Atresia Esofagus

18
Atresia Esofagus Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai Universitas Sumatera Utarafistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru. 9 Gambar 2.7. Atresia Esofagus 31 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital 2,9 Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor

description

muhlisin amin

Transcript of Atresia Esofagus

Page 1: Atresia Esofagus

Atresia Esofagus

Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya

dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital

atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini

yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian

proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai

Universitas Sumatera Utarafistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air

ludah terkumpul

dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi

sesak napas, batuk, muntah, dan biru.

9

Gambar 2.7. Atresia Esofagus

31

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital

2,9

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.

Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor

genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang

diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

a. Kelainan Genetik dan Kromosom.

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh

atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang

mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang

bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang sebagai

unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan

kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah

selanjutnya.

Page 2: Atresia Esofagus

Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah

dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal

serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh

kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme),

kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.

Universitas Sumatera Utarab. Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat

menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ

tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan

mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ

tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus, talipes

equinus dan talipes equinovarus (club foot).

c. Infeksi.

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang

terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya

infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam

pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat

menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya

abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :

9,11

c.1. Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi

Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata

sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan

ditemukannya kelainan jantung bawaan.

c.2. Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat), kelainan-kelainan

kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada

sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi mental, mikrosefalus, atau

mikroftalmia pada 5-10%.

Universitas Sumatera Utarac.3. Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin

Page 3: Atresia Esofagus

dijumpai ialah hidrosefalus, retardasi mental, korioretinitis, mikrosefalus, atau

mikroftalmia. Ibu yang menderita infeksi toksoplasmosis berisiko 12% pada usia

kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada usia kehamilan 17-18 minggu.

c.4. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya

sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan

kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran serta

kematian bayi.

c.5. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan

terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan

kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari normal,

kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.

d. Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester

pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan

kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat

menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan

terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum

wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya

dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum

banyak diketahui secara pasti.

Universitas Sumatera Utarae. Faktor Ibu

e.1. Umur

Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan

risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu bayi

sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu

yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat menyebabkan

deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti

uterus bikornus, dan kehamilan kembar.

e.2. Ras/Etnis

Page 4: Atresia Esofagus

Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai

ras dan etnis, misalnya celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit

bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar

daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam.

38

Di Indonesia, beberapa suku

ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku

Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut

sebagai perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa

akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan

anak cacat.

39

e.3. Agama

Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital.

Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama Hindu,

Buddha, dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan

nutrisi untuk pertumbuhan janinnya.

40

Ibu yang vegetarian selama kehamilan

Universitas Smemiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan

hipospadia atau kelainan pada penis.

41

Penelitian yang dilakukan di Irlandia

menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam

daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk

memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil

atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.

42

Page 5: Atresia Esofagus

e.4. Pendidikan

Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan

kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilanrisiko tinggi

dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal

menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah

menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena

mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu

hamil.

43

e.5. Pekerjaan

Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat

kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima

pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan

keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat

dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi.

Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh

terhadap perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak

kurang baik pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi

Universitas Sumatera Utaraanemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan

macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah

bahkan kelainan bawaan lahir.

44

f. Faktor Mediko Obstetrik

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur

kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan

memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan berikutnya.

f.1. Umur Kehamilan

Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid

Page 6: Atresia Esofagus

yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:

f.1.1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan

28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara

1.000-2.500 gram.

f.1.2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan

37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.

f.1.3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu

atau lebih dari waktu partus cukup bulan.

Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan

kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).

36

f.2. Riwayat Kehamilan Terdahulu

Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur,

perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.

45

Dengan

memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa

Universitas Sumatera Utaralalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin

dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik.

f.3. Riwayat Komplikasi

Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita

diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada

bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu

dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk

menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube

defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko

terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6%

untuk timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.

Page 7: Atresia Esofagus

2,9,11,46

g. Faktor Hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita

diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar

bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

h. Faktor Radiasi

Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan

kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang

tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali

dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.

Universitas Sumatera Utarai. Faktor Gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan

dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikanpenyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang

dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi

yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi

protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan

kejadian & kelainan kongenital.

j. Faktor-faktor Lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat

menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak

diketahui.

2.9. Pencegahan

2.9.1. Pencegahan Primer

Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak

mengalami kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan :

Page 8: Atresia Esofagus

a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun agar

tidak berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.

47

b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat

pada seorang wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut

Universitas Sumatera Utarahamil, karena kelainan seperti spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada

wanita yang hamil agar rajin memeriksakan kehamilannya pada trimester

pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk

mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada

wanita hamil adalah 1 mg/hari. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau

daun, seperti bayam, brokoli, buah alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta

aneka makanan lain yang diperkaya asam folat seperti nasi, pasta, kedelai,

sereal.

2

c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)

47

Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap

kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang

lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui

data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat

dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, puerperium dan

laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan

bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya

persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena

penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi

kelainan kongenital. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4

kali selama masa kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:

c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.

Page 9: Atresia Esofagus

c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.

Universitas Sumatera Utarac.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu

d. Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena dapat

menyebabkan kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan langitlangit.

2.9.2. Pencegahan Sekunder

a. Diagnosis

Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:

a.1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini

beberapa kelainan kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda,

molahidatidosa, dan sebagainya.

48

Beberapa contoh kelainan kongenital

yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive (ultrasonografi) pada

midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida,

defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar,

penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang

memberi gambaran gelembung ganda), kelainan sistem genitourinaria

(misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru, polidaktili,

celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.

9,49

a.2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)

2,9,50

Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan

aspirasi per-abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut

dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan

Universitas Sumatera Utaragenetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek tuba neural

(anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan

Page 10: Atresia Esofagus

metabolic (galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.

a.3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).

Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami

defek tuba neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini

menurun maka dapat ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan

kromosom.

2

a.4. Biopsi korion

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin,

kelainan metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA,

misalnya talasemia dan hiperplasia adrenal kongenital.

2

a.5. Fetoskopi/kordosentesis

Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir

perlu diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi,

besar dan bentuk kepala, bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta

anus bayi.

2

b. Pengobatan

Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh

umumnya memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang

memerlukan tindakan bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani,

spina bifida, hidrosefalus, dan lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah

yang dilakukan adalah dengan pemberian obat-obatan yang dapat mengurangi

Universitas Sumatera Utaraproduksi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat dilakukan dengan tindakan

bedah atau obat-obatan, bergantung pada jenis, berat, dan derajat kelainan.

2

2.9.3. Pencegahan Tersier

Page 11: Atresia Esofagus

2

Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting

pada pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak

dapat disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung

pada jenis kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir

apabila diketahui adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan

membantu mempercepat kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini

nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi manusia yang mandiri untuk bisa

melakukan semua keperluan pribadinya.

Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya

lahir dengan kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masamasa yang sangat sulit bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus

menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus. Untuk membantu orang tua

mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga kesehatan yang dapat

mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan anak

sesuai dengan kelainannya.

Home » anak » brakidaktili » kelainan jari » materi kuliah » muskulo skeletal » polidaktili » sindaktili »Kelainan Jari: Sindaktili

ANAK BRAKIDAKTILI KELAINAN JARI MATERI KULIAH MUSKULO SKELETAL POLIDAKTILI SINDAKTILI FRIDAY, JUNE 6, 2014

Kelainan Jari: Sindaktili

Kelainan Jari: Sindaktili

Page 12: Atresia Esofagus

PengertianSindaktili merupakan kelainan jari berupa pelekatan dua jari atau lebih sehingga telapak tangan menjadi berbentuk seperti kaki bebek atau angsa (webbed fingers). Dalam keadaan normal, saat janin dalam kandungan terdapat sejumlah gen yang membawa “perintah” kepada deretan sel diantara dua jari untuk mati, sehingga kedua jari tersebut menjadi terpisah sempurna. Pada kelainan ini, gen tersebut mengalami gangguan. Akibatnya, jari-jari tetap menyatu dan tidak terpisah menjadi lima jari.

Insiden

Jari yang sering mengalami pelekatan adalah jari telunjuk dengan jari tengah, jari tengah dengan jari manis, atau ketiganya. Sindaktili terjadi pada 1 dari 2.500 kelahiran. Lebih banyak terjadi padabayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan.

Etiologi:

Kelainan genetika Obat-obatan tertentu yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan.

Pencegahan

Apabila penyebabnya akibat kelainan genetika, maka tidak dapat dilakukan pencegahan. Kemungkinannya dapat diperkecil bila penyebabnya adalah obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama hamil.

Manifestasi Klinis

Terkadang terdapat pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari, atau sepanjang jari. Pelekatan tidak hanya terjadi pada jaringan kulit, melainkan pada tendon (jaringan lunak), bahkan pada kedua tulang jari yang bersebelahan. Kelainan ini dapat mengganggu proses tumbuh-kembang karena jari yang yang berlekatan menghambat pertumbuhan jari dari gerakan jari-jari lain di sampingnya. Bila tidak diatasi, dapat mengganggu perkembangan mental anak.

Page 13: Atresia Esofagus

Tata Laksana

Dilakukan operasi pemisahan pada jari-jari yang saling melekat atau menyatu. Sebaiknya operasi pemisahan jari-jari tersebut dilakukan setelah anak berumur 12-18 bulan. Bila terdapat beberapa jari yang melekat, sebaiknya operasi pemisahan dilakukan satu per satu untuk menghindari komplikasi pada luka dan memisahkan sistem perdarahan jari yang dipisahkan tersebut. Lakukan perawatan luka operasi dan juga latihan fungsi tangan sebelum operasi di bawah pengawasan dokter ortopedi. Kadangkala dilakukan cangkok kulit untuk menutup sebagian luka.