Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tuli Sensori Kongenital

6
Asuhan keperawatan pada anak dengan tuli sensori kongenital Pengkajian lengkap 1. Anamnesa Identitas: Nama: An. A Umur: 3 tahun Alamat: Surabaya Pekerjaan orang tua Ayah: Technicall Engineer di perusahaan minyak Ibu: pegawai BANK Keluhan utama: orang tua mengungkapkan anaknya belum bisa bicara Riwayat penyakit sekarang: Anak belum bisa bicara, baru bisa mengucapkan baa buu. Riwayat penyakit dahulu: anak tidak MRS sebelumnya, apakah anak pernah menderita retinitis, meningitis, apakah orang tua atau anak pernah mengkonsumsi obat- obatan Aminoglikosida, golongan salisilat dan golongan deuretik Riwayat kesehatan keluarga: apakah orang tua mengalami gangguan pendengaran(tuli), goiter, DM, Artritis Reumatoid. Status Kesehatan kesehatan anak: 1) Status imunisasi: orang tua mengungkapkan anak sudah menerima imunisasi lengkap 2) Berat badan lahir 3) Apakah anak lahir spontan atau tidak 4) Apakah anak lahir cukup bulan/ langsung menangis atau tidak. 5) Apakah anak mendapatkan ASI ekslusif atau tidak Pemeriksaan fisik: Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada prosesus mastoideus

description

free

Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Tuli Sensori Kongenital

Asuhan keperawatan pada anak dengan tuli sensori kongenital

Pengkajian lengkap1. AnamnesaIdentitas: Nama: An. AUmur: 3 tahunAlamat: SurabayaPekerjaan orang tuaAyah: Technicall Engineer di perusahaan minyakIbu: pegawai BANKKeluhan utama: orang tua mengungkapkan anaknya belum bisa bicaraRiwayat penyakit sekarang: Anak belum bisa bicara, baru bisa mengucapkan baa buu.Riwayat penyakit dahulu: anak tidak MRS sebelumnya, apakah anak pernah menderita retinitis, meningitis, apakah orang tua atau anak pernah mengkonsumsi obat-obatan Aminoglikosida, golongan salisilat dan golongan deuretikRiwayat kesehatan keluarga: apakah orang tua mengalami gangguan pendengaran(tuli), goiter, DM, Artritis Reumatoid.Status Kesehatan kesehatan anak:1) Status imunisasi: orang tua mengungkapkan anak sudah menerima imunisasi lengkap2) Berat badan lahir3) Apakah anak lahir spontan atau tidak4) Apakah anak lahir cukup bulan/ langsung menangis atau tidak.5) Apakah anak mendapatkan ASI ekslusif atau tidakPemeriksaan fisik:

Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada prosesus mastoideusPemeriksaan yang harus dijalani oleh anak tersebut1. Pemeriksaan AudimetriPemeriksaan ini merupakan bagian penting dari pemeriksaan otologi lengkap. Tujuannya adalah untuk menetukan derajat dan jenis ketulian, serta untuk memantau terapi audiologi dan memantau penatalaksanaan otologi2. Pemeriksaan nada murniUntuk menentukan jenis derajat ketulian yang akurat dengan menggunakan audiometer didalam ruangan dengan pengaturan bunyi3. Pemeriksaan diagnostik khusus1) Pemeriksaan OAE (Emisi Oto Augestik)Adalah pengukuran gema bunyi yang dibangkitkan oleh sel-sel rambut luar di koklea dan direkam di liang telinga2) Pemeriksaan respon pusat pendengaran di batang otak (auditory brain system respon)/ ABRMembantu menentukan apakah terdapat defisit sensori neural di dalam koklea, saraf akustik atau jaras pendengaran sentral.. pemeriksaan ABR merupakann perekaman elektro fisiologis respon jaras pendengaran terhadap adanya bunyi.Teknik pemeriksaan lainUntuk pemeriksaann tuli sensori neural, prinsipnya mempunyai tujuan untuk megukur ada atau tidaknya serta besarnya gambaran khas pada lesi koklea dan retro koklea:1. Tes untuk menetukan ada atau tidaknya serta besaran adaptasi dengan cara a) Tone Decay: tes untuk menghitung decay atau kelelahan pada ambang pendengaran yaitu dengan memberikan rangsangan nada murni yang terus menerusb) Reflecks decay/ penyurutan refleks aukustik: daya adaptasi pendengaran pada tingkat supra ambang juga dapat diukur dengan refleks aukustik. Timbulnya reflek auskustik yang lama terjadi sesuai dengan persepsi kekuatan suara.c) Audiometri bekesy: cara lain untuk mengetahui penyurutan ambang refleks akustik dengan cara membandingkan ambang frekuensi untuk bunyi terus menerus dan bunyi perkulsasi 200 milidetik di kategorikan menjadi:(1) Ambang bunyi terus menerus dan berpulsasi saling tumpang tindih atau tipe 1.(2) Ada pemisahan ambang nada terus menerus turun di bawah ambang bunyi berpulsasi, pemisahan mulai pada frekuensi tengah (tipe 2)(3) Adaptasi terhadap bunyi terus menerus cepat hilang, turun sampai lebih dari output audiometri maksimum(tipe 3)(4) Pemisahan yang jelas dengan ambang bunyi terus menerus lebih buruk daripada ambang bunyi berpulsasi sepanjang frekuensid) Brief tone audimetriSuatu teknik yang mempunyai harapan baik sebagai alat penunjang diagnostik, adaptasi terhadap isyarat bunyi pendek dapat dibandingkan dengan adaptasi terhadap isyarat bunyi panjang. Tes ini menggabungkan pemeriksaan adaptasi dengan diagram bekesy frekuensi tersendiri secara tradisional dengan pemeriksaan mengenai efek patologi terhadap fungsi somasi temporal2. Tes abrasi dan persepsi peningkatan penyaringanTes ini melibatkan pengukuran respon yang subyektif dan obyektif terhadap perubahan intensitas suara. Tes ini meliputi:(1) ABLB (Alternate Binaural Laudness Balance)Merupakan asal mula tes diferensiasi audiologik sensori neural berasal dari pengukuran peningkatan penyaringan suara yang abnormal atau dikenal dengan fenomena koklea.

(2) Refleks akustik SLAdalah pengukuran terhadap peningkatan penyaringan suara abnormal dengan cara mengukur ambang refleks akustik(3) Tes SISIAdalah tes untuk mendeteksi peningkatan penyaringan suara minimal atau tes perbedaan limen (DL) dimana telinga yang abnormal dibandingkan dengan kemampuan telinga normal utnk mengenali modulasi intensitas suara.3. Tes untuk efek distorsiUntuk menilai efek pada kemampuan menterjemahkan isyarat tutur, meliputi:(1) Diskriminasi tuturMerupakan komponen dasar dari tes fundamental dalam menilai pendengaran. Tes ini untuk mengukur kemampuan mendengar nada murni dengan kemampuan mendengar isyarat tutur. (2) Fungsi intensitas kemampuanUntuk mengetahui penilaian diskriminasi tutur memburuk atau berbalik role over bila intensitas rangsangan ditambah sampai melampaui batas maksimal PB.Selain pemeriksaan Audiometri, juga perlu dilakukan pemeriksaan timpanografi yaitu untuk mengukur reflek otot telinga tengah terhadap stimulus suara, selain kelenturan membran timpani, dengan mengubah tekanan udara dalam kanalis telinga yang tertutup. Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga tengah.Selain pemeriksaan diatas, dapat dilakukan juga pemeriksaan untuk mengetahui ketajaman auditorius untuk membedakan tuli konduktif atau sensorineural yaitu dengan uji weber dan uji rinneDIAGNOSA MEDIS YANG DIDERITA OLEH ANAK TERSEBUT TERKAIT KASUS THTKlasifikasi tuli:1. Tuli konduksi disebabkan oleh proses patologik di telinga luar, liang telinga luar, membran timpani atau rongga telingga tengah dan isinya2. Tuli sensori neural terjadi akibat gangguan di koklea, saraf akustik, atau jaras pendengatran sentral.3. Tuli campuran disebakan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensori neural4. Tuli sentral mengacu pada suatu kondisi patologik di dalam otak yang menyebabkan gangguan pengolahan informasi auditory yang normalKlasifiikasi menurut Arif Mutakin 20101. Tuli konduksi, mengganggu gelombang suara pada saat mengalir dari telinga luar ke koklea telinga dalam karena gelombang suara tidak ditransmisikan melalui struktur telinga luar dan tengah. Contoh penyebabnya adalah pembengakakan kanal auditorius atau robekan timpani.2. Tuli sensorineural melibatkan telinga dalam, saraf auditorius, atau pusat pendengaran di otak3. Tuli campuran, melibatkan gabungan dari tuli konduksi dan sensorineural Berdasarkan data-data yang ditemukan pada kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa diagnosa medisnya adalah TULI SENSORINEURALAdapun etiologi dari Tuli Sensori Neural, yaitu:1. Faktor genetik2. Adanya penyakit penyerta, seperti sindroma usher, goiter3. Retardasi mental4. DM, HT, Remathoid artritis5. Infeksi: meningitis, retinitis, sifilis6. Penggunaan obat-obatan golongan salisilat, deuretik, aminoglukosida.DIAGNOSA KEPERAWATAN BESERTA INTERVENSI YANG DAPAT DIBERIKAN PADA ANAK TERSEBUT