Attachment_1427952800731_Full Laporan Versi 1

108
LAPORAN KERJA PRAKTEK PENGAMATAN KEGIATAN GEOTEKNIK DAN SURVEY TAMBANG EMAS BAWAH TANAH PT NATARANG MINING DESA GUNUNG DOH, KECAMATAN BANDAR NEGERI SEMOUNG, KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG DISUSUN OLEH: ERICK ALAN DERATAMA H1C111032

description

...

Transcript of Attachment_1427952800731_Full Laporan Versi 1

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PENGAMATAN KEGIATAN GEOTEKNIK DAN SURVEYTAMBANG EMAS BAWAH TANAHPT NATARANG MINING DESA GUNUNG DOH, KECAMATAN BANDAR NEGERI SEMOUNG, KABUPATEN TANGGAMUS,PROVINSI LAMPUNG

DISUSUN OLEH:ERICK ALAN DERATAMAH1C111032

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS TEKNIKPROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGANBANJARBARU2015

LEMBAR PENGESAHAN

PENGAMATAN KEGIATAN GEOTEKNIK DAN SURVEYTAMBANG EMAS BAWAH TANAHPT NATARANG MININGDESA GUNUNG DOH, KECAMATAN BANDAR NEGERI SEMOUNG, KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

DISUSUN OLEH:ERICK ALAN DERATAMA(H1C111032)

Disetujui di Way linggo, Januari 2015Pembimbing Kerja Praktek,

Ashri KurniawanMineplan PT. Natarang Mining

Mengetahui,

MartonoKTT PT. Natarang Mining

Telah dipresentasikan dan telah dinyatakan LULUS pada tanggal 9 Januari 2015, oleh :

Penguji 1. Romla Noor Hakim, MT NIP. 19800616 200604 1 005

Penguji 2. Eko Santoso, MT NIP.

Penguji 3. Agus Triantoro, MT NIP. 19800803 200604 1001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini untuk memenuhi tugas yang telah diberikan.Penyusunan Laporan Kerja Praktek ini tidak dapat tersusun dengan baik apabila tidak didukung dan dibantu oleh banyak pihak yang telah mendorong, membimbing dan mengarahkan kami. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :1. Bapak Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, MT selaku dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.2. Bapak Romla Noor Hakim, MT selaku Pembimbing Laporan.3. Bapak Martono selaku Kepala Teknik Tambang PT Natarang Mining.4. Bapak Ashri Kurniawan selaku Mineplan sekaligus sebagai Pembimbing di PT Natarang Mining.5. Bapak Kohandi selaku Surveyor di PT Natarang Mining.6. Bapak Bayu selaku Geotech Engineer di PT. Natarang Mining7. Seluruh crew Survey dan Geotech Departement PT Natarang Mining.yang telah membantu dalam Kerja Praktek ini.8. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan ini. Saya menyadari akan ketidaksempurnaan Laporan Kerja Praktek yang saya susun ini, oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penyusun. Akhir kata, saya mengharapkan agar Laporan Kerja Praktek Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.Banjarbaru, Januari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR ivDAFTAR ISI vDAFTAR GAMBARviiDAFTAR RUMUSixDAFTAR TABEL xDAFTAR GRAFIKxiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang1-11.2 Maksud dan Tujuan1-21.3 Metode Pengumpulan Data1-21.4 Batasan Masalah1-3BAB II TINJAUAN UMUM2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah2-12.2Kondisi Umum Perusahaan2-12.2.1Iklim2-12.2.2Geomorfologi2-22.2.3Keadaan Geologi Regional2-42.2.4Kondisi Tektonik2-42.3Kegiatan Penambangan2-52.3.1Persiapan Penambangan ........2-52.3.2Proses Development2-52.3.3Penggalian, Pemuatan dan pengangkutan2-62.3.4Penumpukan Broken Ore2-7BAB III DASAR TEORI3.1Geoteknik Tambang Bawah Tanah3-13.1.1 Massa Batuan3-23.1.2 Klasifikasi Massa Batuan3-43.1.3 Rock Quality Designation (RQD)......................................3-53.1.4Rock Mass Rating (RMR)3-73.2.3Rock Mass Quality (Q) System3-143.2. Survey Tambang Bawah Tanah........................................................3-203.2.1 Perkembangan Pengukuran dengan Total Statiom3-23BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN4.1Geoteknik Tambang Bawah Tanah 4-14.1.1 Peralatan Geoteknik4-14.1.2 Pengambilan Data4-64.1.3 Pengolahan Data4-94.2 Survey Tambang Bawah Tanah4-174.2.1 Peralatan Survey4-174.2.2 Jenis Kegiatan pada Tambang Bawah Tanah4-214.2.3 Pengambilan Data4-254.2.4 Pengolahan Data4-264.3. Pembahasan4-27BAB V PENUTUP5.1Kesimpulan5-1DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Peta kesampaian daerah2-32. Gambar 2.2 Proses pembuatan lubang drill and blast2-53. Gambar 2.3 Proses pemuatan broken ore dari stope menuju ke main shaft2-64. Gambar 2.4 Proses pengangkutan broken ore dari shaft menuju stockpile2-65. Gambar 2.5 Pengukuran volume stockpile di pabrik2-76. Gambar 3.1 Metode pengukuran RQD menurut Deere3-77. Gambar 3.2 Joint roughness pada q system3-158. Gambar 3.3 SRF-values related to single and multiple weakness zones3-169. Gambar 3.4 Sketsa Pengukuran Tambang Bawah Tanah3-2110. Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 50084-211. Gambar 4.2 Palu geologi4-212. Gambar 4.3 Leica Disto A54-313. Gambar 4.4 Meteran4-314. Gambar 4.5 Schmidth Hammer4-415. Gambar 4.6 Geotechical Form Mapping4-516. Gambar 4.7 Sketsa pengukuran bidang diskontinuiti dengan metode scanline4-617. Gambar 4.8 Kegiatan pengukuran struktur dengan metode scanline4-718. Gambar 4.9 Defenisi strike, dip dan dip direction4-719. Gambar 4.10 Sketsa lokasi pengamatan4-820. Gambar 4.11 Total Station Leica TS154-1721. Gambar 4.12 Prisma4-1822. Gambar 4.13 Statif / Tripod4-1823. Gambar 4.14 Meteran4-1924. Gambar 4.15 Alat bor Boschhammer4-1925. Gambar 4.16 Pipa aluminium dan lem beton4-2026. Gambar 4.17 Selang waterpass4-2027. Gambar 4.18 Spraypaint4-2128. Gambar 4.19 Penandaan titik lubang bor pada heading4-2129. Gambar 4.20 Penempatan titik kontrol prisma pada dinding terowongan4-2230. Gambar 4.21 Sketsa penempatan wall station4-2231. Gambar 4.22 Penempatan titik monitoring4-2332. Gambar 4.23 Kegiatan monitoring penurunan permukaan tanah4-2333. Gambar 4.24 Pengukuran stockpile4-2434. Gambar 4.25 Stakeout titik bor eksplorasi4-2535. Gambar 4.26 Stakeout rencana pembuatan vertical shaft4-2536. Gambar 4.27 Sketsa pengambilan data koordinat lokasi L3-5E-sub34-26

DAFTAR TABEL

1. Tabel 3.1 Hubungan RQD dan Kualitas Massa Batuan3-52. Tabel 3.2 Penggolongan dan Pembobotan Kekasaran Menurut Bieniawski 3-103. Tabel 3.3 Tingkat Pelapukan Batuan Menurut Bieniawski (1976)3-104. Tabel 3.4 Rock Mass Rating (RMR) 3-125. Tabel 3.5 Rekomendasi Penyangga 3-136. Tabel 3.6 Excavation Support Ratio 3-177. Tabel 3.7 Korelasi antara RMR dan Q system 3-198. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan 4-89. Tabel 4.2 Rock Mass Rating System 4-1010. Tabel 4.3 Rock Tunneling Quality Index 4-1111. Tabel 4.4 Koordinat lokasi L3-5E-sub34-26

DAFTAR RUMUS

1. Rumus 3.1 RQD Menurut Deere, 19673-52. Rumus 3.2 RQD Menurut Priest and Hudson, 19763-63. Rumus 3.3 RQD Menurut Palmstrom, 19823-64. Rumus 3.4 Q-System Menurut Balton, Lien and Lunde3-145. Rumus 3.5 Equivalent Dimension (Deqivalent)3-166. Rumus 3.6 Panjang Rock Bolt3-187. Rumus 3.7 Maximum Unsuported Span3-188. Rumus 3.8 Penyangga Atap Permanen (Proof)3-199. Rumus 3.9 Penyangga Atap Permanen Joint Lebih Dari 3 (Proof)3-1910. Rumus 4.1 Equivalent Dimension (Deqivalent)4-1211. Rumus 4.2 Maximum Unsupport Span4-1412. Rumus 4.3 Panjang Rock Bolt4-16

DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 3.1 Hubungan RQD dan Jv (Palmstrom, 1982)3-62. Grafik 3.2 Hubungan Antara Span, Stand-up time dan RMR 3-143. Grafik 3.3 Rock Classes3-174. Grafik 3.4 Stand-up time (Ramammurthy, 2007)3-185. Grafik 3.5 Korelasi antara RMR dan Q system3-206. Grafik 4.1 Rock Classes (Bieniawski, 1989)4-127. Grafik 4.2 Hubungan Antara Span, Stand-up time dan RMR (Bieniawski)4-138. Grafik 4.3 Stand-up time (Ramammurthy, 2007)4-13

xi

BAB I PENDAHULUAN

Latar BelakangProses-proses geologi yang terjadi selama dan setelah pembentukan batuan mempengaruhi sifat massanya (rock mass properties), termasuk sifat keteknikan (engineering properties). Keadaan massa batuan di alam cenderung tidak ideal dalam beberapa hal (Goodman, 1989), seperti heterogen, anisotrop dan tidak menerus (diskontinuitas). Bidang diskontinuitas menyebabkan kekuatan dan tegangan dalam massa batuan tidak terdistribusi secara merata, sehingga terjadi gangguan keseimbangan. Orientasi diskontinuitas merupakan faktor geologi utama lain yang mempengaruhi stabilitas batuan, termasuk keadaan air tanah dan pelapukan turut menentukan sifat massa batuan . Jika terjadi perubahan sifat massa batuan, maka kualitas dan daya dukung batuan tersebut juga diperkirakan mengalami perubahan. Berdasarkan penyelidikan geologi dan geoteknik akan diketahui kualitas massa batuan, daya dukung dan berbagai faktor yang mempengaruhi. Sebagai contoh penerapan klasifikasi geomekanika Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski, 1989) dan Rock Tunneling Quality (Q system) (Barton, 1974) mampu mengevaluasi kualitas dan membuat estimasi daya dukung massa batuan, untuk berbagai pekerjaan seperti terowongan, lereng, fondasi dan rekayasa pertambangan. Peranan Geotek tidak hanya melakukan penyelidikan klasifikasi massa batuan saja tetapi lebih mengarah kepada memberikan panduan kepada pihak terkait mengenai potensi bahaya geoteknik yang akan terjadi kepada pihak terkait (manajemen perusahaan, institusi, mine planner). Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan. Mine surveying adalah satu cabang ilmu pertambangan dan teknologi yang mencakup semua pengukuran, perhitungan dan pemetaan yang melayani tujuan memastikan dan mendokumentasikan informasi pada semua tahapan suatu kegiatan penambangan. Pada kegiatan pertambangan, survey memiliki berbagai macam kegunaan, salah satunya adalah untuk mengetahui kemajuan tambang pada satu satuan waktu. Kemajuan tambang adalah keadaan tambang pada tiap akhir satuan waktu, yang diukur dengan menggunakan alat dan software tertentu. PT Natarang Mining yang berkecimpung dalam usaha pertambangan, dalam hal ini penambangan emas dengan metode tambang bawah tanah, tentunya tidak akan terpisah dari kegiatan geoteknik dan survey. Oleh itu sebabnya, alasan inilah yang menjadi dasar penyusun memilih tempat Kerja Praktek (KP) pada PT Natarang Mining. Adapun topik yang penyusun ajukan adalah Pengamatan Kegiatan Geoteknik dan Survey Tambang Emas Bawah Tanah PT Natarang Mining Desa Gunung Doh, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamusm Provinsi Lampung.1.2. Maksud Dan TujuanMaksud dari penyusunan laporan ini adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang klasifikasi massa batuan dan survey tambang bawah tanah pada PT Natarang Mining serta mengaplikasikan secara langsung teori yang didapatkan diperkuliahan Tujuan dari kerja praktek yang dilakukan adalah sebagai berikut:1. Mengamati kegiatan geoteknik dan survey tambang bawah tanah.2. Mengamati serta mempraktekan cara memperoleh data geoteknik dengan membuat scanline dan data survey tambang bawah tanah.3. Membuat klasifikasi massa batuan dengan metode RMR dan Q System.4. Membuat rekomendasi penyanggaan berdasarkan klasifikasi massa batuan.1.3. Metode Pengumpulan DataMetode penulisan dalam penyusunan laporan ini terdiri dari :1. Pengumpulan dataa. PrimerData primer berasal dari pengamatan, pengambilan data langsung di lapangan.

b. SekunderData sekunder berasal dari perusahaan berupa data hasil survey end of month (EOM), rekomendasi penyanggaan dari perusahaan serta berbagai sumber literatur seperti buku, internet, serta interview terhadap karyawan yang bersangkutan.2. Pengolahan dataPengolahan data dan pembobotan nilai klasifikasi massa batuan mengunakan metode Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989) dan Q system (Barton, 1974). 3. Pelaporan.Pelaporan dari kegiatan kerja praktek ini berisi hasil pengamatan dan perhitungan dari data primer yang dapat dipertanggungjawabkan.1.4. Batasan MasalahDalam kegiatan kerja praktek ini masalah yang dipelajari dan dibahas yaitu :1. Pemetaan kekar dengan metode scanline pada lokasi L3-2W- SPV-W (heading) dan L3-2W- SPV-W (dinding terowongan) di site Talang Santo.2. Penentuan kelas massa batuan berdasarkan klasifikasi massa batuan dengan metode RMR dan Q system.3. Rekomendasi penyanggaan geoteknik pada lokasi, berdasarkan RMR dan Q-System.4. Pengamatan kegiatan survey tambang bawah tanah pada site Talang Santo dan yang akan dibahas lagi pada lokasi L3-5E-Sub3.

1-3

BAB IITINJAUAN UMUM

Lokasi dan Kesampaian DaerahPT. Natarang Mining merupakan perusahaan badan hukum Indonesia yang didirikan di Indonesia dengan Akte Notaris Nomor. 51 tanggal 17 November 1986 dan disahkan oleh Surat Keputusan Kementerian Kehakiman Nomor C2.8284. HT. 01.01. TH86 tanggal 29 November 1986. PT Natarang Mining merupakan perusahaan Joint Venture dengan kepemilikan saham Natarang Offshore PTY LTD sebanyak 85% dan PMDN 15% yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan perak yang terletak di desa Wonosobo, kabupaten Tanggamus, Lampung. PT. Natarang Mining memiliki beberapa site tambang yang aktif yaitu, Talang Santo dan Talang Semin. PT Natarang Mining secara resmi mulai melakukan penambangan emas di lokasi tambang yang memiliki kandungan 669 ribu ton di Way Linggo, Kecamatan Bandar Negeri Semoung, Kabupaten Tanggamus.Akses menuju lokasi penelitian ini dapat ditempuh melalui dua jalur, yaituJakarta-Lampung, menggunakan pesawat terbang selama 45 menit. Dari bandara Raden Inten II ke lokasi site dengan menggunakan jalan darat berjarak 151 km dengan waktu tempuh 3 jam. Sedangkan untuk jalur lain dapat ditempuh dari Jakarta menuju pelabuhan Bakauheni dengan waktu tempuh 6 jam dan dilanjutkan perjalanan menuju site dengan waktu 5 jam dengan jarak tempuh sejauh 233 km. Secara geografis PT. Natarang Mining terletak pada 516'53.75" S dan 10424'35.85" E (lihat gambar 2.1).2.2. Kondisi Umum Perusahaan2.2.1. Iklim Iklim merupakan rata-rata cuaca dalam jangka waktu tertentu, sehingga unsur iklim sama dengan unsur cuaca yaitu temperatur udara, kelembaban udara, curah hujan, angin, durasi sinar matahari dan kondisi iklim lainnya (Tjasyono,1986). Kabupaten Tanggamus merupakan daerah tropis, dengan curah hujan ratarata 161,7 mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan 15 hari per bulan. Sebagian besar dari wilayah Kabupaten Tanggamus dipengaruhi oleh udara tropikal pantai dan dataran dengan temperatur udara rata-rata 28 Celcius dan sebagian wilayah dengan udara sejuk pegunungan yang terletak sekitar 500 m dpl sampai dengan 2000 meter dpl di kaki Gunung Tanggamus. 2.2.2. GeomorfologiBentuk Lahan merupakan bentukan alam di permukaan bumi yang menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tanggamus merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan kelerengan curam hingga terjal. Secara morfometrik dibagi menjadi 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu:a. Satuan geomorfologi dataran aluvialb. Satuan geomorfologi perbukitanc. Satuan geomorfologi pegununganSatuan geomorfologi dataran aluvial, satuan geomorfologi terbagi dua yaitu aluvial marin dan aluvial sungai.. Satuan geomorfologi ini berada pada ketinggian 0 - 50 meter dpl. Daerah ini relatif sempit memanjang sepanjang pantai. Daerah yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Seperti umumnya pantai di pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa dipengaruhi oleh gempa tektonik dan gelombang tsunami. Satuan geomorfologi perbukitan, berada pada ketinggian 200 1000 meter dpl, ditempati oleh endapan volkanik kuarter. Daerah ini relatif aman terhadap gempa namun pada bagian yang berlereng masih rawan longsor. Satuan geomorfologi pegunungan, yang merupakan punggungan BukitBarisan, ditempati oleh endapan volkanik kuarter dan beberapa formasi. Daerah ini memiliki ketinggian 1000 2000 meter dpl. Daerah ini dilalui sesar semangko, dengan lebar zona 10 25 km.

Pada beberapa tempat dijumpai beberapa aktifitas vulkanik. Dengan demikian daerah ini rawan terhadap gempa bumi, bencana gunung api, tanah longsor dan rawan erosi. Dengan melihat kondisi geomorfologi di atas, Kabupaten Tanggamus dibagi menjadi 3 (tiga) zona rawan bencana:a. Zona I, daerah pesisir dengan ancaman gempa tektonik, tsunami dan banjir.b. Zona II, daerah perbukitan rawan terhadap bencana longsorc. Zona III, daerah pegunungan yang paling rentan terhadap bencana tanah longsor, volkanisme dan gempa bumi,2.2.3. Keadaan Geologi RegionalBatuan yang umum dijumpai di Kabupaten Tanggamus adalah endapan gunung api, batu pasir Neogen, granit batu gamping, metamorf, tufa Lampung, dan Alluvium. Secara regional wilayah PT. Natarang Mining termasuk dalam formasi batuan gunungapi quarter muda dengan litologi berupa breksi, lava dan tuff bersusunan andesit basalt.2.2.4. Kondisi TektonikKondisi tektonik daerah Lampung mempunyai tatanan yang menarik, karena disamping adanya tunjaman antara lempeng Samudera Hindia-Australia dan lempeng Eurasia juga oleh gerak patahan aktif Sumatera segmen Semangko. Tektonika patahan aktif Sumatera segmen Semangko berupa patahan geser. Beberapa ciri khusus yang dapat diamati yakni adanya subsegmen-subsegmen patahan dengan pergerakan yang relatif berbeda satu dengan lainnya dalam satu segmen besar. Model geologi menunjukkan bahwa terjadinya perkembangan tektonik di Sumatera bagian selatan, lajur tunjaman ini seperti lajur tunjaman lainnya yang memperlihatkan mekanisme patahan dekstral. Mekanisme gerak ini dapat terlihat dari mekanisme gempabumi tunjaman yang terjadi di sepanjang lajur tunjaman, dengan arah jurus hampir Utara-Selatan dan bidang patahan miring ke arah Timur. Oleh sebab itu sudah tentu daerah Lampung merupakan salah satu daerah yang mempunyai aktivitas kegempaan yang cukup tinggi dan menjadi salah satu daerah yang paling mungkin dirusak oleh gempabumi dengan magnitudo yang berkisar antara 5,5 Mw sampai dengan 6,6 Mw.

2.3. Kegiatan PenambanganBerdasarkan bentuk dan karakteristik cadangan bijih, maka sistem tambang bawah tanah yang dapat diterapkan adalah square-set methode dan sublevel stopping. Sublevel Stoping adalah penambangan bawah tanah dengan cara membuat level-level, kemudian dibagi menjadi sublevel-sublevel. Pada site talang santo penambangan baru dilakukan pada sampai level 3 dengan kedalaman 89 meter dari permukaan tanah, sedangkan pada site Talang Semin sedang dilakukan proses development. 2.3.1. Persiapan Penambangan Secara umum daerah penelitian yang akan ditambang pada saat ini merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dan merupakan daerah yang telah terbuka akibat kegiatan perladangan. 2.3.2. Proses DevelopmentProses development dilakukan dengan membuat lubang bukaan horizontal pada kaki bukit (adit) dengan material penyangga berupa timber set, H Beam dan concrete. Dari lokasi adit, lalu dibuat internal shaft menuju ke rencana pembuatan level pada tambang bawah tanah. Waste, digunakan sebagai pengeras jalan menuju stockpile sehingga tak ada material backfilling pada proses kegiatan penambangan ini. Kegiatan pembukaan lubang bukaan pada tambang bawah tanah menggunakan sistem peledakan.

Gambar 2.2.Proses pembuatan lubang drill and blast

2.3.3. Penggalian, Pemuatan, dan PengangkutanJack drill adalah alat yang akan digunakan untuk membuat lubang bor pada stope yang akan di blasting. Broken ore yang telah terbongkar, lalu dipindahkan menuju lori dengan menggunakan rocker shovel. Ada 3 proses pengangkutan yang ada pada tambang bawah tanah, yaitu:1) Gathering haulage, sistem pengangkutan dari stope menuju ke secondary haulage2) Secondary haulage, sistem pengangkutan tambang bawah tanah dari gathering haulage menuju main haulage.3) Main haulage, pengangkutan tambang bawah tanah yang membawa broken ore menuju kembali ke shaft.

Gambar 2.3.Proses pemuatan broken ore dari stope menuju ke main shaft

Gambar 2.4.Proses pengangkutan broken ore dari shaft menuju ke stockpile

2.3.4. Penumpukan broken oreBroken ore dari tambang di angkut ke unit pengolahan dimana terdapat tempat penumpukan yang berbeda-beda dan juga grade (kadar) yang berbeda pula.

Gambar 2.5.Pengukuran volume stockpile di pabrik

2-3

BAB IIIDASAR TEORI

Geoteknik Tambang Bawah TanahGeoteknik atau dikenal sebagai engineering geology merupakan bagian dari rekayasa perencanaan tambang (mine plan) yang didasarkan pada pengetahuan yang terkumpul selama sejarah penambangan. Seorang mine plan yang merancang suatu lubang bukaan memerlukan suatu estimasi bagaimana tanah dan batuan akan merespon tegangan. Pada kegiatan penambangan, proses penggalian merupakan kegiatan yang utama. Penggalian dilakukan terhadap massa batuan yang memiliki struktur geologi yang kompleks didalamnya. Oleh karena itu diperlukan suatu perancangan yang tepat agar massa batuan tetap dalam kesetimbangannya. Perancangan yang buruk dapat mengakibatkan bahaya ambrukan pada waktu-waktu yang akan datang yang dapat berakibat pada keselamatan kerja, keamanan peralatan dan kelancaran produksi tambang yang akhirnya akan menaikkan biaya produksi, yang jelas tidak diinginkan oleh suatu perusahaan tambang. Terdapat tiga jenis metode analisis stabilitas lubang bukaan, yaitu metode analitik, metode empirik, dan metode observasi.1. Metode AnalitikMetode analitik merupakan metode yang didasarkan atas analisis teganganregangan yang terdapat pada lubang bukaan.2. Metode EmpirikMetode empirik merupakan metode yang didasarkan atas pengalaman praktis dan analisis statistik dari pengamatan berbagai pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. 3. Metode ObservasiMetode observasi merupakan metode yang didasarkan atas hasil pengamatan langsung terhadap perpindahan yang terjadi pada massa batuan

Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah banyak usulan tau modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang kestabilan lubang bukaan.3.1.1. Massa BatuanSecara umum bidang diskontinu merupakan bidang yang membagi-bagi massa batuan menjadi bagian-bagian yang terpisah. Menurut Priest (1979), bidang diskontinu adalah setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki kuat tarik paling lemah dalam batuan. Keterjadian bidang diskontinu tidak terlepas dari masalah perubahaan stress (tegangan), temperatur, strain (regangan), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi dalam waktu yang panjang. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bidang diskontinu terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada batuan. Hal ini yang membedakan antara diskontinuitas alami, yang terbentuk oleh peristiwa geologi atau geomorfologi, dengan diskontinuitas artifisial yang terbentuk akibat aktivitas manusia misalnya pengeboran, peledakan dan proses pembongkaran material batuan. Secara tiga dimensi, struktur diskontinuitas pada batuan disebut sebagai struktur batuan sedangkan batuan yang tidak pecah disebut sebagai material batuan yang bersama struktur batuan, membentuk massa batuan. Beberapa macam bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan komposisi bidang diskontinu adalah sebagai berikut:1. Fault atau PatahanFault atau patahan adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan tanda-tanda bidang tersebut mengalami pergerakan. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun slickensided atau jejak yang terdapat disepanjang bidang fault. Fault dikenal sebagai weakness zone karena akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa batuan dalam wilayah yang luas.

2. Joint atau KekarBeberapa pengertian joint atau kekara. Berdasarkan ISRM (1980), joint atau kekar adalah bidang diskontinu yang terbentuk secara alami tanpa ada tanda-tanda pergeseran yang terlihatb. Menurut Price (1966), joint adalah retakan pada batuan yang tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan, atau meskipun mengalami pergerakan tetapi sangat kecil sehingga bisa diabaikan.Joint berdasarkan lokasi keterjadiannya dapat dikelompokkan menjadi :a. Foliation joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang foliasi pada batuan metamorf.b. Bedding joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang perlapisan pada batuan sedimen.3. Tectonic joint Tectonic joint (kekar tektonik) adalah bidang diskontinu yang terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada proses pengangkatan atau tegangan lateral, atau efek dari tekanan tektonik regional (ISRM, 1975). Kekar tektonik pada umumnya mempunyai permukaan datar (planar), kasar (rough) dengan satu atau dua joint set.4. FractureFracture adalah bidang diskontinu pada batuan yang terbentuk karena adanya proses pelipatan dan patahan yang intensif (Glossary of Geology, 1980). Fracture adalah istilah umum yang dipakai dalam geologi untuk semua bidang diskontinu. Namun istilah ini jarang dipakai untuk kepentingan yang berhubungan dengan rock engineering dan engineering geology.5. CrackCrack adalah bidang diskontinu yang berukuran kecil atau tidak menerus (ISRM1975). Namun beberapa rock mechanic engineer menggunakan istilah fracture dan Crack untuk menjelaskan pecahan atau Crack yang terjadi pada saat pengujian batuan, peledakan dan untuk menjelaskan mekanisme pecahnya batuan.

6. RuptureRupture adalah pecahan atau bidang diskontinu yang terjadi karena proses ekskavasi atau pekerjaan manusia yang lain.7. BeddingMerupakan istilah untuk bidang perlapisan pada batuan sedimen. Bedding terdapat pada permukaan batuan yang mengalami perubahan ukuran dan orientasi butir dari batuan tersebut serta perubahan mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan batuan sedimen.8. ShearShear adalah bidang pergeseran yang berisi material hancuran akibat tergerus oleh pergerakan kedua sisi massa batuan dengan ukuran celah yang lebih lebar dari kekar. Ketebalan material hancuran yang berupa batu atau tanah ini bervariasi dari ukuran beberapa millimeter sampai meter.3.1.2. Klasifikasi Massa BatuanKlasifikasi massa batuan digunakan sebagai alat dalam menganalisis kemantapan lereng yang menghubungkan antara pengalaman di bidang massa batuan dengan kebutuhan pemantapan di berbagai kondisi lapangan yang dibutuhkan. Namun demikian, penggunaan klasifikasi massa batuan tidak digunakan sebagai pengganti perancangan rinci. Menurut Bieniawski (1989), tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah: 1. Menentukan parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku massa batuan .2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam kelompok yang mempunyai perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di suatu lokasi dengan pengalaman yang ditemui di lokasi lain.5. Memberikan data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa (engineering design)

Agar dapat dipergunakan dengan baik dan cepat maka klasifikasi massa batuan harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut (Bieniawski, 1989) :1. Sederhana, mudah diingat dan dimengerti.2. Sifat-sifat massa batuan yang penting harus disertakan3. Parameter dapat diukur dengan mudah dan murah4. Pembobotan dilakukan secara relatif5. Menyediakan data-data kuantitatifMenurut Palmstrom (1995), klasifikasi massa batuan dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan tipe dari klasifikasi massa batuan itu. Pengelompokan menurut bentuk berkaitan dengan data masukan dari klasifikasi massa batuan. Sedangkan pengelompokan berdasarkan tipe, berhubungan dengan penerapan dari klasifikasi massa batuan tersebut.3.1.3. Rock Quality Designation (RQD)Pada tahun 1967 D.U. Deere memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi dari perolehan inti bor (core) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang dijumlahkan kemudian dibagi panjang total pengeboran (core run) (Deere, 1967). Diameter inti bor (core) harus berukuran minimal (54.7 mm atau 2.15 inchi) dan harus berasal dari pemboran menggunakan double-tube core barrel.%..............................................(3.1)

Metode ini telah dikenal luas sebagai parameter standar pada pekerjaan drill core logging. Keuntungan utama dari sistem RQD adalah pengerjaan yang sederhana, hasil yang diinginkan dengan cepat diperoleh, dan juga tidak memakan banyak biaya (murah). RQD dilihat sebagai sebuah petunjuk kualitas batuan dimana permasalahan pada batuan seperti tingkat kelapukan yang tinggi, lunak, hancur, tergerus dan terkekarkan diperhitungkan sebagai bagian dari massa batuan (Deere, 1988). Dengan kata lain, RQD adalah ukuran sederhana dari persentasi perolehan batuan yang baik dari sebuah interval kedalaman lubang bor.Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Deere (1967) seperti Tabel 3.1 berikut ini:Tabel 3.1Hubungan RQD dan kualitas massa batuan (Deere, 1967)RQD (%)Kualitas Batuan

< 25Sangat jelek (very poor)

25 - 50Jelek (poor)

50 - 75Sedang (fair)

75 - 90Baik (good)

90 - 100Sangat baik (excellent)

Dalam menghitung nilai RQD, metode tidak langsung digunakan apabila core logs tidak tersedia. Beberapa metode perhitungan RQD metode tidak langsung Menurut Priest and Hudson (1979)RQD = 100e-0.1 (0.1 +1) ...........(3.2)dimana, = jumlah total kekar per meter.Menurut Palmstrom (1982)RQD = 115 3,3 Jv............ (3.3)dimana, Jv = jumlah total kekar per meter3(Hubungan antara RQD dan Jv dapat dilihat pada Grafik 3.1.)

Grafik 3.1Hubungan RQD dan Jv (Palmstrom,1982)Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan pada Gambar 3.2. Selama pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan sepanjang garis tengahnya. Inti bor (core) yang pecah/retak akibat aktivitas pengeboran harus digabungkan kembali dan dihitung sebagai satu bagian yang utuh. Ketika ada keraguan apakah pecahan/retakan diakibatkan oleh ektivitas pengeboran atau terjadi secara alami, pecahan itu bisa dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami. Semua pecahan/retakan yang bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada perhitungan panjang inti bor (core) untuk RQD (Deere, 1967).Berdasarkan pengalaman Deere, semua ukuran inti bor (core) dan teknik pengeboran dapat digunakan dalam perhitungan RQD selama tidak menyebabkan inti bor (core) pecah (Deere, 1988).

Panjang total pengeboran (core run) = 100 cmDiameter inti bor (core) = 61,11 mm

Gambar 3.1Metode pengukuran RQD menurut Deere

3.1.4. Rock Mass Rating (RMR)Rock Mass Rating System atau juga dikenal dengan Geomechanichs Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode ini dikembangkan selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional (Bieniawski, 1979). Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam penggunaannya, dan parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah. Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbeda-beda seperti tambang batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock), kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan untuk kasus terowongan. Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinu mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksi-seksi yang berbeda. Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR, Bieniawski menggunakan enam parameter, yaitu1. Uniaxial Compressive Strength (UCS) batuan 2. Rock Quality Designation (RQD) 3. Joint spacing atau spasi bidang 4. Kondisi bidang 5. Kondisi dari ground water6. Orientasi kekarBerikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam sistem klasifikasi RMR:1. Uniaxial Compressive Strength (UCS)Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact rock) yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya yang didapatkan dari uji point load. Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point load, sampel ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS = 23 Is. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS adalah MPa.2. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekar berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara Sen dan Eissa (1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh pada suatu selang pengamatan. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.3. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar, meliputi kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture), kekasaran kekar (roughness), material pengisi (infilling/gouge), dan tingkat kelapukan (weathering).a. Kemenerusan (persistence/continuity) Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada suatu bukaan berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh solid/massive rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan. b. Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture) Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi (infilling) atau tidak. Kekasaran kekar (roughness) Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut. c. Tingkat kekasaranRoughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter yang penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang kasar akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang diskontinu.

Tabel 3.2Penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976)KekasaranPermukaanDeskripsiPembobotan

Sangat kasar(very rough)Apabila diraba permukaan sangat tidak rata, membentuk punggungan dengan sudut terhadap bidang datar mendekati vertikal,6

Sedikit kasar(slightly rough)Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran pada permukaan terlihat jelas, permukaan kekar terasa kasar.5

Sedikit kasar(slightly rough)Butiran permukaan terlihat jelas, dapat dibedakan, dan dapat dirasakan apabila diraba3

Halus(smooth)Permukaan rata dan terasa halus bila diraba1

Licin berlapis(slikensided)Permukaan terlihat mengkilap0

d. Tingkat pelapukan (weathering)Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.Tabel 3.3Tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976)KlasifikasiKeterangan

TidakterlapukkanTidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar, butiran kristal terlihat jelas dan terang

TerlapukkanKekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman biasanya akannampak mulai dari permukaan sampai ke dalam batuan sejauh 20% dari spas

TerlapukkanTanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan sebagian material batuan terdekomposisi. Tekstur asli batuan masih utuh namun mulai menujukkan butiran batuan mulai terdekomposisi menjadi tanah

Sangat TerlapukkanKeseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai tanah namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran batuan telahterdekomposisi menjadi tanah

e. Material pengisi (infilling/gouge) Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge, sand, quartz dan calcite. Penentuan tingkat kelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan terdekomposisinya batuan atau tidak.Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing-masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. 4. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)Kondisi air tanah (Groundwater conditions) Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi berikut : a. Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap 10 m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil b. Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar (bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil. c. General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara visual sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari opermukaan seperti kering, lembab, menetes atau mengalir. 5. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter lainnya. Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini.. Nilai RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMRBasic . Hubungan antara RMRBasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah iniRMR = RMRbasic + Penyesuaian terhadap orientasi kekarDimana, RMRbasic = parameter (a + b+ c + d + e)

Tabel 3.4 Rock Mass Rating Parameter Range of Values

1StrengthOfIntact Rock MaterialPoint Load Strength Index>10 Mpa

4-10 Mpa2-4 Mpa1-2 MpaFor this low range - uniaxialcompressive test ispreferred

UniaxialComp. Strength>250 Mpa100-250 Mpa50-100 Mpa25-50 Mpa5-25 Mpa1-5 Mpa 5 mmContinuous

Rating302520100

5GroundWaterInflow per 10 m tunnel length (l/m)

None125

(Joint water press)/ (Major principal)00.5

General conditionsCompletely dryDampWetDrippingFlowing

Rating1510740

B. RATING ADJUSTMENT FOR DISCONTINUITY ORIENTATIONS (See F)

Strike and dip orientationsVery FavourableFavourableFairUnfavourableVery Unfavourable

RatingTunels & Mines0-2-5-10-12

Foundation0-2-7-15-25

Slopes0-5-25-50

C. ROCK MASS CLASSES DETERMINED FROM TOTAL RATINGS

Rating100 - 8180 - 6160 - 4140 - 21< 21

Class numberIIIIIIIVV

DescriptionVery good rockGood rockFair rockPoor rockVery Poor rock

D. MEANING OF ROCK CLASSES

Class numberIIIIIIIVV

Average stand-up time20 yrs for 15 m span1 year for 10 m span1 week for 5 m span10 hrs for 2.5 m span30 min for 1 m span

Cohesion of rock mass (kPa)> 400300 - 400200 - 300100 - 200< 100

Friction angle of rock mass (deg)> 4535 - 4525 - 3515 - 25< 15

E. GUIDELINES FOR CLASSIFICATION OF DISCONTINUITY conditions

Discontinuity length (persistence)Rating< 1 m61 - 3 m43 - 10 m210 - 20 m1> 200

Separation (aperture)RatingNone6< 0.1 mm50.1 - 1.0 mm41 - 5 mm1> 5 mm0

RoughnessRatingVery rough6Rough5Slightly rough3Smooth1Slickensided0

Infilling (gouge)RatingNone6Hard filling < 5 mm5Hard filling > 5 mm3Soft filling < 5 mm2Soft filling > 5 mm0

WeatheringRatingsUnweathered6Slightly weathered5Moderately weathered3Highly weathered1Decomposed0

F. EFFECT OF DISCONTINUITY STRIKE AND DIP ORIENTATION IN TUNNELLING**

Strike perpendicular to tunnel axisStrike parallel to tunnel axis

Drive with dip - Dip 45 - 900Drive with dip - Dip 20 - 450Dip 45 900Dip 20 - 450

Very favourableFavourableVery UnfavourableFair

Drive against dip - Dip 45-900Drive against dip - Dip 20-450Dip 0-20 - Irrespective of strikeq

FairUnfavourableFair

Pada Tabel RMR rating yang lebih tinggi menunjukkan kondisi massa batuan yang lebih baik. Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan nilai RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi engineering-nya, seperti terowongan, lereng atau fondasi. Arah umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian lubang bukaan tersebut, apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu. RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan, seperti terlihat pada tabel. Panduan ini tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai (Bieniawski,1989) Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui stand-up time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time pada gambar 3.2 (Bieniawski 1989). Tabel 3.5Rekomendasi Penyangga (Bieniawski, 1989)

Ground classExcavation (drill & blast)Rock Support

Rock BoltShotcreteSteelsets

Very good rock81-100Full face:3m advanceNo support

Good rock61-80Full face:1.0-1.5m advance; Complete support 20 m from faceLocally bolts in crown, 3m long, spaced 2.5m with occasional wire mesh50mm in crown where requiredNone

Fair rock41-60Top heading and bench:1.5 - 3m advance in top heading;Commence support after each blast;Commence support 10 m from faceSystematic bolts 4m long, spaced 1.5 - 2m in crown and walls with wire mesh in crown50 - 100mm in crown, and 30mm in sidesNone

Poor rock21-40Top heading and bench:1.0 - 1.5m advance in top heading; Install support concurrently with excavation - 10 m from faceSystematic bolts 4 - 5m long, spaced 1 - 1.5m in crown and walls with wire mesh100 - 150mm in crown and 100mm in sidesLight ribs spaced 1.5m where required

Very poor rock< 21Multiple drifts:0.5 - 1.5m advance in top heading; Install support concurrently with excavation; shotcrete as soon as possible after blastingSystematic bolts 5 - 6m long, spaced 1 - 1.5m in crown and walls with wire mesh. Bolt invert150 - 200mm in crown, 150mm in sides, and 50mm on faceMedium to heavy ribs spaced 0.75m with steel lagging and forepoling if required. Close invert

Grafik 3.2Grafik hubungan antara span, stand-up time, dan RMR(after Bieniawski, 1989 & 1993)

3.1.5. Rock Mass Quality (Q) SystemRock Mass Quality (Q) System atau disebut juga sebagai Tunneling Quality Index pertama kali diusulkan oleh Barton, Lien dan Lunde pada tahun 1974 di Norwegian Geotechnical Institute (NGI) sehingga disebut juga NGI Classification System. Q-System sebagai salah satu dari klasifikasi massa batuan dibuat berdasarkan studi kasus dilebih dari 200 kasus tunneling dan caverns. Q-system merupakan fungsi dari enam parameter yang dinyatakan dengan persamaan berikut:Q = .......(3.4)Dimana, a. RQD : Rock Quality Designation b. Jn : Joint set number c. Jr : Joint roughness number d. Ja : Joint alteration number e. Jw : Joint water reduction factor f. SRF: Stress Reduction Factor

Dalam menjelaskan keenam parameter yang dipakai untuk menghitung Q, Barton (1974) membagi enam parameter tersebut menjadi tiga bagian:a. RQD / Jn merepresentasikan struktur dari massa batuan, menunjukkan ukuran blok batuan. b. Jr / Ja menunjukkan kekasaran (roughness) dan karakteristik geser dari permukaan bidang diskontinu atau filling material dari bidang diskontinu tersebut. Suatu bidang diskontinu dengan permukaan yang kasar dan tidak mengalami alterasi dan mengalami kontak dengan permukaan bidang lainnya, akan mempunyai kuat geser yang tinggi dan menguntungkan untuk kestabilan lubang bukaan. Adanya lapisan mineral clay pada permukaan kontak antara kedua bidang diskontinu tersebut, akan mengurangi kuat geser secara signifikan. Selanjutnya kontak antar permukaan bidang diskontinu yang mengalami pergeseran juga akan mempertinggi potensi failure pada lubang bukaan. Dengan kata lain Jr/Ja menunjukkan shear strength atau kuat geser antar blok batuan.

Gambar 3.2Joint roughness pada Q System(After Barton, 1987)

c. Jw / SRF terdiri dari dua parameter stress. Parameter Jw adalah ukuran tekanan air yang dapat mempengaruhi kuat geser dari bidang diskontinu. Sedangkan parameter SRF dapat dianggap sebagai parameter total stress yang dipengaruhi oleh letak dari lubang bukaan yang dapat mereduksi kekuatan massa batuan. Secara empiris Jw/SRF mewakili active stress yang dialami batuan.

Gambar 3.3SRF-values related to single (a) and multiple weakness zones (b)

Menurut Barton, dkk parameter Jn, Jr dan Ja memiliki peranan yang lebih penting dibandingkan pengaruh orientasi bidang diskontinu. Oleh karena itu dalam Q-system tidak terdapat parameter adjustment terhadap orientasi bidang diskontinu. Nilai Q yang didapat dihubungkan dengan kebutuhan penyanggan terowongan dengan menetapkan dimensi ekivalen (equivalent dimension) dari galian. Dimensi ekivalen merupakan fungsi dari ukuran dan kegunaan dari galian, didapat dengan membagi span, diameter atau tinggi dinding galian dengan harga yang disebut Excavation Support Ratio (ESR).

Dequivalent = ....(3.5)Tabel 3.6Excavation Support Ratio (Barton ET AL., 1974)Excavation category ESR

A Temporary mine openings3-5

B Permanent mine openings, water tunnels for hydro power (excluding high pressure penstocks), pilot tunnels, drifts and headings for large excavations.1.6

C Storage rooms, water treatment plants, minor road and railway tunnels, surgechambers, access tunnels.1.3

D Power stations, major road and railway tunnels, civil defence chambers,portal intersections.1.0

E Underground nuclear power stations, railway stations, sports and publicfacilities, factories.0.8

Hutchinson dan Diederichs (1996) memperkenalkan grafik hubungan antara nilai Q dan span maksimum untuk berbagai macam nilai ESR yang akan menentukan kelas batuan dan juga rekomendasi penyanggaan.

Grafik 3.3Rock classes(Engineering Rock Mass Clasification, ZT Bieniawski, 1989)

Barton et al. (1980) memberikan informasi tambahan terhadap panjang rockbolt, span maksimum, dan tekanan penyangga atap untuk melengkapi rekomendasi penyangga pada publikasi yang diterbitkan tahun 1974. Panjang L dari rockbolt ditentukan dari lebar penggalian (B) dan dari nilai ESR melalui persamaan:Panjang Rock Bolt = .............................................................................(3.6)Span maksimum yang tidak disangga dapat dihitung dengan persamaan:

Maximum Unsuported Span = 2 ESR Q0.4..............................................................(3.7)

Penentuan stand-up time pada Q system dapat diperoleh dari hubungan antara maximum unsupported span dan nilai Q, dapat dilihat pada grafik 3.3.

Grafik 3.4Stand-up time(A Realistic Approach to Estimate Stand-up time, Rammammurthy T, 2007)

Grimstad dan Barton (1993) memberikan hubungan antara nilai Q dengan tekanan penyangga atap permanen Proof melalui persamaan:

............................................................................................ (3.8)

Jika jumlah dari joint lebih dari 3, maka memakai persamaan :

...............................................................................................(3.9)

3.1.6. Q System dan hubungannya dengan RMR SystemBeberapa ahli telah melakukan penelitian untuk mengetahui korelasi antara dua sistem klasifikasi RMR dan Q system. Korelasi ini dikembangkan di lokasi yang bermacam-macam dengan karakteristik batuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu hasil yang didapat juga berbeda-beda. Pada tabel 3.3 terdapat beberapa korelasi antara RMR dan Q serta ahli yang mengusulkannya dan daerah tempat korelasi tersebut diturunkan.

Tabel 3.7Korelasi antara RMR dan Q System CorrelationAuthor, YearComments

RMR = 13.5 log Q + 43-Tunnels

RMR = 9 ln Q + 44Bieniawski, 1976Tunnels

RMR = 12.5 log Q + 55.2-Tunnels

RMR = 5 ln Q + 60.8Cameeron, 1981Tunnels

RMR = 5.9 ln Q + 43Rutlege & Preston, 1978-

RMR = 8.7 ln Q + 38-Tunnels, sedimentary rock

RMR = 10 ln Q + 39-Mining hard rock

RMR = 5.4 ln Q + 55.2Moreno, 1980-

RMR = 12.11 log Q + 50.81-Mining hard rock

RMR = 10.5 ln Q + 41.8-Mining soft rock

RMR = 43.89 - 9.19 ln Q-Mining soft rock

Grafik 3.5Korelasi antara RMR dan Q system(Engineering Rock Mass Clasification, ZT Bieniawski, 1989)

3.2. Survey Tambang Bawah TanahIlmu ukur tambang adalah salah satu aplikasi dari ilmu geodesi dan rekayasa yang berhubungan dengan masalah pertambangan. Tujuan ilmu ukur tambang, menyajikan secara grafis (rencana atau bagian dari rencana) bentuk dan kejadian gambaran penyebaran bahan galian serta struktur yang ada dari kenampakan permukaan bumi. Memecahkan berbagai permasalahan dalam ilmu ukur tambang (eksplorasi, konstruksi, eksploitasi). Untuk melakukan sebuah pengukuran diperlukan perencanaan dan persiapan terlebih dahulu agar hasil yang diperoleh dapat digunakan secara efektif dengan waktu, biaya dan tenaga pengukuran yang efisien.Pengukuran (survey) adalah sebuah teknik pengambilan data yangdapat memberikan nilai panjang, tinggi dan arah relatif dari sebuah obyek ke obyek lainnya. Hasil penelitian geodesi dipakai sebagai dasar referensi pengukuran, kemudian hasil pengolahan data pengukuran adalah dasar dari pembuatan peta. Pada setiap tahap tersebut, peranan tenaga survey dan pemetaan sangat diperlukan, khususnya dalam tahapan eksplorasi dan eksploitasi. Dalam tahapan eksplorasi, peran tenaga Survey dan pemetaan antara lain, penyediaan peta-peta kerja geologi dan peta untuk perijinan penambangan, pengukuran topografi original, dan penentuan posisi titik bor geologi. Dalam tahapan eksploitasi peran tenaga surveyor diperlukan untuk pelaksanaan konstruksi insfrastruktur serta aplikasi dari desain tambang dengan memasang patok-patok acuan desain.Pekerjaan survey pada tahapan kegiatan tambang dapat dikategorikan sebagai pekerjaan geodesi rendah (Plane Geodesi). Pada umumnya wilayah tambang tidak mencakup areal yang terlalu luas sehingga kelengkungan bumi dapat diabaikan. Aspek ketelitian survey dan pemetaan pada kegiatan penambang, yang diharapkan masih dalam ketelitian fraksi desimeter-meter, kecuali untuk pekerjaan yang berhubungan dengan konstruksi infrastruktur atau bangunan dan pengukuran deformasi lereng (Basuki, 2006). Dalam tambang bawah tanah, survey dilakukan pada tempat yang sempit, gelap dan basah, sehingga dibutuhkan metode khusus dalam pembuatan titik patok yang dapat dilihat pada gambar 3.4.

Gambar 3.4Sketsa pengambilan data pada survey terowongan(SME Mining Engineering Handbook, Peter Darling, 2011)

Perkembangan teknologi dan pemetaan yang dalam kurun waktu terakhir meningkat sangat cepat juga menuntut beberapa dunia tambang untuk meningkatkan produktifitas penambangannya dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada bidang survey pemetaan, misalnya :1. Pemetaan topografi original menggunakan teknologi Laser Scanner atau menggunakan metode fotogrametris seperti LIDAR (Light Detection and Ranging).2. Pengunaan satelit positioning selain (Global Positioning System) GPS untuk pemetaan pada model tambang dalam untuk tambang bijih.3. Pengunaan teknologi Robotic Monitoring System untuk pemantauan kestabilan lereng seperti Laser Scanner.4. Penggunaan teknologi (Geografhic Information System) GIS dan (Global Positioning System) GPS untuk memantau posisi dan kondisi alat produksi.5. Penggunaan GIS untuk membantu kegiatan pembebasan lahan, pemantauan lingkungan dari aspek penambangan dan pemantauan Community Development.Dalam setiap pengukuran sering terjadi kesalahan pengukuran. Kesalahan dalam pekerjaan pengukuranpengukuran survey dinyatakan dalam persyaratan bahwa : 1. Pengukuran tidak selalu tepat, 2. Setiap pengukuran mengandung galat, 3. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui, 4. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahuiDalam beberapa kasus, kesalahan dalam pekerjaan survey dan pemetaan di tambang akan sangat erat dengan tujuan penambangan itu sendiri, yakni dalam pelaksanaan investigasi kandungan tambang (eksplorasi) dan tahap pengambilan material tambang (eksploitasi). Kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan tambang akan menyebabkan beberapa hal dibawah ini :1. Kesalahan data-data survey dalam kegiatan eksplorasi akan menyebabkan kesalahan dalam membuat model cadangan bahan tambang, serta menentukan besaran cadangan terkira dan terukur suatu tambang.2. Kesalahan ini akan menyebabkan analisa dalam studi kelayakan tambang, dan analisa ekonomi tambang.3. Kesalahan dalam pembuatan model cadangan bahan tambang akan mengakibatkan kesalahan pada kesalahan pembuatan desain dan kesalahan pada penentuan metode penambangan.4. Kesalahan pada pembuatan model akan mengakibatkan kesalahan dalam perencanaan tambang dan produksi penambangan sehingga cadangan yang berada dibawah tanah tidak didapat diambil seluruhnya.5. Kesalahan dalam pengukuran pemasangan patok oleh survey akan meyebabkan salahnya penggalian yang berdampak pada :a. Volume galian perencanaan tidak sama dengan aktual sehingga cost dari penambangan akan bertambah.b. Terganggunya stabilitas atau kemantapan lereng karena perubahan geometri lereng.c. Pengambilan material yang salah sehingga kualitas material tidak sesuai dengan perencanaan.d. Terganggunya sequence penambangan sehingga target produksi mengalami perlambatan.e. Kesalahan dalam melakukan pengukuran topografi original atau topografi progress tambang akan mengganggu proses penyaliran tambang (drainase tambang) sehingga akan menganggu proses produksi dari aspek sequence tambang dan terganggunya proses penyaliran tambang juga akan menganggu kestabilan lereng (Anonim, 2011).3.2.1. Perkembangan Pengukuran dengan Menggunakan Total StationSaat ini telah banyak teodolit elektronik yang digabung atau dikombinasi dengan alat Pengukuran Jarak Elektronik (PJE) dan pencatat data kolektor elektronik menjadi Alat Takhimeter Elektronik (ATE) yang dikenal dengan sebutan total station. Alat ini dapat membaca sudut horizontal dan vertikal bersama-sama dengan sudut miringnya. Bahkan alat ini juga dilengkapi dengan mikroprosesor, sehingga dapat melakukan operasi perhitungan matematis seperti merata-rata hasil sudut ukuran dan jarak-jarak ukuran, menghitung koordinat (x, y, z), menentukan ketinggian objek dari jauh, menghitung jarak antara objek-objek yang diamati, koreksi atmosfer, koreksi alat, dan lain-lain.Total station dapat digunakan pada sembarang tahapan survey, survey pendahuluan, survey titik kontrol, dan survey pematokan. Total station terutama cocok untuk survei topografi yang memerlukan posisi (x, y, z) yang cukup banyak (700 1.000 titik perhari), dua kali lebih banyak dari data yang dapat dikumpulkan dengan alat teodolit biasa dan EDM. Hal ini akan sangat berarti dalam hal peningkatan produktivitas, dan akan menjadikan cara ini bersaing dengan cara fotogrametri atau survey udara, apalagi telah dihubungkan secara langsung dengan komputer dan plotter.Data yang telah terkumpul harus dipindahkan (didownload) ke komputer. Program untuk memindahkan data ini umumnya telah disiapkan oleh pembuat total station dengan menggunakan kabel USB atau perangkat bawaan dari unit Total Stationnya seperti LGO pada Leica. Sebelum dimasukkan ke komputer sehingga dibutuhkan alat pembaca (reader) atau (writer) yang biasanya terpisah sebelum dipakai.Total station dapat pula digunakan dalam model absolut untuk mengukur sudut, secara koinsiden optis dengan sensor foto elektronis menggunakan scanning dan membaca lingkaran dalam metode derajat, grade, maupun radian. Beberapa Total Station dilengkapi dengan sistem elektrik koaksial sistem optik dan orientasi pengumpul data dapat di-download secara otomatis dan proses perhitungannya dilakukan dalam komputer yang selanjutnya dapat dihubungkan dengan printer atau plotter untuk penggambaran petanya secara otomatis.

3-3

BAB IVHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Kerja praktek pada PT. Natarang Mining dilakukan pada site Talang Santo pada bulan September dan Oktober 2014. Laporan kerja praktek ini membahas geoteknik tambang bawah tanah dan survey tambang bawah tanah. Kegiatan geoteknik meliputi klasifikasi massa batuan berdasarkan metode RMR dan Q system, pemetaan kekar dengan metode scanline dan pengolahan data geoteknik, sedangkan kegiatan survey tambang bawah tanah meliputi kegiatan survey pemboran dan peledakan, survey kemajuan lubang bukaan tambang bawah tanah, survey monitoring, survey pengukuran stockpile serta penentuan stake out.4.1. Geoteknik Tambang Bawah TanahGeoteknik adalah salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang. Data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan.4.1.1. Peralatan GeoteknikAdapun peralatan yang dibawa oleh tim geoteknik dalam pengambilan data di lapangan yaitu kompas geologi, palu geologi, laser distance meter, meteran, schmidth hammer dan geotechnical mapping form. Fungsi dari peralatan tersebut akan dijelaskan dibawah ini dan gambar merupakan hasil dokumentasi di lapangan.1. Kompas Geologi, berfungsi untuk mengukur dip dan dip direction pada suatu struktur batuan seperti perlapisan dan kekar serta arah heading. Kompas yang dipakai oleh tim geoteknik PT. Natarang Mining yaitu Brunton 5008.

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 50082. Palu Geologi, digunakan sebagai alat untuk memeriksa kekerasan batuan dan untuk memeriksa jenis dari batuan tersebut. Palu yang digunakan oleh tim geoteknik yaitu type pick point yang memiliki ujung runcing, biasa digunakan untuk tipe batuan keras atau padat (masif) seperti batuan beku dan batuan metamorf.

Gambar 4.2Palu Geologi

3. Laser Distance Meter, merupakan alat ukur digital yang digunakan untuk mengukur jarak suatu titik ke objek lain. Penggunaan laser distance meter bertujuan untuk mempermudah tim geoteknik dalam pengukuran jarak dari wall station menuju heading.

Gambar. 4.3 Leica Disto A5

4. Meteran, digunakan sebagai alat untuk mengukur struktur batuan dan lebar lubang bukaan stope. Meteran juga digunakan dalam pengukuran jarak antara kedua permukaan bidang kekar dan material pengisinya.

Gambar 4.4Meteran

5. Schmidt Hammer, perangkat untuk mengukur kuat tekan kekuatan batuan di lapangan terutama permukaan kekerasan dan ketahanan penetrasi. Metode pengujian dengan schmidt hammer dilakukan dengan memberikan beban intact (tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya tertentu. Jarak pantulan yang timbul dari massa tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan batuan. Karena kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini sangat cepat, sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam waktu yang singkat.

Gambar 4.5Schmidt Hammer6. Geotechnical mapping form, digunakan untuk mencatat hasil dari klasifikasi massa batuan. Dalam form ini terdapat beberapa parameter klasifikasi massa batuan seperti Q system yang meliputi rock quality designation, joint number, joint roughness, joint alteration, joint water reduction factor dan stress reduction factor. Pada metode RMR tedapat parameter IRS (Intact Rock Strength), rock quality designation, joint spacing, joint persistence, joint aperture, joint roughness, infilling material, joint weathering, ground water dan joint orientation. Dalam form ini, disertakan juga gambar heading yang bertujuan untuk mempermudah tim geoteknik dalam membuat sketsa kekar .

Gambar 4.6Geotechnical Form Mapping 4.1.2. Pengambilan DataDalam pengamatan ini digunakan metode scanline sampling untuk pengambilan data. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui orientasi bidang diskontinuitas pada permukaan yang dianggap mewakili orientasi bidang diskontinuitas batuan secara keseluruhan sekaligus klasifikasi massa batuan pada lokasi pengamatan. Gambar 4.7 memperlihatkan sketsa pengukuran bidang diskontinu dengan metode scanline, dimana J1 merupakan jarak semu antar kekar yang berpasangan, d1 merupakan jarak sebenarnya antar kekar dan adalah sudut yang dibentuk antara garis scanline dan garis normal (garis tegak lurus antar kekar yang berpasangan).

Gambar 4.7Sketsa Pengukuran Bidang Diskontinuiti dengan Metode Scanline (Kramadibrata, 1996)

Secara sistematik, teknik pengambilan data dalam pegamatan ini meliputi : Pengukuran jarak, dip dan dip direction bidang diskontinuitas Penentuan joint condition. Penentuan tingkat kekasaran dari bidang diskontinuitas Penentuan material pengisi bidang diskontinuitas Penentuan tipe joint, panjang joint dan kondisi umum kelembaban air pada terowongan.Diskontinuitas yang berupa rekahan dan beberapa dengan material pengisi (gouge) yang melewati garis pengamatan yang akan diambil datanya, Data hasil dari scanline berupa orientasi kekar dapat dilihat pada subbab 4.1.3. Gambar 4.8 memperlihatkan kegiatan pengukuran struktur bidang pada dinding terowongan, yaitu pengukuran dip dan dip direction.

Gambar 4.8Kegiatan pengukuran struktur dengan metode scanline

Gambar 4.9 memperlihatkan posisi strike, dip dan dip direction suatu struktur bidang (kekar). Dip adalah derajat yang dibentuk antara bidang planar dan bidang horizontal yang arahnya tegak lurus dari garis strike. Bidang planar ialah bidang yang relatif lurus, contohnya ialah bidang perlapisan, bidang kekar, bidang sesar, dll. Dip direction adalah arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang yang bersangkutan dan diukur dari arah utara.

Gambar 4.9Definisi Strike, Dip dan Dip Direction

Gambar 4.10Sketsa lokasi pengamatan

Lokasi pengamatan dan pengukuran dilakukan pada 2 lokasi yaitu pada dinding dan heading pada terowongan, Gambar 4.10 merupakan sketsa lokasi pengamatan dan data yang didapatkan dari hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.1.Tabel 4.1Hasil PengamatanParameterLokasi Pengukuran

L3-2W- SPV-W(Dinding Terowongan)L3 SPV-2W-W50(Heading)

Arah garis pengukuranN325oEN50oE

Panjang Scanline6 m2 m

Jenis BatuanVein Breccia Weak ClayVein Breccia Weak Clay

Point Load Strength Index1.23 Mpa1.23 Mpa

KondisiKekar

Jumlah Kekar3613

Jumlah Pasangan Kekar> 4 pasang (random)>4 pasang (random)

Jarak Antar Kekar60-200 mm