Asuhan Keperawatan Sepsis

32
ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS A. Konsep Dasar Sepsis 1. Pengertian Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negatif, virus jamur, atau atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi secara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik. (Schexnayder, 1999). Berikut adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis pada neonatus, yang perlu diketahui oleh bidan atau perawat, yaitu: a. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatal didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004) b. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. c. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan (WHO,1996) d. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIR 1

description

Keperawatan Anak

Transcript of Asuhan Keperawatan Sepsis

ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS

A. Konsep Dasar Sepsis1. Pengertian

Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negatif, virus jamur, atau atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi secara elektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik. (Schexnayder, 1999).

Berikut adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis pada neonatus, yang perlu diketahui oleh bidan atau perawat, yaitu:

a. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatal didefinisikan sebagai infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan. (Bobak, 2004)

b. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain.

c. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan (WHO,1996)

d. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIR (Systeic Inflammatory Response Syndrome), sepsis; sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.

2. KlasifikasiBerdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi

menjadi dua bentuk, yaitu:a. Sepsis Dini/Sepsis Awitan Dini

Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.Karakteristik: sumber organisme pada saluran genitalia ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.

1

Jenis kuman yang sering ditemukan adalah: streptokokus group B, Escheria Coli, Haemophilus influenzae, Listeria monocytogenesis, batang Gram negatif.

b. Sepsis Lanjutan/Sepsis Nosokomial atau Sepsis Awitan Lambat (SAL)Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial).

e. Karakteristik: didapat dari bentuk langsung dan tidak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.

3. EpidemiologiSepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir, tetapi

merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri lima kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kilogram dan dua kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi, yaitu 1,8-18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. (Anik Maryunani & Nurhayati, 2009)

4. EtiologiPola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke

waktu dan berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat dengan umur dan status imunitas anak.

Penyebab sepsis pada neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri, seperti Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, Serratia sp, Escerichia Coli, group B Sterptococcus, Listeria sp, dll.

Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus adalah:

a. Perdarahanb. Demam yang terjadi pada ibuc. Infeksi pada uterus atau plasentad. Ketuban Pecah Dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)

2

e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)

f. Proses kelahiran yang lama dan sulit. (Anik Maryunani & Nurhayati, 2009)

Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus influenza tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negative sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase–negative staphylococcus, staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi 20%. (Chareulfatah, 2002; Levy et all, 2009)

Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab sepsis terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%), Serratia marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab terbanyak. (Dewi, 2011).

Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. Dapat ditemukan pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi et al. bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan flora endogen mengalami perubahan pada pasien kritis sehingga terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas menekan flora normal gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan. Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien PICU yang dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut

3

berhubungan dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis. (Singhi et al., 2008).

Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus pernah diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang disebabkan oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa dahulu para ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan bakteriemia, oleh karenya sering kita dengar istilah septicemia, namun penelitian multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa bakterimia hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis sepsis, dikatakan hanya 32% yang terbukti adanya infeksi pada aliran darahnya. (Trzeciak, 2005).

5. Faktor PredisposisiTerdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens

sepsis pada anak adalah:a. Faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem

penyakit kronik, trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis.b. Faktor pengobatan: tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau

invasif, antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah sakit. (Budhiarso, 2000).Dalam buku Anik Maryunani & Nurhayati (2009) faktor resiko,

yaitu:1. Faktor resiko dilihat dari:

a. Sepsis Awitan Dini (SAD), meliputi:1) Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal2) Malnutrisi pada ibu3) Prematuris, BBLR

b. Sepsis Awitan Lanjutan (SAL), meliputi:1) BBLR, pertumbuhan janin terhambat/IUGR2) Nutrisi parenteral totalis, pemberian makanan melalui

selang3) Pemberian antibiotik

2. Faktor resiko dilihat dari faktor resiko ibu dan bayia. Faktor Resiko Ibu

1) Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lama >18 jam2) Infeksi dan demam >38°C pada masa peripartum karena

korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi kuman streptokokus group B di vagina, kolonisasi kuman E.Coli di perineum.

4

3) Cairan ketuban hijau dan keruh4) Kehamilan kembar5) Faktor sosial ekonomi dan gizi buruk pada ibu

b. Faktor Resiko Bayi1) Bayi prematur dan berat badan rendah2) Bayi dengan cacat bawaan3) Bayi dirawat di rumah sakit4) Bayi dilakukan tindakan resusitasi pada saat lahir5) Bayi dilakukan prosedur invasive, seperti pemasangan

infus, kateter, intubasi ETT, pemakaian ventilator, akses vena sentral, pembedahan

6) Bayi dengan asfiksia neonatorum7) Bayi yang tidak diberi ASI8) Bayi dengan pemberian nutrisi parenteral9) Bayi yang dirawat terlalu lama d iruang intensif bayi10) Bayi yang dirawat di ruang rawat bayi baru lahir terlalu

padat11) Kebersihan ruang bayi atau ruang intensif bayi yang buruk12) Prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga

kesehatan maupun anggota keluarga pasien (bayi) (Anik Maryunani & Nurhayati, 2009)

6. Tanda dan GejalaMenurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti

infeksi dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut:a. Suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰Cb. Denyut jantung > 90x/menitc. Peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi): > 20 x/menitd. PaCO2 < 32 mmHge. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah

leukosit < 4000 sel/mm3f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, mengigil, demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya. Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat langsung mengalami syok sepsis, sementara

5

pasien lainnya mengalami disfungsi organ dalam berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu, distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis, gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi organ multiple. Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau karena hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan juga sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.a. Sistem Respirasi

Disfungsi organ paru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50% terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan penghancuran membrane dasar.

b. Sistem Kardiovaskuler Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif

6

yang dianggap menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jantung. Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan depresi miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah vasodilatasi, volume intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi miokard.

c. Sistem UrinariusDisfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis dan glomerulonefritis.

d. Sistem Traktus GastrointestinalTraktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi kebutuhan oksigenasi organ vital seperti: otak, jantung, paru. Manifestasi klinis dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna. Pada penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya kerusakan barier mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan system filtrasi imunologis dan mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin, dan alkali fosfatase menandakan adanya kerusakan organ lain.

e. Sistem HematologiDitandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Petanda yang

7

dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan ventilator mekanik yang relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam dan emboli pulmonal. (Paterson, 2008; Sareharto, 2007)

7. Patofisiologi1. Selama dalam Kandungan

Oleh karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion, janin selama dalam kandungan sebenarnya relative aman terhadap kontaminasi. Namun, terdapat beberapa kemungkinan kontaminasi kuman melalui:a. Infeksi kuman yang diderita ibu yang dapat mencapai janin

melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.

b. Prosedur tindakan obstetrik yang kurang memperhatikan fakto antiseptik misalnya pada saat pengambilan contoh darah janin.

c. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan berperan dalam infeksi janin.

2. Setelah LahirKontaminasi kuman dapat terjadi dari lingkungan bayi, oleh karena antara lain hal-hal berikut ini:a. Infeksi silangb. Alat-alat yang digunakan bayi kurang bersih/sterilc. Prosedur invasive seperti kateterisasi umbilikusd. Kurang memperhatikan tindakan aseptike. Rawat inap terlalu lamaf. Bayi yang dirawat terlalu banyak/padat. (Anik Maryunani &

Nurhayati, 2009)

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis, yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan (#) Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema dibawah ini.

8

Inflamasi

Jejas atau Infeksi

Kerusakan Dinding Pembuluh Darah

Ekspresi Faktor-Faktor Jaringan

Pembentukan Trombin

Aktivasi Sistem Koagulasi

Konsumsi Cepat dari Protein C

Defisiensi Protein C Aktif

Koagulasi

Penyumbatan Mirovaskuler

Kerusakan Jaringan

Disfungsi Organ

Kematian

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Peningkatan PAI-1

TAFIa teraktivasi

Supresi Fibrinolisis

Skema Terjadinya Sepsis

9

Keterangan :Tahap 1 : InflamasiProses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar, trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 (Koagulasi)Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan, yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan abnormal.

Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital, menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan adalah:- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis

Inhibitor)- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi,

yaitu: inhibitor utama PAI-1)

10

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan darah, terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi biasanya menurun. Ha ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang diperlukan untuk konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein C teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien sepsis. (Paterson, 2008; Powell, 2000; Sareharto 2007)

8. Pemeriksaan Penunjanga. Darah rutin: Hb, Ht, Lekosit, Trombositb. GDSc. CRPd. Faktor koagulasie. Kultur darah berserif. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to

the leftg. Urinalisish. Foto thoraksi. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

9. PenatalaksanaanPenatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai

berikut:a. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid, pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.

b. Inotropik/vasopresor/vasodilatorVasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap terhadap pemberian dopamine, maka dapat diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah jantung

11

yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemikmeningkat disertai syok.

c. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

d. Suplemen oksigenIntubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena kapasitas residual fungsional yang rendah.

e. Koreksi asidosisTerapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH > 7,15 dengan hipoperfusi.

f. Terapi antibiotikPemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan dan pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas, maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan kuman penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung dari berbagai hal antara lain dari: communityacquired disease atau pola infeksi di wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen. Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008 direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin, dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat

12

berpenetrasi dalam konsentrasi yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu: Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis,

dikombinasikan dengan aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20 mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.

Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam dan aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara universal. Pemilihan antibiotik empiris bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar belakang pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk melawan semua kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau superinfeksi.

g. Sumber infeksiEradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses, debridement jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

h. Terapi kortikosteroidPemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan fludorcortison 50 μg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.

13

i. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil < 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

j. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut: Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi

bakterisid, fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody

anti-laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dang gangguan elektrolit.

k. HemofiltrasiTransfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.

l. Terapi Suportif Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah aktif, riwayat perdarahan intraserebral.

Pencegahan Hipoglikemia pada sepsisBalita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia, sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau glukose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam batas normal.

Penatalaksanaan Disfungsi Organ Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dan positif end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps alveolus.

14

Disfungsi saluran cernaNutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau 2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan mempertahankan hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasiKonsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut: jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada

atau tidaknya perdarahan jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila

akan dilakukan tindakan operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/ recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih).

Disfungsi renalResusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum terbukti. (FK UNDIP, 2004; Kumar 2009; Paul, 2009; Sareharto 2007)

10. KomplikasiSepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi), multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan berakhir pada kematian (Powell, 2000).

15

Jika tidak segera ditangani dapat mengakibatkan adanya komplikasi, yaitu:a. Dehidrasib. Asidosis metabolicc. Hipoglikemiad. Anemiae. Hiperbilirubinemiaf. Meningnitisg. DIC (http://loveratzeria.blogspot.com/2012/08/askep-sepsis-

neonatorum.html.)

11. PrognosisKematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60% untuk penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni (< 500/ul), trombositopenia (<100.000/ul) kadar fibrinogen rendah (< 150 mg/dl). Angka kematian bayi dengan sepsis noenatal 2-4 kali lebih tinggi pada bayi dengan berat lahir rendah. Dengan angka kematian 15-40% pada sepsis neonatal awitan cepat (sekitar 2-30% disebabkan oleh Streptokokus grup B [SGB]) dan 10-20% pada sepsis neonatal awitan lambat (2% disebabkan oleh SGB). Tinggi rendahnya angka kematian tergantung dari waktu timbulnya penyakit, penyebabnya, besar kecilnya bayi, beratnya penyakit dan tempat perawatannya. Gejala sisa neurologik yang jelas tampak adalah hidrosefalus, retardasi mental, buta, tuli dan cara bicara yang tidak normal.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

a. Anamnesa1) Identitas

Perlu ditanyakan umur klien2) Keluhan Utama

Keluhan utama pada sepsis neonatorum tidak khas seperti pada kasus-kasus lain, tetapi biasanya didapatkan sebagian gejala dari gejala yang biasa terjadi seperti malas minum, kuning, letalergi, dll.

3) Riwayat Penyakit sekarang, perlu ditanyakan:

16

a) Mulai kapan anak terlihat lemas lemas, kesadaran menurun, malas minum, kuning?

b) Apakah anak muntah? Berapa kali? Jumlah?c) Apakah anak panas? Mulai kapan?d) Apakah anak mencret?e) Apakah terdapat sesak nafas?

4) Riwayat Penyakit DahuluApakah pernah mengalami infeksi sebelumnya?

5) Riwayat KeluargaApakah dalam keluarga ada anggota yang menderita penyakit infeksi?

6) Riwayat Kehamilan dan PersalinanPenyakit yang pernah diderita ibu selama kehamilan, terutama penyakit infeksi?

b. Pemeriksaan Fisik1) Keadaan umum penderita

Kesadaran : Dapat menurun, letargiSuhu : Dapat hipertermi/hipotermiNadi : Takhikardi/Bradi kardi, nadi cepat kecilRR : Frekuensi nafas meningkat, apneu

2) KepalaMata : Sklera icterusKonjungtiva : PucatHidung : Sekret, pernafasan cuping hidungBibir : Cyanosis, mucus bibir keringLeher : Adanya pemeriksaan otot Bantu nafas, stermokledomastoid

3) ThorakParu : Nafas sesak, Apnea, tak teratur, Takhipnea (60x / menit)Jantung : Takhikardi (>160x/menit)

4) AbdomenPerut kembung, hepatomegali

5) NeurologiLethargi, kejang, irritable

6) Muskuloskeletalhipotomi

7) Integumen

17

Ikterus, turgor, kelembaban, sianosis. (http://prasetyo-sudigdosukses.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-sepsis-neonatorum.html.)

2. Diagnosa Keperawatana. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur,

dihidrasi, peningkatan metabolism b. resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

hipovolemiac. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan kebocoran

cairan kedalam intersisial d. resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan, e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi f. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun g. kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi

(Doenges, 2000)

3. Intervensia. Hipertermi b/d efek endotoksin, perubahan regulasi temperatur,

dihidrasi, peningkatan metabolismTujuan : Suhu tubuh dalam keadaan normal (36,5-37)Intervensi:1) Pantau suhu pasien

Rasional: Suhu 38,9 -41,1 derajad celcius menunjukkkan proses penyakit infeksius akut

2) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen sesuai indikasiRasional: Suhu ruangan harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3) Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alcoholRasional: Membantu mengurangi demam

4) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya aspirin, asetaminofenRasional: Mengurangi demem dengan aksi sentral pada hipotalamus

b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemiaTujuan : Resiko perubahan perfusi jaringan tidak terjadiIntervensi:

18

1) Pertahankan tirah baringRasional: Menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen

2) Pantau perubahan pada tekanan darahRasional: Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah

3) Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmiaRasional: Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia

4) Kaji ferkuensi nafas, kedalaman dan kualitasRasional: Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak

5) Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnyaRasional: Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal

6) Kaji perubahan warna kulit, suhu, kelembapanRasional: Mengetahui status syok yang berlanjut

7) Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteralRasional: Mempertahankan perfusi jaringan

8) Kolaborasi dalam pemberian obatRasional: Mempercepat proses penyembuhan

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kebocoran cairan kedalam intersisialTujuan : Resiko kekuranggan volume cairan tidak terjadiIntervensi:1) Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya

Rasional: Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal serta menyebabkan hipovolemia

2) Pantau tekanan darah dan denyut jantungRasional: Pengurangan dalam sirkulasi volum cairan dapat mengurangi tekanan darah

3) Kaji membrane mukosaRasional: Hipovolemia akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi

4) Kolaborasi dalam pemberian cairan IV misalnya kristaloidRasional: Cairan dapat mengatasi hipovolemia

d. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman oksigen kedalam jaringan

19

Tujuan : Resiko kerusakan pertukaran gas tidak terjadiIntervensi:1) Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi

fowlerRasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru

2) Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafasRasional: Pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin

3) Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengiRasional: Kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmona/edema intersisial

4) Catat adanya sianosis sirkumoralRasional: Menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate

5) Selidiki perubahan pada sensoriumRasional: Fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi

6) Sering ubah posisiRasional: Mengurangi ketidakseimbangan ventilasi

20

DAFTAR PUSTAKABobak.2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.Maryunani, Anik & Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan

Penyulit Pada Neonatus.Jakarta: Trans Info Media.Sepsis Pada Anak. 2009. Diakses pada tanggal 4 Maret 2014 pukul 20:00.http://prasetyo-sudigdosukses.blogspot.com/2013/03/asuhan-

keperawatan-sepsis-neonatorum.html. Selasa, 4 Maret 2014. Pukul 18:49.

http://sumbberilmu.blogspot.com/2012/10/askep-sepsis_8384.html. Jum’at, 18 April 2014. Pukul 09:00.

http://loveratzeria.blogspot.com/2012/08/askep-sepsis-neonatorum.html. Jum’at, 18 April 2014. Pukul 10:00.

21