AUTOIMUNITAS

16
AUTOIMUNITAS MAKALAH IMUNOLOGI Oleh : Septian Theo F. 121810401058 Kharisna Aulia 121810401064 Rekanda Isnaqoimah S. 121810401065 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2015

description

Makalah tentang pengertian autoimunitas dan beberapa macam penyakitnya

Transcript of AUTOIMUNITAS

Page 1: AUTOIMUNITAS

AUTOIMUNITAS

MAKALAH IMUNOLOGI

Oleh :

Septian Theo F. 121810401058

Kharisna Aulia 121810401064

Rekanda Isnaqoimah S. 121810401065

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2015

Page 2: AUTOIMUNITAS

1

A. Pengertian Autoimunitas

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

disebabkan oleh kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk

mempertahankan self-tolerance sel B, sel T, atau keduanya. Potensi untuk

autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat

mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self-antigen.

Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,

proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang

menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap self-

antigen melibatkan komponen-komponen yang juga terlibat dalam respons imun,

seperti antibodi, komplemen, kompleks imun, dan cell mediated immunity. Baik

antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit

autoimun.

Dalam populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun. 94 %

dari jumlah tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe

1, anemia pernisiosa, artritisreumatoid, tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan

LES (Lupus eritematosus sistemik). Penyakit ditemukan lebih banyak pada wanita

(2,7 kali dibanding pria).

Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut

autoantibodi. Sel autoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk

autoantigen. Bila sel tersebut memberikan respon autoimun, disebut SLR (sel

limfosit reaktif). Pada orang normal, meskipun SLR terpajang dengan

autoantigen, tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang

mengontrol reaksi autoimun.

Page 3: AUTOIMUNITAS

2

B. Teori Fenomena Autoimun

Ada tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan tentang fenomena

autoimunitas, yaitu:

● Teori klon terlarang (forbidden clones theory)

Burnett mengajukan teori forbidden clones, yang menyatakan bahwa

tubuh menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri oleh karena sel-sel

yang autoreaktif selama perkembangan embriologiknya akan musnah.

Mutan yang memiliki antigen permukaan akan segera dibinasakan,

sedangkan mutan yang memiliki antigen tersembunyi dapat hidup terus

sehingga berfungsi dalam respon imun dan menimbulkan kerusakan.

● Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)

Pada masa embrio merupakan tahap pengenalan antigen. Sequestered

atau hidden antigen adalah antigen yang karena sawar anatomik tidak

pernah terpajang dengan sistem imun misalnya antigen sperma, lensa

mata, dan saraf pusat. Bila sawar tersebut rusak pada tahap dewasa,

antigen yang tadinya terasing sekarang terpapar sehingga limfosit

mengenal sebagai asing sehingga dapat timbul penyakit autoimun.

● Teori defisiensi imun (immunologic deficiency theory)

Hilangnya self tolerance mungkin disebabkan oleh karena adanya

gangguan sistem limfoid. Teori ini didasarkan atas kemunduran fungsi

sistem imun. Adanya kenyataan pada pengamatan bahwa penyakit

autoimun sering ditemukan bersamaan pada individu dengan defesiensi

imun, misalnya padalanjut usia.

Teori-teori lainnya:

● Determinan antigen baru:Pembentukan autoantibodi dapat

dicetuskanoleh karena timbul determinan antigen baru pada protein

normal. Contohautoantibodi yang timbul akibat hal tersebut ialah factor

rematoid (FR). FR dibentuk terhadap determinan antigen yang terdapat

pada imunoglobulin.

Page 4: AUTOIMUNITAS

3

● Reaksi silang dengan mikroorganisme: Kerusakan jantung pada

demamreumatik anak diduga terjadi akibat produksi antigen terhadap

streptokok Ayang bereaksi silang dengan miokard penderita.

● Virus sebagai pencetus autoimunitas: Virus yang terutama

mengginfeksisystem limfoid dapat tmempengaruhi mekanisme kontrol

imunologik sehinggaterjadi autoimunitas.

● Autoantibodi dibentuk sekunder akibat kerusakan jaringan:Autoantibodi

terhadap jantung ditemukan pada jantung infark. Pada umumnyakadar

autoantibodi disini terlalu rendah untuk dapat menimbulkan

penyakitautoimun. Autoantibodi dapat dibentuk pula terhadap antigen

mitokondria padakerusakan hati atau jantung. Pada tuberculosis dan

tripanosomiasis yangmenimbulkan kerusakan luas pada berbagai

jaringan, dapat pula ditemukanautoantibody terhadap antigen jaringan

dalam kadar gula yang rendah.

C. Faktor Yang Berperan Pada Autoimunitas

Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebab penyakit autoimun adalah multi

faktor. Mungkin sebagian besar, kalau tidak semua, faktor-faktor tersebut

berperan serta dalam berbagai kombinasi pada penyakit yang berbeda. Walaupun

faktor kelainan tersebur jarang dijumpai, asal-usulnya tetap belum jelas. Selain

kepekaan genetik yang kompleks, kita berhadapan dengan proses penuaan pada

timus, atau sel induk limfoid dan kontrol internal autoreaktivitas. Hormon seks

mungkin juga berperan. Belum lagi sejumlah faktor lingkungan, khususnya

mikroba yang dapat menyebabkan berbagai dampak pada organ sasaran, sistem

limfoid dan jaring-jaring sitokin.

a. Faktor keturunan/genetik

Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik. Meskipun

sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya penyakit pada keluarga,

tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah kompleks

dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada hanya

Page 5: AUTOIMUNITAS

4

menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA. Halotipe HLA

merupakan risiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu

b. Faktor hormon dan seks

Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan adrenal memang diketahui

mempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan terhadap antigen.

Hormon seks berbeda yang terdapat pada pria dan wanita mungkin juga

berperan pada kekerapan untuk menderita penyakit autoimun. SLE

(Systemic lupus arythematosus) dan artritis reumatoid lebih kerap berlaku

pada wanita, dan myasthenia gravis lebih kerap berlaku pada pria.

Ada kecenderungan umum bahwa penyakit autoimun lebih sering dijumpai

pada wanita dibanding pria. Alasan pasti untuk hal ini belum diketahui. Ada

kemungkinan bahwa kadar estrogen yang tinggi dijumpai pada penderita

dan mencit dengan SLE. Kehamilan sering dikaitkan dengan makin

beratnya penyakit, terutama pada artritis reumatoid, dan kadang-kadang

terjadi kekambuhan setelah melahirkan, pada saat mana terjadi perubahan

kadar hormon yang drastis dan hilangnya plasenta. Juga harus dicatat sering

terjadi hipotiroidi postpartum pada wanita yang sebelumnya telah menderita

penyakit autoimun.

c. Faktor mikroba (infeksi dan kemiripan molekular)

Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun

tertentu. Beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen sel

sendiri. Respons imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula

pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang pula sel B

untuk membentuk autoantibodi.

Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi

autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat ditemukan

atau diisolasi. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba, tetapi

merupakan akibat respons imun terhadap jaringan pejamu yang rusak.

Page 6: AUTOIMUNITAS

5

Infeksi virus sebelum berlaku penyakit telah dikaitkan dengan SLE,

sklerosis multipel dan diabetes.

d. Faktor non mikroba (lingkungan, makanan, dan obat)

Sinar matahari merupakan perangsang timbulnya kelainan kulit pada SLE.

Pemaparan pada larutan organik dapat mengawali penyakit autoimun

membran basal yang menyebabkan sindroma Good-pasture – perhatikan

frekuensi tinggi penyakit ini pada individu dengan HLA-DR2 yang bekerja

pada perusahaan ”dry-cleaning” atau terpapar pada minyak syphon yang

berasaldari tanki minyak syphon orang lain. Keadaan yang lebih

mengherankan adalah terjadinya penyakit yang sama pada tikus Brown

Norway yang disuntik denganair raksa, tetapi hal itu memang terjadi.

Diet mungkin merupakan salah satu faktor. Minyak ikan yang mengandung

asam lemak tak jenuh omega-3 yang berantai panjang dianggap

menguntungkan bagi penderita artritis reumatoid.

Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh obat misalnya SLE,

trombositopenia, miastenia gravis, anemia hemolitik autoimun dan lain-lain.

Berbagai obat dapat memacu LES, misalnya hidralazin, metildopa,

prokainamid, sulfalazin, penisilamin, klorpromazin, sitokin, antibodi

monoklonal, kinidin dan kinin, antikonvulsan (fenitoin, mefenitoin,

etoksuksidin, trimetadion, karbamazepin, valproat dan primidon). Antibodi

antifofolipid diinduksi obat-obatan yang sama yang menginduksi LES,

terutama klorpromazin, fenotiazin dan quinidin. Obat (penisilamin) dapat

menginduksi pemfigus dengan efek langsung terhadap epidermis atau tidak

langsung melalui modifikasi sistem imun. Sejumlah obat seperti α-metil-

dopa, iproniazid, minosiklin, asamtienilik, klometasin, halotan dan herbal

dai-saiko dapat menginduksi hepatitis melalui produksi autoantibodi organ

non spesifik. IFN-α dan IFN-β, GM-CSF dan IL-2 dilaporkan berhubungan

dengan timbulnya atau eksaserbasi psoriasis.

Mekanismenya dihubungkan dengan kemiripan profil Th1 pada psoriasisi

diopatik. Diduga bahwa β-bloker dapat menginduksi psoriasis melalui

Page 7: AUTOIMUNITAS

6

ikatan dengan reseptor β di kulit, sehingga menjadi lebih imunogenik.

Antibodi terhadap reseptor yang diproduksi lagi akan merusak fungsi dan

terjadinya psoriasis. Anemia hemolisis dapat terjadi pada individu rentan

yang memakai antibiotik penisilin.

e. Sequestered antigen

Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya,

tidak terpajang dengan sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered

antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Antigen-antigen yang

terdapat dalam beberapa tempat tertentu seperti otak, ovari, plasenta, testis,

uterus dan kebuk mata anterior dianggap sebagai antigen istimewa

(immunologically privilege sites) dan tidak mempengaruhi reaksi imun

dalam keadaan normal karena tidak interaksi antara antigen ini dengan sel

T. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh

infeksi, kerusakan iskemia atautrauma), dapat memajangkan sequestered

antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal.

Contohnya protein intraokular dan sperma. Uveitis autoimun pasca

vasektomi diduga disebabkan respons autoimun terhadap sequestered

antigen. Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan perubahan struktur

pada self antigen dan pembentukan determinan baru yang dapat memacu

reaksi autoimun.

f. Kegagalan autoregulasi

Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Gangguan

dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons

MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-β) dan gangguan respons

terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada

sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel Th dapat

dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.

Page 8: AUTOIMUNITAS

7

g. Aktivasi sel B poliklonal

Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus

(EBV), LPS, dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara

langsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri

atas berbagai autoantibodi

D. Klasifikasi Penyakit

Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, menurut

mekanisme terjadinya, yaitu melalui antibodi/humoral, kompleks imun, selular,

selular dan humoral atau menurut organ yang menjadi sasaran yaitu organ spesifik

dan non organ spesifik atau sistemik.

1. Klasifikasi Penyakit Autoimun Menurut Organ yang Terlibat

Berdasarkan organ yang menjadi sasaran, penyakit-penyakit autoimun

dapat dianggap membentuk spektrum. Suatu upaya untuk mengelompokkan

penyakit-penyakit utama yang dianggap berkaitan dengan autoimunitas

dalam suatu spektrum penyakit autoimun yang organ spesifik dan non organ

spesifik (sistemik) diperlihatkan pada tabel.

Page 9: AUTOIMUNITAS

8

Organ-specific Hashimoto’s thyroiditis

Primary myxoedema

Thyrotoxicosis

Pernicious anaema Autoimmune atrophic gastritis

Addison’s disease

Premature menopause (few cases) Insulin-dependent diabetes mellitus

Stiff-man syndrome

Goodpasture’s syndrome

Myasthenia gravis Male infertility (few cases)

Phempigus vulgaris

Pemphigoid Sympathetic opthalmia

Phacogenic uveitis

Multiple sclerosis (?) Autoimmnue haemolytic anaemia

Idiophatic thrombocytopenic purpura

Idiopathic leucopenia

Primary biliary cirrhosis Active chronic hepatitis (HBsAg negative)

Cryptogenic cirrhosis (some cases)

Ulcerative colitis Atherosclerosis (?)

Sjögren’s syndrome

Rheumatoid arthritis

Dermatomyositis Scleroderma

Mixed connective tissue disease

Anti-phospolipid syndrome Discoid lupus erythematosus

Systemic lupus arythematosus (SLE)

Non-organ-specific

Pada salah satu ujung spektrum dapat dilihat penyakit autoimun spesifik

organ dengan autoantibodi spesifik organ. Penyakit Hashimoto pada kelenjar

tiroid merupakan satu contoh yang menunjukkan lesi spesifik pada tiroid yang

diinfiltrasi dengan sel-sel mononuklear (limfosit, histiosit, sel plasma), destruksi

sel-sel folikuler dan pembentukan pusat germinal disertai produksi antibodi

dengan spesifisitas absolut terhadap unsur-unsur tertentu kelenjar tiroid.

Ada kecenderungan bahwa pada seseorang dapat dijumpai lebih dari satu

jenis kelainan autoimun dan apabila ini terjadi maka seringkali kelainan-kelainan

itu berada dalam satukelompok pada spektrum. Jadi penderita dengan tiroiditis

autoimun (penyakit Hashimoto atau miksedema primer) lebih sering menderita

Page 10: AUTOIMUNITAS

9

anemia pernisiosa dibanding yang diharapkan pada populasi umum dengan umur

dan jenis kelamin yang sama (10 % vs 0,2 %). Sebaliknya baik tiroiditis maupun

tirotoksikosis sering dijumpai pada penderita anemia pernisiosa dengan frekuensi

yang sangat tinggi. Hubungan lain sering dijumpai antara penyakit Addison

dengan penyakit tiroid autoimun dan pada remaja yang menderita anemia

pernisiosa dan poli endokrinopati termasuk penyakit Addison, hipoparatiroidisme,

diabetes dan tiroiditis.

2. Klasifikasi Penyakit Autoimun menurut Mekanismenya

a. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi

Penyakit-penyakit yang ditimbulkannya serta autoantigennya terlihat

pada tabel

Page 11: AUTOIMUNITAS

10

b. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T

c. Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi

Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan penyakit

sistemik seperti LES. Sebaliknya, autoantibodi atau respons sel T terhadap

self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas,

organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes melitus tipe I dan sklerosis

multipel.

d. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen

Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat menimbulkan

penyakit autoimun seperti LES. Di samping itu beberapa alotipe dari

komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas. Diduga bahwa kompleks

imun yang mungkin timbul dalam tubuh tidak dapat disingkirkan oleh

sistem imun yang komplemen dependen.

Page 12: AUTOIMUNITAS

11

3. Klasifikasi Penyakit Autoimun Secara Keseluruhan

a. Penyakit autoimun menurut system organ

1) Penyakit autoimunhematologi

a) Anemia hemolitik autoimun (AHA)

(1) AHA antibodi panas

(2) AHA antibodi dingin

(3) Hemoglobinuriadingin paroksismal (HDP)

b) Neutropenia ( yang ditimbulkan oleh autoantibodi)

c) Penyakit gangguanpembentukan darahautoimun

(1) Sindrom kegagalanhematopoietik (anemiaaplastik)

(2) Anemia aplastik didapat (AAD)

(3) Sindrommielodisplastik (SMD)

(4) Hemoglobinurianokturnal paroksismal (HNP)

(5) Aplasia sel darahdidapat murni (ASDDM)

(6) Trombositopeniaidiopatik (ITP)

(7) Sindrom kegagalan sumsum kongenital (anemia Fanconi)

(8) Penyakit lain-lain :

• Penyakit gangguan proliferasi LGL (large granular lymphocyte)

• Neutropenia siklik (NS)

• Trombositopenia amegakariositik (TA)

2) Penyakit autoimun salurancerna

a) Anemia pernisiosa

b) Aklorhidria (gastritisantral difus)

c) Hepatitis autoimun(HAI)

• HAI tipe I

• HAI tipe II

• HAI tipe III

d) Sirosis bilier primer (SBP)

e) Penyakit inflamasi usus(inflammatory bowel desease/IBD)

f) Crohn dan kolitisulseratif (KU)

Page 13: AUTOIMUNITAS

12

3) Penyakit autoimun jantung

a) Miokarditis dankardiomiopati

b) Varian Miokarditis :

• Miokarditis sel datia

• Miokarditis eosinofilik

• Sarkoidosis jantung

• Miokarditis peripartumdan kardiomiopati

c) Sindrom pasca perikardiotomi dan sindrom pasca infark miokard

(penyakit Dressler)

4) Penyakit autoimun ginjal

a) Nefropati imunoglobulin A

b) Nefropati membran

c) Sindrom nefropati idiopatik

d) Glomerulonefritismesangiokapiler

e) Glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi

f) Nefritistubulointerstisial

g) Sindrom Goodpasture

5) Penyakit autoimun susunansaraf

a) Neuropati autoimun(sindrom Guillan – Barre atau polineuritis idiopatik

akut)

b) Vaskulitis saraf perifer

c) Neuropati perifer lainnya (neuropati idiopatik dengan gamopati

monoklonal dan neuropati demielinisasi motor multifokal)

d) Sindrom paraneoplastik autoimun yang mengenai otak dan saraf perifer

e) Sklerosis multipel

f) Mielitis transversa

g) Neuritis optik

h) Neuromielitis optika(sindrom Devic)

i) Ensefalomielitisdiseminasi akut (EMDA)

Page 14: AUTOIMUNITAS

13

6) Penyakit autoimun endokrin

a) Penyakit autoimunkelenjar hipofisis (hipofisitislimfositik)

b) Tirotoksikosis(penyakit Grave,hipertiroidsm)

c) Goiter

d) Tiroiditis kronis(tiroiditis Hashimoto)

e) Tiroiditis postpartum(tiroiditis yang silent,transient, atau limfositik)

f) Penyakit adrenal autoimun (penyakit Addison)

g) Hipoparatiroidismeautoimun

h) Diabetes melitus

• Diabetes melitus tipe I / IDDM (insulindependent DM) / juvenile DM

• Sindrom insulinautoimun

• Resistensi insulin tipe B

• Penyakit poliglandular autoimun (koeksistensi endokrinopati)

7) Penyakit autoimun otot

a) Miastenia gravis

b) Polimiositis – dermatomiositis

8) Penyakit autoimunreproduksi

a) Endometriosisautoimun

b) Orkitis autoimun

c) Kegagalan prematur ovarium autoimun

d) Infertilitas

9) Penyakit autoimun telingadan laring (kepala dan leher)

a) GranulomatosaWegener (GW)

b) Sarkoidosis

c) Tuli autoimun

d) Sialadenitis autoimun rekuren (pseudo sialektasi sautoimun, sindrom

Mikulicz, sindrom Sicca atau penyakit Sjögren primer, dan sindrom

Sjögren sekunder)

10) Penyakit autoimun kelenjar eksokrin – Sicca complex

11) Penyakit autoimun paru

12) Penyakit autoimun kulit

Page 15: AUTOIMUNITAS

14

a) Penyakit autoimunyang menimbulkan lepuh :

(1) Pemfigus

(2) Pemfigus foliaseus

(3) Pemfigusvulgaris

(4) Pemfiguseritematosus (sindrom Senear – Usher)

(5) Pemfigus bulosa

(6) Dermatitisherpetiformis

(7) Pemfigoid gestasionis

(8) Epidermolisisbulosa (EB)

(9) EB simpleks

(10) EB junctional

(11) EB distrofis

b) Penyakit-penyakitautoimun kulit lain :

(1) Alopesia areata

(2) Vitiligo

(3) Penyakit autoimun nonorgan spesifik (LES)

(4) Sklerosis sistemik

(5) Dermatomiositis

(6) Sklerosis lichen

(7) Graft versus host disease

13) Penyakit autoimun mata

a) Episkleritis

b) Skleritis

c) Sindrom Sjogren (SS) – keratokonjungtivitas sicca(KKS)

d) Uveitis

e) Mooren’s ulcer

f) Penyakit pemfigoid sikatrikal (cicatrical ocular pemfigoid)

g) Skleritis nekrotik

h) Sindrom Vogt – Koyanagi – Harada (VKH)

i) Sindrom Cogan

j) Penyakit Behcet

Page 16: AUTOIMUNITAS

15

k) Sklerosis multipel (SM)

l) Vaskulitis retina

m) Sarkoidosis

n) Oftalmia simpatetik

o) Koroidopati serpiginus

p) Neuritis optik

q) Neuromielitis optika (sindrom Devic)

r) Penyakit-penyakit mata lain yang diduga berdasarkan autoimun

(miastenia gravis, kerato konjungtivitis limbus superior Theodore,

uveitis yang melibatkan lensa, neuro retinitis dan sindrom Schlossman)

b. Penyakit autoimun non organ spesifik (sistemik)

1) Lupus eritematosus sistemik (LES)

2) Skleroderma (sklerosis sistemik progresif, sindrom CREST)

3) Sindrom Sjögren (SS)

4) Artritis reumatoid