Aw An

5
roses terjadinya awan adalah seperti ini : panas dari matahari akan menyebabkan air dilaut, sungai dan danau menguap. Uap air yang hangat tersebut akan bergerak naik keatas, dan saat uap tersebut naik, uap air mulai menjadi dingin. Hasilnya, uap air tersebut mulai berkondensasi membentuk kembali butiran-butiran air. Kumpulan dari butiran-butiran air dilangit tersebut yang kita kenal sebagai awan. Butiran-butiran air yang makin lama makin membesar akhirnya akan jatuh kembali ke bumi sebagai hujan. Kadangkala, suhu udara yang terlalu dingin membuat butiran-butiran air tersebut membeku membentuk es dan jatuh kembali ke bumi sebagai salju. Secara fisis proses terjadinya awan bisa dijelaskan seperti ini : Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 0C. Akan tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0 0C2. Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 mm – 10 mm. Secara lebih terperinci proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut : - Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 %, yaitu sekitar 78 % kondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan

Transcript of Aw An

Page 1: Aw An

roses terjadinya awan adalah seperti ini : panas dari matahari akan menyebabkan air dilaut, sungai dan danau menguap. Uap air yang hangat tersebut akan bergerak naik keatas, dan saat uap tersebut naik, uap air mulai menjadi dingin. Hasilnya, uap air tersebut mulai berkondensasi membentuk kembali butiran-butiran air. Kumpulan dari butiran-butiran air dilangit tersebut yang kita kenal sebagai awan. Butiran-butiran air yang makin lama makin membesar akhirnya akan jatuh kembali ke bumi sebagai hujan. Kadangkala, suhu udara yang terlalu dingin membuat butiran-butiran air tersebut membeku membentuk es dan jatuh kembali ke bumi sebagai salju.

Secara fisis proses terjadinya awan bisa dijelaskan seperti ini : Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai inti kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut pengintian homogen. Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada suhu dibawah -40 0C. Akan tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti kondensasi maka pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat dibawah 0 0C2.

Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu, asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 mm – 10 mm.

Secara lebih terperinci proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah sebagai berikut : - Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH mencapai 100 %, yaitu sekitar 78 % kondensasi telah dimulai pada inti kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap jenuh melalui pendinginan.

- Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH mendekati 100 %. Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.

- Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20

Page 2: Aw An

mm. Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang dari 90 % maka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm (1000 mm), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).

- Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya.

Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan akan melewati isoterm 0 0C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40 0C bahkan lebih rendah lagi2.

begitulah penjelasanya.

materi referensi:

http://www.ceritakecil.com/ilmu-pengetah…http://dayant.blog.friendster.com/2008/0…

2 tahun lalu

Sekilas tentang aerosol

1. Pengertian

Aerosol didefinisikan sebagai partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara. Partikel aerosol memiliki rentang ukuran mulai dari sekitar 2 nm sampai 100 um. Aerosol terdiri dari sistem dua fasa yang terdiri dari partikel dan gas dimana partikel-partikel tersebut tersuspensi di dalamnya. Oleh karena itu istilah aerosol menunjuk pada campuran yaitu antara partikel dan gas. Partikel debu tanah yang tersuspensi di udara, asap yang keluar dari cerobong pabrik, partikel garam dari percikan air laut, tetes air awan, dan lain-lain sejenisnya merupakan contoh dari aerosol. Dalam beberapa keadaan, aerosol bersifat tidak stabil sehingga sifatnya berubah-ubah terhadap waktu. Namun untuk mengkaji dan mempelajari efeknya terhadap kesehatan, aerosol diasumsikan cukup stabil terutama ketika menghitung beban sistem pernafasan pada waktu berlangsung proses penghirupan udara di sekitarnya. 

Aerosol mempunyai tipe yang berbeda-beda didasarkan pada metode pembangkitan (terbentuknya), ukuran partikel dan partikel padat atau cair. Aerosol dapat dikarakterisasi melalui ukuran, konsentrasi massa atau konsentrasi jumlah (jumlah partikel/m3). Berdasarkan asal sumbernya dikenal adanya bioaerosol, aerosol radioaktif dan aerosol (non radioaktif). Radon merupakan jenis aerosol radioaktif yang harus diwaspadai karena tiga isotop hasil peluruhannya yang berumur pendek (218Po, 214Bi dan 214Pb) apabila terhirup dapat menaikkan

Page 3: Aw An

risiko kanker paru-paru. Di udara partikel dibagi menjadi dua kelompok yaitu partikel kasar (lebih dari 2um) dan partikel halus (kurang dari 2um). Partikel halus dibedakan lagi menjadi partikel super-halus (ultrafine particle, kurang dari 0,1 um) dan virus termasuk dalam kelompok ini. Rentang ukuran partikel dan sifat-sifatnya ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi ukuran partikel dari berbagai jenis sampel. Debu atmosfer mempunyai ukuran lebih dari 0,001 - 1 um, sedangkan asap rokok berukuran antara 0,01-1 um. 

2. Konsentrasi Massa

Konsentrasi massa suatu aerosol adalah massa partikel per satuan volume campuran. Satuan yang biasa digunakan adalah mg/m3. Satuan ini biasa digunakan untuk standar pengukuran aerosol yang berhubungan dengan keselamatan kerja. Satuan lainnya adalah ug/m3 yang digunakan untuk standar pengukuran polusi udara. Aerosol dapat juga dikarakterisasi dengan konsentrasi jumlah yaitu jumlah partikel per satuan volume dan sering digunakan partikel/m3. Konsentrasi jumlah biasanya digunakan untuk analisis bioaerosol, asbestos, clean room dan partikel super-halus.

3. Penyaring Partikel Udara

Untuk membersihkan suatu ruangan dari partikel udara yang dapat menggangu sistem pernafasan terutama aerosol radioaktif karena akan menyebabkan radiasi interna di dalam tubuh (khususnya sistem pernafasan) maka dikembangkan sistem penyaring partikulat udara. Mengingat partikulat udara berukuran mikroskopis maka penyaring ini harus mampu menangkap partikel halus tersebut, dan dibuatlah penyaring (filter) HEPA.. Filter HEPA (High Efficiency Particulate Air) telah dikembangkan sejak tahun 1940-an ketika US Atomic Energy Commission mengembangkan teknologi untuk menghilangkan partikulat radioaktif. Filter HEPA dapat menangkap 99,97% partikel berukuran 0,3um. Awal 1960-an telah dikembangkan filter ULPA (Ultra Low Penetration Air) yang memiliki efisiensi 99,999% untuk partikel sampai berukuran 0,12um. Sedangkan SULPA( Super ULPA) memiliki efisiensi 99,9999% untuk partikel berukuran 0,12um.

Page 4: Aw An

(epudjadi©jan2009)