AUTOIMUNITAS

16
AUTOIMUNITAS Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun. Respon imun dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau penyakit yang ditimbulkan mekanisme lain (seperti infeksi). A. KRITERIA AUTOIMUN Untuk membuktikan bahwa autoimunitas merupakan sebab penyakit tertentu, diperlukan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi, antara lain: Kriteria Autoimun No Kriteria Catatan 1 Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan spesifisitas untuk organ yang terkena penyakit 2 Autoantibodi dan atau sel T ditemukan di jaringan dengan cedera Benar pada beberapa penyakit endokrin, LES dan beberapa glomerulonefritis 3 Ambang autoantibodi atau respon sel T menggambarkan aktivitas penyakit Hanya ditemukan pada penyakit autoimun sistemik akut dengan 1

description

kk

Transcript of AUTOIMUNITAS

Page 1: AUTOIMUNITAS

AUTOIMUNITAS

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh

mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau

keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang

ditimbulkan oleh respon autoimun. Respon imun dapat terjadi tanpa disertai penyakit atau

penyakit yang ditimbulkan mekanisme lain (seperti infeksi).

A. KRITERIA AUTOIMUN

Untuk membuktikan bahwa autoimunitas merupakan sebab penyakit tertentu, diperlukan

sejumlah kriteria yang harus dipenuhi, antara lain:

Kriteria Autoimun

No Kriteria Catatan

1 Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan

spesifisitas untuk organ yang terkena penyakit

2 Autoantibodi dan atau sel T ditemukan di jaringan

dengan cedera

Benar pada beberapa

penyakit endokrin, LES dan

beberapa glomerulonefritis

3 Ambang autoantibodi atau respon sel T

menggambarkan aktivitas penyakit

Hanya ditemukan pada

penyakit autoimun sistemik

akut dengan kerusakan

jaringan progresif cepat

seperti pada LES vaskulitis

sitemik atau penyakit

antiglomerulus membrane

basal

4 Penurunan respon autoimun memberikan perbaikan

penyakit

Keuntungan imunosupresi

terlihat pada beberapa

penyakit, terbanyak

imunosupresan tidak

spesifik dan berupa

1

Page 2: AUTOIMUNITAS

antiinflamasi

5 Transfer antibodi atau sel T ke pejamu sekunder

menimbulkan penyakit autoimun pada resipien

Pada manusia dengan

transfer transplasenta

antibodi IgG autoreaktif

selama kehamilan trimester

terakhir dan dengan

timbulnya penyakit

autoimun pada resipien

transplan sumsum tulang

bila donor memiliki

penyakit autoimun

6 Imunisasi dengan autoantigen dan kemudian induksi

respon autoimun menimbulkan penyakit

Lebih sulit dibuktikan pada

manusia

Penyakit yang di induksi IgG dan dapat ditransfer melalui plasenta

Antibodi maternal yang berperan Penyakit yang diinduksi pada neonates

Hormone yang merangsang tiroid Penyakit Grave neonates

Molekul adhesi membrane basal epidermal Pemfigoid neonatus

Sel darah merah Anemia hemolitik

Trombosit Trombositopenia

Reseptor asetilkolin Miastenia gravis neonatus

Ro dan La Lupus kulit neonatus dan heart block

kongenital komplit

Contoh beberapa auto-antigen dan penyakit yang berhubungan

Self antigen Contoh Penyakit

Reseptor hormone Reseptor TSH Hiper/hipo-tiroidisme

Reseptor insulin Hiper/hipo-glikemia

Reseptor neurotransmitor Reseptor asetilkolin Miastenia gravis

2

Page 3: AUTOIMUNITAS

Molekul adhesi Molekul adhesi sel

epidermal

Penyakit kulit dengan lepuh

Protein plasma Factor VIII Hemophilia didapat

Β2-Glikoprotein I dan

protein antikoagulan lain

Sindrom antifosfolipid

Protein permukaan sel lain SDM (antigen multipel) Anemia hemolitik

Trombosit Trombositopenia purpura

Enzim intraseluler Peroksidase tiroid hipotiroidisme

Steroid 21-hidroksilasi

(korteks adrenal)

Kegagalan adrenokortikal

(penyakirt Addison)

Dekarboksilase glutamate

(sel β pulau Langerhans)

Diabetes autoimun

Enzim lisosom (sel

fagositik)

Vaskulitis sistemik

Enzim mitokondrial

(terutama dihidrogenase

piruvat)

Sirosis bilier primer

Molekul intraseluler yang

berperan dalam transkripsi

dan translasi

Ds-DNA LES

Histon LES

Topoisomerase Scleroderma difus

Sintesa amino asil t-RNA Polimiositis

Protein sentromer Scleroderma yang terbatas

B. FAKTOR IMUN

1. Sequestered antigen

Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya, tidak

terpajan dengan sel B atau sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, Sequestered

antigen dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun.

Perubahan anatomi dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi,

kerusakan iskemia atau trauma), dapat memajankan Sequestered antigen dengan

3

Page 4: AUTOIMUNITAS

sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein lensa

intraocular, sprema dan MBP. Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan perubahan

struktur pada self antigen dan pembentukan determinan baru yang dapat memacu

reaksi autoimun.

2. Gangguan presentasi

Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respon

MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-β) dan gangguan respon terhadap

IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr.

Bila terjadi kegagalan Ts atau Tr, maka sel Th dapat dirangsang sehingga

menimbulkan autoimunitas. Respon imun seluler terhadapa mikroba dan antigen

asing lainnya dapat juga menimbulkan kerusakan jaringan di tempat infeksi atau

pejanan antigen.

3. Ekspresi MHC-H yang tidak benar

Sel β pancreas pada penderita dengan Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

mengekspresikan kadar tinggi MHC-I dan MHC-II, sedang subyek sehat sel β

mengespresikan MHC-I yang lebih sedikit dan tidak mengekspresikan MHC-II sama

sekali. Sama halnya dengan sel kelenjar tiroid pada penderita grave mengekspresikan

MHC-II yang tidak pada tempatnya itu yang biasanya hanya diekspresikan pada APC

dapat mensensitasi sel Th terhadap peptida yang berasal dari sel β atau tiroid dan

mengaktifkan sel β atau Tc atau Th1 terhadap self antigen.

4. Aktivasi sel B poliklonal

Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh virus (EBV),

LPS dan parasite malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung yang

menimbulkan autoimunitas. Antibody yang dibentuk terdiri atas berbagai

autoantibodi.

5. Peran CD4 dan reseptor MHC

Gangguan yang mendasari penyakit autoimun sulit untuk diidentifikasi. Untuk

seseorang menjadi rentan terhadap autoimunitas harus memiliki MHC dan TCR yang

dapat mengikat antigen sel sendiri.

6. Keseimbangan Th1-Th2

4

Page 5: AUTOIMUNITAS

Penyakit autoimun organ spesifik terbanyak terjadi melalui sel T CD4. Ternyata

keseimbangan Th1-Th2 dapat mempengaruhi terjadinya autoimunitas. Th

menunjukkan peran pada autoimunitas, sedang oada beberapa penelitian Th2 tidak

hanya melindungi terhadap induksi penyakit, tetapi juga terhadap progres penyakit.

Pada Experimental Allergic Encephalitis (EAE) sitokin Th1 (IL-2, TNF-α dan IFN-γ)

ditemukan dalam SSP dengan kadar tertinggi pada penyakit.

7. Sitokin pada autoimunitas

Beberapa mekanisme kontrol melindungi efek sitokin patogenik, diantaranya adalah

adanya ekspresi sitokin sementara dan reseptornya serta produksi antagonis sitokin

dan inhibitornya. Gangguan mekanismenya meningkatkan regulasi atau produksi

sitokin yang tidak benar sehingga menimbulkan efek patofisiologi. Sitokin dapat

menimbulkan translasi berbagai faktor etiologis kedalam kekuatan patogenik dan

mempertahankan inflamasi fase kronis serta destruksi jaringan. IL-1 dan TNF telah

mendapat banyak perhatian sebagai sitokin yang dapat menimbulkan kerusakan.

Kedua sitokin ini menginduksi ekspresi sejumlah protease dan dapat mencegah

pembentukan matriks ekstraseluler atau merangsang penimbunan matriks yang

berlebihan.

5

Page 6: AUTOIMUNITAS

C. FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPERAN PADA AUTOIMUNITAS

A. Kemiripan molekular dan infeksi

Terdapat beberapa penyebab ataupun pencetus dari proses autoimun.

Diantaranya infeksi bakterial, viral. Beberapa agen infeksi yang dapat

menyebabkan penyakit autoimun diantaranya : virus, bakteri dan parasit lainnya.

Hubungan antara infeksi dan autoimunitas yang terjelas timbul karena kemiripan

(mimicracy).

A. Virus dan autoimunitas

Berbagai virus berhubungan dengan berbagai penyakit autoimun yang mengenai

sendi. Virus adeno dan Coxsackie A9, B2, B4, B6 sering berhubungan dengan

poliartritis, pleuritis , mialgia, ruam kulit, faringitis, miokarditis dan leukositosis.

Respons autoimun terhadap virus Hepatitis C (HCV) adalah multifaktorial.

Resolusi HCV terjadi pada penderita dengan respon antibodi yang cepat dan

infeksi cenderung menjadi kronis pada penderita dengan respons antibodi yang

lambat. Sekitar 10%-30% penderita dengan HCV kronis disertai kadar rendah

ANA dan 60-80% disertai RF. ACA ditemukan pada 22% penderita HCV dan

berbagai antibodi lainnya telah juga ditemukan. (Tabel 5.1)

Tabel 5.1 Autoantibodi yang ditemukan pada penderita HCV

Krioglobulin

Faktor Reumatoid

Antibodi antinuclear

Antibodi antikardiolipin

Antibodi antineutrofil sitoplasma

Antibodi antitiroid

Antibodi anti-otot polos atau anti mikrosom ginjal

B. Bakteri dan autoimunitas

B.1 Karditis reumatik-demam reumatik akut

6

Page 7: AUTOIMUNITAS

Beberapa penyakit autoimun yang ditimbulkan bakteri adalah demam reumatik

paska infeksi streptokok yang disebabkan oleh antibodi terhadap streptokok yang

diikat jantung dan menimbulkan miokarditis. Homologi juga ditemukan antara

antigen protein jantung dan antigen Klamidia Tripanozoma cruzi.

Keduanya berhubungan dengan miokarditis. Demam reumatik adalah gejala sisa

nonsupuratif penyakit Streptokok A, biasanya berupa faringitis dengan manifestasi

2-4 minggu pasca infeksi akut. Ada tiga gejala utama yaitu artritis (tersering),

karditis dan korea (gerakan tidak terkontrol, tidak teratur dari otot muka,lengan

dan tungkai) yang dapat disertai gejala kulit berupa ruam tidak sakit dan nodul

subkutan. Gejala-gejala tersebut biasanya timbul pada penderita yang

menunjukkan beberapa gambaran klinis utama dan jarang terjadi sendiri.

Pada pemeriksaan imunologik ditemukan antibodi yang beraksi dengan protein M

dari mikroba penyebab. Antigen streptokok tersebut memiliki epitop yang mirip

dengan jaringan miokard jantung manusia dan antibodi terhadap streptokok akan

menyerang jantung (jaringan,katup). Pada pemeriksaan biopsi katup jantung

ditemukan infiltrasi sel plasma, endapan antibodi dan protein komplemen jaringan.

Antibodi terhadap antigen streptokok bereaksi silang dengan antigen otot jantung

dan menimbulkan kerusakan dan penyakit demam rematik. Penyakit menghilang

bila bakteri dieliminasi dan tidak terjadi produksi antibodi.

B.2 Sindrom Reiter dan artritis reaktif

Infeksi saluran cerna oleh Salmonela, Sigela atau Kampilobakter dan saluran

kencing oleh Klamidia trakomatis atau Ureaplasmaurealitikum dapat memacu

sindrom Reiter yang berupa triad uretritis, artritis dan uveitis. Inflamasi insersi

tendon dan ligamen pada tulang merupakan ciri sindrom Reiter dan artritis reaktif.

Penderita dengan artritis perifer asimetris, sakit tumit dan tendon akiles dapat

merupakan ciri utama. Sel-sel inflamasi ditemukan dalam cairan sinovial.

B.3 Eritema nodosum

Biasanya terjadi pada orang dewasa usia antara 18 tahun sampai dengan 33 tahun.

Infeksi streptokok ditemukan pada 28%, Klamidia 1.5% dan pada satu kasus

7

Page 8: AUTOIMUNITAS

masingmasing ditemukan infeksi spesies mikoplasma, yersinia, HBV dan

Tuberkulosis. Klinis berupa nodul terutama pada ekstremitas bawah di permukaan

ekstensor, namun lesi dapat pula ditemukan di kaki atau lengan bawah. Dapat pula

ditemukan sindrom Lofgren yang terdiri atas eritema nodosum limfadenopati hilus

bilateral dan poliartritis terutama dipergelangan kaki seperti halnya juga terlihat

pada sarkoidosis.

B.4 Yersinia enterokolitis

Dua protein envelop Yersinia enterokolitis memiliki epitop yang sama dengan

domen ekstraselular respon TSH. Pada sindrom Guillain-Barre, antibodi terhadap

gangliosid manusia beraksi silang dengan endotoksin C. jejuni. Antibodi kolon

yang ditemukan pada kolitis ulseratif beraksi silang dengan E. coli. Antigen dalam

T. Cruzi juga dapat beraksi silang dengan antigen otot jantung dan susunan saraf

perifer dan memacu beberapa lesi imunopatologik seperti terlihat pada penyakit

Chagas. Kemiripan molekul homolog antara mikroba dan komponen tubuh yang

dianggap menimbulkan reaksi silang dapat di lihat pada Tabel 6. 1

Tabel 6.1 Kemiripan molekul homolog antara mikroba dan komponen

tubuh yang

dianggap menimbulkan reaksi silang

Molekul mikroba Komponen tubuh

Bakteri

Sigela fleksneri artritogenik HLA-B27

Nitrogenase Klebsiela HLA-B27

Urease Proteus mirabilis HLA-DR4

65 kDa hsp M. tuberkulosis Sendi (artritis ajuvan)

Virus

Koksaki B Miokard

Koksaki B Dekarboksilase asam glutamat

EBV gp 110 (DNAJ hsp E.

coli)

RA dengan epitop sel T Dw4

Oktamer HBV Protein dasar mielin

8

Page 9: AUTOIMUNITAS

Glikoprotein HSV Reseptor asetikolin

Hemaglutinin campak Subset sel T

Gag p32 retrovirus RNA U-1

B. Hormon

Studi epidemiologi menemukan bahwa wanita lebih cenderung menderita

penyakit autoimun dibanding pria. Wanita pada umumnya juga memproduksi

lebih banyak antibodi dibanding pria yang biasanya merupakan respon

proinflamasi Th1. Kehamilan sering disertai dengan memburuknya penyakit

terutama atritis reumatik dan relaps sering terjadi setelah melahirkan.

Pengangkatan ovarium mecegah awitan autoimunitas spontan pada hewan

(terutama LES) dan pemberian estrogen mempercepat awitan penyakit. Hormone

hipofisa, prolaktin menunjukkan efek stimulator terutama terhadap sel T. kadar

prolaktin yang timbul tiba-tiba setelah kehamilan berhubungan dengan

kecenderungan terjadinya penyakit autoimun seperti AR.

C. Obat

Banyak obat berhubungan dengan efek samping berupa idiosinkrasi pada

patogenesisnya terjadi melalui komponen autoimun (gambar 12.6). Konsep

autoimun melibatkan 2 komponen yaitu respons autoagresif dan antigen. Hal

yang akhir sulit untuk dibuktikan pada banyak autoimunitas oleh obat. Contoh

sindrom autoimun yang diduga ditimbulkan obat dapat dilihat pada tabel 12.12.

Antibodi menghilang bila pemakaian obat dihentikan.

D. Radiasi UV

Pajanan dengan radiasi ultraviolet (biasanya sinar matahari) diketahui merupakan

pemicu inflamasi kulit dan kadang LES. Radiasi UV dapat menimbulkan

modifikasi struktur radikal bebas self antigen yang meningkatkan imunogenitas.

E. Oksigen radikal bebas

9

Page 10: AUTOIMUNITAS

Bentuk lain dari kerusakan fisis dapat mengubah imunogenitas self antigen

terutama kerusakan self molekul oleh radikal bebas oksigen yang menimbulkan

sebagian proses inflamasi. Pemicu lainnya adalah stress dan factor makanan.

F. Logam

Berbagai logam seperti Zn, Cu, Cr, Pb, Cd, Pt, perak dan metalloid (silicon)

diduga dapat menimbulkan efek terhadap system imun, baik in vitro maupun in

vivo dan kadamg serupa autoimunitas (Tabel 12.13). Salah satu bentuk yang

sudah banyak ditelitiantara lain adalah reaksi terhadap silikon. Silikon adalah

Kristal non mental, elemen ringan dan bentuk dioxidenya disebut silika. Pajanan

inhalasi debu silicon yang berhubungan dengan pekerjaan dapat menimbulkan

penyakit yang disebut silikosis. Respon imun yang terjadi dapat berupa produksi

ANA, RF, dan beberapa karyawan menunjukkan gejala serupa LES atau sindrom

serupa scleroderma dengan endapan kompleks imun di glomerulus dan

glomerulosklerosis lokal. Penderita dengan silikosis menunjukkan kadar

antibody terhadap kolagen tipe I dan III.

D. MEKANISME KERUSAKAN JARINGAN

Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibody (tipe II dan III), Tipe

IV yang mengaktifkan sel CD4+ atau sel CD8+ (Tabel 12.14). kerusakan organ

dapat juga terjadi melalui autoantibody yang mengikat tempat fungsional self

antigen seperti reseptor hormone, reseptor neuro transmitor dan protein plasma.

Autoantibodi tersebut dapat menyerupai atau menghambat efek ligan endogen

untuk self protein yang menimbulkan gangguan fungsi tanpa terjadinya inflamasi

atau kerusakan jaringan.

E. DIAGNOSIS AUTOIMUNITAS

A. Antibodi dalam serum

Menemukan auto antibody dalam serum pada umumnya dilakukan dengan empat

cara yaitu RIA, ELISA, imunofluoresensi, elektroforesis countercurrent.

Imunofluoresensi merupakan cara yang paling kurang sensitive. RIA memerlukan

reagens mahal. ELISA menghindari penggunaan radioisotope, tetapi memerlukan

10

Page 11: AUTOIMUNITAS

peralatan khusus. Elektroforesis countercurrent mudah dikerjakan, murah, tetapi

relative insensitif

B. Imunofluoresensi

IFT digunakan untuk menemukan banyak autoantibodi dalam serum. Specimen

biopsy dapat diperiksa dengan imunohistokima. Endapan immunoglobulin yang

terjadi karena reaksi dengan organ atau antigen spesifik untuk jaringan

C. Pemeriksaan komplemen

11