Avm
-
Upload
artha-wiguna-sanjaya -
Category
Documents
-
view
8 -
download
3
Transcript of Avm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif
jarang terjadi tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Lesi terjadi umumnya
akibat kelainan kongenital, biasanya dikenali setelah terdapat perdarahan. Seiring
dengan berkembangnya teknologi kedokteran, lesi unruptured AVM semakin
sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada
pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan
tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM
merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM
umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru
diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini
biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang tanpa sebab.8
AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi
namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada
vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. AVM dapat
terjadi di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil.
Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi terlalu tinggi untuk diterima oleh
vena dan ini menyebabkan vena mengembang . Pengembangan ini mampu
menyebabkan vena itu pecah dan timbul perdarahan.10 Saat pembuluh darah
mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak
pada perdarahan hipertensif atau stroke. Hilangnya fungsi neurologis tergantung
pada lokasi AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak
yang dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal
jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut
bertambah.10 Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang tidak menunjukkan
gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial atau
1
subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan
kejang tanpa sebab.8
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu
keabnormalan pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena
tanpa melalui jaringan kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation
adalah kelainan kongenital dimana arteri dan vena pada permukaan otak atau di
parenkim saling berhubungan secara langsung tanpa melalui pembuluh kapiler.
2.2. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti,
berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular
pertahunnya sekitar 11 hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah
malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan
insidens aneurisma intrakranial. Usia muda merupakan ciri khas pada indsiden
malformasi ini yakni pada usia 16-25 tahun10
2.3. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan darah sistemik, kemampuan jantung
memompa darah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral
dan kualitas darah yang menentukan viskositasnya.
Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor biokimiawi
regional (konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran susunan saraf
otonom (tetapi hanya sedikit).3
2.4. Patofisiologi
AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah
primitive pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun
dan melibatkan regio permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi
minggu ke-3, mulai tampak sistem vaskuler yang terdiri dari jaringan yang
menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif. Saat ini darah belum
3
bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat diidentifikasi.Selanjutnya
sistem vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses penggabungan dan
diferensiasi seluler dan sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena. Menurut
Wallard (1922) proses ini terjadi melalui tiga tahapan:
1. Undifferentiated Stage (Stage I)
Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi
jaringan kapiler yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform Stage (Stage II)
Jaringan kapiler yang terbentuk pada Undifferentiated Stage bergabung
menjadi struktur jalinan atau pleksus yang lebih besar yang menjadi progenitor
dari arteri dan vena.
3. Maturation Stage (Stage III)
Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri
telah tampak. Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan
berasal dari sisa-sisa ruang darah pada Undifferentiated Stage.
Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi
malformasi kapiler dan vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula
malformasi arteri vena (AVM) dan vena embrional, dan Stage III terjadi
makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya, aneurisma v. poplitea, dan kelainan
persisten sciatic artery. 14
4
Gambar 1. Malformasi kapiler, mikrofistul malformasi arteri vena, dan
makrofistul arteri vena
AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein.
Nidus disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit –
belit. Feeding artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein
cenderung mengalami dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya.
Beberapa orang lahir dengan nidus yang seiring dengan waktu cenderung
melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh arteri tidak dapat
dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan
pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan
di masa yang akan datang. 11
5
Capillary malformation
Microfistulous AV malformation
Macrofistulous AV malformation
Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal
Gambar 3. Nidus, draining vein, feeding arteries
AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama.
Yang pertama, perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular
atau yang paling sering pada parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi,
darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang
subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang terletak di antara meninges yang
menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya
pendarahan berulang menjadi lebih besar. Perdarahan umumnya muncul pada usia
55 tahun. Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala
pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal
di dalam otak.
Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan
mengalami kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak
mengalami pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan
6
otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik
maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara
permanen.4
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM
karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin,
mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif
(apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari
daerah AVM primer.8
Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya
merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit
neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat
ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the
"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM
yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. 10
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok: 13
High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe
Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang
mengalami kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular
Anomalies and Malformations.
Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations
MAIN CLASS SUBCLASS SUBGROUPArterial Truncular Obstructive
DilatingExtratruncular Diffuse
Limited (localized)Venous Truncular Obstructive
DilatingExtratruncular Diffuse
7
Limited/localizedArteriovenous Truncular Deep
SuperficialExtratruncular Diffuse/infiltrating
Limited/localizedCombined, mixed Truncular Venous and arterial
HemolymphaticExtratruncular Diffuse
Limited/localized
Tabel 2. Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger
I (quiescence) Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt arteriovaskular
II (expansion) Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran, pulsasi, thrill, bruit, dan vena yang berkelok-kelok
III (destruction) Sama dengan stadium II, ditambah perubahan distrofik pada kulit, ulserasi, perdarahan, nyeri persisten, atau nekrosis jaringan
IV (decompensation) Sama dengan stadium III, ditambah gagal jantung
2.6. Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri
kepala dan serangan kejang mendadak dimana setidaknya 15% dari populasi tidak
menunjukan gejala apapun. Gejala lain yang sering ditemukan berupa vertigo,
pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion, dementia
dan halusinasi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat
menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan
akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.1,3,4 Kaku kuduk
mungkin terjadi akibat penikatan tekanan intracranial dan rangsangan pada
meningen. Pada kasus yang lebih berat dapat berupa ruptur pembuluh darah
sehingga menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah
pasien dengan AVM menunjukan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama
sehingga menimbulkan gejala klinik lain berupa kehilangan kesadaran, sakit
kepala yg tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting, incontinence dan gangguan
penglihatan. Kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin
8
terjadi yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia
dan lainnya. Perdarahan minor tidak menunjukan gejala yang berarti.
Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering.
Biasanya penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka
menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala, yang tidak
dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI.
Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri
kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat
dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher
yang dialami dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput
otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal
yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang
mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi
tubuh, maupun defisit kemampuan dalam memproses bahasa (aphasia). Variasi
gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri
kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran,
merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral.1,3,4
2.7. Diagnosis
Diagnosa AVM ditegakkan dengan menggunakan neuroimaging setelah
pemeriksaan terhadap saraf dan pemeriksaan fisik dilakukan. Terdapat 3 teknik
utama untuk menegakkan diagnosa AVM yaitu Computed Tomography (CT),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Cerebral Angiography. CT-scan kepala
biasanya merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan karena dapat menunjukan
perkiraan dari lokasi perdarahan. Namun MRI lebih sensitif dari CT-scan karena
dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang lokasi dari malformasi
tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dari pembuluh darah
AVM dapat menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam
pembuluh darah yang disebut Computed Tomography Angiogram dan Magnetic
Resonance Angiography. Gambaran terbaik untuk AVM melalui Cerebral
Angiography.
Gambaran Umum
9
Petunjuk diagnostik terbaik “Bag of Black Worm” pada MR dengan minimal atau
tanpa efek massa.
Lokasi :
a. Bisa terjadi dimanapun di otak dan medula spinalis
b. 85% di supratentorial , 15% di fossa posterior
c. 98% soliter, sporadik
d. Jarang : Multipel AVM
Ukuran :
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar
b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm
Morfologi : membentuk massa yang terdiri dari pembuluh darah.
Imaging Recommendation
a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization
b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE
sequences)
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas
yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih
dapat terlihat diakukan pemberian kontras.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan
hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang
menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan
informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi
akan dilakukan.
Arteriografi merupakan standar penting untuk menggambarkan anatomi
arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi
data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan.
CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada
daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan
angiografi.2,4
2.8. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
10
Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami
pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang
tidak dapat melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin
dapat diberikan untuk mengontrol kejang.
2. Non Farmakologis
a. Operasi Reseksi
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan
diperkirakan memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan
unruptured AVM. Intervensi bedah merupakan terapi definitif pada AVM.
Ukuran, lokasi, perlekatan dengan daerah sekitarnya, serta konfigurasi vaskular
menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah. Skala Spetzler Martin
digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala Spetzler
Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan
kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi
grade 4,5 dan inoperable grade 6.
Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler MartinParameter SkorUkuran nidus< 3 cm 13-6 Cm 2>6 cm 3Drainase VenaSuperficial 0Profunda 1Kelancaran berbicaraTidak lancer 0Lancar 1
2.1. Embolisasi
Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus
dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM.
Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke
daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau
kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun,
embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah
AVM.
11
b. Radiosurgery
Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan
gamma-knife, efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi
yang lebih besar terapi ini kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang
selama dua tahun.
Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang akan
terjadi pada setiap pilihan terapi. Alternatif terapi baik sebagai terapi tunggal
maupun dilakukan secara bersama-sama:1,2,6
c. Terapi konservatif
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.
Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi
pilihan, mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat
memperberat keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat
tindakan operatif sebagai pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan
unruptured AVM. 2,3
Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah
sekitar 1-2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan
mempercepat timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah
sakit kepala. Menurut literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi
tindakan operatif pada pasien dengan unruptured AVM, karena tidak
menghilangkan keluhan sakit kepala atau menghilangkan kejang pada pasien.
Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan
karena ukuran lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi
simptomatik), risiko ruptur AVM akan menurun seiring pertambahan usia.3 Terapi
bergantung pada lokasi dan besar AVM serta adakah perdarahan atau tidak.
2.9. Prognosis
12
Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara
1 dan 2% setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.
Semua AVM di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi
pertama adalah seumur hidup, meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif).
Sebagian besar akan menimbulkan gejala seumur hidup pasien.
Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 % merupakan lesi
kecil (< 3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki ‘spontanneous’ ICH. 1
BAB III
13
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : PM
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Alamat : Pendem
Pekerjaan : Pelajar
Nomor rekam medik : 12 58 31
Tanggal status dibuat : 22 Mei 2015
Dokter yang merawat : dr. I Gusti Putu Ardana, Sp.S
3.2 AUTOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS
3.2.1 Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Kejang
Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama:
Pasien datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh orang tuanya dalam
keadaan kejang, kejang dikatakan sudah berlangsung selama ± 30 menit,
Keluhan kejang dikatakan muncul secara tiba-tiba saat pasien berada
didapur, keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien kaku sehingga sulit
digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara dan mata pasien mendelik
keatas namun tidak mengompol. Sebelumnya pasien dikatakan habis
dimarahi oleh kakeknya di warung karena suatu hal, kemudian pasien
pulang dan sesampainya di rumah tiba-tiba pasien terjatuh dan seluruh
badannya kaku. Riwayat kejang sebelumnya dikatakan tidak ada. Sulit
bicara dikatakan muncul bersamaan dengan kejang pada pasien. Saat pasien
diminta untuk berbicara, pasien seperti sulit untuk membuka dan
mengeluarkan lidahnya. Namun pasien dapat mengerti apa yang dikatakan
dan di instruksikan oleh pemeriksa namun pasien sulit untuk melakukan
14
instruksi dari pemeriksa. Keluarga pasien mengatakan, sebelum sakit pasien
bisa bicara seperti halnya orang normal. Sakit kepala dirasakan dikepala
bagian belakang seperti berdenyut dan semakin memberat. Sakit kepala
dirasakan terus-menerus dan tidak hilang dengan perubahan posisi. Pasien
kemudian dipindahkan keruang Flamboyan untuk dirawat setelah kejang
pasien teratasi dengan pemberian terapi medikamentosa di IGD. Saat di
ruangan, pasien dikatakan tidak bisa menggerakan tangan dan kakinya
karena terasa lemah, pasien juga mengatakan kalau sekujur tubuhnya tidak
dapat merasakan apa-apa. Saat tangan dan kaki pasien digores dengan palu
reflek pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan apa-apa. Rasa tebal
atau kesemutan separuh tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma
kepala (-),deman (-) muntah (-), keluhan ini baru pertama kali dirasakan.
BAB dan BAK dikatakan normal.
.
3.2.2 Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya, riwayat operasi,
trauma kepala atau tertusuk paku disangkal oleh pasien.
3.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami
keluhan yang sama seperti yang dialami pasien saat ini. Riwayat penyakit
kencing manis, penyakit jantung, tekanan darah tinggi pada keluarga
dikatakan tidak ada. Riwayat penyakit sistemik lain juga disangkal oleh
pasien.
3.2.4 Riwayat Pribadi / Sosial
Lahir : normal Kanan / Kidal : kanan
Mulai bicara : tidak ingat Makanan : biasa
Gagap : tidak ada Minuman keras : disangkal
Mulai jalan : tidak ingat Merokok : tidak
Mulai membaca : tidak ingat Kawin : belum kawin
Jalan waktu tidur : tidak ingat Anak : tidak ada
Ngompol : tidak ingat Abortus : tidak ada
15
Pendidikan : SMP Kontrasepsi : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
3.3 STATUS PRESENT
Berat : 70 kg Pernapasan
Tinggi : 165 cm Frekuensi : 20 kali / menit
IMT : 25.71 kg/m2 Jenis : Thoracoabdonimal
Pola : Normal
Tekanan darah
kanan : 100/70 mmHg Suhu Aksila : 38,0 oC
kiri : 100/70 mmHg VAS : 0 (0-10)
Nadi,
kanan : 80 kali / menit
kiri : 80 kali / menit
Kepala
Mata : Konjungtiva pucat (-/-); ikterus (-/-);
refleks pupil (+/+); Ø (3 mm/3 mm)
THT
Telinga : Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)
Hidung : Hiperemik (-); sekret (-); nyeri (-); edema (-)
Tenggorok : Tonsil (T1/T1); Hiperemik (-); nyeri (-); edema (-)
Mulut : Sianosis (-), lainnya: tidak ada
Lainnya :
Leher
Arteri karotis komunis kanan, bruit (-)
Arteri karotis komunis kiri, bruit (-)
Lainnya : tidak ada
Thoraks
Jantung, inspeksi : ictus cordis tidak tampak
palpasi : ictus cordis tidak teraba; thrill (-)
16
perkusi : batas atas : ICS II kiri
batas kanan : PSL kanan setinggi ICS V
batas kiri : MCL kiri ICS V + 2 cm
auskultasi : S1 S2 tunggal regular; murmur (-)
Paru, inspeksi : dekstra-sinistra simetris
palpasi : vokal fremitus (normal/normal)
perkusi : suara perkusi (sonor/sonor)
auskultasi : vesikuler (+/+); ronkhi (-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-); asites (-); peristaltik (-)
Auskultasi : bising usus (+); normal
Palpasi
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Perkusi : timpani
Genitalia : tde
Ekstremitas : akral hangat ; edema
Kulit : sianosis (-)
3.4 STATUS NEUROLOGIKUS
3.4.1 Kesan Umum
Kesadaran : compos mentis (GCS : E 4 V 5 M 6 )
Kecerdasan : sesuai tingkat pendidikan
Kelainan jiwa : tidak ada
Kaku dekortikasi : ( - )
Kaku deserebrasi : ( - )
Refleks leher tonik
(Magnus-deKleijn) : ( - )
Pergerakan mata boneka : tidak dievaluasi
17
_
__
_+
++
+
‘Deviation conjugee’ : ( - )
Krisis okulogirik : ( - )
Opistotonus : ( - )
Kranium
bentuk : normocephali simetris : simetris
fontanel : normal tertutup kedudukan : normal
perkusi : pekak palpasi : ttb benjolan
transluminasi : hydrocephalus (-) auskultasi : bruit (-)
3.4.2 Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : (-)
Tanda Kernig : (-/-)
Tanda leher Brudzinski
(Brudzinski I) : (-/-)
Tanda tungkai kontralateral Brudzinski
(Brudzinski II) : (-/-)
Saraf Otak
Kanan Kiri
Nervus I
Subjektif : tidak ada keluhan
Objektif : normal normal
Nervus II
Visus : OD <2/60 OS <2/60
Kampus : belum dievaluasi
Hemianopsia : belum dievaluasi
Melihat warna : belum dievaluasi
Skotom : belum dievaluasi
Fundus : belum dievaluasi
Nervus III, IV, VI
Kedudukan bola mata : di tengah di tengah
18
Pergerakan bola mata : baik ke segala arah baik ke segala arah
Nistagmus : tidak ada tidak ada
Celah mata : normal normal
Ptosis : tidak ada tidak ada
Pupil
bentuk : bulat, reguler bulat, reguler
ukuran : 3 mm 3 mm
Refleks pupil
r. cahaya langsung : miosis miosis
r. cahaya konsensuil : miosis miosis
r. akomodatif /
konvergen : (+) (+)
r. pupil Marcus-
Gunn : (-) (-)
Tes Wartenberg : (-) (-)
Nervus V
Motorik : Normal Normal
Sensibilitas : Normal Normal
Refleks kornea
langsung : (+) (+)
konsensuil : (+) (+)
Refleks kornea-
mandibuler : (-) (-)
Refleks bersin : (+) (+)
Refleks nasal
Becterew : (+) (+)
Refleks maseter : (-) (-)
Trismus : (-) (-)
Refleks menetek : tidak ada tidak ada
Refleks ‘snout’ : tidak ada tidak ada
Nyeri tekan : tidak ada tidak ada
19
Nervus VII
Otot wajah saat istirahat
lipatan dahi : simetris kiri kanan
sudut mata : simetris kiri kanan
sulkus nasolabialis : mendatar di sisi kiri
sudut mulut : leboh rendah di sisi kiri
Mengerutkan dahi : normal normal
Menutup mata : normal normal
Meringis : Simetris
Bersiul / mencucu : Simetris
Gerakan involunter
Tic : negatif negatif
Spasmus : negatif negatif
Lainnya : tidak ada
Indera pengecap
Asin : Normal
Asam : Normal
Manis : Normal
Pahit : Normal
Sekresi air mata : Normal
Hiperakusis : Negatif
Tanda Chvostek : (-) (-)
Reflek Glabela : (-) (-)
Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan) : normal normal
Tes garpu tala
Rinne : (+) (+)
Schwabach : normal normal
Weber : tidak ada lateralisasi
Bing : (+) (+)
Tinitus : tidak ada tidak ada
20
Keseimbangan : belum dapat dievaluasi
Vertigo : tidak ada
Nervus IX, X, XI, XII
Langit-langit lunak : simetris kiri kanan
Menelan : normal
Disartri : ada
Disfoni : tidak ada
Lidah
Tremor : tidak ada
Atrofi : tidak ada
Fasikulasi : tidak ada
Ujung lidah saat
istirahat : simetris
Ujung lidah sewaktu
dijulurkan keluar : ditengah
Refleks muntah : normal
Mengangkat bahu : normal normal
Fungsi m. sterno-
kleido-mastoideus : normal normal
Anggota Atas
Kanan Kiri
Simetris : simetris simetris
Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas) : 3 3
M. biseps
(fleksi l. atas) : 3 3
M. triseps
(ekstensi l. atas) : 3 3
Fleksi pergelangan
21
tangan : 3 3
Ekstensi pergelangan
tangan : 3 3
Membuka jari-jari
tangan : 3 3
Menutup jari-jari
tangan : 3 3
Tonus : Normal Normal
Tropik : distropi (-) distropi (-)
Refleks
Biseps : (++) (++)
Triseps : (++) (++)
Radius : (++) (++)
Ulna : (++) (++)
Leri : (++) (++)
Pronasi-abduksi
lengan (Grewel) : (+) (+)
Mayer : (+) (+)
Hoffman-Tromner : (+) (-)
Memegang : (-) (-)
Palmomental : (-) (-)
Sensibilitas
Perasa raba : - -
Perasa nyeri : - -
Perasa suhu : - -
Perasa proprioseptif : - -
Perasa vibrasi : normal normal
Stereognosis : normal normal
Barognosis : normal normal
Diskriminasi dua
titik : normal normal
22
Grafestesia : Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi
Topognosis : bde bde
Parestesia : tidak ada tidak ada
Koordinasi
Tes telunjuk-
telunjuk : bde bde
Tes telunjuk-hidung : bde bde
Tes hidung-
telunjuk-hidung : bde bde
Tes pronasi-supinasi
(diadokokinesis) : bde bde
Tes tepuk lutut : bde bde
Dismetri : bde
Fenomena lajak
(Stewart Holmes) : bde bde
Vegetatif
Vasomotorik : normal normal
Sudomotorik : normal normal
Pilo arektor : normal normal
Gerakan involunter
Tremor : negatif negatif
Khorea : negatif negatif
Atetosis : negatif negatif
Balismus : negatif negatif
Mioklonus : negatif negatif
Distonia : negatif negatif
Spasmus : negatif negatif
Tanda Trousseau : (-) (-)
Tes Phalen : bde bde
Nyeri tekan pada saraf : (-) (-)
23
Badan
Keadaan kolumna
vertebralis
Kelainan lokal : tidak ada
Nyeri tekan /
ketok lokal : tidak ada
Gerakan
Fleksi : bde
Ekstensi : bde
Deviasi lateral : bde
Rotasi : bde
Kanan Kiri
Keadaan otot-otot : simetris, atrofi (-)
Refleks kulit
dinding perut atas : (+) (+)
Refleks kulit dinding
perut bawah : (+) (+)
Refleks Kremaster : (+) (+)
24
Refleks anal : tde tde
Sensibilitas
Perasa raba : - -
Perasa nyeri : - -
Perasa suhu : - -
Koordinasi
Asinergia serebelar : bde
Vegetatif
Kandung kencing : normal
Rektum : normal
Genitalia : normal
Gerakan involunter : tidak ada
Anggota Bawah
Kanan Kiri
Simetri : simetris simetris
Tenaga
Fleksi panggul : 3 3
Ekstensi panggul : 3 3
Fleksi lutut : 3 3
Ekstensi lutut : 3 3
Plantar-fleksi kaki : 3 3
Dorso-fleksi kaki : 3 3
Gerakan jari-
jari kaki : 3 3
Tonus : normal normal
Trofik : normal normal
Refleks
Lutut (KPR) : (++) (++)
Achilles (APR) : (++) (++)
Supinasi-fleksi
kaki (Grewel) : (++) (++)
25
Plantar : (++) (++)
Babinsky : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Stransky : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Bing : (-) (-)
Mendel-Bechterew : (-) (-)
Rossolimo : (-) (-)
Klonus
Paha : (-) (-)
Kaki : (-) (-)
Sensibilitas
Perasa raba : - -
Perasa nyeri : - -
Perasa suhu : - -
Perasa proprioseptif : - -
Perasa vibrasi : - -
Diskriminasi dua
titik : - -
Grafestesia : - -
Topognosis : - -
Parestesia : - -
Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki : normal normal
Tes ibu jari kaki-
telunjuk : normal normal
Vegetatif
Vasomotorik : normal normal
26
Sudomotorik : normal normal
Pilo arektor : normal normal
Gerakan involunter
Tremor : (-) (-)
Khorea : (-) (-)
Atetosis : (-) (-)
Balismus : (-) (-)
Mioklonus : (-) (-)
Distonia : (-) (-)
Spasmus : (-) (-)
Tes Romberg : bde bde
Nyeri tekan pada saraf : (-) (-)
Fungsi Luhur
Afasia motorik : ada
Afasia sensorik : tidak ada
Afasia amnestik
(anomik) : tidak ada
Afasia konduksi : tidak ada
Afasia global : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Aleksia : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agnosia : tidak ada
Akalkulia : tidak ada
Pemeriksaan Lain
Tanda Myerson : tidak ada
Tanda Lhermitte : tidak ada
Tanda Naffziger : tidak ada
Tanda Dejerine : tidak ada
Tanda Tinel : tidak ada
27
Tanda Lasegue : (-) (-)
Tanda O’Connel
(Lasegue silang) : (-) (-)
Lainnya : (-) (-)
Bragad : (-) (-)
Sicard : (-) (-)
Pattrick : (-) (-)
Kontra pattrick : (-) (-)
Tanda Valsava : (-) (-)
3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG (22/5/2015)
1. Darah Lengkap:
WBC (9,9 x 103/µl), HGB (14,5 g/dl), HCT (46.5%), PLT (335 x 103/µl)
2. Kimia Klinik
BUN (22 Mg/dl), SC (0.9 Mg/dl), Gula Darah Sewaktu: 114 Mg/dl
3.6 RESUME
Pasien laki-laki 15 tahun datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh
orang tuanya dalam keadaan kejang. Keluhan kejang dikatakan muncul
secara tiba-tiba saat pasien berada didapur, keluarga mengatakan tangan dan
kaki pasien kaku sehingga sulit digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara
dan mata pasien mendelik keatas namun tidak mengompol. Riwayat kejang
sebelumnya dikatakan tidak ada. Saat pasien diminta untuk berbicara, pasien
seperti sulit untuk membuka dan mengeluarkan lidahnya. Namun pasien
dapat mengerti apa yang dikatakan dan di instruksikan oleh pemeriksa
namun pasien sulit untuk melakukan instruksi dari pemeriksa. Sakit kepala
dirasakan dikepala bagian belakang seperti berdenyut dan semakin
memberat. Sakit kepala dirasakan terus-menerus dan tidak hilang dengan
perubahan posisi. Pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan apa-apa
saat tangan dan kaki pasien disentuh. Rasa tebal atau kesemutan separuh
tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma kepala (-),deman (-) muntah
(-), keluhan ini baru pertama kali dirasakan. BAB dan BAK dikatakan
28
normal. Riwayat dalam keluarga disangkal, pasien merupakan siswa SMP
dan tinggal dengan orang tuanya.
*Status Present ( 22 / 5 /2015)
Tekanan darah : 100/70 mmHg (kanan)
100/70 mmHg (kiri)
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu Aksila : 38.0o C
St. General : dbn
*Status Neurologis ( 22/5 /2015)
GCS E4V5M6
Tetra Perese
Afasia Motorik
Anestesia
Refleks Hofman Tromner (+)
3.7 DIAGNOSIS TOPIK
AVM pada A. Komunikan Aterior
3.8 DIAGNOSIS BANDING
Susp Arterivena Malformasi dd SOL Serebri
3.9 DIAGNOSIS MUNGKIN
Arterivena Malformasi
3.10 PENATALAKSANAAN
MRS pro observasi, terapi
- Bedrest
- IVFD NS 100cc + phenytoin 3 amp 20tpm
- Brain Act inj 3x1
- Dexamethasone inj 3x1
- Sanmol inj (K/P)
- Ceftriaxone inj 3x1
- Monitoring: Vital sign, keluhan.
- Planning diagnostik : CT-Angiography
29
- Konsul fisioterapi
3.11 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubius ad bonam
Ad Functionam : Dubius ad bonam
Ad Sananctionam : Dubius ad bonam
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 15 tahun, suku bali, pelajar SMP mendadak
mengalami kejang, pasien tidak memiliki riwayat kejang, trauma kepala, tertusuk
paku berkarat, ataupun digigit anjing. Pasien saat ini beruia 15 tahun, dimana usia
muda merupakan ciri khas pada indsiden malformasi ini yakni pada usia 16-25
tahun Secara teori AVM pada umumnya asimtomatis dan baru diketahui jika
timbul gejala secara mendadak, pada pasien AVM yang tidak mengalami
perdarahan mungkin akan mengalami kejang tanpa sebab. Sekitar 15-40 % pasien
mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan menyebabkan gejala
langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan
sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan
sel saraf (neuron) secara permanen. Pasien mengeluh lemah pada tangan dan kaki,
dimana kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan mungkin terjadi
yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia dan
lainnya. Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya
merasakan keluhan minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit
neurologis progresif dapat muncul pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat
ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah menjauh dari jaringan otak (the
"steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek masa dari AVM
yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins. Pasien juga mengeluh
mengalami nyeri kepala, dimana masalah yang paling banyak dikeluhkan
penderita AVM adalah nyeri kepala. Gejala lain yang sering ditemukan berupa
vertigo, pulsing noise dikepala, tuli progresif, penurunan penglihatan, confusion,
dementia dan halusinasi. Pasien juga mengeluh tidak dapat merasakan sentuhan di
tangan dan kaki, dimana hal ini dikarenakan peningkatan tekanan antara
tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan
pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang,
kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi
sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam memproses bahasa
(aphasia). Variasi gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular.
31
Pada pasien diberi terapi berupa Phenytoin, Brainact, Dexamethasone,
Sanmol, dan ceftriaxone, dimana pengobatan farmakologis dilakukan untuk
mengatasi gejala yang dialami pasien seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini
juga diberikan pada pasien yang tidak dapat melakukan terapi operatif karena
resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan untuk mengontrol kejang. Bila
terapi non-farmakologis tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar,
tindakan konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada
pasien. Berbagai keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang,
umumnya berespons baik terhadap terapi medikamentosa.
BAB V
KESIMPULAN
32
Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan kongenital
pada intrakranial yang relatif jarang tetapi lesi ini semakin sering ditemukan.
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti;
berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular
pertahunnya sekitar 1.1 hingga 2.1 kasus dalam 100 000 populasi.1-4 Jumlah
malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan
insidens aneurisma intrakranial. Pemeriksaan CT scan dan MRI otak sebagai alat
diagnostik unruptured AVM merupakan salah satu pemeriksaan pilihan. Namun,
pemeriksaan CT scan tanpa kontras memiliki sensitivitas yang rendah.
Pemeriksaan ini memberikan gambaran lesi, perkiraan jenis lesi, dan lokasi
anatomisnya. Pilihan terapi untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang
akan terjadi pada setiap pilihan terapi.
Pasien laki-laki 15 tahun datang ke IGD RSUD Negara diantar oleh orang
tuanya dalam keadaan kejang. Keluhan kejang dikatakan muncul secara tiba-tiba
saat pasien berada didapur, keluarga mengatakan tangan dan kaki pasien kaku
sehingga sulit digerakkan, pasien juga tidak bisa berbicara dan mata pasien
mendelik keatas namun tidak mengompol. Riwayat kejang sebelumnya dikatakan
tidak ada. Saat pasien diminta untuk berbicara, pasien seperti sulit untuk
membuka dan mengeluarkan lidahnya. Namun pasien dapat mengerti apa yang
dikatakan dan di instruksikan oleh pemeriksa namun pasien sulit untuk melakukan
instruksi dari pemeriksa. Sakit kepala dirasakan dikepala bagian belakang seperti
berdenyut dan semakin memberat. Sakit kepala dirasakan terus-menerus dan tidak
hilang dengan perubahan posisi. Pasien mengataakan tidak merasakan sentuhan
apa-apa saat tangan dan kaki pasien disentuh. Rasa tebal atau kesemutan separuh
tubuh (-), pandangan dobel (-), riwayat trauma kepala (-),deman (-) muntah (-),
keluhan ini baru pertama kali dirasakan. BAB dan BAK dikatakan normal.
Riwayat dalam keluarga disangkal, pasien merupakan siswa SMP dan tinggal
dengan orang tuanya.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Al-Shahi, Rustam. 2001. The Prognosis for Adults with Arteriovenous
Malformations of the Brain. A Systematic Review of the Literature.
Neurointerventionist Vol 3 No 1.Edinburgh. Diunduh pada tanggal 23 Juli
2013
2. Benndorf G, Campi A, Hell B, et al. 2001. Case report endovascular
management of a bleeding mandibular arteriovenous malformation by
transfemoral venous embolization with nbca. AJNR Am J Neuroradiol
22:359-62. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013
3. Chao, et al. 2006.Cerebral Amyloid Angiopathy: CT and MR Imaging
Findings. Rad. Vol.26 no.5: 1517-1531. Diunduh tanggal 24 Juli 2013
4. Geibprasert S, Pongpech S, Jiarakongmun P, Shroff MM, Armstrong DC,
Krings T. 2010.Radiologic Assessment of Brain Arteriovenous
Malformations: What Clinicians Need to Know. RadioGraphics 2010; 30;
483-501. Rsna.org. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013
5. Grajkowska W, Kotulska K, Jurkiewicz E, Matyja E. 2010. Brain lesions
in tuberous sclerosis complex. Review. Folia Neuropathol;48:139-49.
6. Inci S, Spetzler RF. 2000. Intracranial aneurysms and arterial
hypertension: a review and hypothesis. Surg Neurol.pp :53(6):530-40;
discussion 540-2. Diunduh tanggal 24 Juli 2013
7. Jarquin-Valdivia AA, Rich AT, Yarbrough JL, Thompson RC.
2005.Intraventricular colloid cyst, hydrocephalus and neurogenic stunned
myocardium. Clin Neurol Neurosurg;107(5):361-5.
8. Jung MS, Ryu DM, Kim EJ, et al. 2007.A treatment of arteriovenous
malformation on mandible. J Kor. Oral Maxillofac. Surg. Vol 33 No.1.
Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.
9. Jusi HD. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Edisi keempat.
Jakarta: Balai Penerbit FKUi; hal. 18-20, 25-7
10. Krapf, H, Siekmann, R, et al. 2001.Spontaneous Occlusion of a Cerebral
Ateriovenous Malformation: Angiography ang MR Imaging Follow up
and Review of Literature.Germany.p: 1556-1560. Diunduh pada tanggal
22 Juli 2013.
34
11. Menon S, Chowdhurry R, Mohan C.2005. Arteriovenous malformation in
mandible. MJAFI. pp; 61:295-6. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.
12. Nekooei S, Husseini M, Narzemi S, et al. 2006.Case Report Embolisation
of Arteriovenous Malformation of the maxilla. Diunduh dari
http://dmfr.birjournals.org. pada tanggal 22 Juli 2013
13. Rutherford, RB. 2001. Congenital Vascular Malformation. In Cronenwett
JL, Rutherford RB [eds]: Decision Making in Vascular Surgery.
Philadelphia: WB Saunders. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013.
14. Rutherford, RB. 2005. Arteriovenous Fistulas, Vascular Malformations,
and Vascular Tumors. In: Rutherford RB: Vascular Surgery 6th edition.
Philadelphia: Elsevier sanders. pp: 1597-1601. Diunduh pada tanggal 23
Juli 2013.
15. Saposnik G, Brown RD, Cucchiara B, Ferro J. 2011. Diagnosis and
Management of Cerebral Venous Thrombosis. A Statement for Healthcare
Professionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2011;42:1158-1192.
35