AUTOIMUNITAS
-
Upload
theo-fandani -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
description
Transcript of AUTOIMUNITAS
AUTOIMUNITAS
MAKALAH IMUNOLOGI
Oleh :
Septian Theo F. 121810401058
Kharisna Aulia 121810401064
Rekanda Isnaqoimah S. 121810401065
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
1
A. Pengertian Autoimunitas
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang
disebabkan oleh kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk
mempertahankan self-tolerance sel B, sel T, atau keduanya. Potensi untuk
autoimunitas ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat
mengekspresikan reseptor spesifik untuk banyak self-antigen.
Autoimunitas terjadi karena self-antigen yang dapat menimbulkan aktivasi,
proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang
menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ. Respons terhadap self-
antigen melibatkan komponen-komponen yang juga terlibat dalam respons imun,
seperti antibodi, komplemen, kompleks imun, dan cell mediated immunity. Baik
antibodi maupun sel T atau keduanya dapat berperan dalam patogenesis penyakit
autoimun.
Dalam populasi, sekitar 3,5 % orang menderita penyakit autoimun. 94 %
dari jumlah tersebut berupa penyakit Grave (hipertiroidism), diabetes melitus tipe
1, anemia pernisiosa, artritisreumatoid, tiroiditis, vitiligo, sklerosis multipel dan
LES (Lupus eritematosus sistemik). Penyakit ditemukan lebih banyak pada wanita
(2,7 kali dibanding pria).
Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut
autoantibodi. Sel autoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk
autoantigen. Bila sel tersebut memberikan respon autoimun, disebut SLR (sel
limfosit reaktif). Pada orang normal, meskipun SLR terpajang dengan
autoantigen, tidak selalu terjadi respons autoimun oleh karena ada sistem yang
mengontrol reaksi autoimun.
2
B. Teori Fenomena Autoimun
Ada tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan tentang fenomena
autoimunitas, yaitu:
● Teori klon terlarang (forbidden clones theory)
Burnett mengajukan teori forbidden clones, yang menyatakan bahwa
tubuh menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri oleh karena sel-sel
yang autoreaktif selama perkembangan embriologiknya akan musnah.
Mutan yang memiliki antigen permukaan akan segera dibinasakan,
sedangkan mutan yang memiliki antigen tersembunyi dapat hidup terus
sehingga berfungsi dalam respon imun dan menimbulkan kerusakan.
● Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)
Pada masa embrio merupakan tahap pengenalan antigen. Sequestered
atau hidden antigen adalah antigen yang karena sawar anatomik tidak
pernah terpajang dengan sistem imun misalnya antigen sperma, lensa
mata, dan saraf pusat. Bila sawar tersebut rusak pada tahap dewasa,
antigen yang tadinya terasing sekarang terpapar sehingga limfosit
mengenal sebagai asing sehingga dapat timbul penyakit autoimun.
● Teori defisiensi imun (immunologic deficiency theory)
Hilangnya self tolerance mungkin disebabkan oleh karena adanya
gangguan sistem limfoid. Teori ini didasarkan atas kemunduran fungsi
sistem imun. Adanya kenyataan pada pengamatan bahwa penyakit
autoimun sering ditemukan bersamaan pada individu dengan defesiensi
imun, misalnya padalanjut usia.
Teori-teori lainnya:
● Determinan antigen baru:Pembentukan autoantibodi dapat
dicetuskanoleh karena timbul determinan antigen baru pada protein
normal. Contohautoantibodi yang timbul akibat hal tersebut ialah factor
rematoid (FR). FR dibentuk terhadap determinan antigen yang terdapat
pada imunoglobulin.
3
● Reaksi silang dengan mikroorganisme: Kerusakan jantung pada
demamreumatik anak diduga terjadi akibat produksi antigen terhadap
streptokok Ayang bereaksi silang dengan miokard penderita.
● Virus sebagai pencetus autoimunitas: Virus yang terutama
mengginfeksisystem limfoid dapat tmempengaruhi mekanisme kontrol
imunologik sehinggaterjadi autoimunitas.
● Autoantibodi dibentuk sekunder akibat kerusakan jaringan:Autoantibodi
terhadap jantung ditemukan pada jantung infark. Pada umumnyakadar
autoantibodi disini terlalu rendah untuk dapat menimbulkan
penyakitautoimun. Autoantibodi dapat dibentuk pula terhadap antigen
mitokondria padakerusakan hati atau jantung. Pada tuberculosis dan
tripanosomiasis yangmenimbulkan kerusakan luas pada berbagai
jaringan, dapat pula ditemukanautoantibody terhadap antigen jaringan
dalam kadar gula yang rendah.
C. Faktor Yang Berperan Pada Autoimunitas
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebab penyakit autoimun adalah multi
faktor. Mungkin sebagian besar, kalau tidak semua, faktor-faktor tersebut
berperan serta dalam berbagai kombinasi pada penyakit yang berbeda. Walaupun
faktor kelainan tersebur jarang dijumpai, asal-usulnya tetap belum jelas. Selain
kepekaan genetik yang kompleks, kita berhadapan dengan proses penuaan pada
timus, atau sel induk limfoid dan kontrol internal autoreaktivitas. Hormon seks
mungkin juga berperan. Belum lagi sejumlah faktor lingkungan, khususnya
mikroba yang dapat menyebabkan berbagai dampak pada organ sasaran, sistem
limfoid dan jaring-jaring sitokin.
a. Faktor keturunan/genetik
Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik. Meskipun
sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya penyakit pada keluarga,
tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah kompleks
dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada hanya
4
menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA. Halotipe HLA
merupakan risiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu
b. Faktor hormon dan seks
Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan adrenal memang diketahui
mempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan terhadap antigen.
Hormon seks berbeda yang terdapat pada pria dan wanita mungkin juga
berperan pada kekerapan untuk menderita penyakit autoimun. SLE
(Systemic lupus arythematosus) dan artritis reumatoid lebih kerap berlaku
pada wanita, dan myasthenia gravis lebih kerap berlaku pada pria.
Ada kecenderungan umum bahwa penyakit autoimun lebih sering dijumpai
pada wanita dibanding pria. Alasan pasti untuk hal ini belum diketahui. Ada
kemungkinan bahwa kadar estrogen yang tinggi dijumpai pada penderita
dan mencit dengan SLE. Kehamilan sering dikaitkan dengan makin
beratnya penyakit, terutama pada artritis reumatoid, dan kadang-kadang
terjadi kekambuhan setelah melahirkan, pada saat mana terjadi perubahan
kadar hormon yang drastis dan hilangnya plasenta. Juga harus dicatat sering
terjadi hipotiroidi postpartum pada wanita yang sebelumnya telah menderita
penyakit autoimun.
c. Faktor mikroba (infeksi dan kemiripan molekular)
Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun
tertentu. Beberapa bakteri memiliki epitop yang sama dengan antigen sel
sendiri. Respons imun yang timbul terhadap bakteri tersebut dapat bermula
pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang pula sel B
untuk membentuk autoantibodi.
Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi
autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat ditemukan
atau diisolasi. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba, tetapi
merupakan akibat respons imun terhadap jaringan pejamu yang rusak.
5
Infeksi virus sebelum berlaku penyakit telah dikaitkan dengan SLE,
sklerosis multipel dan diabetes.
d. Faktor non mikroba (lingkungan, makanan, dan obat)
Sinar matahari merupakan perangsang timbulnya kelainan kulit pada SLE.
Pemaparan pada larutan organik dapat mengawali penyakit autoimun
membran basal yang menyebabkan sindroma Good-pasture – perhatikan
frekuensi tinggi penyakit ini pada individu dengan HLA-DR2 yang bekerja
pada perusahaan ”dry-cleaning” atau terpapar pada minyak syphon yang
berasaldari tanki minyak syphon orang lain. Keadaan yang lebih
mengherankan adalah terjadinya penyakit yang sama pada tikus Brown
Norway yang disuntik denganair raksa, tetapi hal itu memang terjadi.
Diet mungkin merupakan salah satu faktor. Minyak ikan yang mengandung
asam lemak tak jenuh omega-3 yang berantai panjang dianggap
menguntungkan bagi penderita artritis reumatoid.
Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh obat misalnya SLE,
trombositopenia, miastenia gravis, anemia hemolitik autoimun dan lain-lain.
Berbagai obat dapat memacu LES, misalnya hidralazin, metildopa,
prokainamid, sulfalazin, penisilamin, klorpromazin, sitokin, antibodi
monoklonal, kinidin dan kinin, antikonvulsan (fenitoin, mefenitoin,
etoksuksidin, trimetadion, karbamazepin, valproat dan primidon). Antibodi
antifofolipid diinduksi obat-obatan yang sama yang menginduksi LES,
terutama klorpromazin, fenotiazin dan quinidin. Obat (penisilamin) dapat
menginduksi pemfigus dengan efek langsung terhadap epidermis atau tidak
langsung melalui modifikasi sistem imun. Sejumlah obat seperti α-metil-
dopa, iproniazid, minosiklin, asamtienilik, klometasin, halotan dan herbal
dai-saiko dapat menginduksi hepatitis melalui produksi autoantibodi organ
non spesifik. IFN-α dan IFN-β, GM-CSF dan IL-2 dilaporkan berhubungan
dengan timbulnya atau eksaserbasi psoriasis.
Mekanismenya dihubungkan dengan kemiripan profil Th1 pada psoriasisi
diopatik. Diduga bahwa β-bloker dapat menginduksi psoriasis melalui
6
ikatan dengan reseptor β di kulit, sehingga menjadi lebih imunogenik.
Antibodi terhadap reseptor yang diproduksi lagi akan merusak fungsi dan
terjadinya psoriasis. Anemia hemolisis dapat terjadi pada individu rentan
yang memakai antibiotik penisilin.
e. Sequestered antigen
Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya,
tidak terpajang dengan sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered
antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Antigen-antigen yang
terdapat dalam beberapa tempat tertentu seperti otak, ovari, plasenta, testis,
uterus dan kebuk mata anterior dianggap sebagai antigen istimewa
(immunologically privilege sites) dan tidak mempengaruhi reaksi imun
dalam keadaan normal karena tidak interaksi antara antigen ini dengan sel
T. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh
infeksi, kerusakan iskemia atautrauma), dapat memajangkan sequestered
antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal.
Contohnya protein intraokular dan sperma. Uveitis autoimun pasca
vasektomi diduga disebabkan respons autoimun terhadap sequestered
antigen. Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan perubahan struktur
pada self antigen dan pembentukan determinan baru yang dapat memacu
reaksi autoimun.
f. Kegagalan autoregulasi
Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis. Gangguan
dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respons
MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-β) dan gangguan respons
terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada
sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel Th dapat
dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.
7
g. Aktivasi sel B poliklonal
Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus
(EBV), LPS, dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara
langsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri
atas berbagai autoantibodi
D. Klasifikasi Penyakit
Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, menurut
mekanisme terjadinya, yaitu melalui antibodi/humoral, kompleks imun, selular,
selular dan humoral atau menurut organ yang menjadi sasaran yaitu organ spesifik
dan non organ spesifik atau sistemik.
1. Klasifikasi Penyakit Autoimun Menurut Organ yang Terlibat
Berdasarkan organ yang menjadi sasaran, penyakit-penyakit autoimun
dapat dianggap membentuk spektrum. Suatu upaya untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit utama yang dianggap berkaitan dengan autoimunitas
dalam suatu spektrum penyakit autoimun yang organ spesifik dan non organ
spesifik (sistemik) diperlihatkan pada tabel.
8
Organ-specific Hashimoto’s thyroiditis
Primary myxoedema
Thyrotoxicosis
Pernicious anaema Autoimmune atrophic gastritis
Addison’s disease
Premature menopause (few cases) Insulin-dependent diabetes mellitus
Stiff-man syndrome
Goodpasture’s syndrome
Myasthenia gravis Male infertility (few cases)
Phempigus vulgaris
Pemphigoid Sympathetic opthalmia
Phacogenic uveitis
Multiple sclerosis (?) Autoimmnue haemolytic anaemia
Idiophatic thrombocytopenic purpura
Idiopathic leucopenia
Primary biliary cirrhosis Active chronic hepatitis (HBsAg negative)
Cryptogenic cirrhosis (some cases)
Ulcerative colitis Atherosclerosis (?)
Sjögren’s syndrome
Rheumatoid arthritis
Dermatomyositis Scleroderma
Mixed connective tissue disease
Anti-phospolipid syndrome Discoid lupus erythematosus
Systemic lupus arythematosus (SLE)
Non-organ-specific
Pada salah satu ujung spektrum dapat dilihat penyakit autoimun spesifik
organ dengan autoantibodi spesifik organ. Penyakit Hashimoto pada kelenjar
tiroid merupakan satu contoh yang menunjukkan lesi spesifik pada tiroid yang
diinfiltrasi dengan sel-sel mononuklear (limfosit, histiosit, sel plasma), destruksi
sel-sel folikuler dan pembentukan pusat germinal disertai produksi antibodi
dengan spesifisitas absolut terhadap unsur-unsur tertentu kelenjar tiroid.
Ada kecenderungan bahwa pada seseorang dapat dijumpai lebih dari satu
jenis kelainan autoimun dan apabila ini terjadi maka seringkali kelainan-kelainan
itu berada dalam satukelompok pada spektrum. Jadi penderita dengan tiroiditis
autoimun (penyakit Hashimoto atau miksedema primer) lebih sering menderita
9
anemia pernisiosa dibanding yang diharapkan pada populasi umum dengan umur
dan jenis kelamin yang sama (10 % vs 0,2 %). Sebaliknya baik tiroiditis maupun
tirotoksikosis sering dijumpai pada penderita anemia pernisiosa dengan frekuensi
yang sangat tinggi. Hubungan lain sering dijumpai antara penyakit Addison
dengan penyakit tiroid autoimun dan pada remaja yang menderita anemia
pernisiosa dan poli endokrinopati termasuk penyakit Addison, hipoparatiroidisme,
diabetes dan tiroiditis.
2. Klasifikasi Penyakit Autoimun menurut Mekanismenya
a. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi
Penyakit-penyakit yang ditimbulkannya serta autoantigennya terlihat
pada tabel
10
b. Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T
c. Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi
Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan penyakit
sistemik seperti LES. Sebaliknya, autoantibodi atau respons sel T terhadap
self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi jaringan yang terbatas,
organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes melitus tipe I dan sklerosis
multipel.
d. Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen
Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat menimbulkan
penyakit autoimun seperti LES. Di samping itu beberapa alotipe dari
komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas. Diduga bahwa kompleks
imun yang mungkin timbul dalam tubuh tidak dapat disingkirkan oleh
sistem imun yang komplemen dependen.
11
3. Klasifikasi Penyakit Autoimun Secara Keseluruhan
a. Penyakit autoimun menurut system organ
1) Penyakit autoimunhematologi
a) Anemia hemolitik autoimun (AHA)
(1) AHA antibodi panas
(2) AHA antibodi dingin
(3) Hemoglobinuriadingin paroksismal (HDP)
b) Neutropenia ( yang ditimbulkan oleh autoantibodi)
c) Penyakit gangguanpembentukan darahautoimun
(1) Sindrom kegagalanhematopoietik (anemiaaplastik)
(2) Anemia aplastik didapat (AAD)
(3) Sindrommielodisplastik (SMD)
(4) Hemoglobinurianokturnal paroksismal (HNP)
(5) Aplasia sel darahdidapat murni (ASDDM)
(6) Trombositopeniaidiopatik (ITP)
(7) Sindrom kegagalan sumsum kongenital (anemia Fanconi)
(8) Penyakit lain-lain :
• Penyakit gangguan proliferasi LGL (large granular lymphocyte)
• Neutropenia siklik (NS)
• Trombositopenia amegakariositik (TA)
2) Penyakit autoimun salurancerna
a) Anemia pernisiosa
b) Aklorhidria (gastritisantral difus)
c) Hepatitis autoimun(HAI)
• HAI tipe I
• HAI tipe II
• HAI tipe III
d) Sirosis bilier primer (SBP)
e) Penyakit inflamasi usus(inflammatory bowel desease/IBD)
f) Crohn dan kolitisulseratif (KU)
12
3) Penyakit autoimun jantung
a) Miokarditis dankardiomiopati
b) Varian Miokarditis :
• Miokarditis sel datia
• Miokarditis eosinofilik
• Sarkoidosis jantung
• Miokarditis peripartumdan kardiomiopati
c) Sindrom pasca perikardiotomi dan sindrom pasca infark miokard
(penyakit Dressler)
4) Penyakit autoimun ginjal
a) Nefropati imunoglobulin A
b) Nefropati membran
c) Sindrom nefropati idiopatik
d) Glomerulonefritismesangiokapiler
e) Glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi
f) Nefritistubulointerstisial
g) Sindrom Goodpasture
5) Penyakit autoimun susunansaraf
a) Neuropati autoimun(sindrom Guillan – Barre atau polineuritis idiopatik
akut)
b) Vaskulitis saraf perifer
c) Neuropati perifer lainnya (neuropati idiopatik dengan gamopati
monoklonal dan neuropati demielinisasi motor multifokal)
d) Sindrom paraneoplastik autoimun yang mengenai otak dan saraf perifer
e) Sklerosis multipel
f) Mielitis transversa
g) Neuritis optik
h) Neuromielitis optika(sindrom Devic)
i) Ensefalomielitisdiseminasi akut (EMDA)
13
6) Penyakit autoimun endokrin
a) Penyakit autoimunkelenjar hipofisis (hipofisitislimfositik)
b) Tirotoksikosis(penyakit Grave,hipertiroidsm)
c) Goiter
d) Tiroiditis kronis(tiroiditis Hashimoto)
e) Tiroiditis postpartum(tiroiditis yang silent,transient, atau limfositik)
f) Penyakit adrenal autoimun (penyakit Addison)
g) Hipoparatiroidismeautoimun
h) Diabetes melitus
• Diabetes melitus tipe I / IDDM (insulindependent DM) / juvenile DM
• Sindrom insulinautoimun
• Resistensi insulin tipe B
• Penyakit poliglandular autoimun (koeksistensi endokrinopati)
7) Penyakit autoimun otot
a) Miastenia gravis
b) Polimiositis – dermatomiositis
8) Penyakit autoimunreproduksi
a) Endometriosisautoimun
b) Orkitis autoimun
c) Kegagalan prematur ovarium autoimun
d) Infertilitas
9) Penyakit autoimun telingadan laring (kepala dan leher)
a) GranulomatosaWegener (GW)
b) Sarkoidosis
c) Tuli autoimun
d) Sialadenitis autoimun rekuren (pseudo sialektasi sautoimun, sindrom
Mikulicz, sindrom Sicca atau penyakit Sjögren primer, dan sindrom
Sjögren sekunder)
10) Penyakit autoimun kelenjar eksokrin – Sicca complex
11) Penyakit autoimun paru
12) Penyakit autoimun kulit
14
a) Penyakit autoimunyang menimbulkan lepuh :
(1) Pemfigus
(2) Pemfigus foliaseus
(3) Pemfigusvulgaris
(4) Pemfiguseritematosus (sindrom Senear – Usher)
(5) Pemfigus bulosa
(6) Dermatitisherpetiformis
(7) Pemfigoid gestasionis
(8) Epidermolisisbulosa (EB)
(9) EB simpleks
(10) EB junctional
(11) EB distrofis
b) Penyakit-penyakitautoimun kulit lain :
(1) Alopesia areata
(2) Vitiligo
(3) Penyakit autoimun nonorgan spesifik (LES)
(4) Sklerosis sistemik
(5) Dermatomiositis
(6) Sklerosis lichen
(7) Graft versus host disease
13) Penyakit autoimun mata
a) Episkleritis
b) Skleritis
c) Sindrom Sjogren (SS) – keratokonjungtivitas sicca(KKS)
d) Uveitis
e) Mooren’s ulcer
f) Penyakit pemfigoid sikatrikal (cicatrical ocular pemfigoid)
g) Skleritis nekrotik
h) Sindrom Vogt – Koyanagi – Harada (VKH)
i) Sindrom Cogan
j) Penyakit Behcet
15
k) Sklerosis multipel (SM)
l) Vaskulitis retina
m) Sarkoidosis
n) Oftalmia simpatetik
o) Koroidopati serpiginus
p) Neuritis optik
q) Neuromielitis optika (sindrom Devic)
r) Penyakit-penyakit mata lain yang diduga berdasarkan autoimun
(miastenia gravis, kerato konjungtivitis limbus superior Theodore,
uveitis yang melibatkan lensa, neuro retinitis dan sindrom Schlossman)
b. Penyakit autoimun non organ spesifik (sistemik)
1) Lupus eritematosus sistemik (LES)
2) Skleroderma (sklerosis sistemik progresif, sindrom CREST)
3) Sindrom Sjögren (SS)
4) Artritis reumatoid