b3 Rotterdam
-
Upload
siti-marwasofa -
Category
Documents
-
view
87 -
download
0
description
Transcript of b3 Rotterdam
TUGAS
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
KONVENSI ROTTERDAM
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Andang Rakhmayanti (082.11.003)2. Anniesha Alqarina Putri (082.12.053)3. Isna Dian Paramitha (082.12.020)4. Linardita Ferial (082.11.024)5. Merrysellina (082.11.028)6. Najwah Faruk (082.11.032)7. Putri Kusumaning (082.12.034)8. Siti Marwasofa (082.12.053)9. Surachman R (082.12.041)10. Vany Diana (082.11.046)11. Febrina T (082.11.050)
Dosen :
Dr. Ir. Dwi Indrawati, M.S
JURUSAN TEKNIK LINGUNGAN
FAKULTAS ARSITEKTUR LANDSEKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
UNIVESITAS TRISAKTI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah ‘surga’ bagi pembuangan
segala jenis limbah berbahaya dan beracun, termasuk bahan kimia dan pestisida
berbahaya tertentu. Tanpa pengawasan maksimal, wilayah lautan Indonesia
rawan menjadi tempat buangan limbah kimia dan pestisida berbahaya, atau
bahan berbahaya lainnya.
Ancaman itu riil karena Indonesia sudah pernah mendapat kiriman limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dari luar negeri. Juni tahun lalu, misalnya Bea
Cukai dan Kementerian Ligkungan Hidup terpaksa harus merekspor kembali 113
kontainer logam bekas asal Inggris yang tercemar limbah B3. Jika tetap dibiarkan
di Indonesia, dampaknya sudah jelas, lingkungan tercemar, dan kesehatan
terganggu. Itulah sebabnya, Pemerintah meratifikasi Konvensi Rotterdam.
Hasil ratifikasi adalah UU No. 10 Tahun 2013 tentang Pengesahan Konvensi
Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan atas Dasar Informasi Awal untuk Bahan
Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu dalam Perdagangan Internasional
(Rotterdam Convention on the Prior Informed Consent Procedure for Certain
Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade). Konvensi ini
melindungi rakyat Indonesia dari dampak negatif perdagangan internasional
bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu. Rezim perdagangan internasional
mengizinkan jual beli limbah B3. Jika tak dikendalikan, negara seperti Indonesia
rawan menjadi sasaran pengiriman limbah. Konvensi Rotterdam mencoba
mengatur agar negara-negara anggota memberikan informasi awal pengiriman
bahan kimia dan pestisida tertentu yang berlebihan.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan mengetahui adanya keterkaitan peraturan di Indonesia dengan hasil Konvensi Rotterdam dan mengetahui keuntungan Konvensi Rotterdam dalam hal pengelolaan dan pengawasan limbah B3.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Konvensi Rotterdam
Perdagangan global dalam bidang industri bahan kimia dan pestisida
berbahaya tertentu yang dikategorikan sebagai bahan berbahaya dan beracun,
saat ini tumbuh pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan perindustrian dan
pertanian. Perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu tetap
berjalan karena memberikan keuntungan dan masih diperlukan terutama oleh
negara berkembang untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
untuk kegiatan industri dan pertanian. Namun, negara berkembang masih
mempunyai kesulitan dalam rangka melakukan pengawasan serta untuk
menentukan bahan kimia dan pestisida yang aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
Keprihatinan terhadap praktik perdagangan bahan kimia dan pestisida
berbahaya tertentu mendorong ditetapkannya dua prosedur yaitu The International
Code of Conduct on Distribution and Use of Pesticides pada Konferensi Food and
Agriculture Organization (FAO) pada tahun 1985, dan The London Guidelines for
the Exchange of Information on Chemicals in International Trade oleh United
Nations Environment Programme (UNEP) Governing Council pada tahun 1987
dan direvisi pada tahun 1989.
Dalam kenyataannya kedua prosedur di atas belum dapat dilaksanakan
secara efektif karena bersifat sukarela dan belum mengatur mengenai tanggung
jawab bersama dan kerja sama dalam perdagangan internasional bahan kimia dan
pestisida berbahaya tertentu. Untuk itu, masyarakat internasional menganggap
perlu adanya suatu komitmen yang mengatur prosedur persetujuan atas dasar
informasi awal dalam perdagangan internasional bahan kimia dan pestisida
berbahaya tertentu yang diwujudkan melalui Rotterdam Convention on the Prior
Informed Consent Procedure for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in
International Trade (Konvensi Rotterdam tentang Prosedur Persetujuan atas
Dasar Informasi Awal untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu
dalam Perdagangan Internasional) yang selanjutnya disebut Konvensi Rotterdam.
2
Indonesia telah menandatangani Konvensi Rotterdam pada tanggal 11
September 1998. Konvensi tersebut mulai berlaku pada tanggal 24 Februari 2004
dan sampai bulan Maret 2012 telah disahkan oleh 146 negara. Konvensi
Rotterdam bertujuan untuk meningkatkan upaya tanggung jawab bersama dan
kerja sama antarnegara dalam perdagangan internasional bahan kimia dan
pestisida berbahaya tertentu untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan
hidup serta untuk meningkatkan penggunaan bahan kimia dan pestisida yang
ramah lingkungan melalui Pertukaran informasi dan proses pengambilan
keputusan ekspor dan impor.
2.2 Materi Pokok Konvensi Rotterdam
Konvensi Rotterdam disusun berdasarkan prinsip bahwa kebijakan
perdagangan dan lingkungan hidup harus saling mendukung dengan maksud
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.Konvensi Rotterdam terdiri atas 30
pasal dan lima lampiran. Materi pokok Konvensi Rotterdam mengatur antara lain:
a) Konvensi ini berlaku untuk bahan kimia yang dilarang atau dibatasi dan
formulasi pestisida yang berbahaya. Konvensi ini tidak berlaku untuk
narkotika dan psikotropika, bahan yang bersifat radioaktif, limbah, senjata
kimia, obat-obatan, bahan kimia sebagai tambahan pangan, pangan, bahan
kimia dalam jumlah yang kemungkinan besar tidak mempengaruhi kesehatan
manusia dan lingkungan apabila bahan tersebut diimpor untuk tujuan
penelitian atau untuk dipergunakan secara perorangan.
b) Penunjukan Otoritas Nasional (Designated National Authorities atau DNA)
yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan fungsi administratif secara
nasional.
c) Kewajiban para pihak terkait dengan impor dan ekspor bahan kimia yang
tunduk pada prosedur pemberitahuan atas dasar informasi awal.
d) Notifikasi ekspor yang wajib diberikan oleh negara pengekspor kepada
negara pengimpor sebelum ekspor pertama pada setiap tahun kalender.
e) Informasi mengenai bahan kimia yang diekspor.
f) Pertukaran Informasi mengenai bahan kimia dan pestisida berbahaya
tertentu, serta bantuan teknis.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Indonesia menandatangani Konvensi Rotterdam pada tanggal 11 September
1998 yang berlaku mulai tanggal 24 Februari 2004. Sampai saat ini telah 149
negara yang meratifikasi Konvensi Rotterdam. Konvensi Rotterdam pada
prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan upaya tanggung jawab bersama dan
kerja sama antarnegara dalam perdagangan internasional bahan kimia dan
pestisida berbahaya tertentu untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan
hidup serta untuk meningkatkan penggunaan bahan kimia yang ramah lingkungan
melalui pertukaran informasi dan proses pengambilan keputusan ekspor dan
impor.
3.1 Keuntungan Konvensi Rotterdam bagi Indonesia
Konvensi Rotterdam disusun berdasarkan prinsip bahwa kebijakan
perdagangan dan lingkungan hidup harus saling mendukung dengan maksud
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Dengan meratifikasi Konvensi
Rotterdam, maka terdapat beberapa keuntungan bagi Indonesia antara lain:
a) Mendorong peran aktif Indonesia dalam pengambilan keputusan dengan
negara pihak untuk menentukan bahan kimia dan pestisida berbahaya
tertentu yang wajib mengikuti prosedur persetujuan atas dasar informasi
awal.
b) Melindungi masyarakat Indonesia dari dampak negatif perdagangan
internasional bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu melalui
pengaturan prosedur persetujuan atas dasar informasi awal sehingga
terhindar dari pemakaian yang berlebihan dan menjadi sasaran dumping
bahan kimia dan pestisida berbahaya dan beracun yang sudah dilarang di
Negara lain sehingga dapat merugikan kesehatan, kecerdasan, dan kualitas
masyarakat Indonesia.
c) Memperkuat regulasi dan kebijakan nasional terkait pengawasan dan
prosedur perdagangan bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu;
4
d) Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan terhadap
kesehatan, keamanan, dan keselamatan lingkungan akibat penggunaan
bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu yang dilarang dan dibatasi.
e) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kompetensi sumber daya
manusia dalam melakukan pengawasan serta kemampuan untuk
pengambilan keputusan impor dan ekspor bahan kimia dan pestisida
berbahaya tertentu.
f) Memperoleh akses untuk melakukan pertukaran informasi secara mudah
mengenai bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu yang dilarang dan
yang dibatasi dari sesama negara pihak.
g) Memperoleh peluang kerja sama dalam hal bantuan pendanaan dan alih
teknologi untuk pengembangan infrastruktur dan kapasitas pelaksanaan
konvensi.
h) Menggalang kerja sama internasional untuk mencegah dan mengawasi
perdagangan ilegal bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu.
i) Mempertegas posisi Indonesia terhadap kesepakatan internasional tentang
pengelolaan bahan kimia beracun yang berwawasan lingkungan termasuk
pencegahan lalu lintas internasional yang ilegal dari produk bahan kimia
berbahaya dan beracun.
3.2 Peraturan di Indonesia Terkait dengan Konvensi Rotterdam
Pemerintah Indonesia telah siap untuk melaksanakan seluruh ketentuan
yang diatur dalam Konvensi Rotterdam. Pemerintah Indonesia telah
mempersiapkan perangkat peraturan, kelembagaan dan sistem manajemen guna
pelaksanaan isi konvensi tersebut. Dari sisi regulasi nasional, Indonesia sudah
mempunyai perangkat peraturan perundang-undangan yang mendukung antara
lain:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan Stockholm
Convention on Persistent Organic Pollutants (Konvensi Stockholm tentang
Bahan Organik Polutan yang Persisten).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.
Dari sisi kelembagaan dan sistem manajemen, Pemerintah sudah menerapkan
prosedur baku ekspor-impor bahan kimia dan pestisida berbahaya yang diatur
berdasarkan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun. Dalam pelaksanaannya sudah melibatkan berbagai instansi pemerintah
antara lain Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bea dan
Cukai, dan lain-lain.
6
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
1. Konvensi Rotterdam mempunyai keuntungan untuk Indonesia dalam
bentuk kebijakan yang terkait dengan pengawasan lingkungan.
2. Konvensi Rotterdam mempunyai keterkaitan dengan peraturan di
Indonesia dalam hal pengelolaan dan pengawasan limbah B3.
3. Konvensi Rotterdam melindungi rakyat Indonesia dari dampak negatif
perdagangan internasional bahan kimia dan pestisida berbahaya tertentu.
7
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Hukum Online. [online] http: // m. hukumonline. com/ pusatdata/ downloadfile/ lt51c15578a45bf/ parent/ lt51c1551a868ed (21 April2014)
Anonim. 2009. Menjaga Lingkungan dengan konvensi Rotterdam. [online] http: // www. hukumonline. com/ berita/ baca/ lt5282d4876a72f/ menjaga-lingkungan - dengan- konvensi - rotterdam ( 21 April 2014)
Anonim.2011. Penjelasan Pemerintah atas Rancangan UU tentang Pengesahan Nagoya Protokol [online]lhttp://www.menlh.go.id/penjelasan-pemerintah-atas-rancangan-uu-tentang-pengesahan-nagoya-protocol-dan-kovensi-rotterdam/ (21 April 2014)
Anonim. 2013. RUU Tentang Konvensi Rotterdam(Prosedur Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Untuk Bahan Kimia dan Pestisida Berbahaya Tertentu Dalam PerdaganganInternasional.[online] http: // www. dpr. go. id/ uu/ appbills/ RUU_ RUU_ Tentang_ Konvensi_ Rotterdam_ (Prosedur_Persetujuan_Atas_Dasar_Informasi_Awal_Untuk_Bahan_Kimia_dan_Pestisida_Berbahaya_Tertentu_Dalam_Perdagangan_Internasional).pdf (21 april 2014)
8