ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

38
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN HEMOTOTHORAKS 2.1. KONSEP PENYAKIT 2.1.1 Pengertian Hematothoraks adalah suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura (Muttaqin. 2006). Hematothoraks adalah akumulasi darah dirongga pleura (Alsagaff, 2002). Hematothoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan pada waktu penderita masuk sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang ada di rongga toraks (Mansjoer dkk, 2008). 2.1.2 Etiologi Penyebab dari hematothoraks adalah laserasi paru atau laserasi pembuluh darah interkostal yang disebabkan oleh cedera tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan hematotoraks (Muttaqin. 2006). Menurut Alsagaff (2002) penyebab dari hematothoraks terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Trauma tembus a. Luka Tembak b. Luka Tikam / tusuk 1

Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN HEMOTOTHORAKS

2.1. KONSEP PENYAKIT

2.1.1 Pengertian

Hematothoraks adalah suatu keadaan dimana darah terakumulasi

pada rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada

yang menjadi predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul

dikantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan pleura (Muttaqin. 2006).

Hematothoraks adalah akumulasi darah dirongga pleura (Alsagaff,

2002).

Hematothoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial

antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan pada waktu

penderita masuk sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang ada

di rongga toraks (Mansjoer dkk, 2008).

2.1.2 Etiologi

Penyebab dari hematothoraks adalah laserasi paru atau laserasi

pembuluh darah interkostal yang disebabkan oleh cedera tajam atau

cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat

menyebabkan hematotoraks (Muttaqin. 2006).

Menurut Alsagaff (2002) penyebab dari hematothoraks terbagi

menjadi dua, yaitu:

1. Trauma tembus

a. Luka Tembak

b. Luka Tikam / tusuk

Yang termasuk dalam trauma tembus yaitu:

a. Pneumothoraks

1) Tension pneumothoraks yaitu adanya mekanisme katub satu

arah atau ventil pada dinding dada ataupun pada parunya

sendiri. Akibat suatu trauma, udara masuk kedalam rongga

pleura sewaktu inspirasi, akan tetapi tidak bisa keluar

sewaktu ekspirasi

2) Simple pneumotoraks yaitu pada keadaan normal, rongga

pleura, yaitu rongga diantara pleura viseralis dan parietalis

mempunyai tekanan negatif dibawah tekanan udara luar,

1

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

yang menyebabkan paru menggantung tidak kolaps. Apabila

oleh karena suatu sebab tekanan udara berubah menjadi

sama besar dengan udara luar atau lebih besar, paru akan

kolaps sebagian keadaan ini kita sebut dengan

pneumotoraks simple

3) Open pneumotorks yaitu terdapatnya defek pada dinding

dada yang mengakibatkan adanya hubungan antara rongga

dada dengan udara luar (Depkes, 2005).

2. Trauma Tumpul

a. Flail Chest terjadi bila terdapat fraktur kosta lebih dari 2 yang

berurutan pada level yang sama, sehingga dinding dada tidak

mampu melakukan fungsi pernafasan, karena terjadi fraktur

tersebut segmen kosta yang patah tersebut hanya difiksasi oleh

kulit saja, sehingga akan terjadi gerakan paradoksal.

b. Fraktur sternum

Trauma tumpul

1) Kecelakaan kendaraan bermotor

2) Jatuh

3) Pukulan pada dada

Trauma yang menyebabkan tulang sternum patah adalah trauma

langsung, seringkali terjadi pada sopir yang mengendarai mobil

tanpa fasilitas “air bag”. Gejalanya biasanya penderita merasa

nyeri didaerah fraktur dan pada pemeriksaan klinis akan tampak

deformitas pada sternum.

c. Fraktur kosta merupakan bagian dari toraks yang sering

mengalami cedera. Semakin banyak kosta yang fraktur, semakin

besar traumanya dan semakin besar kemungkinan timbulnya

komplikasi pada organ didalam rongga toraks (Depkes, 2005).

2.1.3 Klasifikasi

Hematothoraks dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Hematothoraks masif terjadi perdarahan pada cedera toraks yang

cepat dalam jumlah banyak yang terkumpul pada rongga pleura.

Jumlah darah yang banyak ini dapat mengakibatkan paru kolaps

serta mendorong mediastinum seperti pada tension pneumotoraks.

2

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Hal ini akan memperburuk keadaan hipoksia dan syok yang timbul

akibat perdarahan sebelumnya.

b. Hematothoraks ringan atau sedang

Penyebab tersering dari hematothoraks selain laserasi dari pembuluh

darah pada parenkim paru, juga disebabkan robekan dari pembuluh

darah interkostalis atau mamaria interna. Perdarahan yang tidak

terlalu banyak, dengan mengembangkan paru, biasanya akan

berhenti sendiri (Depkes, 2005).

2.1.4 Patofisiologi

Akibat trauma thoraks, sebagai contoh yang sederhana, penderita

mengalami patah tulang iga atau fraktur kosta, penderita akan

mengalami nyeri karena fragmen iga yang patah akan bergesekan terus

karena proses bernafas. Akibatnya penderita akan menahan napas, dan

terjadi penurunan ventilasi, oksigen yang masuk kedalam alveoli akan

menurun atau hipoksia pada jaringan. Selanjutnya difusi oksigen dan

CO2 akan menurun juga, dengan akibat CO2 akan menumpuk didarah,

hiperkarbia. Kesemuanya ini akan mengakibatkan asidosis metabolic.

Jadi setiap cedera toraks, hendaknya selalu dipikirkan terjadinya 3 hal,

hipoksia, hiperkarbia serta asidosis. (DepKes, 2005)

Pada trauma thoraks, yaitu trauma tajam seperti tertusuk pisau

atau peluru menembus paru-paru dan trauma tumpul seperti patahnya

tulang rusuk sehingga menyayat jaringan paru-paru mengakibatkan

darah berkumpul di ruang pleura, yang mengakibatkan tahanan periver

pembuluh darah paru meningkat. Sehingga pleura tidak dapat

mereabsorbsi darah. Akumulasi darah dikantong pleura meningkat

mengakibatkan gangguan ventilasi, pengembangan paru tidak optimal,

gangguan transpor oksigen

(Muttaqin, 2006).

3

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

2.1.5 Pathway

4

Trauma pada thoraks

tajamTumpul

Terputusnya kontinuitas tulang, saraf dan pembuluh

darah

Menyayat pleura

Kegagalan tulang menahan tekanan

Fraktur thoraks

Kebocoran pleura

Pendarahan jaringan interstitium, Pendarahan Intra alveolar, kolaps arteri dan kapiler- kapiler kecil, hingga tahanan periver pembuluh darah paru naik

Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai/tidak optimal

Akumulasi darah di kantong pleura

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Peristaltik

Perubahan nutrisi,

B5

Perpindahan CES & plasma ke interstisial

Nafsu makan

Peningkatan permeabilitas kapiler

Penumpukan sekret jalan napas

5

hematothoraks

Gangguan pertukara

Penumpukan sekret,

Ketidak efektifan

B6

Kerusakan frakmen tulang dan

meningkatnya pengeluaran darah

akibat robekan pleura

Pemasangan WSD

Keterbatasan melakukan pergerakan akibat dari pemasangan

wsd

Port de entri kuman

Resiko infeksi

Hambatan di tempat tidur

Tirah baring

Penekanan lokal

Resiko kerusakan integritas

B 1

gangguan ventilasi, pengembang an paru tidak optimal

Proses inspirasi dan ekspirasi

tidak maksimal

Sesak napas,

Ketidakefektifan pola napas,

B4

Peningkatan permeabilitas kapiler

Perpindahan CES & plasma ke interstisial

Diuresis urgensi

Gangguan eliminasi urin

B3

Trauma jaringan

Pelepasan mediator kimia (histamin,

bradikinin, prostaglandin

Serabut C terbuka

Berikatan dengan nosireseptor

Nyeri akut

Risiko kekurangan volume cairan

B2

Meningkatnya pengeluaran darah

Perdarahan di paru-paru

Penurunan Cardiak output

Penurunan perfusi paru

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

2.1.6 Manifestasi Klinik

Menurut Muttaqin, (2006), gejala klinik dari hematothoraks yaitu:

1. Nyeri di daerah dada akibat trauma pleura semakin lama semakin berat

2. Pernapasan yang cepat dan dangkal (takipnea) serta dispnea umum

terjadi.

3. peningkatan usaha dan frekwensi pernapasan.

4. penggunaan otot bantu pernapasan.

5. suara napas menurun sampai menghilang.

Sedangkan menurut Mansjoer (2008) pada penderita hematotoraks

keluhannya nyeri dan sesak napas. Bila ada keluhan yang progresif di

curigai adanya tension pneumotoraks. Pada inspeksi biasanya tidak tampak

kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pucat karena perdarahan.

Fremitus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain. Pada perkusi

didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak

jelas, tergantung pada jumlah darah yang ada dirongga toraks. Bunyi napas

mungkin tidak terdengar atau menghilang.

2.1.7 Komplikasi

a) Penumothoraks yaitu terdapat udara dalam rongga (Alsaggaf,

2002)

b) Atelektasis : penyakit rfestriktif akut, akibat kolapsnya jaringan

paru yang tadinya sudah berkembang atau pengembangan paru

yang tidak sempurna saat lahir (Alsaggaf, 2002)

c) ARDS : adalah bentuk edema pulmoner yang menyebabkan

gagal respiratorik akut yang disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas membran alveolokapiler June, 1990)

d) Infeksi

e) edema paru : tekanan tertentu, cairan “bocor” keluar masuk

jaringan intertisial (Tamboyang, 2000).

f) embolisme paru merupakan oklusi atau penyumbatan bagian

pembuluh darah paru-paru oleh embolus.Embolus adalah suatu

6

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi

darah (Somantri, 2008)

g) efusi pleura : keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan

dalam rongga pleura (Somantri, 2008)

h) empisema : penyakit paru menahun yang paling umum dan

sering diklasifikasikan dengan bronkitis menahun karena kejadian

simultan dari du kondisi (Tamboyang, 2000)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi menyatakan adanya akumulasi cairan pada area

pleural.

2. Pemeriksaan Analisa Gas Darah menunjukan bahwa PCO2 meningkat

>45, PO2, menurun <80, saturasi oksigen menurun (normal saturasi

oksigen 95-100 %).

3. Torasentesis: menyatakan darah

4. Kadar HB menurun < 10gr %, menunjukan kehilangan darah (doenges,

2000).

2.1.9 Penatalaksaan Medis

Hematothoraks masif (perdarahan >750cc atau 15% dari total darah

atau 5cc/kgBB/jam) memerlukan tindakan operasi segera untuk

menghentikan perdarahan itu. Sebanyak 85% kasus hematothoraks masif

disebabkan oleh perdarahan arteri interkostalis atau arteri mamaria interna.

Sebanyak 15% sisanya berasal dari hilus, miokardium, atau laserasi paru.

Tindakan medis lainya adalah mengevakuasi darah dari rongga pleura

dengan cara memasang WSD.(Muttaqin, 2008)

7

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

2.2 Konsep Water Sealed Drainage

2.2.1 Prinsip Fisiologi

1. Anatomi Dada

Dada terdiri dari tiga komponen yaitu mediastinum, rongga pleura

kanan, dan rongga pleura kiri. Tiap rongga pleura dilapisi oleh

memebran tipis dan licin yang disebut pleura parietal. Membran yang

sama meliputi paru-paru disebut pleura visceral. Lapisan yang tipis

berupa cairan dengan volume total sampai 5 ml bertindak sebagai

pelumas antara pleura pariental dan visceral, memungkan cairan itu

bergerak dengan halus setiap kali bernapas. Karena dua lapisan pleura

saling bersentuhan, area pleura menjadi area “potensial”. Bila area

antara membran ini menjadi area “aktual”, paru-paru akan kolaps.

(Muttaqin. 2006).

2. Tekanan Pleura

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari pada tekanan

atmosfer, perbedaan tekanan ini berguna untuk mencegah terjadinya

kolaps paru (Muttaqin. 2006).

Tekanan negatif ini dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan.

Pertama, kecendrungan dinding dada untuk mengembang ke depan

dan ke belakang. Kedua adalah kecendrungan jaringan alveolar elastis

untuk berkontraksi. Analoginya adalah terdapat dua lapisan

mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang diletakan di

antaranya. Seseorang tak dapat menarik bagian lapisan karena adanya

tegangan permukaan cairan (Somantri, 2008)

Bandingan paru-paru dengan kedua lapisan itu. Satu lapisan

adalah pleura viseral, lainnya pleura parietal. Tetesan air adalah cairan

pleura. Sesuai dengan analoginya, upaya kekuatan yang berlawanan

untuk menarik pleura pada arah yang berbeda. Tekanan negatif yang

terjadi mengikat paru-paru dengan kencang pada dinding dada,

mencegah paru-paru kolaps.

8

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

3. Efek Pernapasan pada tekanan Intrapleural

Ketika kita bernapas, proses ini akan berpengaruh pada organ yang

berada di dalamnya sehingga akn merubah tekanan intrapleural.

Efek pernapasan pada tekanan intrapleural

Siklus Ventilasi Tekanan Intrapleural

Fase istirahat

Inspirasi

Ekspirasi

-5 cm H2O

-6 sampai dengan sampai 12 cmH2O

-4 sampai sampai dengan 8 cmH2O

(Somantri, 2008).

Semua gas bergerak dari area yang tekanannya tinggi ke tekanan

lebih rendah. Selama inspirasi, rongga dada membesar karena kontraksi

diafragma. Hal ini meningkatkan area paru-paru dan menyebabkan

tekanan intrapleural turun sampai di bawah tekanan atmosfer. Udara

mengalir dari tekanan relatif tinggi di atmosfer ke area tekanan rendah di

paru-paru. Selama ekspirasi, proses ini kebalikannya. Rekoil diafragma

akan menurunkan area dalam rongga dada dan menekan paru-paru.

Tekanan intrapleural kini lebih tinggi dari pada tekanan atmosfer,

menyebabkan udara bergerak keluar paru-paru. Setelah otot pernapasan

rileks, tekanan antara udara luar dan paru-paru sama (760 mmHg pada

permukaan laut), karena tekanan sama, maka tidak ada udara bergerak

(Somantri, 2008).

2.2.2 Gambaran Peralatan

1. Selang Dada

Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, dengan selang

transparanyang memiliki petunjuk tanda radiopaque dan jarak. Hal

tersebut memungkinkan dokter dapat melihat posisi selang pada foto

rontgen.

Selang dada dikategorikan sebagai pleura atau mediastinal

tergantung pada lokasi ujung selang. Pasien dapat dipasang lebih dari

satu selang pada lokasi yang berbeda tergantung dari tujuan selang.

9

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Selang yang lebih besar (20-36 French) digunakan untuk mengalirkan

darah atau drainase pleura yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20

French) digunakan untuk mebuang udara.

2. Sistem Drainase

Selang dada bekerja sebagai saluran untuk udara dan cairan, untuk

membuat tekanan negatif intrapleural, sebuah segel diperlukan pada

selang dada untuk mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling

sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan menggunakan drainase

dalam air. Yang terdiri dari:

3. Sistem satu botol

Merupakan sistem drainase dada yang paling sederhana. Sistem ini

terdiri atas satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua

lubang, satu untuk ventilasi udara dan yang lainnya memungkinkan

selang untuk sampai hampir dasar botol.

Air yang digunakan pada drainase dada diusahakan dengan air

steril atau dapat pula menggunakan cairan garam fisiologis (saline)

steril. Cairan dimasukkan kedalam botol sampai ujung selang yang

kaku terendam 2 cm. Hal tersebut membuat water seal (segel air)

dengan penutup sistem bagian luar terhadap udara. Permukaan cairan

yang lebih tinggi dari 2 cm, akan membuat pasien kesulitan bernapas

karena mempunyai kolom cairan lebih panjang untuk bergerak saat

bernapas. Tekanan lebih positif kemudian diperlukan untuk

mengendalikan drainase keluar melalui water seal.

Bagian atas selang dihubungkan dengan enam kaki karet yang

diletakan di lubang akhir dari selang dada pasien. Ventilasi dalam botol

dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara dari area pleura keluar.

Botol yang dibiarkan terbuka akan mencegah terbentuknya tekanan

pada area pleura. Berbeda halnya dengan ventilasi tertutup, masuknya

sistem drainase melalui selang dada ke botol, keadaan botol harus

tertutup rapat.

10

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Tinggi cairan pada segel air meningkat selama pernapasan.

Selama inspirasi, permukaan cairan pada selang meningkat karena

tekanan pleura menjadi negatif. Selama ekspirasi, permukaan cairan

turun karena tekanan pleura menjadi lebih positif.

Proses tersebut akan terjadi sebaliknya bila pasien bernapas

dengan ventilasi mekanik. Gelembung udara harus terlihat hanya dalam

ruang segel di bawah air selama ekspirasi dimana udara dan cairan

mengalir dari rongga pleura. Gelembung yang konstan menunjukan

kebocoran udara pada sistem atau terdapat fistula bronkopleura.

4. Sistem dua botol

Pada sistem dua botol, botol utama adalah sebagaii penampung

dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol,

pengisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan

menghubungkannya ke ventilasi udara.

5. Sistem tiga botol

Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan dua

botol. Cara ini yang paling aman digunakan untuk mengatur jumlah

pengisapan. Botol ketiga disusun mirip dengan segel botol dalam air.

Pada sistem ini, yang penting adalah kedalaman selang di bawah air

pada botol ketiga dan bukan pada jumlah penghisap di dinding yang

diberikan pada botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran

lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan

kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan

tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa kepatenan

selang dada dan fluktuasi siklus pernapasan, penghisap harus

dilepaskan pada saat itu juga (Somantri, 2008).

11

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Sistem Drainase Selang Dada

Perbandingan sistem selang pada water seal drainage (WSD)

Sistem Keuntungan Kerugian

Satu botol Penyusunan

sederhana

Mudah untuk pasien

yang dapat berjalan

Saat drainase dada

mengisi botol, dibutuhkan

lebih banyak kekuatan

agar udara dan cairan

pleura keluar dari dada

dan masuk ke botol.

Campuran darah

drainase dan udara

menimbulkan campuran

busa dalam botol yang

membatasi garis

pengukuran drainase.

Agar terjadinya aliran,

tekanan pleura harus

lebih tinggi dari tekanan

botol.

Dua botol Mempertahankan

water seal dalam

tingkat kosntan

Memungkinkan

observasi dan

pengukuran drainase

yang lebih baik.

Menambah anatomical

dead space pada sistem

drainase yang berpotensi

untuk masuk kedalam

area pleura.

Agar terjadinya aliran,

tekanan pleura harus

lebih tinggi dari tekanan

botol.

Mempunyai batas

kelebihan kapasitas aliran

udara pada adanya

kebocoran pleura

Tiga botol Sistem paling aman Lebih kompleks,

12

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

untuk mengatur

pengisapan.

sehingga membuka

kesempatan terjadinya

kesalahan pada saat

perakitan dan

pemeliharaan.

(Somantri, 2008).

2.2.4 Indikasi Pemasangan Selang Dada

1. Hemotothoraks : Hematothoraks adalah pengumpulan darah dalam

ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan

pada waktu penderita masuk sangat tergantung pada jumlah

perdarahan yang ada di rongga toraks (Mansjoer dkk, 2008).

2. Pneumotoraks : rongga pleura yang terisi udara (Alsaggaf, 2002)

3. Frisrtula bronkopleura

4. Efusi pleura : keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam

rongga pleura (Somantri, 2008)

2.2.5 Indikasi Pengangkatan Selang Dada

1. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara

2. Drainase < 50-100 cc cairan perhari

3. 1-3 hari pasca bedah jantung

4. 2-6 hari pasca bedah toraks

5. Kosongnya rongga empiema

6. Drainase serosangguinosa (cairan serous) disekitar sisi pemasangan

selang dada.

2.2.6 Penatalaksanaan

1. Memberikan posisi

Posisi yang ideal adalah semi fowler, untuk meningkatkan efakuasi

udara dan cairan, posisi pasien di ubah tiap 2 jam. Pasien diperlihatkan

bagaimana menyokong dinding dada dekat sisi pemasangan selang

dada. Di dorong untuk batuk, napas dalam dan ambulasi. Pemberian

13

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

obat nyeri sebelum latihan akan menurunkan nyeri dan meningkatkan

ekspansi paru-paru.

2. Mempertahankan kepatenan sistem

Komplikasi paling serius dari selang dada adalah tension

pneumotoraks. Bila tidak diatasi akan mengancam kehidupan. Tension

pneumotoraks terjadi bila udara masuk ke ruang pleura selama inspirasi,

tetapi tidak dapat keluar selama ekspirasi. Proses ini terjadi bila ada

obstruksi pada selang sistem drainase dada. Semakin banyak udara

terjebak dalam ruang pleura, tekanan meningkat sampai paru-paru

kolaps, dan jaringan lunak dalam dada tertekan.

Tanda dan gejala tension pneumotoraks:

a. Takikardia

b. Takipnea

c. Agitasi

d. Berkeringat

e. Pergeseran garis tenga trakhea

f. Bunyi napas pada paru-paru yang cedera tidak ada

g. Perkusi hiperresonan pada perkusi di atas paru-paru yang cedera

h. Hipotensi

i. Henti jantung

j. Alarm tekanan tinggi (jika menggunakan ventilator mekanis).

Asuhan keperawatan ditujukan untuk mempertahankan kepatenan

dan fungsi Yang tepat dari sistem drainase selang dada. Angkat

14

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

selang sesering mungkin untuk mendrainase cairan ke dalam wadah.

Selang dibelitkan pada tempat tidur untuk mencegah terlipat dan

terkumpulnya darah pada selang yang tergantung di lantai. Jangan

naikan sistem drainase selang dada di atas selang dada karena

drainase akan kembali ke dalam dada.

3. Memantau drainase

Perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah drainase. Gunakan

pulpen untuk menandai tingkat sistem drainase pada akhir tugas jaga.

Waspada terhadap perubahan tiba-tiba jumlah drainase. Peningkatan

tiba-tiba menunjukan pendarahan atau adanya pembukaan kembali

obstruksi selang. Penurunan tiba-tiba menunjukan obstruksi selang atau

kegagalan selang dada atau sistem drainase.

Untuk mengembalikan kepatenan selang dada, tindakan

keperawatan yang dianjurkan adalah:

a. Upayakan untuk mengurangi obstruksi dengan pengubahan posisi

pasien

b. Bila bekuan terlihat, regangkan selang antara dada dan unit drainase,

dan tinggikan selang untuk meningkatkan efek gravitasi.

c. Lakukan sedikit pelepasan selang dan arahkan bekuan ke arah

wadah drainase untuk melepaskan secara perlahan bekuan ke arah

wadah drainase

15

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

d. Bila selang dada tetap tersumbat, pembongkaran selang dianjurkan.

Pembongkaran selang dada tanpa mengevaluasi situasi pasien

sangat beresiko.

Potensial komplikasi pembongkaran selang dada:

a. Terbentuknya tekanan negatif berlebihan dapat menyebabkan

aspirasi jaringan paru-paru ke dalam lubang selang dada.

b. Ruptur alveoli

c. Kebocoran pleura menetap

d. Kerusakan garis jahitan

e. Iskemia miokardia akut

f. Peningkatan tekanan paru-paru

g. Peningkatan aliran balik vena ke jantung kanan

h. Pergeseran septum verntruklar ke kiri

i. Ventrikel kanan memengaruhi fungsi vertikel kiri

j. Ancaman pada pengisian darah vertikel kiri

4. Memantau water seal (segel air)

Melakukan pemeriksaan secara visual untuk meyakinkan ruang

water seal terisi sampai garis air 2 cm. Bila penghisap diberikan, yakinlah

garis air pada tabung penghisap sesuai dengan jumlah yang

diindikasikan. Bila pompa penghisap cairan pleura darurat digunakan,

periksa ukuran penghisap. Jangan menutup lubang ventilasi udara.

Observasi segel dibawah air terhadap fluktuasi pernapasan. Tidak

adanya fluktuasi dapat menunjukkan bahwa paru-paru terlalu

16

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

mengembang atau ada obstruksipada sistem. Gelembung yang terus-

menerus pada water seal tanpa penghisap dapat menunjukan bahwa

selang telah berubah tempat atau terlepas. Oleh karena itu, perlu untuk

memeriksa seluruh sistem terhadap adanya alat yang terlepas dan

melihat selang dada untuk melihat penempatannya di luar dada.

Gelembung yang terjadi 24 jam setelah pemasangan selang dada

sehubungan dengan perbaiakan pneumotoraks dapat menunjukan

adanya fistula bronkopleura. Ini bisa terjadi pada pengesetan ventilasi

mekanis pada tidal volume dan tekanan tinggi (Somantri, 2008).

17

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

1. Anamnesis

a. Identitas pasien: meliputi nama lengkap,umur,jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan, alamat dan

penanggung biaya.

b. Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada

dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.

c. Riwayat penyakit saat ini

yaitu sesak mendadak dan semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi

yang sakit, tertekan dan terasa lebih nyeri pada pergerakan pernapasan.

Kaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru

yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan

tekanan udara dan terjadi tekanan pada dada yang mendadak

menyebabkan tekanan di dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas

biasanya menyebabkan trauma tumpul pada dada atau tusukan benda

tajam langsung menembus pleura.

d. Riwayat penyakit dahulu

yaitu perlu ditanyakan apakah pasien merokok, terpapar polusi udara yang

berat. Perlu ditanya pula apakah ada riwayat alergi

e. Psiko-sosio-spiritual

Kecemasan dan koping tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan

hematothoraks. Pengkajian status ekonomi yang berdampak pada asuransi

kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga (Muttaqin.

2008).

2. Pengkajian Fisik:

B1 (Breathing)

a. Inspeksi

Pada hematothoraks, akumulasi darah dan udara akan memberikan

tekanan positif dari rongga pleura, sehingga berdampak pada peningkatan

usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan.

18

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

Pengkajian pernapasan berupa ekspansi dada yang asimetris (pergerakan

dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, dan rongga dada

asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif

dengan sputum purulen. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang

sehat dan terdapat retraksi dada/klavikula.

b. Palpasi

Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi

juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal di dada yang sakit.

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar.

c. Perkusi

Suara ketok pada sisi yang sakit mulai pekak dan semakin ke atas

akan didapatkan bunyi hiperresonan karena adanya darah dan udara

dirongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila

tekanan intrapleura tinggi

d. Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang di sisi yang sakit

B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor dampak hematothoraks pada status

kardiovaskular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan

CRT

B3 (Brain)

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan juga

pemeriksaan GCS, apakah termasuk dalam compos mentis, somnolen atau

koma

B4 (Blader)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh

karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena itu merupakan

tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)

Perawat perlu mengkaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda

infeksi karena dapat merangsang serangan asma, meningkatkan frekwensi

19

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

pernapasan, serta konstipasi. Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami

mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan

B6 (Bone)

Pada trauma tusuk di dada, sering ditemukan adanya kerusakan otot dan

jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering dijumpai

mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari

disebabkan adanya sesak napas, kelemahan, dan keletihan fisik. (Muttaqin

2008).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Data subjektif Data objektif

1Ketidakefektifan polanapas b.d deformitas dinding dada

Mengeluh sesak napas

Dyspnea, takipnea, pola napas tidak teratur, nafas dangkal, batuk dengan atau tanpa hemoptisis

2Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebihan

Mengeluh batuk berdahak bercampur darah.

Pasien batuk mengeluarkan sekret yang kental dan hemoptisis, bunyi napas ronchi, bernapas menggunakan otot-otot tambahan pernapasan seperti adanya retraksi dada.

3Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar.

Mengeluh pusing

bunyi nafas menurun atau hilang pada daerah yang terpengaruhDyspnea, takipnea; pao2 <70 mmHg, paCo2 <35mmHg, pH >7.45, sianosis, somnolence, kurang istirahat, hiperresonan pada daerah tersebut; penurunan taktil fremitus pada daerah yang terpengaruh.

4Nyeri akut b.d agenCedera (fisik)

Mengeluh nyeri di daerah dada

Wajah tampak Meringis kesakitan, terdapat nyeri tekan pada daerak dada, skala nyeri, perubahan frekuensi pernapasan

5.

Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d keterbatasan lingkungan akibat terpasang WSD

Mengeluh takut bergerak Karena terpasang WSD

Terpasang WSD, pasien Tirah baring.

6 kerusakan integritas kulit Mengeluh adanya luka Terpasang WSD

20

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

b.d faktor mekanikterpasang WSD

di dada akibat prosedur infasif

7. Resiko infeksi b.dprosedur invasive

-Terdapat selang WSD di dada

2.3.3 Perencanaan Keperawatan

NODiagnosa

keperawatanTujuan (Goal, objective,outcomes)

Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Pola nafas b.d deformitas dinding dada yang ditandai dengan Mengeluh sesak saat bernapas, Dyspnea, takipnea, pola nafas tidak teratur, nafas dangkal, batuk dengan atau tanpa hemoptisis

Goal: Klien akan mempertahankan pola nafas efektif selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami penurunan ekspansi paru selama dalam perawatan.Outcomes: Dalam waktu 5 menit perawatan klien:- tidak dispnea- tidak takipnea- pola napas teratur- napas tidak dangkal- tidak ada batuk

dengan atau tanpa hemoptisis

1. Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu menurunkan ansietas. Pengajaran tersebut meliputi pemberian informasi tentang imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif dan latihan bernapas.

2. Bantu dengan pemasangan selang dada sesuai anjuran

3. Berikan analgesik tanpa depresi pernafasan

4. Tinjau ulang x-ray dada

5. Inspeksi thoraks untuk pergerakan simetris pernapasan

6. Observasi perubahan pada hitungan pernafasan dan kedalaman. Nadi, dan tekanan darah

7. Pantau respon emosional

8. Pantau nyeri

1.Untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan rasa kontrol diri pasien.

2.Membantu dalam pelebaran paru

3.Mengurangi nyeri yang mungkin terjadi setiap selingan nafas

4.Untuk melihat kerusakan skeletal dan pengaruh paru

5.Menunjukkan keadekuatan dan status system kardiovaskuler

6.Menunjukkan keadekuatan dan status system kardiovaskuler

7.Deteksi penggunaan hyperventilasi sebagai suatu faktor komplikasi

8.Untuk melihat atau mengetahui faktor-faktor penyebab

21

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

9. Pantau pola nafas untuk SOB, nasal flaring, dan penggunaan asesoris otot dan retraksi intercostals

nyeri

9.Mengindentifikasi peningkatan kerja pernafasan

2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebihan yang ditandai denganMengeluh batuk berdahak bercampur darah.Pasien batuk mengeluarkan sekret yang kental dan hemoptisis, bunyi napas ronchi, bernapas menggunakan otot-otot tambahan pernapasan seperti adanya retraksi dada.

Goal : Klien akan meningkatkan bersihan jalan napas yang efektif selama dalam perawatan.Objective: Klien tidak akan mengalami penumpukan sekret di jalan napas selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 5 menit perawatan klien akan:- Mengatakan tidak

ada batuk berdahak bercampur darah

- Batuk tidak mengeluarkan sekret kental dan hemoptisis.

- Bernapas tidak menggunakan otot-otot tambahan pernapasan

1. Ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2- 4jam

2. Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

3. Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi

4. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat - obatan

5. Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan,penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap peruhan

6. Kaji kualitas sputum: warna, bau, konsistensi.

1.Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar

2.Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas

3.Membantu mengembangkan secara maksimal.

4.Mencegah kekeringan mukosa,mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial

5.Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya secret

6.Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya

22

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

3 Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar yang ditandai dengan Mengeluh pusingbunyi nafas menurun atau hilang pada daerah yang terpengaruh, Dyspnea, takipnea; pao2 <70 mmHg, paCo2 <35mmHg, pH >7.45, sianosis, somnolence, kurang istirahat, hiperresonan pada daerah tersebut; penurunan taktil fremitus pada daerah yang terpengaruh.

Goal: Klien akan meningkatkan pertukaran gas yang adekuat selama dalam perawatanObjective: Klien akan mempertahankan membrane kapiler alveolar kembali normal selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 1x5 menit, perwatan klien :- tidak akan

mengeluh pusing- bunyi nafas kembali

normal- (Pao2 = 80-

100mmHg- paco2 = 35-45

mmHg; pH arteri = 7.35 – 7.45)

1. Anjurkan pasien untuk membatasi aktivitas sesuai toleransi pasien

2. Dampingi pasien

3. Pertahankan jalan napas paten

4. Auskultasi paru

5. Sediakan alat bantu emergensi; emergensi cart dan pemajanan intubasi atau pemasangan selang

6. Berikan oksigen sesuai yang dianjurkan

7. Observasi warna kulit dan pengisian pada pembuluh kapiler

8. Pantau tingkat kesadaran, kelesuan, dan iritasi

9. Monitor elektrokardiogram

10. Monitor CBC

1.Menurunkan kebutuhan oksigen

2.Untuk melakukan observasi lebih dekat

3.Untuk mengurangi kerja system pernafasan

4.Menunjukkan keadekuatan pertukaran gas dan deteksi atelektasis

5.Menyediakan tekanan pneumotoraks atau intubasi

6.Meningkatkan pertukaran gas; mengurangi kerja system pernafasan

7.Menunjukkan jumlah hemoglobin pembawa oksigen dan adanya infeksi

8..Penurunan tingkat kesadaran menunjukkan adanya sianosis

9..Mendeteksi disritme sekunder terhadap perubahan gas darah

10. Menunjukkan keadekuatan sirkulasi

4 Nyeri akut b.d agen cedera (fisik) yang ditandai denganMengeluh sakit di daerah dada Wajah tampak Meringis

Goal: Klien akan menurunkan nyeri akut selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami

1. Ajarkan teknik untuk mengurangi nyeri mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/ perbincangan, relaksasi/ latihan napas

1.Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan

23

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

kesakitan, terdapat nyeri tekan pada daerak dada, skala nyeri, perubahan frekuensi pernapasan

cedera fisik selama dalam perawatanOutcomes: Dalam waktu 1x24 jam perawatan,- Klien akan

mengatakan nyeri berkurang.

- tidak akan meringis kesakitan.

- tidak akan merasa nyeri ketika daerah dada ditekan.

- Skala nyeri 1-3 atau 0

2. Tentukan karakteristik nyeri, mis., tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri

3. Pantau tanda vital:TD, N, S, RR.

dan memperbesar efek terapi analgesic

2.Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada dan hemothoraks

3.Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat

5 Hambatan mobilitas di tempat tidur b.d keterbatasan lingkungan akibat terpasang WSD yang ditandai denganMengeluh takut bergerak Karena terpasang WSDTerpasang WSD, pasien Tirah baring.

Goal: klien tidak akan menurunkan hambatan mobilitas fisik di tempat tidur selama dalam perawatanObjective: tidak terpasang WSDOutcomes: dalam waktu 3x24 jam perawatan klien akan: - mengatakan

mampu melakukan mobilitas di tempat tidur

- tidak terpasang WSD

1. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu

2. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif

3. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

4. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi

5. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.

1.Batasan kemampuan aktivitas optimal

2.Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

3.Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan

4.Sebagai suaatusumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.

5.Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

24

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

25

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

6 Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanikterpasang WSD yang ditandai denganMengeluh adanya luka di dada akibat prosedur infasifTerpasang WSD

Goal: Klien akan menurunkan gangguan integritas kulit selama dalam perawatanObjective: Klien tidak akan mengalami trauma mekanik karena pemasangan WSDOut comes: - tidak ada tanda-tanda

infeksi seperti pus.- luka bersih tidak

lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi:

TD: sistol 100-120mmHg, Diastol : 60-90 mmHg, S:36,5-37,5o C, N: 60-100 x/m, RR:18-20 x/m

1. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas

2. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan

3. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement

4. Pantau peningkatan suhu tubuh

5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

6. Observasi kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

7. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

1.Tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

2.Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

3.Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya

4.Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan

5.Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi

6.Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

7.Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

26

Page 27: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

7 Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasif yang ditandai denganterpasang WSD

Goal: Klien akan menurunkan resiko infeksi selama dalam perawatanObjektif: -Outcomes: - tidak ada tanda-

tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi: TD: sistol 100-120 mmHg, Diastol : 60-90 mmHg,

- S:36,5-37,50C- N: 60-100 x/m,- RR:18-20 x/m

1.Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

2.Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

3.Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

4.Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

5.Pantau tanda-tanda vital.

1.Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

2.Mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen

3.Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi

4.Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen

5.Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat

(Taylor, 2010)

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana intervensi

yang telah dibuat

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dibuat untuk menilai kriteria hasil tercapai

seluruhnya, sebagian, dan tidak tercapai

27

Page 28: ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HEMATOTHORAK.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff dkk. (2002). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press:

Surabaya.

Depkes RI. (2005). Materi Teknis Medik Khusus catatan Ke Dua. Depkes: Jakarta

Doengoes Marilynn E, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan

Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian

perawatan pasien, EGC: Jakarta.

Muttaqin, Arif, (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan, Salemba Medika: Jakarta

Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI:

Jakarta

Nanda (2013). Diagnosa Keperawatan : Definisi Dan Klasifikasi 20013-2014.

Jakarta: EGC.

Susan & June, Respiratory Disorders, Mosby: St. Louis, Missouri, 1990

Somantri, Irman (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada

Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika: Jakarta.

Taylor,C.M. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10.

Jakarta: EGC.

28