalam (radikal) sampai
menemukan substansinya.
2. Soekarno, menafsirkan bahwa filosofis adalah Philosophie Gronslaag atau
fundamen filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang
merupakan filsafat asli Indonesia, diambil dari budaya dan tradisi Indonesia.
3. Soeharto: filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya, dan
diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling
benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa
Indonesia.
Cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut :
1. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi dibalik
6
fisis, yang meliputi bidang-bidang ontologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologis, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan.
3. Metodelogi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan.
4. Logika, yang berkaitan dengan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus
dan dalil berfikir yang benar.
5. Etika, yang berkaitan dengan moralitas dan tingkah laku manusia.
6. Estetika, yang berkaitan dengan persoalan keindahan (Kaelan, 2004: 57).
2.2 Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
2.2.1Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Pada hakikatnya, Pancasila terdiri atas sila-sila kesatuan yang tak terpisahkan
(komprehensif integralistik) (Djanarko, tanpa tahun: 6). Secara filosofis, kesatuan
sila-sila Pancasila bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia. Hakikat
ontologis manusia ini berupa hakikat manusia monopluralis. Hakikat manusia
monopluralis terdiri atas hakikat susunan kodrat manusia (rohani dan jasmani),
hakikat sifat kodrat manusia (unsur individu dan sosial), hakikat kedudukan kodrat
manusia (mahluk yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan).
Unsur-unsur yang ada dalam hakikat manusia monopluralis adalah satu kesatuan
yang bersifat organis dan harmonis. Antar unsur dalam hakikat manusia monopluralis
jika bersatu akan menjadi: Pertama, monodualistik (jiwa-raga), dua hal yang berbeda
tetapi merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Kedua, dialektis (individu-
sosial), kesatuan dari tesa (pendapat) dan antitesa. Ketiga, sintesa paradoksal
(manusia berdiri sendiri-manusia sebagai mahluk Tuhan). Akan tetapi, jika
bertentangan akan menjadi dualistik kontradiktif. Artinya, dua hal yang berbeda,
saling bertentangan, dan saling mengalahkan. Sesuatu yang kalah akan tenggelam dan
yang menang akan semakin tampak. Sila-sila Pancasila itu adalah perwujudan hakikat
manusia monopluralis. Hakikat kesatuan manusia monopluralis bersifat organis
sehingga sifat ini juga yang terdapat dalam sila-sila Pancasila.
7
Pancasila juga menunjukkan susunannya adalah majemuk tunggal, sehingga
semua sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bersifat organis. Organis yang
dimaksud terdiri atas bagian-bagian (sila-sila) yang tidak terpisahkan. Dalam hal
kesatuannya itu, masing-masing bagian (sila) mempunyai kedudukan dalam fungsi
tersendiri. Meskipun demikian, fungsi yang berbeda tersebut tidaklah boleh
bertentangan, tetapi hendaknya saling melengkapi, dan bersatu untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan kata lain, semua bagian (sila) adalah hal yang penting dan tidak
boleh ada yang diabaikan.
2.2.2 Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Konsep piramidal digunakan untuk menyatakan hubungan sila-sila Pancasila
mengenai tingkat urutannya. Tingkat urutan yang dimaksud meliputi urutan luas dan
isi sifatnya. Susunan sila-sila menunjukan suatu rangkaian tingkat (gradual) dalam
luas dan isi sifatnya. Kesatuan sila-sila Pancasila memiliki susunan yang hierarkhis
piramidal. Artinya sila pertama berperan sebagai basis (landasan) dari sila
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Secara ontologis, hakikat sila-sila Pancasila berdasarkan pada landasan sila-sila
sebagai berikut: Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil (Notonagoro, 1975: 49, dalam
Kaelan, 2004: 59). Menurut Drs. Lasiyo dan Drs. Yuwono dalam bukunya Pancasila
Pendekatan Secara Kefilsafatan menyebutkan bahwa a) hakikat Tuhan (sebagai sebab
pertama/causa prima), b) hakikat manusia (berdasarkan konsep manusia
monopluralis), c) hakikat satu (tak dapat dibagi dan terpisahkan), d) hakikat rakyat
(keseluruhan jumlah dari semua warga dalam negara), e) hakikat adil (pemenuhan
hak dan kewajiban dalam kehidupan manusia).
2.2.3 Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
Saling Mengkualifikasi
Pancasila sebagai dasar filsafat negara merupakan satu kesatuan, tersusun atas
berbagai bagian yang tidak saling bertentangan. Di dalam setiap sila Pancasila
8
mengandung sila lainnya. Dalam hal ini, terdapat hubungan saling mengkualifikasi.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Begitu seterusnya dengan sila yang lainnya.
Hubungan yang runtut dan koheren, juga tercermin dalam susunan Pancasila yang
menurut Notonagoro bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal (Suhadi, 1980: 14
dalam Sutrisna, 2006: 67). Artinya kelima sila Pancasila tersebut menunjukkan satu
rangkaian bertingkat yang tidak boleh dibolak-balik. Hal ini menunjukkan rangkaian
tingkat dalam luas dan isi sifatnya. Jadi, setiap sila yang ada di belakang sila lainnya,
memiliki cakupan yang lebih sempit tetapi lebih banyak isi sifatnya.
2.3 Kesatuan Sila-Sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila pancasila pada dasarnya bukanlah merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar
epistomologis serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Secara filosofis,
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistomologis, dan dasar aksiologis.
2.3.1 Dasar Antropologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila terdiri atas lima sila yang tidak dapat berdiri sendiri melainkan
memiliki satu kesatuan ontologis. Dasar ontologis Pancasila adalah manusia yang
memiliki hakikat monopluralis sehingga hakikat dasar ini bisa disebut sebagai dasar
antropologis. Subjek pendukung utama sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang
berkeadilan sosial pada hakikatnya adalah manusia.
Sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila Pancasila dalam hal isinya
menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat dan berbentuk piramidal yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
9
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila kedua,
ketiga, keempat dan kelima. Sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab didasari
dan dijiwai oleh sila pertama, mendasari dan menjiwai sila ketiga, sila keempat dan
sila kelima. Sila ketiga persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan
sila kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan sila kelima. Sila keempat
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan didasari dan dijiwai oleh sila pertama, sila kedua, dan
sila ketiga. Mendasari dan menjiwai sila kelima. Sila kelima keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh keempat sila di atasnya (Sunarjo,
2009: 14).
2.3.2 Dasar Epistemologis Sila-Sila Pancasila
Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, cita-cita, menjadi
suatu ideologi. Oleh karena itu, Pancasila harus memiliki unsur rasional terutama
dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan. Terdapat tiga permasalahan yang
mendasar dalam epistemologis yaitu: tentang sumber pengetahuan manusia, tentang
teori kebenaran pengetahuan manusia, dan tentang watak pengetahuan manusia
(Titus, 1984: 20 dalam Kaelan, 2004: 67).
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah
sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila. Sumber pengetahuan
Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang merupakan bangsa yang memiliki
nilai-nilai adat istiadat dan nilai religius tersendiri dan tidak berasal dari bangsa lain.
Susunan Pancasila sebagai sistem pengetahuan bersifat formal logis, baik dalam arti
susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan
sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal. Susunan isi arti
Pancasila meliputi: isi arti Pancasila yang umum universal, umum kolektif dan
khusus serta konkret (Kaelan, 2004: 67-68).
Pancasila mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan
pengetahuan manusia yang bersifat positif. Manusia pada dasarnya adalah mahluk
10
Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologis
Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Pancasila juga
mengakui kebenaran konsensus dalam hal kaitannya dengan sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan sosial.
2.3.3 Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bisa dikatakan merupakan suatu
kesatuan. Hal ini dikarenakan sila-sila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu
kesatuan dasar aksiologisnya. Secara aksiologis, bangsa Indonesia adalah pendukung
nilai-nilai Pancasila.
Max Sscheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak
sama tingginya . Nilai-nilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan yang
lebih rendah bilamana dibandingkan yang satu dengan yang lainnya. Menurut tinggi
rendahnya nilai dapat di kelompokan menjadi empat yaitu :
Nilai –nilai Kenikmatan . Nilai nilai ini berkaitan dengan indra manusia
sesuatu yang mengenakan dan tidak menggenakan dalam kaitannya dengan
indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
Nilai- nilai Kehidupan . Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai – nilai yang
penting bagi kehidupan manusia, misalnya kesegaran jasmani, kesehatan ,
serta kesejahteraan umum.
Nilai- nilai Kejiwaan. Dalam tinggkatan ini terdapat nilai –nilai . Nilai nilai
semacam ini antara lain nilai keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni
yang dicapai dalam filsafat.
Nilai- nilai dalam Kerohanian . Dalam hal ini terdapatlah modalitas nilai
dari yang suci . Nilai- nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai- nilai
pribadi ( Driyarkara,1978)
Pandangan dan Tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro dibedakan menjadi
tiga macam yaitu :
Nilai Material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia
Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
11
Nilai Kerohanian yaitu , segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia
yang dapat dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut :
Nilai Kebenaran , yaitu nilai yang bersumber pada akal , rasio, budi atau
cipta manusia.
Nilai Keindahan , yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
Nilai Kebaikan , yaitu nilai yang bersumber pada unsure kehendak
Nilai Religius, yaitu nilai ini berhungan dengan kepercayaan dan keyakinan
manusia.
Menurut Notonagoro bahwa nilai-nilai Pancasila termasuk nilai
kerohanian ,tetapi nilai nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital.
Dengan demikian nilai- nilai Pancasila yang tergolong nilai harmonis yaitu, nilai
material nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, maupun nilai-nilai
kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkhis, dimana sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan
Sosial sebagai tujuannya ( Darmodihardjo,1978).`
Nilai – Nilai pancasila sebagai Suatu Sistem
Hakikat pancasila adalah merupakan nilai ,adapun sebagai pedoman Negara
adalah merupakan norma adapun aktualisasi atau pengalamannya adalah merupakan
realisasi kongrit Pancasila. Subsitansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat
pada, ketuhanan ,kemanusiaan , persatuan , kerakyatan , dan keadilan merupakan
suatu system nilai. Prinsip dasar yang mengandung kualitas, itu merupakan cita-cita
dan harapan atau hal yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia yang akan diwujudkan
menjadi kenyataan yang kongrit dalam kehidupan baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara . Secara demikian ini sesuai dengan isi yang
terkandung dalam Pancasila secara ontologis mengandung tiga masalah pokok dalam
kehidupan manusia yaitu :
Bagaimana seharusnya manusia itu terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Bagaimana seharusnya manusia terhadap dirinya sendiri
Bagaimana seharusnya manusia terhadap manusia lain
12
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lima merupakan cita-cita
harapan ,dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya.
Sejak dulu cita-cita tersebut telah didambakan oleh bangsa Indonesia agar
terwujudnya dalam suatu masyarakat yang gemah riaph loh jinawi, tata tentrem karta
raharja., dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan
perbuatan setiap manusia.
Nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai kerohanian yang
tertinggi adapun nilai-nilai tersebut berturut-turut adalah nilai ketuhanan yaitu
termasuk nilai yang tertinggi karena nilai ketuhanan adalah bersifat mutlak.
Berikutnya adalah sila kemanusiaan ,yaitu sebagai pengkhususan nilai ketuhanan
karena manusia adalah makhluk tuhan sedangkan tuhan adalah causa prima. Adapun
nilai-nilai kenegaraan yang terkandung dalam sila ketiga tersebut adalah berkaitan
dengan kehidupan kenegaraan. Berikutnya adalah nilai-nilai kerakyatan yang didasari
nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,dan nilai persatuan lebih tinggi dan mendasari nilai
keadilan social karena kerakyatan adalah sebagai sarana terwujudnya suatu keadilan
social, barulah kemudian nilai keadilan social adalah sebagai tujuan dari keempat sila
lainnya.
Suatu hal yang pertu diperhatikan yaitu meskipun nilai-nilai yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila berbeda-beda dan memiliki tingkatan serta luas yang berbeda –
beda pula namun keseluruhan nilai tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak
saling bertentangan. Misalnya saja dalam realisasi kenegaraan terutama dalam suatu
peraturan perundang-undangan maka nilai-nilai ketuhanan adalah yang tertinggi dan
bersifat mutlak oleh karena itu hukum positif di Indonesia yang berdasarkan
Pancasila ini tidak dapat bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan.
2.4 Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
2.4.1 Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
13
fundamental, dan menyeluruh. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hierarkhis, dan sistematis (Kaelan, 2004: 75).
Dasar pemikiran filosofisnya adalah Pancasila sebagai filsafat bangsa dan
negara Republik Indonesia mempunyai makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Secara kausalitas, nilai-nilai dari Pancasila tersebut bersifat objektif dan
subjektif. Berikut ini merupakan nilai-nilai dari Pancasila yang bersifat objektif:
Rumusan dari Pancasila menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum
universal dan abstrak.
Nilai-nilai dari Pancasila akan tetap ada dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan juga pada
bangsa lain.
Pancasila memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental
sehingga merupakan sumber hukum yang positif di Indonesia.
Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum sehingga terlekat dalam
kehidupan bangsa Indonesia.
Sedangkan nilai subjektif dari Pancasila tergantung pada bangsa Indonesia itu
sendiri. Nilai-nilai subjektif dari Pancasila tersebut, antara lain:
Nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia melalui hasil pemikiran,
penilaian kritis, dan hasil refleksi filosofis bangsa Indonesia.
Nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia yang
diyakini sebagai sumber nilai kebenaran, kebaikan, dan keadilan serta
kebijaksanaan dalam kehidupan bangsa.
Nilai Pancasila mengandung ketujuh kerokhanian, yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai
religius (Darmodihardjo, 1996 dalam Kaelan, 2004: 77).
Bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila menjadi landasan, dasar, dan
motivasi atas perbuatan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai
14
Pancasila merupakan cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi
sesuatu yang nyata.
2.4.2 Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas
humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja.
Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal tetapi tidak begitu saja dengan mudah
diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai
Pancasila secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai dasar perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata lain, bahwa
Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat
legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis
memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental. Adapun
Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung
empat pokok pikiran yang merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai
Pancasila itu sendiri.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini
merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Negara berkewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
15
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan ditangan rakyat.
Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua.
Keempat pokok pikiran tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sila –
sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai dasar fundamental dalam pendirian negara,
yang realisasinya perlu diwujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal – pasal
UUD 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila
merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di samping itu, nilai-nilai Pancasila juga
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan kenegaraan. Hal itu
ditegaskan dalam pokok pikiran keempat yang menyatakan bahwa negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam penyelenggaraan kenegaraan antara lain operasional
pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-keamanan negara, politik
negara serta pelaksanaan demokrasi negara harus senantiasa berdasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan.
2.5 Inti Isi Sila - sila Pancasila
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya.
Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai – nilai yang memiliki perbedaan antara
satu dengan yang lainnya namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu keatuan
16
yang sistemtis. Untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-
masing sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya mendasari dan menjiwai
keempat sila lainnya. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, polotik
negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang – undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai – nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi kemanusiaan terutama
dalam kaitannya dengan hak-hak dasar kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa
setiap warga negara memiliki kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan
ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah
dijamin dalam Pasal 29 UUD.
b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan
martabat. Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya,
sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai
keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan demikian, sila ini mempunyai
makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani
manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap lingkungannya.
Konsekuansi terhadap nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil
dan beradab ada;ah menjunjung tinggi hatkat dan martabat manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang maha Esa, menjunjung tinggi hak – hak asasi manusia, menghargai atas
kesamaan hak dan derajat tanpa emmbedakan suku, ras, keturunan, status social
17
maupun agama, mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia,
menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan.
c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beranekaragam
menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup
persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan.
Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah
Indonesia yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia
merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan bertujuan
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan
perdamaian dunia yang abadi.
d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam
dalam satu wilayah negara tertentu. Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio
atau pikiran yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan
bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung
jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan
adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan atau
memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan
yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara
melalui lembaga perwakilan. Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa
rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan -
putusan.
18
Sila kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup Negara, maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam
sila keempat adalah:
1. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik terhadap
masyarakat, bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan.
3. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
4. Mengakui atas perbedaan indivisu, kelompok, ras, suku, agama, karena
perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia.
5. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu ,
kelompok,ras, suku maupun agama.
6. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama kemanusiaan yang beradab
7. Menjunjung tinggi asas musyawarah sebagai moral kemanusiaan yang
beradab.
8. Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam kehidupan social agar
tercapainya tujuan bersama.
e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala
bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Dalam sial kelima terkandung nilai
– nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka
didalam sila kelima terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan
bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan
yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan masyarakat, bagsa dan negaranya serta hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensi nilai – nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama
adalah meliputi :
19
1. Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya
dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan
membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam
hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
2. Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara,
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara
3. Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan
lainnya secara timbal balik.
2.6 Studis Kasus
PNS Pemda Lebih Rentan Terpapar Korupsi
Haryo Damardono - KOMPAS.com
Sabtu, 26 Oktober 2013 | 09:49 WIB
JAKARTA, Pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah lebih
berpotensi terpapar kasus korupsi dibandingkan dengan PNS di pemerintah pusat.
Sebagian besar kasus korupsi oleh PNS di pemda juga terjerat karena mengikuti
kehendak pemimpin daerah. Seseorang yang menjadi PNS di pemerintah pusat
peluang korupsinya sebesar 1:1,1. Sementara itu, peluang korupsi PNS di pemda
justru lebih besar, yakni 1:1,6.
”Jadi, berhati-hatilah kepada anak-anak muda supaya tidak terkena korupsi justru
oleh atasannya,” kata Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Agus Santoso, Jumat (25/10), dalam Diskusi DPD soal Suap
Daerah di Jakarta.
Urutan pelaku
20
Menurut Agus, berdasarkan riset PPATK pada tahun 2011, 2012, dan
semester I-2013 dapat diurutkan pelaku-pelaku korupsi. ”Pada urutan pertama justru
anggota staf atau pegawai di pemda, urutan kedua bendaharawan, ketiga baru bupati.
Kemudian, urutan keempat pegawai lagi,” ujarnya.
Agus juga mengingatkan, pemimpin daerah biasanya memanfaatkan birokrasi
untuk korupsi. Karena itu, PNS di pemda perlu lebih waspada. Diingatkan Agus, 67
persen kasus pencucian uang juga pada awalnya merupakan kasus korupsi. ”Dari 67
persen kasus pencucian uang itu, ternyata 54 persennya merupakan kasus korupsi di
lingkungan pemda. Jadi, cocok dengan data kami bahwa PNS pemda itu lebih mudah
terpapar korupsi,” katanya.
Pilkada memicu
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Bali, I Wayan Sudirta, mengatakan,
korupsi di pemda dipicu oleh ketidakberesan dalam pemilihan umum kepala daerah.
”Batasi saja pengeluaran dan sumbangan calon (legislatif) seperti di Amerika. Jadi,
tidak otomatis yang kaya atau yang mendapat banyak sumbangan menjadi kepala
daerah,” kata Wayan Sudirta.
Bila undang-undang memberi peluang korupsi, katanya, pengawasan juga
harus lebih diperketat. ”Nah, masalahnya mana ada, misalnya, Badan Pengawas
Pemilu menangkap calon (legislatif) yang terindikasi melakukan politik uang? Mana
ada seorang petahana yang terkena kasus bantuan sosial? Hal itu tidak pernah kami
temukan,” kata Wayan Sudirta.
Modus korupsi oleh pemda paling banyak juga melibatkan pengadaan barang
dan jasa. ”Harga barang digembungkan, sementara retribusi daerah dipotong. Bila
menyangkut perizinan melibatkan calo,” ujar Agus. Bagaimana mengatasinya? Kata
Agus, harus ditanamkan teknologi-teknologi, seperti e-budgeting dan e-procurement.
”PPATK juga sedang mengusulkan RUU pembatasan transaksi tunai juga transaksi
21
menggunakan valuta asing,” katanya. Melibatkan Kementerian Luar Negeri, PPATK
juga telah menanyakan Pemerintah Singapura terkait keberadaan lembaran uang
10.000 dollar Singapura (setara Rp 85 juta). ”Di Singapura, ini tidak dipakai untuk
transaksi sehari-hari, sementara di Indonesia malah untuk menyuap. Ini maksudnya
apa?” ujarnya.
Baik Wayan Sudirta maupun Agus sepakat suap dan korupsi di pemda harus
segera diatasi. ”Di Jawa itu, merah semua (pernah diketahui ada kasus suap). Ada
juga korupsi di Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Utara, Maluku, dan Sulawesi
Selatan,” ujar Agus. (RYO)
Analisis
Dari permasalahan di atas dapat diambil pokok permasalahannya yaitu PNS
pemda lebih rentan terjerat dalam kasus korupsi dibandingkan denga PNS yang ada di
pusat. Menurut Agus, korupsi yang dilakukan pemda memiliki urutan tertentu.
Modus korupsi yang paling sering digunakan yaitu dalam pengadaan barang dan jasa.
Menurut Wayan Sudirta, korupsi di pemda dipicu oleh ketidakberesan pemilu.
Rentannya PNS pemda terpapar kasus korupsi sebenarnya sangat berkaitan
erat dengan iman para PNS. Semakin kurangnya iman mereka maka dengan mudah
mereka akan ikut terjerat dalam korupsi. Iman sangat berhubungan dengan ketakwaan
terhadap Tuhan beserta ajaran - ajarannya. Mengambil hak orang lain sangat tidak
dibenarkan dalam ajaran agama manapun. Negara Indonesia mengakui adanya Tuhan
yaitu tertuang dalam sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha
Esa. Sehingga kasus korupsi sangat bertentangan dengan sila pertama Pancasila
sebagai filsafat negara. Agar para PNS tidak sampai terlibat dalam korupsi, maka
mereka harus mempunyai iman yang kuat.
Walaupun korupsi di pusat lebih sedikit dibandingkan dengan daerah, masalah
korupsi harus tetap diperhatikan dengan serius. Korupsi tidak hanya menyangkut
22
banyak atau sedikit, tetapi korupsi menyangkut kepentingan orang banyak.
Mengambil hak orang sangat bertentangan dengan pancasila yaitu kemanusiaan yang
adil dan beradab. Hal ini dikarenakan tindakan korupsi adalah tindakan yang tidak
adil juga tidak beradab, mereka tidak memberikan hak kepada orang lain, tidak
berlaku adil dalam menyampaikan amanahnya, serta tidak beradab dengan
mengambil yang bukan haknya adalah sikap serakah tidak perduli kepada sesamanya.
Sikap PNS dalam pengadaan barang dan jasa, yang mengembungkan harga
sementara retribusi daerah dipotong merupakan sikap yang sudah tidak memiliki hati
nurani dan rasa solidaritas antara bangsa Indonesia. Sikap seperti ini dapat
menghambat pemerataan pembangunan bangsa sehingga keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia akan sangat sulit untuk terwujud.
Tindakan korupsi yang dilakukan oleh PNS sebagai abdi masyarakat baik di
daerah maupun pusat dapat menimbulkan berkurangnya kepercayaan masyarakat
kepada PNS itu sendiri. Jika rasa kepercayaan ini sampai hilang maka rasa persatuan
diantara masyarakat dan PNS akan ikut pula hilang. Padahal dalam Pancasila kita
sebagai negara kesatuan republik Indonesia harus bersatu.
Semakin memudarnya nilai – nilai Pancasila yang tertanam dalam beberapa
PNS menyebabkan mereka sampai melakukan tindakan korupsi. Meningkatkan iman,
menghargai hak orang lain dan menjalani kewajiban dengan baik, meningkatkan rasa
persatuan antar bangsa Indonesia, menghargai orang lain, dan berlaku adil perlu
ditanamkan pada diri, dalam hal ini yaitu pada para PNS sebagai abdi masyarakat.
Hal ini diperlukan agar tidak semakin banyak lagi yang terkena kasus korupsi yang
sangat melenceng dari Pancasila sebagai filsafat negara Indonesia.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat diartikan sebagai pengetahuan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada sebab asal dan hukumnya. Rumusan kesatuan sila sila pancasila
sebagai suatu sistem tidak bermaknaa bahwa kelima sila dalam Pancasila
hendaknya saling berhubungan. Saling melengkapi dan merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
bukan hanya bersifat formal logis. Akan tetapi juga meliputi kesatuan dasar
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Pancasila sebagai nilai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara. Walaupun setiap sila dalam Pancasila memiliki makna
yang berbeda, namun inti dari sila - sila Pancasila merupakan suatu kesatuan
yang utuh dan berkaitan satu sama lain.
3.2 Saran
Warga nagara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan
tinggal di negara Indonesia Sebagai warga negara Indonesia haruslah dalam
segala tindakan, perkataan, dan pemikiran haruslah berlandaskan pada falsafah
Pancasila yaitu sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan
24
yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodihardjo Darji, dkk.1996.Pokok – Pokok Filsafat Hukum.Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogjakarta: PARADIGMA
Rindjin, Ketut. 2011. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia dan Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia. UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
Sudarto.1995. Metodologi Penelitian Filssafat.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm