Asuhan keperawatan kusta

63
Asuhan keperawatan kusta ASUHAN KEPERAWATAN I PENGKAJIAN Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul Effendi, 1995 : 18). a. Pengumpulan Data 1. Identitas klien Meliputi : nama, umur, nomor register, jenis kelamin, status, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis. 2. Keluhan utama Pada umumnya pada pasien dengan morbus hensen ,mengeluh adanya bercak-bercak Disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu 3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai hiper anastesi dan odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki serta bisa juga terjadi peningkatan suhu tubuh. b. Riwayat kesehatan dahulu Penyakit yang diderita pasien sebelumnya seperti hepatitis,asma dan alergi,jantung koroner. c. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya merupakan penyakit menular Maka anggota keluarga mempunyai resiko beasar tertular dengan kontak lama. 4. Pola-Pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Pada umumnya pada pola presepsi pada pasien kusta mengalami gangguan terutama pada body image,penderita merasa rendah diri dan merasa terkucilkan sedangkaan pada tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien kurang kebersihan diri dan lingkungan yang kotor dan sering kontk langsung dengan penderita kusta.Karena kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya maka timbul masalah dalam perawatan diri.

description

tes

Transcript of Asuhan keperawatan kusta

Page 1: Asuhan keperawatan kusta

Asuhan keperawatan kusta

ASUHAN KEPERAWATAN

 I   PENGKAJIANPengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan. (Nasrul Effendi, 1995 : 18).

a.       Pengumpulan Data1.           Identitas klienMeliputi : nama, umur, nomor register, jenis kelamin, status,  alamat, tanggal MRS, diagnosa medis.2.           Keluhan utamaPada umumnya pada pasien dengan morbus hensen  ,mengeluh adanya bercak-bercak Disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti dengan peningkatan suhu

3.             Riwayat kesehatan         a. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat penyakit kusta biasanya adanya bercak-bercak merah disertai hiper anastesi dan odema pada ektrimitas pada bagian perifer seperti tangan,kaki serta bisa juga terjadi peningkatan suhu tubuh.

b. Riwayat kesehatan dahuluPenyakit yang diderita pasien sebelumnya seperti hepatitis,asma dan alergi,jantung

koroner.         c. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya merupakan penyakit menular Maka anggota keluarga mempunyai resiko beasar tertular dengan kontak lama.

4.             Pola-Pola Fungsi Kesehatana. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Pada umumnya pada pola presepsi pada pasien kusta mengalami gangguan terutama pada body image,penderita merasa rendah diri dan merasa terkucilkan sedangkaan pada tatalaksana hidup sehat pada umumnya klien kurang kebersihan diri dan lingkungan yang kotor dan sering kontk langsung dengan penderita kusta.Karena kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya maka timbul masalah dalam perawatan diri.

                        b. Pola nutrisi dan metabolismeMeliputi makanan klien sehari-hari komposisi:sayur, lauk pauk,minum sehari berapa gelas,berat badan naik atau turun,sebelum dan saat masuk rumah sakit  turgor kulit normal atau menurundan kebiasaan maskan klien.Klien tinggal ditempat yang kotor atau bersih Adanya penurunan nafsu makan, mual, muntah, pemnurunan berat badan, gangguan pencernaan.                        c. Pola eliminasiPada Pola eleminasi alvi dan uri pada pasien kusta tidak ada kelainan.                        d. Pola istirahat dan tidur

Page 2: Asuhan keperawatan kusta

Pada klien kusta pada umumnya pola tidur tidak teerganggu tetapi bagi kusta yang belum menjalani pengubatan pasien baru biasanya terjadi gangguan kebutuhan tidur dan istirahat yang disebabkan oleh pikiran stress, odema dan peningkatan suhu tubuh yang yang diikuti rasa nyeri.

e. Pola aktivitas dan latihanBiasanya pada pasien kusta dalam aktifitas ada gangguan dalam hal interaksi sosial dengan masyarakat biasanya pasien mengurung diri dan pada pergerakan ektrimitas bagian perifer didapatkan bercak-bercak merah disertai odema dan pasien dianjurkan harus bayak mobilisasi.                        f. Pola persepsi dan konsep diriPresepsi klien tentang penyakitnya  dan bagaimana konsep dalam menghadapi penyakitnya yang diderita.                        g. Pola sensori dan kognitifPada umumnya penderita kusta mengalami gangguan disalah satu sensorinya seperti peraba . Pasien tidak merasa adanya rangsangan apabila bercak tersebut diberikan rangsangan.Pada kognitifnya pasien kusta merasa tidak berguna lagi dan merasa terkucilkan  serta merasa tidak diterima oleh masyarakat dan keluarganya.  h. Pola reproduksi seksualPada umumnya pada pola produksi seksual klien tidak mengalami gangguan.                         i. Pola hubungan peranBiasanya pada pasien kusta selalu mengurung diri dan menarik diri dari masyarakat (disorentasi) Pasien merasa malu tentang keadaan dirinya.Dan masyarakat beranggapan penyakit kusta merupakan penyakit yang menjijikan.                         j. Pola penanggulangan stressBagai mana klien menghadapi masalah yang dibebani sekarang dan cara penanggulangannya.                        k. Pola nilai dan kepercayaan

   Dalam pola ini terkadang ada anggapan yang bersifat ghaib.b.       Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan meliputi data subyektif dan data obyektif untuk menentukan masalah klien. Data yang telah dikelompokkan untuk menentukan masalah keperawatan kemudian penyebabnya dan dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. (Lismidar, 1990 : 7-8)

II   DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata

(potensial) dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah klien ditanggulangi / dikurangi (Lismidar, 1990 : 13).Diagnosa yang sering muncul pada klien Penyakit kusta adalah

1.       Gangguan citra tubuh b/d Perasaan negatif pada dirinya sendiri2.       Kerusakan integritas kulit b/d ulkus akibat mycobacterium leprae.3.       Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit yang dideritanya4.       Menarik diri b/d penyakit yang dideritanya5.       Kurangnya personal hagiene b/d kurangnya pengetahun tentang     penyakitnya6.       Kurangnya pengetahuan b/d informasi yang salah

III   PERENCANAAN

Page 3: Asuhan keperawatan kusta

Diagnosa        :Kerusakan integritas kulit b/d ulcus akibat mycobakterium leprae.Tujuan            :Menunjukkan tingkah laku atau teknik untuk mencegah kerusakan    kulit atau meningkatkan

penyembuhan Kriteria Hasil :

1.           Mencapai kesembuhan luka2.             mendemontrasikan tingkah laku atau teknik untuk meningkatkan   kesembuhan dan

mencegah komplikasi3.           Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan pada lesi

     Rencana Tindakan :1.        Guanakan teknik aseptip dalam perawatan luka2.        Kaji kulit tip hari dan warnanya  turgor sirkulasi dan sensori3.        Instruksikan untuk melaksanakan higiene kulit, misalnya membasuh kemudian

mengeringkannya,dena berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan losion dan krim

4.       Ingatkan pasien jangan menyentuh yang luka5.       Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat6.       Pertahankan sprei bersih atau ganti spei sesuai dengan kebutuhan kering dan tidak berkerut.7.       Kolaborasi dengan tim medis lainnya

     Rasional:1.       Mencegah luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi2.       Menentukan garis dasar bila ada terdapat perubahan dan dapat melakukan intervensi dengan

tepat3.       Mempertahankan kebersihan ,karena kulit yang kering bisa terjadi barrel infeksi,pembasuhan

kulit kering sebagai penggaruk,menurunkan resiko trauma dermal kulit yang kering dan rapuh masase meningkatkan sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan

4.       Mencegah kontaminasi luka5.       Mempertahankan keseimbangan nitrogen positif6.       Freksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan

potensial terhadap infeksi.7.       elaksanakan fungsi interdependen

Diagnosa :Ganguan citra tubuh b/d persaan negetif tentang dirinyaTujuan     :Klien dapat menerima keadaan dirinya.KH          :

1.       Mengungkapkan rasa percaya diri dalam kemampuan menghadapi penyakitnya,perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan

2.       Menyusun rencana untuk realitas untuk masa depan3.       Dapat menerima keadaan dirinya4.       Klien dapat menerima konsep dirinya yang posititf tentang dirinya

Page 4: Asuhan keperawatan kusta

Intervensi:1.       Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit,harapan masa depan2.       Diskusikan arti dari perubahan pada pasien terhadap penampilannya3.       Perhatikan prilaku menarik diri atau terllu memperhatikan tubuh atau perubahan4.       Susun batas pada prilaku maladaptif Bantuklien untuk mengidentifikasi prilaku positif yang

dapat membantu koping5.       Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perwatan dan membuat jadwal aktivitas6.       Berikan harapan dalam situasi individu jangan berikan keyakinan yang salah7.       Berikan kesempatan untuk berbagi rasa dengan individu yang mengalami  yang sama

Rasional :1.       Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut atau kesalahan konsep dan meng

hadpi secara langsung2.       Mengidentifikasi bagaimana penyakit menpengaruhi persepsi diri dan interksi diri dengan

orang lain akan menentukan kebuuhan terhadap intervensi3.       Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping  maladaptif, Membutuhkan intervensi

lebih lanjut atau dukungan pskologis4.       mempertahankan kontrol diri yang dapat meningkatka harga diri5.       Meningkatkan perasan kompetensi atau harga diri mendorong kemandirian atau mendorong

partisipasi dalam terapi6.       Kata-kata penguat dapat mendukung terjadinya koping positif7.       Memberikan motivasi dan rasa percaya diri.

Page 5: Asuhan keperawatan kusta

 BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LEPRA/KUSTAA. PENGKAJIANYang haruss di kaji dengan pasien lepra adalah sebagai berikut :1. Identitas pasien2. Pemeriksaan tanda-tanda vital3. Keluhan utama, pada pasien lepra pada umumnya mengeluh adanya bercak-bercak di kulit,gatal,kaku dan panas serta mengalamai demam yang tinggi.4. Riwayat kesehatan sekarang,riwayat penyakit kusta umumnya adanya bercak-bercak merah disertai hiperanestesi dan oedema pada ekstremitas pada bagian perifer seperti tangan, kaki dan terjadi peningkatan suhu.5. Riwayat penyakit dahulu, penyakit yang di derita pasien sebelumnya seperti hepatitis,terpajan oleh bakteri M. leprae sebelumnya namun dengan kondisi imun yang baik, asma ,alergi dan jantung koroner.6. Riwayat kesehatan keluarga, pada umumnya anggota keluarga ada yang pernah mengalamai penyakit leprae dan resiko keluarga terkena penyakit yang sama akan tinggu. Pada pembahasan tentang asuhan keperawatan pada pasien leprae pengkajian berdasarkan Nanda internasional adalah sebagai berikut :1. Domain 1. promosi kesehatan : Data subyek:• Tanyakan kesehatan masa lalu pasien : pasien pada umumnya pernah mengalami alergi, penyakit kulit sebelumnya.• Tanyakan keluhan utama pasien.• Tanyakan riwayat kesehatan sekarang pasien.• Tanyakan riwayat alergi makanan/obat :pada pasien dengan leprae umunya mengalami alergi makanan/obat sehingga timbul penyakit leprae.• Tanyakan riwayat imuniasasi.Data subyek :• Observasi perilaku kepatuhan terhadap program terapi : pasien leprae harus di pantau terapinya dan kepatuhanya sehingga dapat sembuh dan tidak bertambah parah khususnya kondisi kukit.• Pengobatan saat ini : observasi pemberian obat,frekuensi ,dosis.2. Domain 2. nutrisi.Data subyek :• Riwayat berat badan :tanyakan perubahan berat badan pada psien pada umunya pasien mengalamai penurunan berat badan.• Kebiasaan makan dan minum : tanyakan kebiasaan makan meliputi makanan klien sehari-hari,sayur,lauk,minuman sehari-hari minuman sehari berapa gelas. Umumnya pasien dengan penyakit lepra alergi makanan sehingga mengobservasi kebiasaan makan sangat penting.• Perubahan nafsu makan :umumnya pada pasien lepra mengalamai penurunan nafsu makan.• Pada umumnya pasien lepra megalamai kesulitan mencerna makanan.• Riwayat alergi makanan : tanyakan tentang alergi makanan pada pasien karena pada penderita leprae akan mengalamai alergi terhadap makanan sebagai penyebab dari penyakitnya.Data obyek :• Keadaan umum : pada pasien dengan penyakit leprae akan wajah tampak sayu,lemas dan pucat.• Hitung body mass indek (BMI) pasien • Penampilan kulit pasien : pada penderita leprae warna kulit kemerahan,kulit lengket dan menyebar dan lesi keputih-putihan,kulit kering dan retak-retak.

Page 6: Asuhan keperawatan kusta

• kondisi mulut akan memerah,mengalamai stomatitis.• Kondisi bekas luka akan memerah dan lengket.• Intake oral dan intravena : kaji intake oral pasien melalui minuman dan intravena : jenis cairan,berapa kali permenit tetesan infuse.• Kaji program diit saat ini.• Hasil lab :3. Domain 4. aktivitas istirahat Data subyek :• Tanyakan kemampuan makan,mandi,toileting, mobilitas di tempat tidur. Pada pasien dengan penyakit leprae akan mengalami hambatan mobilitias atau dapat disebabkan karena kondisi luka yang lengket dan kulit kaku serta klien akan menyatakan lemah pada ekstremitas dan mati rasa.• Tanyakan periode istirahat pasien :jam tidur,frekuensi tidur dan istirahat serta kegiatan rekreasional.Data obyek :• Observasi tingkat ketergantungan pasien : level 0 pasien dapat mandiri, level 1membutuhkan penggunaan alat bantu, level 2 membutuhkan pengawasan orang lain, level 3 membutuhkan bantuan orang lain masih berpatisipasi, dan level 4 ketergantungan tanpa partisipasi. Pada pasien dengan lepra dan kondisi tubuh untuk bermobilisasi kurang baik umunya kan berada pada level 3 atau 4 yang tergantung dengan orang lain.• Tes sendi/ROM , masa otot: pasien akan mengalami kelemahan otot sampai lumpuh dan mati rasa.• Kaji status vaskuler : pada pasien dengan lepra akan mengalami perandangan kronis pada saraf perifer akibat dari luka yang kemerahan dan lesi akan keputih-putihan/hipopigmentasi kulit kaku dan kering.• Hasil pemeriksaan lab :pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk menegakan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Bakterioskopik negative pada seorang penderita bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae. Pemeriksaan darah lengkap atau HMT sangat penting untuk mengetahui sel darah putih untuk indikasi adanya infeksi.Pemeriksaan histopatologik ,makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus antara lain sel kuffer dari hati,sel alveolar dari paru ,sel glia dari otak dan dari kulit yaitu stiotit. Pada lepramatosa terdapat kalim sunyi subepidermal(subepidermal clear zone, ialah suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringan tidak patologik,ada sel vircho dengan banyak khas).4. Domain 6. persepsi diriData subyek :• Tanyakan perasaan pasien : pada pasien dengan lepra biasnya akan mengalami putus asa,merasa tidak berguna dan rendah diri atas penyakit yang di deritanya.• Tanyakan pengaruh penyakit terhadap kehidupan : pasien akan menyatakan diasingkan dari lingkungan,di hina karena kelaianan kulit yang di alamainya.• Penilaian pasien terhadap diri sendiri : pasien merasa di asingkan ,tidak di hargai di lingkunganya,merasa jelek karena keadaan kulit tubuhnya.Data obyek :• Amati respon pasien saat berinteraksi. Pasien akan mengalihkan perhatian saat bicara,terlihat malu dan suara rendah.• Ukur skala kecemasan : skala 1 antisipasi/relaksi, skala 2 cemas ringan,skala 3 cemas sedang , skala 4 cemas berat dan skala 5 panik. Pada pasien dengan lepra akan menagalami kecemasan pada skala 4 atau 5.• Ukur skala sertifitas, skala 1 asertif,skala 2 asertif ringan/sedikit,skala 3 asertif sedang/lebih berkurang,skala 4 tidak asertif dan skala 5 marah. Pasien akan mengalami pada skala 4 atau 5 karena marah,sedih akan keadaan yang di alamainya.• Catat tanda verbal dan non verbal. Pada pasien dengan lepra akan menyatakan kemarahan,kesedihan

Page 7: Asuhan keperawatan kusta

dan putus asa.5. Domain 11. keamanan dan proteksi.Data subyek :• Tanyakan keluhan nyeri dengan PQRST: Pada pasien dengan lepra akan mengeluh nyeri di seluruh tubuh terutama ekstrimitas dan muncul tiba-tiba ,berkurang saat di kompres,lebih nyeri saat gatal timul dan nyeri karena lukanya.• Riwayat penggunaan obat-obatan. Pada pasien dengan lepra umumnya akan karena laergi obat-obatan.• Tanyakan riwayat penyakit imun yang sebelumnya.Data obyek :• keadaan umum : observasi keletihan ,kegelisahan klien dan kondisi kesadaran pasien.• Observasi tanda-tanda vital.• kaji tanda-tanda infeksi : saat di raba luka akan terasa kering,kaku, pasien akan merasa panas,luka akan berbau,kemerahan, ekstremitas kaku.• hasil lab : pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk menegakan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Bakterioskopik negative pada seorang penderita bukan berarti orang tersebut tidak mengandung M. leprae. Pemeriksaan darah lengkap atau HMT sangat penting untuk mengetahui sel darah putih untuk indikasi adanya infeksi.Pemeriksaan histopatologik ,makrofag dalam jaringan yang berasal dari monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus antara lain sel kuffer dari hati,sel alveolar dari paru ,sel glia dari otak dan dari kulit yaitu stiotit. Pada lepramatosa terdapat kalim sunyi subepidermal(subepidermal clear zone, ialah suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringan tidak patologik,ada sel vircho dengan banyak khas).6. Domain 12. kenymananData subyek :• Tanyakan keadaan pasien saat ini. Pasien akan menyatakan cemas dan takut karena penyakit yang di deritanya.• Tanyakan penyebab ketidaknyamanan yang di deritanya. Pasien akan megalamai ketidaknyamanan karena luka pada kulitnya yang kaku,panasmberbau dan gatal serta tidak dapat  berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.• Tanyakan apakah klien merasa mual. Pasien akan merasa mual dan muntah serta penurunan berat badan karena bau pada lukanya dan makanan tidak enak saat dimakan.• Kaji nyeri dengan PQRST :Pada pasien dengan lepra akan mengeluh nyeri di seluruh tubuh terutama ekstrimitas dan muncul tiba-tiba ,berkurang saat di kompres,lebih nyeri saat gatal timul dan nyeri karena lukanya.Data obyek :• Amati respon pasien terhadap ketidaknyamanan : pasien akan mengalami cemas yang berlebihan, ekspresi wajah yang kurang nyaman dan pasien akan tampak gelisah.• Amati respon pasien terhadap nyeri. Pada pasien dengan lepra amati respon nyeri apakah pasien dapat melaporkan nyeri dan nyeri berkurang saat di kompres,diberi analgetik.B. DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan penyakit lepra atau kusta adalah sebagi berikut :• Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (otot pasien kaku dan sampai lumpuh).• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.• ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit.

Page 8: Asuhan keperawatan kusta

• ketidakefektifan menejemen kesehatan diri berhubungan dengan kurang pengetahuan.• Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan pada tubuh.• Resiko infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemajanan pathogen.• Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imun.• Mual berhubungan dengan situasional (bau luka di kulit yang tidak menyenangkan,nyeri, faktor psikologis dan rasa makanan atau minuman tidak enak di lidah.• Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.• Hipertermi berhubungan dengan penyakit.C. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN(NOC) INTERVENSI(NIC)1. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan selama….x24 jam pasien dapat Respon alergi : lokasi dengan kriteria hasil :1. Nyeri sinus2. sakit kepala3. konjungtivitis4. lakrimasi5. sekresi mukosa6. lokasi gatal7. lokasi luka8. lokasi eritem9. temperature lokasi kulit10. lokasi udem11. lokasi nyeriskala:1. besar2. subtansi3. sedang4. ringan5. tidak adaIntegritas jaringan dengan kriteria hasil :1. temperature kulit2. sensasi3. elastisitas4. hidrasi5. teksture6. ketebalan7. perfusi jaringan8. pertumbuhan rambut kulit9. integritas kulit10. pigmentasi abnormal11. lesi kulit12. lesi membrane mukosa13. bekas luka jaringan14. kanker kulit15. eritema

Page 9: Asuhan keperawatan kusta

16. nekrosis jaringanskala:1. sangat dikompromikan2. substansial dikompromikan3. moderat4. ringan5. tidak ada MERAWAT KULIT : GRAFT SITE1. memeriksa secara komplit riwayat mendapat dan uji fisik dan memprioritaskan  pembedahan skin graft2. menyediakan control nyeri adekuat3. mengevaluasi penanaman kulit sampai sirkulasi sekitar pencangkokan (seminggu sekali) .4. menginstruksikan pasien untuk tidak bergerak/imobilisasi selama penyembuhan5. menginspeksi area skin graf6. memonitor warna, suhu ,capillary revil dan turgor skin graft7. memonitor tanda infeksi8. mendorong/memberi semangat pasien , pemahaman, kepada pasien dan keluarga tentang skin graft9. menginstruksikan pasien untuk  menggunakan metode proteksi  dari area pencangkokan kulit  misal perlindungan dari matahari dan suhu.10. menginstruksikan pasien untuk melaporkan setiap perubahan pada area skin graftPERAWATAN LUKA1. Melepaskan dressing sebelumnya2. mencukur rambut yang mengelilingi area luka3. memonitor karakteristik dari luka,drainage,warna,ukuran dan bau4. ukuran dari area luka5. membersihkan dengan normal saline atau non-toksik cleanser6. memasangkan dressing7. menjaga sterilitas luka8. menginspeksi luka9. memberi intake cairan10. menginstruksikan pasien untuk megenali tanda dan gejala infeksi dan segera melaporkan kepada petugas kesehatan11. mendokumentasikan lokasi luka,ukuran dan penampilan luka.

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan selama….x24 jam pasien dapat mencapai mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :1) Melaporkan nyeri2) menceritakan faktor penyebab3) menggunakan monitor tanda dan gejala4) menggunakan ukuran preventif5) menggunakan ukuran non analgetik6) menggunakan analgetik yang di rekomendasikan7) melaporkan tandaketidaknyamanan  kepada petugas kesehatan8) melaporkan perubahan tanda nyeri kepada petugas kesehatan

Page 10: Asuhan keperawatan kusta

9) melaporkan control nyeriskala :1. tidak demonstrasikan2. jarang demonstrasikan3. kadang-kadang demostrasikan4. sering demonstrasikan5. konsistenLevel nyeri dengan kriteria hasil :1. melaporkan nyeri2. panjangnya episode nyeri3. mengerang dan menangis4. ekspresi wajah saat nyeri 5. istirahat6. iritasi7. mengigil8. menangis9. mengeluarkan keringat10. tensi otot11. muntah skala :6. besar7. subtansi8. sedang9. ringan10. tidak ada ADMINISTRATION ANALGESIC1. Menentukan lokasi,karakteristik dan kualitas nyeri sebelum memberikan obat.2. Cek medical order obat ,dosis dan frekuensi dari pemberian resep analgetik.3. Mengecek riwayat dari alergi obat.4. Mengevaluasi kemmapuan pasien untuk berpartisipasi dari seleksi analgetik ,rute dan dosis  dan melibatkan pasien,yangbsesuai.5. Memilih analgetik yang  sesuai atau kombinasi dari analgetik ketika mendapatkan rekomendasi lebih dari satu resep.6. Memilih cara pemberian lewat intravena,intramuscular untuk frekuensi nyeri medikasi injeksi.7. Memonitor vital signs sebelum dan sesudah pemberian analgetik jenis narkotik8. Memperhatikan untuk ekspektasi positif yaitu optimis terhadap respon pemberian analgetik terhadap pasien.9. Mengevaluasi efektivitas dari  frekuensi pemberian analgetik secara regular waktu istirahat setelah pemberian, tetapi setelah pemberian observasi tanda dan gejala efek samping.10. Mendokumentasikan respon analgetik dan efek rentang pemberian analgetik.11. Kolaborasi dengan dokter  jika obat, dosis dan rute atau waktu rentang  indikasi perubahan.12. Mengajarkan tentang penggunaan analgetik,strategi pengurangan efek samping dan ekspektasi dari waktu istirahat dalam kepastian tentang gambaran nyeri.MENEJEMEN NYERI1. Menampilkan secara komprehensif pengkajian dari lokasi nyeri,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas, intensitas dari skala nyeri dan faktor pencetus nyeri.2. Mengobservasi nonverbal dari ketidaknyamanan pasien yang lebih efektif gunakan komunikasi langsung.

Page 11: Asuhan keperawatan kusta

3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik .4. eksplore  pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang nyeri.5. Memberi semangat pasien untuk medikasi nyeri secara adekuat.6. Mengajarkan metode non farmakologi kepada pasien.7. Mengajarkan prinsip menejemen nyeri.8. Menginstruksikan pasien untuk melaporkan nyeri kepada petugas kesehatan.3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan selama….x24 jam pasien dapat mencapaiPengetahuan : menejemen infeksi dengan indicator : Modeof transmisi Faktor-faktor yang transmisi Praktek yang mengurangi transmisi Tanda dan gejala infeksi Pemantauan prosedur untuk infeksi Pentingnya sanitasi tangan Kegiatan untuk meningkatkan ketahanan terhadap infeksi Pengobatan untuk infeksi didiagnosis Tindak lanjut untuk infeksi didiagnosis Tanda dan gejala eksaserbasi infeksi Identifikasi nama yang benar dari obat Efek samping obat.Skala:11. besar12. subtansi13. sedang14. ringan15. tidak adaIntegritas jaringan:kulit dan membrane mukosa dengan indicator : Suhu kulit Elastisitas kulit Hidrasi  keringat tekstur kulit ketebalan kulit jaringan perfusi Pertumbuhan rambut pada kulit Integritas kulit      abnormal pigmentasi kulit lesi kulit Mukosa membran lesi jaringan parut kanker kulit kulit mengelupas                Eritema                       Nekrosis Proses mengeras

Page 12: Asuhan keperawatan kusta

Skala :1. besar2. subtansi3. sedang4. ringan5. tidak adaPERLINDUNGAN INFEKSIKEGIATAN :1) Pantau tanda-tanda sistemik dan lokal dan gejala infeksi.2) Memantau mutlak granulosit menghitung, WBC count dan hasil diferensial.3) Ikuti tindakan pencegahan neutropenia, yang sesuai.4) Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai.5) Menyaring semua pengunjung untuk penyakit menular.6) Menjaga asepsis untuk pasien beresiko.7) Pertahankan teknik isolasi, yang sesuai.8) Berikan perawatan kulit yang sesuai untuk daerah pembengkakan.9) Periksa kulit dan selaput lendir untuk kemerahan, kehangatan ekstrim atau drainase.10) Periksa kondisi dari setiap luka.11) Promosikan asupan gizi yang cukup.12) Mendorong asupan cairan, yang sesuai.13) Mendorong istirahat.14) Anjurkan pasien untuk mengambil antibiotik yang diresepkan.15) Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke penyedia layanan kesehatan.16) Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana menghindari infeksi.RESIKO DETEKSIKEGIATAN. 1. Mengenali tanda-tanda dan gejala yang mengindikasikan risiko2. Mengidentifikasi potensi resiko kesehatanMencari validasi dari risiko yang3. Lakukan pemeriksaan diri pada interval yang disarankan4. Berpartisipasi dalam penyaringan pada interval yang disarankan5. Mengakuisisi pengetahuan tentang sejarah keluarga6. Mempertahankan pengetahuan terbaru dari riwayat keluarga7. Mempertahankan pengetahuan terbaru dari riwayat pribadi8. Menggunakan sumber daya untuk tetap informasi tentang risiko pribadi9. Menggunakan layanan kesehatan kongruen dengan kebutuhan10. Memperoleh informasi tentang perubahan dalam rekomendasi kesehatan

D. IMPLEMENTASIImplementasi untuk pasien dengan lepra adalah sebagai berikut:1. Lakukan intervensi pada rencana keperawatan diantaranya :merawat luka skin graft,memantau luka setelah tindakan skin graf,meemantau tanda dan gejala infeksi dan menurunkan rasa nyeri.2. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian obat-obatan,diit yang sesuai dan dukungan psikologis.3. Lakukan tindakan ulang setelah target tidak terpenuhi dan lakukan tindakan lain yang menambah prospek pasien untuk sembuh lebih baik.

Page 13: Asuhan keperawatan kusta

4. Catat secara teliti setiap tindakan yang dilakukan.E. EVALUASIEvaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien,perawat dan anggota tim kesehatan lainya(Lismidar,1990:68). Evaluasi dalam proses keperawatan memiliki aspek yang harus di pahami :1. S/subyek : yaitu respon pasien secara subyek (metode wawancara langsung/bertanya kepada pasien) terhadap implementasi yang sudah dilakukan selama target yang sudah ditetapkan/direncanakan perawat.Pada pasien lepra tanyakan tentang kondisi saat melakukan evaluasi.2. O/obyek: respon pasien non verbal (diobservasi setiap melakukan pengkajian) terhadap implementasi yang dilakukan. Pada pasien lepra observasi utamanya pada kondisi luka,kondisi fisik klien.3. Analisa: adalah hasil dari implementasi yang sudah dilakukan yaitu diantaranya :masalah teratasi sebagian,masalah teratasi dan masalah tidak teratasi. Masalah teratasi pada pasien lepra bila kondisi pasien sudah pulih dan lebih baik dari sebelumnya,masalah tidak teratasi bila kondisi lebih buruk atau tetap dan masalah teratasi sebagian bila respon pasien sudah lebih baik dari sebelumnya namun belum semua masalah terselesaikan.4. Perencanaan, perencanaan dalam evaluasi proses keperawatan adalah perencanaan ulang yang hasilnya masalah tidak teratasi dan masalah teratasi sebagian. Perencanaan dapat melanjutkan perencanaan sebelumnya atau menambah perncanaan tindakan lain yang tetap berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainya.

KESIMPULAN

Page 14: Asuhan keperawatan kusta

DAFTAR PUSTAKA

Docter, M,Joanne,dkk. 2004. Nursing Intervention classification (NIC). USA : mosby.Ester,monica (editor indonesia) dan herdman (editor amerika). 2011. Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2011-2014. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.Format asuhan keperawatan priodi DIII keperawatan tahun 2011. Yogyakarta :akademi kesehatan karya husada Yogyakarta.Heri,susilo. 2012. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kusta. Diunduh darimydokumentku.blogspot.com pada tanggal 29 maret 2013.Morhead,sue,dkk. 2004. Nursing outcomes classification.  Amerika : Mosby.Riyanto agus.2012. Penyakit kusta atau lepra. Diunduh dari dr-suparyanto.blogspot.com pada tanggal 29 maret 2013.

Page 15: Asuhan keperawatan kusta

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

            Penyakit kusta tersebar diseluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. Diantara

122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu

prevalensi rate < 1/10.000 penduduk. Padatahun 1991 World Health Assembly telah

mengeluarkan suatu resolusi yaitu eliminasi kusta tahun 2000. Pada 1999, insidensi penyakit

kusta di dunia diperkirakan 640.000 dan 108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000,Word

Health Organisation membuat daftar 91 negara yang endemik kusta.70% kasus dunia terdapat di

India, Myanmar, dan Nepal (Depkes RI, 2005).

            Pada tahun 2000 Indonesia menempati urutan ke tiga setelah India danBrazil dalam hal

penyumbang jumlah penderita kusta di dunia. Walaupun ada penurunan yang cukup drastis dari

jumlah kasus terdaftar, namun sesungguhnya jumlah penemuan kasus baru tidak berkurang sama

sekali. Oleh karena itu, selain angka prevalensi rate, angka penemuan kasus baru juga merupakan

indikator yang harus diperhatikan (Depkes RI, 2005).  

           

            Pada 2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHOpada tahun itu,

90% kasus kusta dunia terdapat di Brasil, Madagaskar,Mozambik, Tanzania dan Nepal. Di

seluruh dunia, dua hingga tiga juta orangdiperkirakan menderita kusta. Distribusi penyakit kusta

dunia pada 2003menunjukkan India sebagai negara dengan jumlah penderita terbesar, diikutioleh

Brasil dan Myanmar (Depkes RI, 2005).Di Indonesia, jumlah penderita kusta dengan frekuensi

tertinggi di provinsiJawa Timur yaitu mencapai 4 per 10.000 penduduk. selanjutnya provinsi

JawaBarat mencapai 3 per 10.000 penduduk dan provinsi Sulawesi Selatan yaitu 2per 10.000

penduduk (Depkes RI, 2002).

Page 16: Asuhan keperawatan kusta

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan kusta?

1.3  TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien kusta

1.3.2 Tujuan Khusus

  Untuk mengetahui definisi penyakit Kusta

  Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit Kusta

  Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Kusta

  Untuk menegetahui klasifikasi dari penyakit Kusta

  Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Kusta

  Untuk mengetahui patoflow dari penyakit Kusta

  Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik dari penyakit Kusta

  Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Kusta

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI KUSTA

             adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium

leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya.(Depkes RI, 1998)

            Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae.

(Mansjoer Arif, 2000)Kusta adalah penyakit infeksikronis yang di sebabkan oleh mycobacterium

lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang

kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial,mata,otot, tulang, dan testis

( djuanda,4.1997 )

            Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi kulit dan saraf perifer,tetapi

mempunyai cakupan manifestasi klinis yang luas ( COC, 2003)

2.2 ETIOLOGI

Page 17: Asuhan keperawatan kusta

            Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang ditemukan pada tahun

1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk batang,gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron

dan berkelompok membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel Schwann dan

sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 12-24 hari, dan termasuk kuman yang tidak

ganas serta lambat berkembangnya.

            Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar

satu-satu dengan ukuran panjang 1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic yang bersifat tahan asam.           

            Sampai saat ini kuman tersebut belum dapat dibiakkan dalam medium buatan, dan

manusia merupakan satu-satunya sumber penularan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk

membiakkan kuman tersebut yaitu melalui: telapak kaki tikus, tikus yang diradiasi,armadillo,

kultur jaringan syaraf manusia dan pada media buatan.

            Diagnosis penyakit lepra melalui usapan sekret hidung dan melalui kerokan kulit

penderita. Kuman yang berada di sekret hidung yang kering,dapat bertahan hidup sampai 9 hari

di luar tubuh, sedangkan di tanah yang lembab dan suhu kamar, kuman ini dapat bertahan sampai

46 hari.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:

1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel,

biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi

dapat bervariasi tetapi umumnya berupa makula, papul, atau nodul. Kehilangan sensibilitas pada

lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai

kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai

kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.

2) BTA positif. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.

Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai

ditegakkan diagnosis kusta atau penyakit lain.

Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda-tanda utama atau Cardinal Sign penyakit

kusta, yaitu:

1.      Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).

2.      Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini

merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi  (neuritis perifer ).

Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :

  Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa

  Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan ( paralise)

  Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.

Page 18: Asuhan keperawatan kusta

3)                Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) Seseorang

dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari tanda-tanda utama

diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis.

Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit.

Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika

masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai.

2.4 KLASIFIKASI

A.Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953)

  Indeterminate(I)

  Tuberkuloid (T)

  Boderline-Dimorphous(B)

  Lepromatosa (L)

B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)

  Tuberkoloid (TT)

  Borderline tuberculoid (BT)

  Mid-Borderline (BB)

  Borderline Lepromatous (BL)

  Lepromatosa (LL)

 C.Klasifikasi menurut WHO (1995) terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

  Pause Basiler (PB) : I, TT, BT

  Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

Perbedaan antara kusta Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB)menurut WHO

NoKelainan kulit & hasil

pemeriksaanPause Basiler Multiple Basiler

1 Bercak (makula)

a.Jumlah

b.Ukuran

c.Distribusi

d.Konsistensi

e.Batas

f.Kehilangan rasa pada bercak

g.Kehilangan berkemampuan

berkeringat,berbulu rontok

a.1-5

b.Kecil dan besar

c.Unilateral atau bilateral

asimetris

d.Kering dan kasar

e. Tegas

f.Selalu ada dan jelas

g.Bercak tidak berkeringat,

ada bulu rontok pada bercak

a.Banyak

b.Kecil-kecil

c.Bilateral, simetris

d.Halus, berkilat

e. Kurang tegas

f.Biasanya tidak  jelas,

jika ada terjadi pada

yang sudah lanjut

g.Bercak masih

Page 19: Asuhan keperawatan kusta

pada bercakberkeringat, bulu tidak

rontok

2

Infiltrat

a.Kulit

b.Membranamukosa

tersumbat perdarahan

dihidung

a.Tidak ada

b.Tidak pernah ada

a.Ada, kadang-kadang

tidak ada

b.Ada, kadang-kadang

tidak ada

3 Ciri hidung”central healing”

penyembuhan ditengah

a.Punched out lessi

b.Medarosis

c.Ginecomastia

d.Hidung pelana

e. Suara sengau

4 Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada

5 Penebalan saraf tepiLebih sering terjadi dini,

asimetris

Terjadi pada yang lanjut

biasanya lebih dari 1 dan

simetris

6 Deformitas cacatBiasanya asimetris terjadi

dini

Terjadi pada stadium

lanjut

7 Apusan BTA negatif BTA positif

2.5 PATOFISIOLOGI

            Setelah M. Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada

kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem

imunitas selular (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas selular tinggi,

penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang kearah lepromatosa.

M.leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan

vaskularisasi yang sedikit.

            Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respon imun pada

tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular daripada

intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.

Patofisiologi[sunting | sunting sumber]

Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti

adanya kontak dekat dan penularan dari udara.[12] Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta

adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting.[13] Terdapat bukti bahwa tidak semua

Page 20: Asuhan keperawatan kusta

orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut

berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga

tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu.[14] Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.

Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang

terinfeksi dan orang yang sehat.[15] Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak

lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina [16]  hingga 55,8 per 1000

per tahun di India Selatan.[17]

Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.

Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme

di dermis kulit. Bagaimanapun masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat

berpindah ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam

di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et almelaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri

tahan asam di epidermis.[18] Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M.

leprae yang besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal ini

membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar melalui kelenjar keringat.[19]

Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898.[20] Jumlah dari bakteri dari

lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000

bakteri.[21] Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya

bakteri di sekret hidung mereka.[22] Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien

lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.[23]

Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan

bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan

McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem

imunnya.[24] Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan pada mencit dengan

pemaparan bakteri di lubang pernapasan.[25] Banyak ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran

pernapasan adalah rute yang paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun

demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.

Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur

masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan

adanya kasus kusta pada bayi muda.[26] Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal

ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah terekspos di daerah

endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa

masa inkubasi rata-rata dari kusta adalah 3-5 tahun.

Page 21: Asuhan keperawatan kusta

2.6 PATOFLOW

 

Page 22: Asuhan keperawatan kusta

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.      Pemeriksaan Bakteriologis Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:

  Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

  Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.

  Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bilaperlu ditambah dengan lesi

kulit yang baru timbul.

  Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:

         Cuping telinga kiri atau kanan

         Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain

  Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:

         Tidak menyenangkan pasien

         Positif palsu karena ada mikobakterium lain

         Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus

kulit negatif.

         Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada

sediaan kulit ditempat lain.

  Indikasi pengambilan sediaan apus kulit :

         Semua orang yang dicurigai menderita kusta

         Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta

Page 23: Asuhan keperawatan kusta

         Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap

obat

         Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali

  Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam,yaitu ziehl neelsen atau

kinyoun gabett.

  Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan

setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh

(solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.

2.      Indeks Bakteri (IB): Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus.IB

digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan

menurut skala logaritma RIDLEYsebagai berikut :0 : Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan

pandang1 : Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang2 : Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan

pandang3 : Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang4 : Bila 11-100 BTA dalam rata-

rata 1 lapangan pandang5 : Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang6 : Bila

>1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang3.

            Indeks Morfologi (IM) Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA.

IMdigunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan

membantu menentukan resistensi terhadap obat.

2.8 PENATALAKSANAAN

1.      Terapi Medik  Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta

dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta

terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.Program

Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun

1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,

mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi

kuman kusta dalam jaringan.

Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995sebagai berikut:

1)      Tipe PB (Pause Basiler) Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :

A.    Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas

Page 24: Asuhan keperawatan kusta

B.     DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan

setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif.

Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion

Of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

2)      Tipe MB (Multi Basiler)Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

A.    Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas

B.     Klofazimin 300mg/bln diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari

diminum dirumah

C.     DDS 100 mg/hari diminum dirumah Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal

36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih

aktif dan pemeriksaan bakteri positif. MenurutWHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12

dosis yangdiselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakanRFT.

  Pengobatan MDT terbaru Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998),

pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600mg,

ofloksasim 400mg dan minosiklin 100mgdan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk

tipe PB dengan2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat

alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosisdalam 24 jam.

  Putus obat Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang

seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak

minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

2.      Perawatan Umum Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan.

Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman

kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

A.    Perawatan mata dengan lagophthalmos

         Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran

         Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat 

         Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

B.     Perawatan tangan yang mati rasa

         Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda-tanda luka, melepuh

         Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebihkurang setengah jam

         Keadaan basah diolesi minyak 

         Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus

         Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku

Page 25: Asuhan keperawatan kusta

         Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

C.     Perawatan kaki yang mati rasa

         Penderita memeriksa kaki tiap hari

         Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam

         Masih basah diolesi minyak 

         Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus

         Jari-jari bengkok diurut lurus

         Kaki mati rasa dilindungi

D.    Perawatan luka

         Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam

         Luka dibalut agar bersih 

         Bagian luka diistirahatkan dari tekanan

         Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

a.       Biodata

Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa

pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi

dan tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita

kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.

b.      Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal

atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum

penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh.

c.       Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan,

malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.

d.      Riwayat Kesehatan Keluarga

Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta

(mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota

keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.

Page 26: Asuhan keperawatan kusta

e.       Riwayat Psikososial

Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita. Klien yang menderita morbus hansen akan malu

karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit

kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami

gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan.

f.       Pola Aktivitas Sehari-hari

Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun

kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena

kondisinya yang tidak memungkinkan.

g.      Pemeriksaan Fisik 

Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi

ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.

1)      System Pengelihatan Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga

reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi

kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta.Pada morbus hansen tipe II

reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis.

Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alismata akan rontok.

2)      System Pernafasan Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat

gangguan pada tenggorokan.

3)      System Persarafan

  Kerusakan Fungsi Sensorik 

Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa

pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/

hilangnya reflek kedip.

  Kerusakan Fungsi Motorik 

Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil

(atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya

dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata

tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).

  Kerusakan Fungsi Otonom

Page 27: Asuhan keperawatan kusta

Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga

kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.

4)      System Musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau

kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.

5)      System Integumen Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem

(kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan

fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah

sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan

jika terdapat bercak.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan.

2.      Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.

3.      Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan otot

4.      Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan

fungsi tubuh.

5.      Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan lesi yang meluas

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1: Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan,

ditandai dengan:

DS:

  Pasien mengatakan susah tidur

  Pasien mengatakan skala nyeri 6

DO:

  Pasien tampak gelisah

  Pasien tidak dapat beraktivitas

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri   yang di alami

klien berkurang

Kriteria Hasil :

  Skala nyeri pasien 1-3

  Grimace tidak ada

  Pasien dapat tidur atau istirahat dengan tenang

  Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi

No Intervensi Rasional

1 Kaji karakteristik nyeriMemberikan informasi untuk membantu

dalam memberikan intervensi

Page 28: Asuhan keperawatan kusta

2 Observasi tanda-tanda vital.Untuk mengetahui perkembangan atau

keadaan pasien.

3Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik

distraksi dan relaksasiDapat mengurangi rasa nyeri.

4 Atur posisi senyaman mungkin.Posisi yang nyaman dapat menurunkan

rasa nyeri.

5Kolaborasi untuk pemberian analgesik

sesuai indikasi.Menghilangkan rasa nyeri.

Dx 2: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi, ditandai dengan:

DS : -

DO :

  Adanya lesi

  Terdapat oedeme, panas, bau di sekitar lesi

  Terdapat jaringan nekrotik 

  Tidak terdapat jaringan granulasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam prosesinflamasi             berhenti dan

berangsur-angsur sembuh

Kriteria Hasil :

  Menunjukkan regenerasi jaringan

  Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi

No Intervensi Rasional

1

Kaji/catat warna lesi, perhatikan jika

ada jaringan nekrotik dan kondisi

sekitar luka.

Memberikan informasi dasar tentang

terjadi proses inflamasi dan mengenai

sirkulasi daerah yang terdapat lesi.

2Berikan perawatan khusus pada daerah

yang terjadi inflamasi

Menurunkan terjadinya penyebaran

inflamasi pada jaringan sekitar.

3

Evaluasi warna lesi dan jaringan yang

terjadi inflamasi, perhatikan adakah

penyebaran pada jaringan sekitar.

Mengevaluasi perkembangan lesidan

inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya

komplikasi.

4Bersihkan lesi dengan sabun pada

waktu direndam.

Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan

khusus untuk mempertahankan

kebersihan lesi.

5Istirahatkan bagian yang terdapat lesi

dari tekanan.

Tekanan pada lesi bisa

menghambat proses penyembuhan.

Page 29: Asuhan keperawatan kusta

Dx 3: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik, ditandai dengan:

DS: 

  Klien mengeluh sulit melakukan aktivitas

DO:

  Terdapat penurunan fungsi kekuatan pada bagian tubuh yang sakit

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kelemahan fisik dapat teratasi dan

aktivitas dapat dilakukan.

Kriteria Hasil :

  Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari 

  Kekuatan otot penuh

No Intervensi Rasional

1 Pertahankan posisi tubuh yang nyaman.Meningkatkan posisi fungsional pada

ekstremitas.

2Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan

pada kulit.

Oedema dapat mempengaruhi sirkulasi

pada ekstremitas.

3

Lakukan latihan rentang gerak secara

konsisten, diawali dengan pasif

kemudian aktif

Mencegah secara progresif

mengencangkan jaringan, meningkatkan

pemeliharaan fungsi otot/sendi.

4

Jadwalkan pengobatan dan aktifitas

perawatan untuk memberikan periode

istirahat.

Meningkatkan kekuatan dan toleransi

pasien terhadap aktifitas.

Dx 4: Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan

kehilangan fungsi tubuh, ditandai dengan:

DS:

  Klien mengatakan belum dapat menerima kehilangan fungsi tubuhnya

DO:

  Klien tampak kurang percaya diri terhadap kondisi tubuhnya

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tubuh klien dapat berfungsi secara

optimal dan konsep diri meningkat.

Kriteria Hasil :

   Pasien menyatakan penerimaan situasi dirinya

Page 30: Asuhan keperawatan kusta

   Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif 

No Intervensi Rasional

1 Kaji makna perubahan pada pasien.

Episode traumatik mengakibatkan

perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan

dukungan dalam perbaikan optimal.

2

Terima dan akui ekspresi frustasi,

ketergantungan dan kemarahan.

Perhatikan perilaku menarik diri.

Penerimaan perasaan sebagai respon

normal terhadap apa yang terjadi

membantu perbaikan.

3

Berikan harapan dalam parameter

situasi individu, jangan memberikan

kenyakinan yang salah.

Meningkatkan perilaku positif dan

memberikan kesempatan untuk menyusun

tujuan dan rencana untuk masa depan

berdasarkan realitas.

4Berikan kelompok pendukung untuk

orang terdekat.

Meningkatkan perasaan dan

memungkinkan respon yang lebih

membantu pasien.

Dx 5: Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan lesi yang meluas

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkantidak terjadi tanda-tanda

infeksi.

Kriteria Hasil:

  Tidak terdapat tanda tanda infeksi seperti: Kalor, rubor, dolor, tumor dan fungsiolesa.

  TTV dalam batas normal

N

oIntervensi Rasional

1Kaji tanda –  tanda infeksi

Untuk mengetahui apakah pasian mengalami

infeksi. Dan untuk menentukan tindakan

keperawatan berikutnya.

2 Pantau TTV,terutama suhu tubuh.

Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui k

eadaan umum pasien. Perubahan suhu menjadi

tinggi merupakan salah satu tanda – tanda infeksi.

3Ajarkan teknik aseptik pada pasie

nMeminimalisasi terjadinya infeksi

4 Cuci tangan sebelum memberi as Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Page 31: Asuhan keperawatan kusta

uhan keperawatan ke pasien.

BAB IVPENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit

dan jaringan tubuh lainnya. Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang

ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk batang, gram positif,

berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae

hidup pada sel Schwann dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 12-24 hari, dan

termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat berkembangnya. Tanda dan gejala penyakit

kusta:

1)      Lesi (kelainan) kulit yang mati rasaKelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan

(hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).

2)      Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini

merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer ). Gangguan fungsi saraf ini

bisa berupa :

a.       Gangguan fungsi sensori seperti mati rasa

b.      Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan otot ( parese) atau kelumpuhan ( paralise)

c.       Gangguan fungsi otonom seperti kulit kering dan retak-retak.

3)      Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) Seseorang

dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari tanda-tanda utama

diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis.

Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit.

Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika

masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai.

4.2 SARAN

                        Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat

mengetahui          konsep dasar penyakit Kusta dan dapat mengetahui tentang

asuhan             keperawatan pasien Kusta.

Page 32: Asuhan keperawatan kusta

KUSTA

DEFINISI

Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) penyakit ini menular yang menahun yang

menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya

  

ETIOLOGI

M. leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang

saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa salurean napas bagian atas, hati, dan

sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari

dan masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun. M. Leprae atau kuman Hansen adalah

kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia,

GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang

dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan

ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin

dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi

sistemik pada binatang Armadillo.

EPIDEMIOLOGI

            Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli

melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat).

Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga

juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama.

Page 33: Asuhan keperawatan kusta

            Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu

ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber penularan,

kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim.

            Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien

tipe MB (multy basiler) yang belum di obati atau tidak berobat secara teratur.

            Bila seseorang terinfeksi M. Leprae, sebagian besar (95%) akan sembuh sendiri

dan 5% akan menjadi indeterminate. Dari 5% indeterminate, 30% bermanisfestasi klinis

menjadi determinate dan 70% sembuh. 

Insiden tinggi pada daerah tropis dan sub tropis yang panas dan lembab.

Insidens penyakit kusta di indonesia pada maret 1999 sebesar 1,01 per 10.000

penduduk.

            Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang

dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25-35 tahun, sedangkan

pada kelompok anak umur 10-12 tahun.

PATOGENESIS

            Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa

penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan

melalui mukosa nasal.

            Setelah M. Leprae masuk ke dalam tubuh,

perkembanganpenyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh

setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (cellular

mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi. Penyakit berkembang

ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah lepromatosa. M.

Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral

dengan vaskularisasiyang sedikit.

M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar

pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman

Page 34: Asuhan keperawatan kusta

masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel

mn, histiosit ) untuk memfagosit.

Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu

menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya

setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan

kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi

reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

            Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons

imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi

seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut

sebagaipenyakit imunologis.

MANIFESTASI KLINIS

            Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis, dan histopatologis.

Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal

berikut.

Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.

Lesi kulit dapat tunggal atau multipel, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang

lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa

makula, papul, atau nodul.

Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf

terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan

otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau

kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.

BTA positif.

Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.

Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulangn setiap 3

bulan sampai ditegakkan diagnosis kusta atau penyakitlain.

Page 35: Asuhan keperawatan kusta

KLASIFIKASI

            Klasifikasi berdasarkan Ridley dan Joping adalah tipe TT (tuberkoloid), BT

(borderkine tuberkoloid), BB (mid borderline), BL (borderline lepromatous), dan LL

(lepromatosa). Sedangkan departemen kesehatan Dirjen P2MPLP (1999) dan WHO

(1995) membagi tipe menjadi tipe pause basiler (PB) dan multy basiler (MB). Dan

membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik,

dan status imun penderita menjadi

1.      TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering

dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar

bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi

kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.

2.      BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan

jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )

3.      Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat.

Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi

sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.

Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan

uji lepromin ( - ).

4.      BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral

tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).

5.      LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah

sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan

mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).

WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1.      Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT

2.      Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL

PEMERIKSAAN KLINIS

Page 36: Asuhan keperawatan kusta

inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa

untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh

diperhatikan seperti adanya makula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput,

penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis).

Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum

pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung

reaksi (rasa suhu).

Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada : n. Auricularis, n. Ulnaris, n.

Radialis, n. Medianus, n. Peroneus, dan n. Tibialis posterior. Hasis pemeriksaan yang

perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan.

Erhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba.

Pemeriksaan fungsi saraf otonom. Yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi

akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil tinta.

GAMBARAN KLINIS

Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling

1.      Tipe Tuberkoloid ( TT )

·         Mengenai kulit dan saraf.

·         Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi,

atau, kontrol healing ( + ).

·         Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan

psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan

otot, sedikit rasa gatal.

·         Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon

imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.

2.      Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )

·         Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

·         Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.

·         Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

·         Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

Page 37: Asuhan keperawatan kusta

3.      Tipe Mid Borderline ( BB )

·         Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

·         Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

·         Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe

BT, cenderung simetris.

·         Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

·         Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada

bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.

4.      Tipe Borderline Lepromatus ( BL )

Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula

lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah,

beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,

hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil

daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.

5.      Tipe Lepromatosa ( LL )

·         Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak

tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

·         Distribusi lesi khas :

o        Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

o        Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.

·         Stadium lanjutan :

o        Penebalan kulit progresif

o        Cuping telinga menebal

o        Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai

madarosis, intis dan keratitis.

·         Lebih lanjut

o        Deformitas hidung

o        Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis

o        Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.

o        Penyakit progresif, makula dan popul baru.

Page 38: Asuhan keperawatan kusta

o        Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.

·         Stadium lanjut

Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan

pengecilan tangan dan kaki.

6.      Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)

·         Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.

·         Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat

ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.

·         Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

·         Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain

·         Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

·         Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

·         Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

·         Lidah : ulkus, nodus

·         Larings : suara parau

·         Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

·         Kelenjar limfe : limfadenitis

·         Rambut : alopesia, madarosis

·         Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS

Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut :

sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik, kecuali tidak ditemukan lesi di

tempat lain.

pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kkulit yang sama dan bila perlu ditambah

dengan lesi kulit yang baru timbul.

lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan M. Leprae ialah :

cuping telinga kanan/kiri

Page 39: Asuhan keperawatan kusta

dua sampai empat lesi kulit yang aktif di tempat lain.

sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena :

Tidak menyenangkan pasien

Positif palsu karena ada mikrobakterium yang lain

Tidak pernah ditemukan M. Leprae pada selaput lendir hidung apabila sediaan apus

kulit negatif

Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dahulu

negatif daripada sediaan kulit ditempat lain

indikasi pengambilan sediaan apus kulit :

semua orang dicurugai menderita kusta

semua pasien baru yang di diagnosis secara klinis sebagai pasien kusta.

Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman

resisten terhadap obat.

Semua pasien MB setiap satu tahun sekali.

pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam,

yaitu Ziehl Neelsen atau Kinyoun-Gabett

cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode, yaitu cara zig zag,

huruf z, dan setengah/seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan

adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granular (granulates), globus,

dan chumps.

PENATALAKSANAAN

            Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan

pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan

dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan

insidens penyakit.

            Program multy drug therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan

DDS dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang

semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat,

dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.

Page 40: Asuhan keperawatan kusta

            Rejimen pengobatan MDT di indonesia sesuai rekomendasi WHO (1995) sebagai

berikut :

Tipe B

Jenis obat dan dosis untuk dewasa :

rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.

DSS tablet 100 mg/hari diminum dirumah.

Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis

dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun

secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi

menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien tidak lagi dalam

pengawasan.

Tipe MB

Jenis

rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas.

klofazimin 300 mg/bulan diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50

mg/hari diminum dirumah.

DSS 100 mg/hari diminum dirumah.

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai

minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan

pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan  MB diberikan untuk 12

dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

Dosis untuk anak

- klofazimin :     umur dibawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan

                                                                 Harian 50 mg/2 kali/minggu

                        Umur 11-14 tahun             bulanan 100 mg/bulan

                                                                 Harian 50 mg/3 kali/minggu

- DDS                                                       1-2 mg/kg berat badan

Page 41: Asuhan keperawatan kusta

- rifampisin                                                10-15 mg/kg berat badan

Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO (1998), pasien kusta tipe

PB dengan lesi hanya 1 (satu) cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg,

ofloksasin 400 mg, dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT,

sedanngkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe

MB diberikan sebagai obat alternatif dan di anjurkan digunakan sebanyak 24 dosis

dalam 24 bulan.

Putus obat.

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang

seharusnya maka dinyatakan DO< sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila

tidak minum obat sebanyak 12 dosis dari yang seharusnya.

Evaluasi

Evaluasi pengobatan menurut buku panduan pemberantasan penyakitkusta depkes

(1999) adalah sebagai berikut :

pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6-9 bulan

dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan

dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.

RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register

pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.

masa pengamatan

pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif :

Tipe PB selama 2 tahun

Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.

hilang/out of control (OOC)

Page 42: Asuhan keperawatan kusta

pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak mengambil obat

dan dikeluarkan dari registrasi pasien.

relaps (kambuh)

terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT.

INDIKASI RUJUKAN

memastikan diagnosis penyakit kusta

neuritis akut dan sebakut

reaksi reversal berat

reaksi ENL berat

komplikasi pada mata

reaksi terhadap antikusta

tersangka resisten terhadap antikusta

pasien cacat yang memerlukan rehabilitasi medik

pasien dengan keadaan umum buruk atau darurat

pasien kusta yang membutuhkan latihan fisioterapi

pasien kusta yang membutuhkan terapi okupasi

luka lebar dan dalam pada anggota gerak

pasien kusta yang membutuhkan tindakan bedah septik

pasien yang memerlukan protese

indikasi sosial

KOMPLIKASI

            Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasienkusta akibat

kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta 

REAKSI KUSTA

            Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan

kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi

antigen-antibodi (respon humoral) dengan akibat merugikan pasien.

Page 43: Asuhan keperawatan kusta

            Reaksi ini dapat  terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama

pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai

setahun esudah mulai pengobatan.

JENIS REAKSI

reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksi boederline)

Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebakan seluler secara

cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya

tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat.

Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf),

dan/atau gangguan keadaan umum pasien (gejala konstitusi).

reaksi tipe II (reaksi eritema nodosum leprosum)

Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana

basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk

antibodi dan komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi

antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap antara

lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL),

mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi

seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya.

Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik (kondisi lemah,

menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi, dan

malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu.

Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.

PENATALAKSANAAN

prinsip pengobatan

pemberian obat anti reaksi

Page 44: Asuhan keperawatan kusta

obat yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon

sebagai anti implamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut :

Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari

Klorokuin         3x150 mg/hari

Prednison         30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari sesugah makan atau dapat

juga diberikan secara dosis tertinggi misalnya : 4x2 tablet/hari, berangsur-angsur

diturunkan 5-10 mg/2 minggu setelah terjadi respon maksimal.

Untuk melepas ketergantungan pada kortikosteroid pada reaksi tipe II digunanakan

talidomid. Dosis talidomid 400 mg/hari yang berangsur-angsur ditirunkan sampai 50

mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia subur karena talidomid bersifat

teratogenik.

Setiap 2 minggu pasien harus diperiksa ulang untuk mellihat keadaan klinis. Bila tidak

ada perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu atau

dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi 20 mg sehari). Setelah ada perbaikan

dosis diturunkan.

Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin.

Klofazimin hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis). Dosis klofazimin ditinggikan

dari dosis pengobatan kusta. Untuk orang dewasa 3x100 mg/hari selama 1 bulan. Bila

reaksi sudah berkurang maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2 x 100 mg/hari,

selama 1 bulan diturunkan lagi menjadi 1 x 100 mg/ hari selama 1 bulan. Setelah reaksi

hilang pengobatan kembali ke dosis semula, yaitu 50 mg/hari

Istirahat/imobilisasi

Pemberian analgesik dan sedatif

Obat yang digunakan sebagai analgesik adalah aspirin, parasetamol, dan antimon.

Aspirin masih merupakan obat yang terbaik dan termurah untuk mengatasi nyeri

(aspirin digunakan sebagai antiinflamasi dan analgesik). Menurut WHO (1998),

parasetamol juga dapat digunakan sebagai analgesik. Sedangkan antimon yang

digunakan pada reaksi tipe II untuk mengatasi rasa nyeri sendi dan tulang kini jarang

dipakai karena kurang efektif dan toksin. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut.

Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari

Page 45: Asuhan keperawatan kusta

Parasetamol      300-1000 mg yang diberikan tiap 4-6 x sehari (dewasa)

Antimon           2-3 ml diberikan secara selangn seling, maksimum 30 ml

Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah

Untuk semua tipe reaksi, bila tidak ada kontra indikasi, semua obat anti kusta dosis

penuh harus tetap diberikan.

pengobatan reaksi ringan

pemberian obat antireaksi.

Aspirin dan talidomin biasa digunakan untuk reaksi. Bila dianggap perlu dapat diberikan

klorokuin selama 3-5 hari.

Istirahat/imobilisasi

Berobat jalan dan istirahat dirumah

Pemberian analgetik dan sedatif

Pemberian obat analgetik dan penenang bila perlu

Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak di ubah.

pengobatan reaksi berat

pemberian obat antireaksi

pada reaksi berat diberikan preednison dalam dosis tunggal atau terbagi

istirahat/imobilisasi

imobilisasi lokal pada anggota tubuh yang mengalami neuritis. Bila memungkinkan

pasien dirawat inap di rumah sakit.

Pemberian analgetik dan sedatif

Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah

REHABILITASI

            Usaha-usaha rehabilitasi meliputi medis, okupasi, dan sosial. Usaha medis yang

dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun

hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki. Lapangan

pekerjaan dapat diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan cacat tubuh.

Tetapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan sedini mungkin pada setiap

pasien, keluarga, dan masyarakat sekitarnya untuk memberikan dorongan dan

Page 46: Asuhan keperawatan kusta

semangat agar dapat menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur

dan benar sampai dinyatakan sembuh sacara medis. Rehabilitasi sosial bertujuan

memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien sehingga menunjang kemandiriannya dengan

memberikan bimbingan sosial dan peralatan kerja, serta membantu pemasaran hasil

usaha pasien.

Page 47: Asuhan keperawatan kusta

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KUSTA

PENGKAJIAN

Dasar data pengkajian klien

·         aktivitas atau istirhat

1.      gejala :malaise

·         sirkulasi

tanda : td normal/sedikit dari jangkauan normal ( selama curah jantung tetap

meningkat ), kulit hangat kering, bercahaya,pucat, lembab, burik ( vasokontriksi )

·         eliminasi

1.      gejala : diare

·         makanan/cairan

1.      gejala : anoreksia, mual/muntah

2.      tanda : penurunan BB, penurunan lemak subkutan/massa otot ( malnutrisi ),

pengeluaran haluaran, konsentrasi urine, perkembangan ke arah oliguri, anuria

·         neurosensori

1.      gejala : sakit kepala, pusing, pinsang

2.      tanda : gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma

o        nyeri/kenyamanan

1.      gejala : kejang abdominal, lokalisasi rasa sakit, urtikaria/pruritas umum

·         pernapasan

1.      tanda : takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu : umunya

meningkat ( 37.95 oc atau lebih ), tetapi kadang sub normal ( <>

§         seksualitas

1.      gejala : pruritas perineal

2.      tanda : maserasi vulva, pengeringan vgina purulen

·         penyuluhan/pembelajaran

1.      gejala : masalah kesehatan kronis/melemahkan, misalnya : hati, ginjal, DM,

kecanduan alkohol, penggunaan anti biotik ( baru saja atau jangka panjang )

Page 48: Asuhan keperawatan kusta

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu

2.      Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi

3.      Gangguan aktivitas b/d post amputasi

4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi kuman pada kulit dan

jaringan subkutan.

5.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan berkurangnya elastisitas kulit

INTERVENSI

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu

Tujuan :

Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria

hasil :

·         Klien dapat menerima perubahan dirinya

·         Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)

·         Klien tidak merasa malu

Intervensi :

·         Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan

bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.

·         Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan

otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.

·         Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.

Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi

Tujuan :

Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan,

dengan kriteria hasil :

·         Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi

·         Klien tenang

·         Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari

Intervensi :

1.      Kaji skala nyeri klien

Page 49: Asuhan keperawatan kusta

2.      Alihkan perhatian klien terhadap nyeri

3.      Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital

4.      Awasi keadaan luka operasi

5.      Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri

6.      Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.

Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi

Tujuan :

Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan

keperaatan dengan kriteria hasil :

·         Klien dapat beraktivitas mandiri

·         Klien tidak diam di tempat tidur terus

Intervensi :

1.      Motivasi klien untuk bisa beraktivitas sendiri

2.      mengajarkan Range of Motion : terapi latihan post amputasi

3.      Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi kuman pada kulit dan jaringan

subkutan

Tujuan:

Klien mampu merawat luka/lesi yang ada di kulit sehingga tidak mempengaruhi konsep

diri dengan kriteria hasil :

1.      klien mampu beradaptasi dengan orang-orang disekitarnya

2.      klien tidak lagi merasa malu karena luka/lesi yang ada

3.      klien mampu mengetahui bahwa lesi harus selalu dirawat agar tidak bertambah

parah

Intervensi :

·         kaji/catat ukuran, warna, dan kedalaman luka

·         gunakan krim kulit 2xsehari setelah mandi

·         pijat kulit dengan lembut untuk memperbaiki sirkulasi kulit

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan berkurangnya elastisitas kulit

Page 50: Asuhan keperawatan kusta

Tujuan :

Klien mengetahui dengan keadaan sekarang maka sangat rentan terhadap berbagai

macam bakteri dan virus yang akan masuk kedalam tubuh sehingga klien akan lebih

berhati-hati dan juga merawat diri. Dengan kriteria hasil :

1. tidak ada bakteri/virus lain yang ada dalam tubuh klien

Intervensi :

·         cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan

sarung tangan seteril

·         pantau adanya tanda-tanda infeksi

·         gunakan selalu alas kaki dan jangan berjalan terlalu cepat

DAFTAR PUSTAKA

·        Sjamsoe – Daili, Emmi S. 2003. Kusta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia : Jakarta.

·        Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC :

Jakarta.

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi, keperawatan,

Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. Jakarta. EGC.

Mansjoer, Arif M. Kapita selekta kedokteran, jilid 1. 2000. Media aesculapius. Jakarta

http://askepkusta.blogspot.com/

ETIOLOGI Penyebab penyakit kusta oleh karena Mycobacterium leprae, yaitu kuman yang bersifat gram positif, berbentuk batang lurus atau melengkung, ukuran panjang 1-8 mikron, diameter 0,2 – 0,5,mikron dan mempunyai sifat pleomorfik. Mycobacterium leprae termasuk golongan Basil Tahan Asam (BTA) bila dilakukan pewarnaan Ziehl Neelsen, namun dalam mengikat warna merah dari karbol Fuchsin tidak sekuat Mycobacterium tuberculosis (Agusni, 2001).

Mycobacterium leprae, mempunyai 5 (lima) sifat penting yang perlu diketahui yaitu :1. Merupakan organisme obligat endogeous dan tidak bisa dibiarkan dalam media buatan

2. Sifat mengikat asamnya dapat diekstraksi dengan pyridine

Page 51: Asuhan keperawatan kusta

3. Mampu mengoksidasi zat D–dihydroxy phenylalanine (D – DOPA)

4. Mengivansi sel schwan dari system saraf tepi terutama di perineum

5. Permukaan membrane mengandung phenolic glycolipid I (PGL-I) dan lipoarabinomannan (LAM) (Shimoji Yang, 1999).

PATOGENESIS PENYAKIT KUSTA Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh manusia masa sampai timbulnya gejala dan tanda adalah sangat lama dan bahkan bertahun-tahun, masa inkubasinya bisa 3-20 tahun. Sering kali penderita tidak menyadari adanya proses penyakit di dalam tubuhnya. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis mudah terinfeksi, namun banyak orang punya kekebalan alamiah dan tidak menjadi penderita kusta (Agusni, 2001).

Mycobacterium leprae seterusnya bersarang di sel schwann yang terletak di perineum, karena basil kusta suka daerah yang dingin yang dekat dengan dengan kulit dengan suhu sekitar 27-30 °C. Mycobacterium leprae mempunyai kapsul yang dibentuk dari protein 21 KD, yang mampu berikatan dengan reseptor yang dipunyai sel schwann yaitu laminin -2 G receptor sejenis -dystroglycam. Kemampuan adesi tersebut merupakan cara invasi basil kusta pada perineum, sel schwnn sendiri merupakan sejenis fagosit yang bisa menangkap antigen seperti M. leprae, tetapi tidak dapat menghancurkannya karena sel tersebut tidak mempunyai MHC klas II yang mampu berikatan dengan SD4 limfosit, akibatnya basil kusta dapat berkembang biak di sel schwann (Agusni, 2003).

Sel schwann seterusnya mengalami kematian dan pecah, lalu basil kusta dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh melakukan proteksi melalui 2 (dua) aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan spesifik, makrofag menjadi aktif memfagosit dan membersihkan dari semua yang tidak dikenali (non-self). Peran Cell Mediated Immunity sebagai proteksi kedua tubuh mulai mengenali DNA mengidentifikasi antigen dari M. leprae. Ternyata makrofag mampu menelan M. leprae tetapi tidak mampu mencernanya. Limfosit akan membantu makrofag untuk menghasilkan enzim dan juices agar proses pencernaan dan pelumatan berhasil.

Keterkaitan humoral immunity dan Cell Mediated Immunity dalam membunuh basil kusta dapat memunculkan rentangan spektrum gambaran klinik penyakit kusta seperti tipe Tuberkuloid – Tuberkuloid (TT), tipe Borderline Tuberkuloid (BT), tipe Borgerline – Borderline (BB), tipe Borderline Lepromatous (BL) dan tipe Lepromatous – Lepromatous (LL) (Jopling, 2003).

MANIFESTASI KLINIS PENYAKIT KUSTA Gambaran klinik yang jelas berupa kekakuan tangan dan kaki, clawing pada jari kaki, pemendekan jari, bahkan mudah terjadi perdarahan dan adanya makula dengan hilangnya rasa tusukan. (lihat gambar 2.3) (Bhopal, 2002). Keadaan tersebut merupakan penderita yang sudah lanjut dan sudah dipastikan lepra tanpa pelaksanaan diagnostik yang cukup.

Bentuk keluhan bervariasi mulai dari keluhan anestesi di kulit, anesthesi pada tangan dan kaki. Kelainan pada kulit bisa berupa bercak kulit yaitu macula anaesthetica, penebalan kulit (papula atau plakat), nodula maupun ulcer. Pada saraf tepi biasanya timbul penebalan saraf yang disertai peradangan (neuritis).

Umumnya ditemukan dalam 2 (dua) bentuk Pause basiler (PB) dan Multi basiler (MB) dan menurut WHO untuk menentukan kusta perlu adanya 4 (empat) kriteria yaitu :

1. Ditemukannya lesi kulit yang khas.

2. Adanya gangguan sensasi kulit.

Page 52: Asuhan keperawatan kusta

3. Penebalan saraf tepi.

4. BTA positif dari sediaan sayatan kulit.

KLASIFIKASI PENYAKIT KUSTA Klasifikasi penyakit kusta berdasarkan spektrum klinik, guna menentukan penatalaksanaan dan penentuan prediksi terjadinya kecacatan, dapat digunakan klasifikasi sebagai berikut :

Klasifikasi Madrid Klasifikasi Madrid merupakan klasifikasi yang paling sederhana yang ditentukan atas dasar kriteria klinik, bakteriologik, dan histopatologik. Ini sesuai dengan rekomendasi Internasional Leprosy Association di Madrid tahun 1953 (Sekula, B.S, 2003). Klasifikasi Madrid tersebut memutuskan bahwa penyakit kusta dibagi atas : tipe indeterminate, tipe tuberkuloid, tipe lepromatosa dan tipe borderline (dimorphous).

Klasifikasi Ridley & Jopling Klasifikasi penyakit kusta ini lebih dikaitkan dengan spektrum klinik kusta yang sangat lebar rentangnya. Bisa dari kekebalan paling rendah seorang penderita sampai pada kekebalan yang tinggi. (lihat gambar 2.4). Maka klasifikasi ini didasarkan gejala klinik, bakteriologik, histopatologik, dan imunologik (Mittal RR & Gopta K, 1997). Menurut klasifikasi ini terdapat 5 (lima) tipe klinik penyakit kusta yang erat hubungannya dengan sistem kekebalan yaitu tipe polat tuberkuloid (TT), tipe borderline tuberkuloid (BT), tipe mid borderline Lepromatous (BL) dan tipe polar lepromatous (LL).

Konsep ini dapat digunakan untuk menentukan keadaan imunitas yang stabil dan keadaan imunitas yang labil, dimana pada tipe polar tuberkuloid dan polar lepromatosa merupakan keadaan imunitas yang stabil sedangkan tipe borderline lepromatosa, mide lepromatosa dan bordeline tuberkuloid merupakan keadaan imunitas yang lebih.

Klasifikasi WHO Sejak program eliminasi kusta dilaksanakan secara merata di seluruh dunia oleh WHO dengan memperkenalkan MDT, maka klasifikasi kusta perlu ada standarisasi dengan lebih disederhanakan, oleh karena itu WHO menyepakati untuk membagi menjadi 2 (dua) tipe yaitu :(Norihisa Ishii, 2003).

1.Tipe Pause - Basiler (PB) Tipe PB ini sesuai dengan tipe tuberkuloid pada klasifikasi Madrid atau tipe TT dan BT pada klasifikasi Ridley & Jopling dengan syarat BTA (-)

2.Tipe Multi – Basiler (MB) Tipe MB ini sesuai dengan tipe lepromatosa atau borderline pada klasifikasi Madrid atau tipe BB, BL dan LL pada klasifikasi Ridley & Jopling

KUSTA REAKTIF Reaksi kusta termasuk dalam pembahasan imun patologik, yaitu terjadi gangguan pada cell mediated immunity dan terjadi peningkatan aktivitas makrofag, natural killer cel, peran komplemen juga berpengaruh, sebetulnya reaksi imun itu dapat menguntungkan, tetapi bisa juga merugikan seperti kusta reaktif (Mellors, C.R, 2002).

Pengertian

Page 53: Asuhan keperawatan kusta

Kusta reaktif suatu gangguan yang berupa munculnya secara spontan proses akut dari suatu penyakit pada perjalanan penyakit yang sebenarnya kronik. Kusta reaktif ini tidak disebabkan oleh Multi Drug Therapy (MDT), tetapi merupakan kondisi alami dari suatu penyakit kusta (WHO, 2003).

Kusta reaktif adalah merupakan reaksi tubuh yang hebat terhadap suatu invasi bakteri atau antigen, dimana menimbulkan manifestasi klinis yang sangat hebat, yang dapat digolongkan menjadi 2 (dua) tipe yaitu :

Tipe 1 :Reaksi Reversal, ini merupakan contoh imunopatologi reaksi hipersensitivitas tipe IV.

Tipe 2 :Eritema Nodusum Leprosum (ENL), ini merupakan hipersensivitas humoral yaitu peran Ig M Ig G dan komplomen, suatu contoh imunopatologi hipersensitivitas tipe III

Tipe 3 :Lucio’s Phenomenon, merupakan reaksi kusta bentuk lain, yang sebetulnya merupakan reaksi kusta tipe 2 ( Bryceson & Jopling, 2003).

Manifestasi Kusta Reaktif Pada kusta reaktif dapat muncul gejala seperti malaise, cefalgia, arthralgi dll. Lebih rinci dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe yaitu :

Reaksi Reversal Gejala klinik reversal umumnya terdapat rasa nyeri dan terderness pada saraf, adanya neuritis dan inflamasi yang begitu cepat pada kulit. Keadaan yang dulunya hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema makin menjadi eritematosa, lesi macula menjadi infiltrate, yang infiltrate makin infiltratif dan lesi lama makin bertambah luas (Birke JA, 2000).

Secara histology ditemukan epitheloid dari sel granuloma, dan sel limfosit yang banyak, ditemukannya basil lepra yang banyak, ephiteloid mensekresi TNF-.

Reaksi ENL Gejala yang muncul seperti nyeri dan tenderness disertai panas tinggi dan malaise. Lesi kulit berupa pustular dan ulseratif diikuti dengan hilangnya fungsi saraf. Perkembangan tipe ini sampai terjadi iridocylitis, oechitis, nefritis dengan albuminuria yang disertai non-pitting oedema. Erythema nodosum leprosum dapat berkembang menjadi perbaikan setelah mendapatkan kontrikosteroid,secara histologi ditemukannya foamy histiocyte, dan limfosit tidak banyak (Koshy S, 2001).

Fenoemena Lucio Terjadinya ulseratif yang tidak layak, vaskulitis yang hebat, terdapat macula dan plakat yang disertai nyeri dan adanya nekrotik jaringan, bulu mata hilang, rambut menjadi rontok dan alopesia, bagian distal tubuh mengalami anaesthesia, destruksi rhinitis dan nodul kulit tidak kelihatan. Timbulnya panas badan, limfadenopati, splenomegali dengan limfopenia, mikrositik anemia, hipoalbuminemia dan hipokalsemia, keadaan ini dalam kondisi akut dapat mengakibatkan kefatalan (Rutledge, B.J, 2004).

Kejadian Kusta Reaktif Reasi kusta reversal muncul umumnya 6 (enam) bulan setelah pengobatan dengan obat anti kusta, sedangkan obat lain seperti progesterone, vitamin A, Mycobacterium leprae yang mati dan hancur menjadi banyak fragmen artinya banyak sekali antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodinya serta mengaktifkan sistem komplemen membentuk kompleks imun (Bryceson & Jopling, 2003).

Page 54: Asuhan keperawatan kusta

Potassium idide merupakan faktor presipitasi, pada tipe ENL lebih banyak terjadi pada pengobatan tahun kedua.

Kompleks imun terus beredar di dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat bersarang diberbagai organ seperti kulit dan timbul gejala klinis yang berupa nodul, eritema dan nyeri dengan predileksi di lengan dan tungkai. Pada organ mata akan menimbulkan gejala iridosiklitis, pada saraf perifer gejala neuritis akut, pada kelenjar getah bening gejala limfadenitis, pada sendi nefritid yang akut dengan adanya protein urin (Murata, 2003).

Tipe reversal dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan destruksi saraf yang bersifat irreversibel, sehingga mengalami ketidakmampuan dalam fungsi organ normal, kondisi diperberat dengan cell mediated immunity gagal menghadapi antigen Mycobacterium leprae (Eric Spierings, 2001).