ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

5
SYUKNI TUMI PENGATA. SH. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Tahun 2009. Melanjutkan studi di Program Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Pancasila-Jakarta, pada Tahun 2010 - Angkatan 18. Saat ini bekerja sebagai Corporate Lawyer pada Warens & Partners Lawfirm. Kontak : WARENS & PARTNERS LAW FIRM Jl. Sisingamangaraja No.63, Kebayoran Baru, Jakarta 12120, Indonesia. Website : www.warenslaw.com Mobile : 085883714556 081287286164 Email : [email protected] Twitter : @stpengata Pin : 205343fe Disclaimer : Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di http://stpengataadvocates.blogspot.com/ tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum, namun hanya memberikan gambaran umum dan pendidikan hukum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi pembaca. ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA Seorang yang di-PHK karena berada dalam pengaruh alkohol sebagaimana yang diatur dalam salah satu pasal PKB, apakah harus memperoleh keputusan hakim pidana sebagaimana Kep MK No. 012/PUU-I/2003?

description

Seorang yang di-PHK karena berada dalam pengaruh alkohol sebagaimana yang diatur dalam salah satu pasal PKB, apakah harus memperoleh keputusan hakim pidana sebagaimana Kep MK No. 012/PUU-I/2003?

Transcript of ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

Page 1: ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

SYUKNI TUMI PENGATA. SH. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Andalas – Padang, Tahun 2009. Melanjutkan studi di Program Magister Ilmu Hukum Bisnis Universitas Pancasila-Jakarta, pada Tahun 2010 - Angkatan 18. Saat ini bekerja sebagai Corporate Lawyer pada Warens & Partners Lawfirm.

Kontak : WARENS & PARTNERS LAW FIRM

Jl. Sisingamangaraja No.63, Kebayoran Baru, Jakarta 12120, Indonesia.

Website : www.warenslaw.com Mobile : 085883714556 – 081287286164 Email : [email protected]

Twitter : @stpengata Pin : 205343fe

Disclaimer : Blog ini bukanlah blog ilmiah, dan Informasi yang tersedia di http://stpengataadvocates.blogspot.com/ tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum, namun hanya memberikan gambaran umum dan pendidikan hukum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi pembaca.

ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

Seorang yang di-PHK karena berada dalam pengaruh alkohol sebagaimana yang diatur dalam salah satu pasal PKB, apakah harus memperoleh keputusan hakim pidana sebagaimana Kep MK No. 012/PUU-I/2003?

Page 2: ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

Jawaban: Berdasarkan Pasal 158 ayat (1) huruf c UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), pekerja yang mabuk atau meminum minuman keras yang memabukkan di lingkungan kerja dapat diputus hubungan kerjanya. Namun, pasal tersebut kemudian telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003. Dalam putusan MK tersebut, yang kemudian dijelaskan dalam Surat Edaran Menakertrans No. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005 (“SE Menakertrans”),untuk pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pekerja melakukan kesalahan berat, harus ada putusan hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap. Sehingga, proses PHK tersebut tidak menyalahi proses hukum yang benar (due process of law) karena setiap pekerja yang belum memperoleh putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap dianggap tidak bersalah berdasarkan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Jadi, seharusnya tidak ada PHK karena kesalahan berat tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Page 3: ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

Namun, memang PHK karena kesalahan berat tanpa adanya putusan pengadilan pidana maupun penetapan PHI ini masih terjadi dalam praktik. Mengenai pengaturan dalam PKB yang Anda sebutkan pula, pengajar hukum perburuhan Universitas Trisakti, Yogo Pamungkas dalam artikel PHK Karena Kesalahan Berat Masih Jadi Perdebatan berpendapat bahwa kesalahan berat sebagai alasan PHK, masih sering menimbulkan perdebatan dalam praktik. Yogo mengetahui bahwa Mahkamah Konstitusi memang telah membatalkan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan. Namun masalah akan muncul ketika isi Pasal 158 dituangkan kedalam PKB. Dan hal ini masih debatable (diperdebatkan) di kalangan hakim ketika pengusaha memindahkan kaedah heteronom ke otonom. Akan tetapi, UU Ketenagakerjaan sudah menentukan bahwa isi suatu peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja bersama tak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Artinya, jika UU Ketenagakerjaan saja sudah „menghapuskan‟ kesalahan berat sebagai alasan PHK, maka seyogianya peraturan otonom (dalam hal ini PKB) tak boleh mengaturnya. Dengan demikian, pada dasarnya, pihak perusahaan harus melakukan proses PHK sesuai

Page 4: ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

prosedur yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, baik ada maupun tidak ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap, yaitu:

a. Mengadakan perundingan bipartit (antara pekerja dan pengusaha) secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Jadi, cobalah untuk membuka perundingan dengan pihak pengusaha yang mempekerjakan anda mengenai masalah ini.

b. Apabila dalam waktu 30 hari setelah perundingan dimulai tidak tercapai kesepakatan, upaya selanjutnya adalah perundingan tripartit, yaitu dengan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi setempat. Pada tahap ini, Anda perlu mengajukan bukti-bukti bahwa perundingan bipartit telah dilaksanakan, namun gagal mencapai kesepakatan. Nantinya, pegawai Dinas Ketenagakerjaan itu akan menawarkan pekerja dan pengusaha untuk memilih proses mediasi atau konsiliasi. Jika proses mediasi atau konsiliasi itu membuahkan kesepakatan, maka kesepakatan itu dituangkan dalam sebuah perjanjian bersama. Perjanjian itu

Page 5: ATURAN PHK PEKERJA YANG MABUK DI TEMPAT KERJA

harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”). Apabila di kemudian hari ada pihak yang melanggar perjanjian bersama, maka pihak yang merasa dirugikan bisa langsung memohonkan eksekusi ke PHI.

c. Apabila perundingan tripartit tetap tidak

menghasilkan kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan perselisihan ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Bila nanti ada pihak yang merasa tak puas dengan putusan PHI bisa langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Referensi :

- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

- UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

- Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/PUU-I/2003

- Surat Edaran Menakertrans No. SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005

- www.hukumonline.com