Audit Sap 10

22
I Definisi Materialitas Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam menetukan laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Konsep materialistas yang dibahas dalam bab ini terkait langsung dengan konsep yang akan dibahas nanti pada bab 23 FASB mendefinisikan materialitas adalah sebagai berikut: “Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah aji informasi akuntasi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut”. Oleh karena pada auditor bertanggung jawab untuk menentukan apakah terdapat salah saji material dalam laporan keuangan, maka jika terdapat penemuan salah saji meterial, mereka harus membuatnya menjadi perhatian klien sehingga dapat dilakuka koreksi atas salah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, maka auditor harus menerbitkanopini wajar dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa signifikan dalah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, aduitor sangat bergantung pada pengetahuan yang mendalam atas penerapan materialitas. Pembacaan definisi FASB dengan saksama akan membuka kesulitan yang dihadapi auditor dalam menerapkan materialitas. Sementara definisi tersebut menekankan kepada para pengguna yang rsional yang mengandalkan laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, auditor harus memiliki pengetahuan atas kemungkinan para pengguna laporan keuangan klien dan keputusan – keputusan yang akan mereka buat. Sebagai contoh, jika seorang auditor mengetahui bahwa pengguna akan mengandalkan laporan keuangan untuk membuat persetujuan jual beli bagi keseluruhan bisnisnya, maka jumlah yang akan diangap material bagi auditor dapat menjadi pengguna laporan keungan atau put keputusan apa yang mungkin akan diambil oleh para pengguna berdasarkan laporan keuangan.

description

Pengauditan

Transcript of Audit Sap 10

I Definisi MaterialitasMaterialitas merupakan pertimbangan utama dalam menetukan laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Konsep materialistas yang dibahas dalam bab ini terkait langsung dengan konsep yang akan dibahas nanti pada bab 23FASB mendefinisikan materialitas adalah sebagai berikut:Besarnya nilai yang dihilangkan atau salah aji informasi akuntasi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut.Oleh karena pada auditor bertanggung jawab untuk menentukan apakah terdapat salah saji material dalam laporan keuangan, maka jika terdapat penemuan salah saji meterial, mereka harus membuatnya menjadi perhatian klien sehingga dapat dilakuka koreksi atas salah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, maka auditor harus menerbitkanopini wajar dengan pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa signifikan dalah saji tersebut. Untuk menentukan hal tersebut, aduitor sangat bergantung pada pengetahuan yang mendalam atas penerapan materialitas.Pembacaan definisi FASB dengan saksama akan membuka kesulitan yang dihadapi auditor dalam menerapkan materialitas. Sementara definisi tersebut menekankan kepada para pengguna yang rsional yang mengandalkan laporan keuangan dalam pengambilan keputusan, auditor harus memiliki pengetahuan atas kemungkinan para pengguna laporan keuangan klien dan keputusan keputusan yang akan mereka buat. Sebagai contoh, jika seorang auditor mengetahui bahwa pengguna akan mengandalkan laporan keuangan untuk membuat persetujuan jual beli bagi keseluruhan bisnisnya, maka jumlah yang akan diangap material bagi auditor dapat menjadi pengguna laporan keungan atau put keputusan apa yang mungkin akan diambil oleh para pengguna berdasarkan laporan keuangan. Auditor harus mengikuti lima langkah terkait dalam menerapkan materialitas, sebagaimana ditunjukan pada figur 7-1 pertama, auditor meneraokan penilaian awal mengenai materialitas dan kemudian menglokasikan estimasi tersebut pada setiap bagian pengauditan, sebagaimana ditunjukan dalam kotak oertama pada figur 7-1 kedua langkah tersbut merupakan bagian daru perencanaan, merupakan fokus utama kita dalam pembahasaan mengenai maerialitas pada bab ini. Langkah ketga di sepanjang kontrak kerja, di mana aduitotr mengenstimasikan jumlah salah saji di bagian ketika mereka mengevaluasi audit. Mendekati akhir pengauditan, selama fase penyelesaian kontrak kerja, aduitro melanjutkan dua langkah terakhir. Tiga langkah terakhir ditunjukan dalam figur 7-1, merupakan bagian dari evaluasi hasil penguditan.

Langkah Langkah

LANGKAH 1Menetapkan pertimbangan materialitas awalLANGKAH 2Mengalokasikan pertimbangan materialitas awal ke setiap bagian pengauditasLANGKAH 3Mengestimasikan salah saji total di setiap bagian pengauditanLANGKAH 4Mengestimasi salah saji gabungan LANGKAH 5Membandingkan estimasi salah saji gabungan dengan materialitis dalam penilaian awal atau penilaian yang direvisi

Perencanaan Kepuasan Pengujian

Evaluasi hasil

CARA MENETAPKAN TINGKAT MATERIALITASAuditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya yang sering disebut dengan materialitas perencanaan. Materialitas perencanaan dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah, (2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat material secara kualitatif, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut. Contoh dari faktor kuantitatif dan faktor kualitatif, seperti:1. Faktor kuantitatif:a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuanganb. Total aktiva dalam neracac. Total aktiva lancar dalam neracad. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca2. Faktor kualitatif:a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukumb. Kemungkinan terjadinya kecuranganc. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.d. Adanya gangguan dalam trend laba.e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat yaitu:A. MATERIALITAS PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGANDalam menerapkan materialitas, auditor menggunakan dua cara yaitu menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan pada saat evaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit. Jika ditentukan terlalu rendah, auditor akan mengonsumsi waktu dan usaha sebenarnya yang tidak diperlukan. Sebaliknya, jika auditor menentukan jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi, auditor akan mengabaikan salah saji yang signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebagai akibat penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum Indonesia, penyimpangan dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan. Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu tingkat materialitas. Dalam melakukan pertimbangan awal tentang materialitas, mula-mula auditor menentukan tingkat materialitas gabungan untuk setiap laporan keuangan. Untuk tujuan perencanaan audit, auditor harus menggunakan tingkat salah saji gabungan yang terkecil yang dianggap material terhadap salah satu laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan ini semestinya digunakan karena (1) laporan keuangan adalah berhubungan satu dengan lainnya, (2) banyak prosedur audit berkaitan dengan lebih dari satu laporan keuangan. Pertimbangan awal auditor tentang materialitas seringkali dibuat enam sampai dengan sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu, pertimbangan tersebut didasarkan atas data laporan keuangan yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu, yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi umum dan trend industri. Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas. Berikut ini contoh beberapa panduang kuantitatif yang digunakan dalam praktik:a. Laporan keuangan yang dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5% sampai 10% dari sebelum pajak.b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1/2% sampai 1% dari total aktivac. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1% dari passivad. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1/2% sampai 1% dari pendapatan bruto.

B. MATERIALITAS PADA TINGKAT SALDO AKUNMeskipun auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, namun ia harus melakukan audit terhadap akun-akun secara individual dalam mengumpulkan bukti audit yang dipakai sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya atas laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, taksiran materialitas yang dibuat pada tahap perencanaan audit harus dibagi kea kun laporan keuangan secara individual yang akan diperiksa. Bagian materialitas yang dialokasikan ke akun-akun secara individual ini dikenal dengan sebutan salah saji yang dapat diterima untuk akun tertentu. Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut. Oleh karena itu, akun dengan saldo yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan materialitas seringkali disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu, harus disadari oleh auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak material, dapat berisi kurang saji yang melampaui materialitasnya. Dalam mempertimbangkan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual, namun, jika digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca. Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut, Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut, misalnya PT Genggong memiliki komposisi aktiva sebagai berikut:Kas Rp 500.000

Piutang usaha1.500.000

Sediaan 3.000.000

Aktiva tetap5.000.000

Jumlah aktivaRp 10.000.000

Auditor memperkirakan salah saji dalam akun kas dan aktiva tetap kemungkinannya kecil terjadi dan salah saji dalam akun piutang usaha dan sediaan kemungkinan lebih banyak terjadi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun dengan sedikit salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit diabndingkan dengan akun lain. misalnya jika prakiraan awal materialitas laporan keuangan keuangan adalah 1% dari total aktiva, atau Rp 100.000 auditor tersebut dapat mempertimbangkan dua alternatif dalam mengalokasikan materialitas laporan keuangan kea kun secara individual sebagai berikut:Alokasi Materialitas

AkunAlternatif A%Alternatif B%

Kas Rp 5.0005Rp 2.0002

Piutang usaha15.0001518.00018

Sediaan30.0003050.00050

Akiva tetap50.0005030.00030

Total 100.000100100.000100

Dalam alternatif A, materialitas dialokasikan secara proporsional ke dalam setiap akun, tanpa memperhatikan taksiran salah saji moneter dan biaya audit untuk mendeteksi salah saji tersebut. Sedangkan pada alternatif B, alokasi materialitas lebih besar dilakukan ke dalam akun piutang dan sediaan. Hal ini akan berdampak pada biaya audit, dimana biaya audit pada alternatif A untuk akun piutang dan sediaan akan lebih besar daripada alternatif B karena hubungan terbalik antara materialitas saldo akun dan bukti audit. JENIS-JENIS RISIKO

Siklus Penjualan dan PenagihanSiklus Pembelian dan PembayaranSiklus Penggajian dan KepegawaianSiklus Persediaan dan PergudanganSiklus Akuisisi Modal dan Pembayaran Kembali

APenilaian auditor atas salah saji material sebelum mempertimbangkan pengendalian internal Diperkirakan ada beberapa salah sajiDiperkirakan banyak salah sajiDiperkirakan sedikit salah saji Diperkirakan banyak salah sajiDiperkirakan sedikit salah saji

(risiko bawaan)(sedang)(tinggi)(rendah)(tinggi)(rendah)

BPenilaian efektivitas oengendalian internal untuk mencegah atau mendeteksi salah saji material Efektivitas sedangEfektivitas tinggiEfektivitas tinggi Efektivitas rendahEfektivitas sedang

(risiko pengendalian)(sedang)(rendah)(rendah)(tinggi)(sedang)

CKesediaan auditor untuk menerima adanya salah saji material setelah menyelesaikan auditKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendahKesediaan rendah

(risiko audit yang dapat diterima)(rendah)(rendah)(rendah)(rendah)(rendah)

DKeluasan bukti audit yang direncanakan auditor untuk dikumpulkanTingkat menengahTingkat menengahTingkat rendahTingkat tinggiTingkat menengah

(risiko deteksi yang direncanakan)(sedang)(sedang)(tinggi)(rendah)(sedang)

Tabel Ilustrasi Pembedaan Bukti Audit Untuk Setiap Siklus

1. RISIKO DETEKSI YANG DIRENCANAKAN (PLANNED DETECTION RISK)Risiko deteksi yang direncanakan merupakan risiko dimana bukti audit untuk suatu bagian tidak mampu mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima. Terdapat dua hal penting untuk mengetahui risiko deteksi yang direncanakan.Risiko deteksi yang direncanakan bergantung pada tiga faktor dalam model risiko audit. Risiko ini hanya dapat berubah jika auditor mengubah salah satu risiko dalam model tersebut. Model risiko audit adalah:

Keterangan:PDR= Risiko detekisi yang direncanakanAAR = Risiko audit yang dapat diterimaIR = Risiko bawaanCR = Risiko pengendalianRisiko deteksi yang direncanakan menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan dikumpulkan oleh auditor, yang berbanding terbalik dengan ukuran risiko deteksi yang direncanakan. Jika risiko deteksi yang direncanakan dikurangi, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai pengurangan risiko. Sebagai contoh, jika risiko deteksi yang direncanakan (PDR) sebesar 0,05 berarti bahwa auditor merencanakan untuk mengumpulkan bukti audit sampai risiko salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima berkurang menjadi 5%. Jika seandainya PDR dinaikkan menjadi 1,0 maka bukti yang direncanakan menjadi berkurang.

2. RISIKO BAWAAN (INHERENT RISK)Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan terdapatnya salah saji material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian pengauditan sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal klien. Jika auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan salah saji tinggi, tanpa mempertimbangkan pengendalian internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko bawaanya adalah tinggi. Risiko bawaan berbanding terbalik dengan risiko deteksi yang direncakan dan berbanding lurus dengan bukti audit. Risiko bawaan untuk persediaan pergudangan dalam tabel diatas adalah tinggi sehingga mengakibatkan risiko deteksi yang direncanakan lebih rendah dan makin banyak bukti audit yang harus dikumpulkan.Selain meningkatkan bukti audit untuk risiko bawaan yang lebih tinggi biasanya auditor menugaskan staf yang lebih berpengalaman untuk bagian pengauditan tersebut dan menelaah pengujian audit yang telah diselesaikan secara lebih mendalam.

3. RISIKO PENGENDALIAN (CONTROL RISK)Risiko pengendalian mengukur penialaian auditor mengenai apakah salah saji melebihi jumlah yang dapat diterima di suatu bagian pengauditan akan dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat oleh pengendalian internal klien.Anggaplah auditor menyimpulkan bahwa pengendalian internal klien seluruhnya tidak efektif untuk mendeteksi salah saji. Sehingga, auditor akan memberikan faktor risiko untuk risiko pengendalian yang tinggi, bahakn mungkin 100%. Makin efektif pengendalian internal, makin rendah faktor risiko yang dapat diberikan.Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko bawaan dan risiko pengendalian. Perkalian IR dan CR menghasilkan pembagi dalam model risiko audit. Menurut PSA 25 (SA 312), gabungan dari risiko bawaan dan risiko pengendalian dinamakan risiko salah saji material (risk of material misstatement). Sebagaimana dalam risiko bawaan, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko deteksi yang direncanakan berbanding terbalik, sedangkan hubungan antara risiko pengendalian dengan bukti substantif berbanding lurus. Jika auditor menyimpulak bahwa pengendalian internalnya efektif, maka risiko pengendalian akan rendah dan risiko deteksi yang direncanakan dapat dinaikkan, sehingga bukti audit dapat diturunkan.Sebelum para auditor menetapkan risiko pengendalian kurang dari 100%, mereka harus mendapatkan pemahaman atas penegndalian internal, mengevaluasi seberapa baik pengendalian internal tersebut seharusnya berfungsi berdasarkan pada pemahaman yang diperoleh, dan menguji efektivitas pengendalian internalnya.

4. RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA (ACCEPTABLE AUDIT RISK)Risiko audit yang dapat diterima mengukur tingkat kesediaan auditor untuk menerima kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan setelah audit telah selesai dijalankan dan opini wajar tanpa pengecualian telah diterbitkan.Ketika auditor memutuskan risiko audit yang dapat diterima lebih rendah, mereka menginginkan untuk lebih yakin bahwa tidak ada salah saji dalam laporan keuangan. Risiko nol merupakan kepastian dan risiko 100% merupakan ketidakpastian mutlak.Seringkali auditor menggunakan istilah keyakinan audit, dibandingkan dengan istilah risiko audit yang dapat diterima. Keyakinan audit atau istilah lain yang sejenis merupakan perlengkapan risiko audit yang dapat diterima, yaitu satu dikurangi dnegan risiko audit yang dapat diterima.Ketika menggunakan model risiko audit, terdapat hubungan langsung antara risiko audit yang dapat diterima dengan risiko deteksi yang direncanakan, dan hubungan terbalik antara risiko audit yang dapat diterima dengan bukti audit. Jika auditor memutuskan untuk mengurangi risiko audit yang dapat diterima, risiko deteksi yang direncanakan dengan demikian juga berkurang, dan bukti audit yang direncanakan harus dinaikkan.Faktor yang mempengaruhi risiko audit risiko audit yang dapat diterima1. Tingkat ketergantungan pengguna eksternal laporan keuangan2. Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit diterbitkan3. Evaluasi auditor terhadap integritas manajemen

Faktor yang mempengaruhi risiko audit risiko bawaan1. Sifat bisnis klien2. Hasil pengauditan sebelumnya3. Kontrak kerja yang pertama atau kontrak kerja yang berulang4. Pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa5. Transaksi-transaksi yang tidak rutin6. Penilaian yang diperlukan untuk mencatat saldo-saldo dan transaksi-transaksi dengan benar7. Membuat populasi8. Faktor-faktor yang terkait dengan kecurangan dalam laporan keuangan9. Faktor-faktor yang terkait dengan penyalahgunaan aset

Hubungan Antarunsur Risiko

Risiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan resiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Oleh karena itu auditor, akan mengendalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen resiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk presentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan maksimum. Pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit sangat penting dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan yang dapat diterima.Gambar 6.1 melukiskan hubungan antarrisiko. Di situ terlihat bahwa risiko bawaan merupakan kerentanan asersi individual terhadap salah saji material. Risiko ini dapat dicegah atau dideteksi oleh pengendalian intern klien. Namun jika salah saji material tidak dapat dicegah dengan pengendalian intern klien, timbulah risiko pengendalian. Oleh karena itu, melalui audit atas laporan keuangan, auditor independen melakukan verifikasi terhadap asersi individual, dengan harapan salah saji yang ada di dalam asersi tersebut dapat terdeteksi dengan prosedur audityang dilaksanakan oleh auditor. Namun, jika salah saji material tetap tidak dapat dideteksi oleh prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor, timbulah resiko deteksi. Sebagai akibatnya, jika pengendalian intern klien tidak dapat mencegah dan mendeteksi salah saji material dalam asersi individual, laporan keuangan yang berisi salah saji material akan diberi pendapat wajar tanpa pengecualian. Timbulah kemudian risiko audit risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.Gambar 6.1 Hubungan Antarrisiko

Model Risiko AuditModel risiko audit menyatakan hubungan antara komponen-komponen risiko audit sebagai berikut : RA = RB X RP X RDUntuk menggambarkan penggunaan model di atas, misalkan auditor telah membuat perhitungan risiko berikut untuk sebuah asersi tertentu, seperti misalnya penilaian atau pengalokasian persediaan:RB =50% ; RP = 50%Misalkan auditor telah menentapkan risiko audit keseluruhan sebesar 5%. Risiko deteksi dapat ditentukan dengan menggunakan model untuk RD sebagai berikut:RD = RA/(RB X RP) = 0,05 / (0,5 x 0,5) = 20%Apabila auditor memutuskan bahwa RB tidak dapt dikuantifikasi, atau bila usaha untuk melakukan itu akan melebihi manfaat perhitungan risiko yang lebih rendah, maka auditor biasanya akan mengambil sikap konservasi yaitu dengan menetapkan risiko bawaan ke tingkat maksimum. Dengan situasi demikian, dengan asumsi faktor-faktor lain dalam contoh yang selalu tetap, maka model akan menghasilkan RD sebesar 10% [yaitu : 0,05 / (1,0 x 0,5)]. Apabila auditor juga memperhitungkan RP pada tingkat maksimum, maka RD akan menjadi sebesar 5% [0,05 / (1,0 x 1,0)].Jika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan risiko deteksi direncanakan untuk suatu asersi , RP didasarkan pada perhitungan tingkat risiko pengendalian direncanakan. Apabila kemudian ditentukan bahwa perhitungan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya berbeda dari tingkat risiko yang direncanakan, maka model dappat diterapkan kembali dengan menggunkan perhitungan tingkat risiko sesungguhnyauntuk RP. Risiko deteksi yang telah direvisi selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan rancangan pengujian substantif.Dalam praktik, banyak auditor tidak berusaha untuk mengkuantifikasi setiap komponen risiko, sehingga tidak memungkinkan untuk secara matematismenggunakan model risiko. Namun demikian, walaupun tidak diselesaikan dengan cara matematis, pemahaman tentang model tersebut akan membuat hubungan berikut menjadi jelas, yaitu:Pada sautu tingkat risiko audit tertentu, semakin tinggi tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian diperhitungkan, akan semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit

Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang keukupan (kuantitas) bukti audit. Terdapat hubungan berlawanan antara materialitas dan bukti audit. Jika materialitas rendah jumlah salah saji kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan auditor perlu mengumpulkan bukti audit yang kompeten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji baru dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan auditor hanya perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit. Contoh, diperlukan banyak bukti untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa saldo sediaan yang tercatat tidak disajikan lebih dari Rp 100.000 dibandingkan dengan diyakini bahwa saldo tersebut tidak salah saji lebih dari Rp 200.000. semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan (hubungan langsung). Sebagai contoh, lebih banyak bukti diperlukan untuk sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan bila sediaan tersebut hanya berjumlah 10% dari total aktiva. Demikian pula hubungan terbalik antara risiko audit dengan bukti audit untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin rendah resiko audit auditor bersedia untuk menanggung risiko audit rendah sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam jumlah banyak. Sebaliknya, semakin tinggi risiko audit auditor bersedia untuk menanggung risiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah rendah auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah kecil saja. Hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit dapat dilukiskan pada Gambar 6.2. berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit digambarkan sebagai berikut:1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah satu dari tiga cara berikut ini:a. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang dikumpulkan.b. Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap dipertahankan.c. Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara bersama-sama.Gambar 6.2 Hubungan Di Antara Materialitas, Bukti Audit, dan Risiko Audit

BUKTI AUDITTINGKATRISIKOMATERIALITASAUDIT

Mulyadi, 2014, Auditing Buku 1 Edisi 6, Jakarta: Selemba EmpatJusup, Haryonno, 2011, Auditing (Pengauditan) Buku 1, Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu EkonomiHalim, Abdul, 2012, Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan Jilid 1 edisi Keempat, Jakarta: UPP STIM YKPN