asuhan keperawatan ppok

44
asuhan keperawatan ppok BAB I KONSEP DASAR 1. PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik. Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis,

Transcript of asuhan keperawatan ppok

Page 1: asuhan keperawatan ppok

asuhan keperawatan ppok

BAB I

KONSEP DASAR

1. PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,

artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat

dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut.

Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu

factor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti kebiasaan merokok, polusi

udara, polusi lingkungan, infeksi, genetic dan perubahan cuaca. Derajat obtruksi saluran

nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang memugkinkan adanya reversibilitas.

Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain diluar paru seperti sinusitis dan faringitis

kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor tersebut membuat perburukan makin lebih

cepat terjadi. Untuk melakukan penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan factor-faktor

tersebut, sehingga pengobatan PPOK menjadi lebih baik.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup

bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel

yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara

paru-paru.

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi

paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan

saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

Page 2: asuhan keperawatan ppok

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan

untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah :

Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595).

Tetapi dalam suatu Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan

Bronchitis Kronis. Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan

“ChronicObstructive Lung Diseases (COLD)”

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 3: asuhan keperawatan ppok

Anatomi fisiologi Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini

terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90

m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02

dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah

(paru-paru kiri dan kanan). Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) : Paru-paru

kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Puimo dekstra superior, Lobus media, dan

lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester

lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih

kecil bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment

pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai

10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus

medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi

lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang

Page 4: asuhan keperawatan ppok

lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan

saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus

ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap

duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-

paru. Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.

Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan

terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi

menjadi 2 (dua):

1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang

langsung membungkus paru-paru.

2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah

luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan

normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis

dan, juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk rneminyaki permukaannya

(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu

bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru, Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal

dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan

tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan

oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung

mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya

oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan

oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis

membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-

cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu

membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding

alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari

epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar

Page 5: asuhan keperawatan ppok

dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri

(darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena

bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru

mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara

didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-

dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi

paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,

2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal

Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter.

Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas

biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter), Jumlah pernapasan.

Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16-18 x/menit, Anak-anak kira-kira :

24x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan

berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan

sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan

tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal

dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin.

Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini

udara keluar dari hidung dan mulut.

3. KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai

berikut:

Page 6: asuhan keperawatan ppok

1. Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran

dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2

tahun berturut-turut.

Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :

1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

2. Alergi

3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai

beberapa alat tubuh, yaitu :

1. Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun

pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah

terjadi.

2. Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat

menyerang dinding bronchus.

3. Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding

bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.

4. Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus

sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri.

Patofisiologi

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai

eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya

virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan

Page 7: asuhan keperawatan ppok

mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama

beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut.

Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-

infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi

yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.

Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan

meningkatkan produksi mukus.

2. Mukus lebih kental

3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh

karena itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan

kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan

menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding

bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan

mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang

banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara

besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi

biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran

bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas

mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi

ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis. Klien mengalami

kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, dimana terjadi

penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2. Klien

terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia

(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang

hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada

FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,

hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF

2. Emfisema paru

Page 8: asuhan keperawatan ppok

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru

yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus

terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut,

maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai

adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema,

melainkan hanya sebagai “overinflation”.

Patogenesis

Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :

1. Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan

alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat

hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil

menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya

mungkin dapat menjadi membesar.

2. Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali

kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.

3. Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk

membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada

pemeriksaan X ray.

4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk

ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya

jalan nafas.

Tipe emfisema

Terdapat tiga tipe dari emfisema :

1. Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan

bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus

tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.

Page 9: asuhan keperawatan ppok

2. Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya

termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema,

timbul sangat sering pada seorang perokok.

3. Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan

isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab

dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi

enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi

pulmoner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang

mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu

akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat

dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan

kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan

diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae).

Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang

tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan

terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan

karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi

penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema

dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia

muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.

3. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang

trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai

penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

4. Bronkiektasis

Page 10: asuhan keperawatan ppok

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan

oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,

muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,

pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

4. ETIOLOGI

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang

terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Polusi udara

3. Infeksi peru berulang

4. Umur

5. Jenis kelamin

6. Ras

7. Defisiensi alfa-1 antitripsin

8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

5. PATOFISIOLOGI/PATHWAY

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan

elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,

kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.

Page 11: asuhan keperawatan ppok

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen

yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat

erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga

disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.

Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan

juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan

terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau

obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada

saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air

trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala

akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan

menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi

gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

Page 12: asuhan keperawatan ppok

Pathway Penyakit paru Obstruksi Kronik

Hipertensi pulmonal

Kompensasi kardiovaskular

6. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis

(blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan

2. Batuk

3. Sesak napas

4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi

5. Mengi atau wheeze

Page 13: asuhan keperawatan ppok

6. Ekspirasi yang memanjang

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

8. Penggunaan otot bantu pernapasan

9. Suara napas melemah

10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari

hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan

ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2. Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan

KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM

(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),

Page 14: asuhan keperawatan ppok

kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih

jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas

kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli

untuk difusi berkurang.

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi

vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik

merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi

umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan

merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor

pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.

Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering

terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi

juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Page 15: asuhan keperawatan ppok

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,

menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak

perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab

infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid

untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran

lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan

yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan

kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat

kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

Page 16: asuhan keperawatan ppok

1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi

Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan

ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam

klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.

Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,

amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti

mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.

Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder

atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.

2. Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan

berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan

adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau

ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 -

0,56 IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat

menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien

maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

3. Mukolitik dan ekspektoran

4. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan

PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Page 17: asuhan keperawatan ppok

5. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,

untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :

o Ø Fisioterapi

o Ø Rehabilitasi psikis

o Ø Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)]

9. KOMPLIKASI COPD

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan

nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,

penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara

lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan

rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan

meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Page 18: asuhan keperawatan ppok

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi

terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan

dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami

masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini

sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap

therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher

seringkali terlihat.

Page 19: asuhan keperawatan ppok

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK

Dari seluruh dampak di atas, maka diperlukan suatu asuhan keperawatan yang komprehensif

baik bio, psiko, sosial dan melalui proses perawatan yaitu mulai dari pengkajian sampai evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit

sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat

kesehatan dari proses penyakit:

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

Page 20: asuhan keperawatan ppok

4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Riwayat merokok?

7. Obat yang dipakai setiap hari?

8. Obat yang dipakai pada serangan akut?

9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama tanpa upaya?

3. Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?

5. Barrel chest?

6. Apakah tampak sianosis?

7. Apakah ada batuk?

8. Apakah ada edema perifer?

9. Apakah vena leher tampak membesar?

10. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

11. Bagaimana status sensorium pasien?

12. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

Page 21: asuhan keperawatan ppok

13. Hasil pemeriksaan diagnosis seperti :

1. Chest X-Ray :

dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara

retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk

bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)

2. Pemeriksaan Fungsi Paru :

dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas

fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat

disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator.

3. TLC :

meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema.

4. Kapasitas Inspirasi :

menurun pada emfisema

5. FEV1/FVC :

ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)

menurun pada bronchitis dan asthma.

6. ABGs :

menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal

atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada

asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap

hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).

7. Bronchogram :

Page 22: asuhan keperawatan ppok

dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan

ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)

8. Darah Komplit :

peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).

9. Kimia Darah :

alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer.

10. Sputum Kultur :

untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.

11. ECG :

deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis),

gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS

vertikal (emfisema)

12. Exercise ECG, Stress Test :

menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat

bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

Palpasi:

1. Palpasi pengurangan pengembangan dada?

2. Adakah fremitus taktil menurun?

Perkusi:

1. Adakah hiperesonansi pada perkusi?

2. Diafragma bergerak hanya sedikit?

Page 23: asuhan keperawatan ppok

Auskultasi:

1. Adakah suara wheezing yang nyaring?

2. Adakah suara ronkhi?

3. Vokal fremitus nomal atau menurun?

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan

produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan

iritan jalan napas.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan

kebutuhan oksigen.

5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.

7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya

pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap

kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,

tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Page 24: asuhan keperawatan ppok

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui

sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

1. Gagal/insufisiensi pernapasan

2. Hipoksemia

3. Atelektasis

4. Pneumonia

5. Pneumotoraks

6. Hipertensi paru

7. Gagal jantung kanan

3. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan

produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.

Tujuan:

Pencapaian bersihan jalan napas klien

Intervensi keperawatan:

1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.

2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan

batuk.

3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB

Page 25: asuhan keperawatan ppok

4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam

hari sesuai yang diharuskan.

5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu

yang ekstrim, dan asap.

6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter

dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan

sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.

7. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.

8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae

dan streptococcus pneumoniae.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan

iritan jalan napas.

Tujuan:

Perbaikan pola pernapasan klien

Intervensi:

1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan

pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi

pasien.

3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi

Tujuan:

Perbaikan dalam pertukaran gas

Page 26: asuhan keperawatan ppok

Intervensi keperawatan:

1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .

2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.

3. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada

kemungkinan efek sampingnya.

4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi

sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.

5. Pantau pemberian oksigen.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan

kebutuhan oksigen.

Tujuan:

Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.

Intervensi keperawatan:

1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.

2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit

kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.

3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill

dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.

4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan

berdasarkan pada status fungsi dasar.

5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan

spesifik terhadap kemampuan pasien.

6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan

aktivitas untuk berjaga-jaga.

Page 27: asuhan keperawatan ppok

7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama

mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.

8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan

aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih

banyak atau dengan banyak bantuan.

9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar

tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.

2. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,

kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Intervensi keperawatan:

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.

Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.

4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.

5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.

6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.

7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.

Tujuan:

Kebutuhan tidur terpenuhi

Page 28: asuhan keperawatan ppok

Intervensi keperawatan:

1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.

2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk

melakukan tindakan tersebut.

3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.

4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.

5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.

2. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya

pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan:

Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri

Intervensi:

1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti

berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.

2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat

sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas

tindakan penghematan energi.

3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap

kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.

Tujuan:

Klien tidak terjadi kecemasan

Intervensi keperawatan:

Page 29: asuhan keperawatan ppok

1. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.

2. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.

3. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.

9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,

tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Tujuan:

Pencapaian tingkat koping yang optimal.

Intervensi keperawatan:

1. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan

pada pasien.

2. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala

3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

4. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.

5. Tingkatkan harga diri klien.

6. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat

menumpuk.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui

sumber informasi.

Tujuan:

Klien meningkat pengetahuannya.

Page 30: asuhan keperawatan ppok

Intervensi keperawatan:

1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan

pasien tentang penyakit dan perawatannya.

2. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang

sumber-sumber kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: asuhan keperawatan ppok

1. Grainger, Allison : Diagnostic Raddiology An Anglo American Textbook

of Imaging, second edition, Churchil Livingstone, page :122.

2. Horrison : Principle of Internal Medicine, 15th edition, McGraw-Hill,

page : 1491-1493.

3. G.Simon : Diagnostik Rontgen, cetakan ke-2, Erlangga, 1981, hal :310-

312.

4. Meschan : Analysis of Rontgen Signs in General Radiology, Volume II,

page : 954,990-993.

5. Danu Santoso Halim,Dr.SpP : Ilmu Penyakit Paru, Jakarta 1998, hal :169-

192.

6. Gofton, Douglas : Respiratory Disease, 3rd edition, PG Publishing Pte

Ltd, 1984, page : 346-379.

7. Harrison : Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, edisi 13, volume ketiga,

Jakarta

8. 20003, hal :1347-1353.

9. Lothar, Wicke, Atlas Radiologi, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran 1985,

page: 157.

10. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta,

hal : 480-482.

11. Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8,

Jakarta: EGC

12. Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan

Proses keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.

Page 32: asuhan keperawatan ppok

13. Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia

Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI

14. Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

15. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit

FKUI

16. Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC

17. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman

untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made

Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

18. Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih

bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC