Asuhan Keperawatan Tifus Abdominal
-
Upload
firdakusumaputri -
Category
Documents
-
view
81 -
download
7
description
Transcript of Asuhan Keperawatan Tifus Abdominal
ASUHAN KEPERAWATAN TIFUS ABDOMINAL1) PENGERTIAN TIFUS ABDOMINAL
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985)
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran
ke mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah.
(Markum, 1991).
2) ANATOMI FISIOLOGI
Usus halus
Adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan
melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan
absorbsi.
Usus halus dibagi 3 bagian anatomik : bagian atas disebut duodenum, bagian
tengah disebut yeyunum dan bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus
dan usus besar terletak di bagian bawah kanan duodenum ini disebut sekum
Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus
ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini
terdapat apendiks veriformis.
Terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang
memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri
abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian kolon sigmoid dan rektum.
Rektum berlanjut pada anus. Jalan keluar anal di atur oleh jaringan otot lurik yang
membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
Ada 2 tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus halus :
1)Kontraksi segmental yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi
usus ke belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk.
2)Peristaltik usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Karbohidrat dipecahkan menjadi disakarida dan monosakarida. Protein dipecahkan menjadi
asam amino dan peptida. Lemak dicerna diemulsifikasi menjadi monogliserida dan asam
lemak.
3) ETIOLOGI
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu
antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen
Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
4) PATOFISIOLOGI
a.Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus (terutama di ileum bagian distal), ke jaringan limfoid
dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredarahan
darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikula endotelial, hati, limpa dan organ-
organ lainnnya.
b.Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikula
endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia
untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh,
terutama limpa, usus dan kandung empedu.
c.Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat
menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi
usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
d.Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
5) TANDA DAN GEJALA
* Demam lebih dari seminggu
Siang hari biasanya terlihat segar namun malamnya demam tinggi. Suhu tubuh naik-
turun.
* Mencret
Bakteri Salmonella typhi juga menyerang saluran cerna karena itu saluran cerna
terganggu. Tapi pada sejumlah kasus, penderita malah sulit buang air besar.
* Mual Berat
Bakteri Salmonella typhi berkumpul di hati, saluran cerna, juga di kelenjar getah
bening. Akibatnya, terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi
rasa mual.
* Muntah
Karena rasa mual, otomatis makanan tak bisa masuk secara sempurna dan
biasanya keluar lagi lewat mulut. Karena itu harus makan makanan yang lunak agar mudah
dicerna. Selain itu, makanan pedas dan mengandung soda harus dihindari agar saluran
cerna yang sedang luka bisa diistirahatkan.
* Lidah kotor
Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa
lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau pedas.
* Lemas, pusing, dan sakit perut
* Terkesan acuh tak acuh bahkan bengong
Ini terjadi karena adanya gangguan kesadaran. Jika kondisinya semakin parah,
seringkali tak sadarkan diri/pingsan.
* Tidur pasif
Penderita merasa lebih nyaman jika berbaring atau tidur. Saat tidur, akan pasif (tak
banyak gerak) dengan wajah pucat.
6) TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambar leukoperia, limfositosis relatif dan aneosinofilia. Mungkin terdapat
anemia dan trombositopenia ringan.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Teradapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel
makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
a. Biakan empedu
Basil salmonella typhii dapat ditemukan dalam darah penderita biasnya dalam
minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan
mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama.
Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk
menegakan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali
berturt-turut digunakan untuk memnentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh
dan tidak menjadi pembawakman (karier).
b. Pemeriksaan lidah
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspensi antigen salmonella typii. Pemeriksaan yang positif ialah bila
terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat
ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi.
c. Pemeriksaan widal
Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menengakkan
diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita
telah lama sembuh. (Suriadi, Yuliani Rita, 2001).
7) KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular
diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim
Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
8) PENULARAN
a. Penderita Tifus mengeluarkan kotoran dan urine yang mengandung kuman penyebab
penyakit tifus.
b. Bila pembuangan kotoran ini tidak dilakukan di jamban yang memenuhi syarat akan
memudahkan penularan.
c. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada
tangan dan kemudian dimasukan ke mulut atau dipakai untuk memegang makanan.
d. Kuman dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air. Kalau air yang
tercemar tersebut diepergunakan orang untuk keperluan sehari hari tanpa direbus atau
dimasak. Misalnya untuk menggosok gigi, berkumur, atau mencuci sayur lalap, ia dapat
menulari orang tersebut dengan penyakit Tifus.
e. Kuman dapat ditularkan langsung kepada orang lain atau dapat menemari air, makanan
dan minuman atau lingkungannya.
f. Penderita yang baru ini dengan cara yang sama dapat menularkan lagi pada orang lain dan
lingkungan sekitarnya, dan seterusnya, merupakan lingkaran yang tidak putus putusnya.g. Kotoran dapat dihinggapi lalat, dan bila lalat ini hinggap di makanan, akan menyebabkan
makanan itu tercemar. Penularan terjadi bila seseorang memakan makan yang tercemar ini.
9) PENCEGAHAN
* LINGKUNGAN HIDUP
1. Sediakan air minum yang memenuhi syarat.
Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman
yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih
dulu hingga mendidih (100 derajat C).
2. Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya.
Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang
lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan.
3. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.
* DIRI SENDIRI
1. Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga.
Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini
pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama
chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang
masih rentan, bisa juga divaksinasi.
2. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan
agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-
waktu penyakitnya akan kambuh.
Untuk mengurangi kemungkinan penularan penyakit ini, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
* Saat merawat penderita, baik di rumah maupun RS, harus lebih seksama dan ekstra hati-
hati kala membersihkan tubuhnya maupun benda-benda perlengkapannya, terutama yang
mungkin tercemar tinjanya. Jangan lupa, selalu mencuci bersih-bersih tangan dengan
sabun atau cairan antiseptik setelah mencebokinya.
* Jangan pernah ijinkan anak duduk atau main-main di lantai kamar mandi, karena sisa
kotoran yang mungkin tercecer di lantai kamar mandi dapat menularkan penyakit. Meski tak
ada penderita, sering-seringlah membersihkan lantai kamar mandi dengan banyak air dan
cairan antiseptik; apalagi bila telah digunakan penderita.
* Ajarkan cara cebok yang baik dan benar pada anak yang sudah agak besar maupun
pengasuhnya. Begitu pula cara menyiram WC dan lantai kamar mandi.
* Selalu cuci tangan dengan sabun setiap kali bersentuhan dengan penderita.
Sementara pencegahan penyakit ini dapat dilakukan, antara lain dengan cara:
* Saat menyiapkan makanan dan minuman, jangan gunakan tangan secara langsung, tapi
pakailah alat bantu semisal sendok, garpu, atau penjepit makanan.
* Kala hendak sekolah, bekali makanan lengkap dengan sendok-garpu dari rumah yang
lebih terjaga kebersihannya ketimbang jajan sembarangan.
* Hindari atau minimal waspadai warung makanan. Tak ada salahnya untuk memperhatikan
kebiasaan cuci tangan juru masak atau pelayannya maupun pencucian alat-alat makan
bekas pakai, sebelum memutuskan makan di kedai tersebut.
* Tanamkan kebiasaan hidup bersih pada anak dan pengasuhnya. Jangan pernah lelah
atau menyerah untuk memberi penjelasan, contoh nyata, maupun saat mengawasi
pelaksanaannya.
* Gunakan air yang mengalir dari kran untuk mencuci tangan, bukan dari ember atau bak
penampung yang jarang dikuras dan dicuci. Begitu juga untuk mencuci bahan makanan,
alat masak maupun perlengkapan makan. Untuk mencuci lalap mentah dan buah segar,
sebaiknya gunakan air matang.
* Bila mungkin, sediakan sabun untuk masing-masing anggota keluarga. Usahakan pula
sumber air bersih sebaiknya terpisah minimal 10 meter dariseptic-tank.
10) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga
adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian,
oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian
kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena
saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
oral/intravena selama 21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral,
selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem,
azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
1. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
2. Tidak mengandung banyak serat.
3. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
4. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
11) PROGNOSIS
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat
seperti:
1. Panas tinggi (hipperpereksia) atau kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, koma atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia dll.
4. Keadaan gizi penderita buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan
fisik komprehensif dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan
tindakan ini untuk mengumpulkan riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik untuk
mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan medis klien. (Monica Ester,
2001).
Pada pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji :
a.Riwayat keperawatan
b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri
kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk
2001).
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi
akut
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi, kurang
mengingat
Perencanaan/Intervensi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
a. Dorong tirah baring
Rasional:
Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan
energi
b. Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional:
Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c. Berikan kebersihan oral
Rasional :
Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
Rasional:
Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan
e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional:
Nutrisi yang adekuat akan membantu proses
f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
Rasional:
Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi
penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau suhu klien
Rasional:
Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut
b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
Rasional:
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat
Rasional :
Dapat membantu mengurangi demam
d. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional:
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder
terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik,
kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi:
a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat
Rasional:
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang
merupakan pedoman untuk penggantian cairan
b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional:
Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
c. Kaji tanda vital
Rasional :
Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
Rasional:
Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral
Rasional:
Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan
kehilangan
4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder
terhadap infeksi akut
Tujuan:
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
Rasional:
Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik
Rasional:
Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk
menurunkan resiko kerusakan jaringan
c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional :
Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang
menganggu periode istirahat
d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio)
Rasional:
Meningkatkan relaksasi dan hambatan energy
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat
Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit
Intervensi:
a. berikan nformasi tentang cara mempertahankan pemasukan makanan yang memuaskan
dilingkungan yang jauh dari rumah
Rasional:
Membantu individu untuk mengatur berat badan
b. Tentukan persepsi tentang proses penyakit
Rasional:
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
c. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala
dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor pendukung
Rasional :
Faktor pencetus/pemberat individu, sehingga kebutuhan pasien untuk waspada terhadap
makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
Pelaksanaan / Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan
klien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a.Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.
b.Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat.
c.Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d.Dokumentasi intervensi dan respons klien.
(Keliat, Anna Budi, 1999).
Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnosa, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi.
Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah :
a.Anak menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b.Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
c.Anak tidak menunjukkan tanda – tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan
anak.
e.Anak akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal.
(Suriadi, dkk 1999).