Atresia Ani
-
Upload
dessy-puspitalia -
Category
Documents
-
view
346 -
download
2
Transcript of Atresia Ani
PRESENTASI KASUS BEDAH
I. Identitas
Nama : By. M
Umur : 5bulan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Gegesik
Tanggal Masuk RS : 25 Oktober 2011
TanggalPemeriksaan : 10 November 2011
II. Anamnesis
Keluhan utama : Tidak memiliki anus
Keluhan tambahan :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dibawa ibu pasien dengan keluhan
tidak terdapat anus pada pasien yang diketahui sejak pasien lahir.
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis
Vital sign : RR : 28 x / menit , reguler, kedalamancukup
N : 115 x / menit,reguler,isicukup,ekual
S : 36,4 °C
Kepala : Normochepal, simetris
Mata
Conjungtiva : Anemis (-)
Sklera : Anikterik
Leher : tidak ada pembesaran KGB.
Thoraks
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : redup, batas jantung normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Hemitorak ka-ki simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris hemitorak ka-ki
Perkusi : Sonor pada seluruh lap paru
Auskultasi : VBS n, rh-/- wh -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak datar
Palpasi : supel, NT/NL/NK: -/-/-
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU +
Ekstremitas : Edema - - Sianosis - -
- - - -
III. Pemeriksaan Penunjang
JenisPemeriksaan Hasil NilaiRujukanDarahRutinHemoglobin 9.5 13-18 g/dlHematokrit 28.2 40-52 %Eritrosit 3.67 4,3-6 juta /LLeukosit 10.700 5000-14500 / uLTrombosit 285.000 150000-400000KimiaNatrium 144 130-150 mEq/LKalium 4.7 3,5-5 mEq/LKlorida 112 97-107 mmol/LKalsium 11,24Glukosasewaktu 95 144- 200 mg/dLUreum 12.8 --Kreatinin 0.22 --Asam Urat 3.37 --
IV. Diagnosis Kerja
Atresia ani
V. Terapi
Diet ASI / PASI ad lib
Pro PSARP + Tutup fistel
Tunggu perbaikan KU
Tranfusi PRC 50 cc
Infus KaEn IB 540 cc / 24 jam
Irigasi lewat fistel (pagi dan sore) dengan NaCl 50cc
VI. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
ATRESIA ANI
III.1 Definisi
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna.
III.2 Epidemiologi
Insiden 1: 5000 kelahiran. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa kelainan pada anus
dapat terjadi pada satu atau lebih anak pada sebuah keluarga lebih dari tiga generasi yang
berbeda. Atresia ani biasanya diikuti oleh kelainan kongenital lain yang terletak pada garis
tengah ( midline anomaly ). Dengan sebutan VATER, biasanya presentase kejadian tinggi
dimana kelainan tersebut adalah kelainan pada vertebra ( V ) dimana terjadi agenesis tulang
vertebra S1, S2, atau S3 biasanya dengan defisit neurologis, Anal atresia ( A ),
Tracheoesophageal fistul ( TE ) , Anomali renal ( R ).
Kelainan ini dikembangkan menjadi VACTERL dimana ( C ) untuk kelainan jantung pada
septum ventrikel, dan ( L ) untuk defomitas pada tangan dan kaki, misalnya pada tulang
radius yang tidak ada.
Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi
laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi
anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa
malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi
anorektal letak tinggi.
III.3 Patofisiologi
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum,
sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin
tidak memadai. Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi
rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan
septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistel antara saluran kemih dan
saluran genital. Pada kelainan rektum yang tinggi, sfingter intern tidak ada sedangkan
sfingter ekstern hipoplastik.
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke
dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan septum
disebelah dorsal dari saluran kencing disebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran
kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang
sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna,
sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke-
8. Kelainan dalam perkembangan proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu
spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria.
Hubungan yang menetap antara bagian genitourinaria dan bagian rektum kloaka
menimbulkan fistula.
III.4 Klasifikasi
Penanganan atresia anus harus dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap otot
dasar panggul. Untuk itu dibuat pembagian anomali tersebut menjadi supralevator dan
translevator. Pada kelainan rendah atau distal rektum menembus m. Levator anus sehingga
jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Kelainan intermedia merupakan
kelainan menegah, ujung rektum mencapai m.levator anus tetapi tidak menembusnya,
sedangkan kelainan supralevator yang disebut kelainan tinggi atau proksimal tidak mencapai
tingkat m. levator anus, dengan letak antara rektum dan perineum lebih dari 1 cm.
Kelainan rendah dapat merupakan stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membran
atau merupakan membran anus tipis yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Kelainan
tinggi biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau ke saluran genital.
Biasanya dipakai klasifikasi Wingspread sebagai penggolongan anatomi. Menurut klasifikasi
Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis
kelamin.
Pada Perempuan
Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus, karena seringnya ditemukan fistel ke
vestibulum atau vagina 80-90%.
Kelompok1.
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar
sehingga sebaiknya cepat dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat
di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi
mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan
bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, genitalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna hingga
perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak terdapat fistel , dibuat invertogram, yaitu foto rontgen
diambil pada bayi di letak inversi (pembalikan posisi) sehingga udara di kolon akan naik
sampai diujung buntu rektum. Jika udara > 1cm kulit perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok 2.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi
tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan
obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya, tetapi sangat
sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus dilakukan terapi definitif.
Bila tidak ada fistel pada invertogram udara <1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan
pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada sehingga, perlu segera dilakukan
kolostomi.
Pada laki-laki
Yang harus diperhatikan adalah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada
tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tersebut pada anak laki-laki dapat dibuat
kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.
Kelompok 1
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin
terdapat fistel ke uretra ataupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel
adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter tepasang dan urin jernih, berarti fistel
terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine mengandung
mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum tindakannya sama dengan pada
perempuan, yaitu harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara > 1cm dari kulit pada
invertogtam, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
Kelompok 2
Fistel perineum sama dengan pada wanita, lubangnya terdapat anterior dari letak anus
normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis
anus , sama pada wanita, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <
1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga dilakukan pertolongan bedah.
Laki-laki kelompok 1Kelainan TindakanFistel urin kolostomi neonatus, operasi definitif pd usia 4-6 bulanAtresia rektumPerineum datarFistel tidak adaInvertogram: udara > 1cm dari kulitLaki-laki kelompok 2Kelainan TindakanFistel perineum operasi langsung pada neonatusMembran analStenosis anusFistel tidak adaInvertogram : udara < 1cmPerempuan kelompok 1Kelainan TindakanKloaka kolostomi neonatusFistel vaginaFistel anovestibuler atau rektovestibulerAtresia rektumFistel tidak adaInvertogram: udara > 1 cm dari kulitPerempuan kelompok 2 Kelainan TindakanFistel perineum operasi langsung pada neonatusStenosis anusFistel tidak adaInvertogram : udara < 1cm dari kulit
Tabel 1. Klasifikasi Wingspread.
Beberapa rincian dari klasifikasi Wingspread tetap dipertanyakan. Beberapa jenis malformasi
anorektal seperti fistula rectovaginal sangat jarang, dan dari sudut pandang operasi, dengan
menggunakan PSARP di sekitar dua pertiga dari semua anorektal malformasi, jenis kelamin
pasien tidak penting dalam pilihan pendekatan bedah. Oleh karena itu, pada tahun 1995, Peña
mengusulkan sebuah klasifikasi yang didasarkan pada hubungan antara terminal kolon ke
levator sling muscle otot-otot panggul. Ia membedakan antara perineum, vestibular, bulbar,
prostat, dan leher kandung kemih fistula; anus imperforata tanpa fistula; vagina fistula;
cloacal fistula; atresia anus atau stenosis.
Tabel 2. Klasifikasi Pena malformasi anorektal.
Deskripsi dan fistula ini berhubungan dengan pengelompokan menjadi diterima secara luas
selama sepuluh tahun terakhir. Keuntungan dari klasifikasi Peña 5 adalah bahwa jenis fistula
tidak hanya memberikan informasi tentang lokalisasi dari kantong , tetapi juga pada tingkat
diantisipasi mobilisasi dari dubur atretic segmen yang diperlukan untuk melakukan sakro-
atau-melalui abdominosacroperineal pull-through.
Gambar 3. Perineal fistula (low malformation) in male
(a) (b)
Gambar 4. Rectourethral fistula; a) bulbar, b) prostatic
Gambar 5. Bladder neck fistula. Gambar 6. No fistula.
Gambar 7. Perineal fistula in female. Gambar 8. Recto vestibular fistula.
(a) (b)
Gambar 9. Vaginal fistula; a) low, b) high
(a) (b)
Gambar 10. Cloaca; a) short common channel < 3 cm, b) long common channel >3cm.
Gambar 11. Rectal atresia.
III.5 Diagnosis
III.5.1 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah bayi tidak dapat buang air besar sampai
24 - 48 jam setelah lahir, feses keluar dari vagina, pangkal penis, skrotum, atau uretra,
pembengkakan daerah abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan terlihat menonjol.
Bayi muntah-muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan
empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir yaitu
Sindrom vacterl (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebra, anus, jantung, trachea,
esofahus, ginjal dan kelenjar limfe), kelainan sistem pencernaan, kelainan sistem perkemihan,
atau kelainan tulang belakang.
III.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu menunjukkan gejala
obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera
setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui
anus selain untuk mengukur suhu tubuh bayi. Mekonium biasanya tidak terlihat pada
perineum pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam.
Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium
harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan
bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga
rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk
menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-
24 jam untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah
akan dilakukan colostomy atau anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan tidak
adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot
perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal letak
tinggi dan harus dilakukan colostomy. Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien
dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum,
"bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada anus
(tempat keluarnya mekonium).
III.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Invertogram
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang seperti invertogram/
wangenstein reis yang dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi telah mencapai
rektum. Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal
rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit perineum, yang
diambil pada bayi di letak inversi (pembalikan posisi), kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala
dibawah), Cross table lateral view / knee-chest position (posisi sujud) dengan sinar horizontal
yang diarahkan ke trokanter mayor. Selanjutnya diukur jarak dari ujung udara yang ada
diujung distal rektum ke tanda logam di perineum.
Cara ini bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal sehingga udara di kolon akan naik sampai di
ujung buntu rektum. Dilakukan setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara. Bila terdapat
fistula lakukan fistulografi.
Gambar 13. Cross table lateral position.
USG Abdomen
USG abdomen digunakan untuk memeriksa saluran genitourinary dan untuk mencari massa
lainnya. Hidronefrosis, hydrocolpos, presacral massa, massa abdomen, dapat sangat
mempengaruhi penatalaksanaan. Pemeriksaan ini harus dilakukan sebelum operasi dan harus
diulang setelah 72 jam karena temuan USG awal mungkin tidak cukup untuk menyingkirkan
vesicoureteral hidronefrosis akibat refluks. USG atau MRI tulang belakang, banyak anak-
anak dengan malformasi anorektal mungkin memiliki kelainan pada saraf tulang belakang,
yang dapat mempengaruhi prognosis. USG harus dilakukan sedini mungkin tetapi tidak
penting sebelum prosedur pembedahan bayi yang baru lahir.
Augmented-pressure distal colostography
Augmented-pressure distal colostography, adalah diagnostik yang paling penting digunakan
untuk memperjelas anatomi di semua anak-anak dengan malformasi yang memerlukan
kolostomi. Dalam fluoroskopi suite, sebuah balon kateter dimasukkan ke stoma distal, dan
balon mengembang. Kateter ditarik kembali, dan kontras larut air disuntikkan dengan tangan.
Tekanan ini diperlukan untuk mengatasi tekanan m. levator dan untuk memungkinkan
kontras mengalir ke bagian terendah dari usus dan mengetahui adanya fistula. Pada pasien
dengan fistula ke saluran kencing, kandung kemih sering terisi, dan pemeriksaan dilanjutkan
dilengkapi dengan cystourethrography. Jika tidak ada fistula, kantong distal tampak bulat,
dan tidak terlihat ekstravasasi urin.
III.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus
dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menggunakan prosedur Abdomino Perineal Pull Through (APPT), tapi metode ini banyak
menimbulkan inkontinensia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan Defries (1982) memperkenalkan metode operasi yang baru, yaitu PSARP (Postero
Sagital Ano Recto Plasty), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel.
Teknik dari PSARP ini mempunyai akurasi yang sangat tinggi dibandingkan dengan APPT
yang mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian
akhiran rectum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
a) Atresia letak tinggi & intermediet sebaiknya dilakukan sigmoid kolostomi dahulu, setelah
6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP).
b) Atresia letak rendah sebaiknya dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
c) Bila terdapat fistula sebaiknya dilakukan cut back incicion.
d) Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa, atresia ani letak tinggi dan intermediet sebaiknya
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah
4 – 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital
anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Selama 24 jam pertama kehidupan, bayi harus menerima cairan infus, antibiotik, dan
dievaluasi untuk kelainan bawaan lain yang bisa mewakili menjadi resiko bagi kehidupan
bayi; terutama malformasi jantung, atresia esofagus, dan kelainan urologi. Nasogastric tube
akan melindungi bayi dari aspirasi tetapi tidak benar-benar dapat mengurangi distensi kolon.
Ekokardiogram jantung dapat dilakukan, dan bayi harus diperiksa untuk menentukan adanya
atresia esofagus. Foto sinar-x dari lumbosacral harus diambil, serta USG tulang punggung
untuk menyingkirkan adanya kelainan pada tulang belakang. USG abdomen untuk
mengevaluasi adanya hidronefrosis.
Bagan 1. Algoritma malformasi anorektal pada laki-laki.
Bagan 2. Algoritma malformasi anorektal pada perempuan.
Kolostomi
Kolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui
dinding perut untuk mengeluarkan feses. Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi
dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung
kolon yang dieksteriorisasi.
Gambar 13. Kolostomi
Teknik Pembedahan:
1. Desinfeksi kulit
2. Insisi di kuadran abdomen yang paling dekat dengan lengkung usus yang akan
dieksteriorisasi.
3. Insisi bagian fat, fasia, otot dan perineum
4. Keluarkan lengkung kolon tanpa melipat atau memutarnya
5. Buat suatu lubang di mesokolon yang cukup besar untuk dilalui oleh sepotong batang
gelas atau teugel dengan kateter.
6. Lakukan fiksasi dengan menjahit peritoneum. Kemudian dilanjutkan dengan menjahit
fasia dan kulit dengan catgut.
7. Fasia yang dibuka terlalu lebar dijahit kembali dengan catgut chromic dengan kulitnya
pula.
8. Buatlah suatu insisi di apeks dari lengkung usus tadi dengan pisau.
9. Tutupi sekitar kolostomi dengan petrolatum dan penyeka yang sebelumnya diberi salep
zincoxyd/boor/vaseline.
10. Dipasang kantung kolostomi.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang
disebut stoma.
Perawatan Post Operasi:
1. Beri perawatan post operasi dengan baik, observasi kemungkinan adanya komplikasi
2. Memberikan perawatan anoplasty perineal yang baik, mencegah infeksi, yang dapat
mempercepat penyembuhan
a. Jangan meletakkan apapun pada rectum
b. Biarkan perineum terbuka
c. Rubah posisi kiri kanan
d. Posisi panggul ditegakkan jika akan melakukan pembersihan atau perawatan
3. Melakukan perawatan kolostomi dengan baik
a. Cegah ekskoriasi dan iritasi
b. Observasi dan catat ukuran, frekwensi, karekteristik feces
4. Mempertahankan nutrisi yang adekuat untuk mencegah dehidrasi ketidakseimbangan
Elektrolit
a. NGT pada awal post operasi digunakan
b. Monitor cairan parenteral
Komplikasi kolostomi:
1. Obstruksi
Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan
feses yang sulit dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbatan, pasien perlu
dilakukan irigasi kolostomi secara teratur.
2. Infeksi
Kontaminasi feses merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab terjadinya
infeksi pada luka sekitar stoma. Oleh karena itu pemantauan yang terus menerus sangat
diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong
kolostomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi.
3. Retraksi stoma/ mengkerut
Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga
karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami
pengkerutan.
4. Prolaps pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma
yang kurang adekuat pada saat pembedahan.
5. Stenosis / penyempitan dari lumen stoma
6. Perdarahan stoma
PSARP (POSTEROSAGITAL ANORECTOPLASTY)
PSARP adalah suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan tehnik operasi
menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior
bakal anus.
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan
beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun
rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis dan sfingter.
Macam-macam PSARP
Minimal PSARP
tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah
memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus.
Indikasi dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membran, bucket handle
dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit.
Limited PSARP
yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle complex serta tidak
membelah tulang coccygeus. Yang penting adalah diseksi rektum agar tidak merusak
vagina. Indikasi pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler
Full PSARP
dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan tlang coccygeus. Indikasi pada
atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih
dari 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum
dan stenosis rektum.
Teknik operasi PSARP
1. Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien
tengkurap dan pelvis ditinggikan.
2. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
3. Insisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm
didepanya
4. Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complex. Os Coxigeus
dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator dibelah sehingga tampak
dinding belakang rectum
5. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
6. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
7. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Perawatan Pasca Operasi PSARP :
a. Diberikan antibiotik intravena selama 3 hari, dan salep antibiotok selama 8- 10 hari.
b. Dilakukan anal dilatasi pada 2 minggu pasca operasi dengan heger dilatation.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai,
dilakukan penutupan kolostomi. Indikasi tutup kolostomi apabila kalibrasi anus tercapai.
III.7 Prognosis
Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian defekasi,
pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot sfingter
padacolok dubur.
Fungsi kontinensia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi
juga pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Kelainan Bawaan. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed2.
Jakarta : EGC, 2004 : 667-670.
2. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2000 : 565-566.
3. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994: 262
4. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000:134-
139
5. .http://emedicine.medscape.com/article/929904-diagnosis
6. http://www.bedahugm.net/atresia-ani/
7. :http://www.ptolemy.ca/members/archives/2009/Newborn%20Anorectal
%20Malformations.html)
8. http://surgery.med.umich.edu/pediatric/clinical/physician_content/am/
imperforate_anus.shtml
9. http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf