Assalamu

5
REVITALISASI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA GLOBAL DAN INFORMASI Di era globalisasi, terjadi pergesekan nilai-nilai budaya dan akulturasi yang tidak bisa dihindarkan. Globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, dan informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah dijangkau. Kenyataan ini disertai dengan dampak yang luas di segala aspek kehidupan manusia. Pergaulan global sudah tidak dapat lagi dihindari oleh seseorang. Untuk itu, siapapun perlu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, agar mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Ditinjau dari epistemologi, kata globalisasi berasal dari kata “Globe” yang berarti “baca dunia”, sehingga globalisasi disebut pula sebagai gerakan mendunia, yakni suatu perkembangan sistem dan nilai- nilai kehidupan yang bersifat global. Saat ini dunia seolah tanpa memiliki lagi batas-batas wilayah dan waktu. Tiada lagi sekat-sekat yang membatasi pergaulan antarbangsa, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Jika kita telusuri, gerakan globalisasi pada awalnya diorientasikan pada persoalan yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam perkembangannya, bidang ekonomi melaju lebih ekspansif (meluas) ke seluruh penjuru dunia. Arus barang, jasa, teknologi, dan informasi tidak terbendung lagi. Hal ini karena sebagian besar negara semakin terbuka. Dampak yang paling dirasakan adalah timbulnya jurang pemisah yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara ketiga (berkembang), lebih lagi negara miskin (termasuk negara konflik). Dengan kemajuan teknologi komunikasi yang sangat cepat, jarak jauh bukan kendala. Tidak ada lagi tempat yang terisolasi. Hal ini menjadikan manusia yang hidup di belahan dunia manapun seakan dalam satu tempat. Batas-batas negara seolah musnah. Kondisi demikian menciptakan suatu sistem interaksi komunikatif antar-manusia secara lebih intensif, tentunya dalam dimensi yang lebih luas. Akibat meluasnya interaksi antar-manusia terjadi bentuk jaringan kerjasama yang berpotensi menimbulkan persaingan bebas yang ekstra ketat. Artinya kekompleksitasan lingkungan akibat persaingan global akan menimbulkan tantangan tersendiri. Untuk menghadapi situasi tersebut, perlu strategi untuk meningkatkan strandar produk, jasa, dan sumber daya manusia (SDM) agar mampu memenuhi kebutuhan hidup. Sebagaimana digambarkan oleh Sukiswo Dirdjosuparto yang dikutip oleh Ishomuddin, hal tersebut merupakan progressive problem yang memerlukan kemampuan belajar dan kreatifitas lebih tinggi. Ibarat pertandingan tingkat nasional berubah menjadi tingkat internasional. Konsekuensinya, persaingan tentu akan lebih berat. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa globalisasi akan membawa implikasi terhadap pergeseran sistem dan nilai di setiap dimensi kehidupan umat manusia. Implikasi itu menimbulkan aspek positif dan

description

DSADA

Transcript of Assalamu

REVITALISASI PENDIDIKAN ISLAMDI ERA GLOBAL DAN INFORMASI

Di era globalisasi, terjadi pergesekan nilai-nilai budaya dan akulturasi yang tidak bisa dihindarkan. Globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, dan informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah dijangkau. Kenyataan ini disertai dengan dampak yang luas di segala aspek kehidupan manusia. Pergaulan global sudah tidak dapat lagi dihindari oleh seseorang. Untuk itu, siapapun perlu mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, agar mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Ditinjau dari epistemologi, kata globalisasi berasal dari kata Globe yang berarti baca dunia, sehingga globalisasi disebut pula sebagai gerakan mendunia, yakni suatu perkembangan sistem dan nilai-nilai kehidupan yang bersifat global. Saat ini dunia seolah tanpa memiliki lagi batas-batas wilayah dan waktu. Tiada lagi sekat-sekat yang membatasi pergaulan antarbangsa, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Jika kita telusuri, gerakan globalisasi pada awalnya diorientasikan pada persoalan yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam perkembangannya, bidang ekonomi melaju lebih ekspansif (meluas) ke seluruh penjuru dunia. Arus barang, jasa, teknologi, dan informasi tidak terbendung lagi. Hal ini karena sebagian besar negara semakin terbuka. Dampak yang paling dirasakan adalah timbulnya jurang pemisah yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara ketiga (berkembang), lebih lagi negara miskin (termasuk negara konflik).Dengan kemajuan teknologi komunikasi yang sangat cepat, jarak jauh bukan kendala. Tidak ada lagi tempat yang terisolasi. Hal ini menjadikan manusia yang hidup di belahan dunia manapun seakan dalam satu tempat. Batas-batas negara seolah musnah. Kondisi demikian menciptakan suatu sistem interaksi komunikatif antar-manusia secara lebih intensif, tentunya dalam dimensi yang lebih luas. Akibat meluasnya interaksi antar-manusia terjadi bentuk jaringan kerjasama yang berpotensi menimbulkan persaingan bebas yang ekstra ketat. Artinya kekompleksitasan lingkungan akibat persaingan global akan menimbulkan tantangan tersendiri. Untuk menghadapi situasi tersebut, perlu strategi untuk meningkatkan strandar produk, jasa, dan sumber daya manusia (SDM) agar mampu memenuhi kebutuhan hidup. Sebagaimana digambarkan oleh Sukiswo Dirdjosuparto yang dikutip oleh Ishomuddin, hal tersebut merupakan progressive problem yang memerlukan kemampuan belajar dan kreatifitas lebih tinggi. Ibarat pertandingan tingkat nasional berubah menjadi tingkat internasional. Konsekuensinya, persaingan tentu akan lebih berat. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa globalisasi akan membawa implikasi terhadap pergeseran sistem dan nilai di setiap dimensi kehidupan umat manusia. Implikasi itu menimbulkan aspek positif dan aspek negatif. Positifnya akan menciptakan masyarakat yang mega kompetitif. Artinya menumbuhkan semangat bagi setiap individu untuk selalu tampil secara unggul dan kreatif. Sedangkan negatifnya adalah akan menciptakan tekanan dominan dari sistem kapitalisme internasional. Bagi kelompok yang tidak ditopang oleh kesiapan SDM yang memadai, akan tertekan dan menjadi obyek sehingga menimbulkan budaya konsumerisme dan materialisme. Untuk mengantisipasi dampak negatif globalisai, masyarakat membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya berwacana, tetapi mampu berkompetisi; SDM yang berkualitas dan berdaya saing tinggi sesuai dengan tuntutan zamannya.Pendidikan Sebagai Fitrah Untuk menciptakan manusia yang berkualitas, diperlukan sebuah proses pendidikan. Untuk itu pendidikan merupakan cara strategis dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspeknya. Dalam sejarah umat manusia, pendidikan sudah dijalankan sejak manusia ada di muka bumi ini. Dengan demikian, hampir dipastikan setiap bangsa mendambakan generasi penerus yang selain memiliki keunggulan dan daya saing cukup, juga memiliki kepribadian yang utuh, sehingga dapat memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan, baik untuk pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, lembaga pendidikan sampai saat ini masih dipandang sebagai institusi yang sangat potensial dan strategis untuk menciptakan dan mengembangkan SDM yang berkualitas. Dalam setiap proses pendidikan, utamanya melalui sekolah, terjadi berbagai bentuk penemuan baru yang berguna bagi kepentingan umat manusia. Tidak berlebihan apabila kita sepakat bahwa pendidikan merupakan prasyarat (indikator) sebuah kemajuan.Menurut M. Natsir, pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan manusia. Pernyataan tersebut didasari oleh indikasi tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan umat manusia. Posisi pendidikan itu sendiri memegang peranan utama dalam mendorong kemajuan setiap individu untuk meningkatkan kualitas di segala aspek kehidupannya. Dengan tercapainya kualitas pendidikan, akan tercapai pula tujuan hidup seseorang dan akan menunjang perannya sebagai subyek dalam kehidupan. Terkait dengan fenomena liberalisasi dan globalisai, proses pendidikan yang terjadi diharapkan mampu memenuhi dua unsur kehidupan, yakni pemenuhan terhadap unsur jasmani dan unsur rokhani. Unsur pertama adalah penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Sementara unsur yang kedua adalah pemenuhan terhadap Iman dan Taqwa (IMTAQ). Pendidikan yang di dalamnya diajarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang disertai dengan pendalaman Iman dan Takwa (IMTAQ), diharapkan menghasilkan output yang tidak saja berintelektual tinggi, tetapi memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat dan lingkungannya. Dengan demikian, institusi lembaga pendidikan Islam menjadi pilihan yang tepat. Modernisasi Pendidikan Islam Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia. Karenanya, pendidikan hendaknya selalu memiliki orientasi ke depan. Oleh karena itu, proses pendidikan tidak bisa bersifat statis, tetapi harus mampu merespons perubahan. Dengan demikian, wajar kalau pendidikan harus selalu didesain mengikuti irama perubahan. Tuntutan pembaharuan pendidikan menjadi suatu keharusan di setiap jenis dan jenjang pendidikan (termasuk di dalamnya adalah pendidikan Islam). Pembaharuan pendidikan harus selalu mengikuti dan relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik pada konsep, kurikulum, proses, fungsi, tujuan, manajemen lembaga, hingga sumber daya pengelola pendidikan. Secara mendasar, desain modernisasi sistem pendidikam Islam berawal dari kalangan kaum non Islam. Pada awalnya, sistem pendidikan Islam dilakukan dengan sangat sederhana. Kesederhanaan ini ditunjukkan dengan menggunakan masjid, musholla (dalam bahasa Jawanya langgar) sebagai tempat belajar, bahkan ada juga menggunakan rumah kiainya untuk melakukan proses belajar. Karena semakin banyak murid yang berdatangan, terutama dari luar daerah, dibuatlah sebuah asrama dengan melibatkan perpaduan di antara ketiganya. Yakni, masjid, asrama, dan rumah kiai dalam satu lingkungan. Semua proses pendidikan yang dilakukan, hanya untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman dan kurikulumnya pun belum bersifat klasikal/berjenjang secara teratur. Dengan kata lain, sistem dan orientasi pendidikan di masyarakat Islam masih sangat sederhana (tradisional).Pada perkembangan berikutnya, modernisasi pendidikan Islam dimulai dengan mengadopsi sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan Barat dianggap ideal untuk mengantisipasi dan menyiapkan generasi untuk menghadapi perubahan zaman yang lebih kompleks. Pembaharuan pendidikan Islam dilakukan tidak hanya bertujuan untuk meraih kebahagian ukhrawi, tetapi untuk merespon tuntutan masyarakat yang semakin kompetitif. Kondisi inilah yang membedakan sistem pendidikan Islam tempo doeloe dengan sistem pendidikan Islam di masa sekarang. Madrasah Sebagai Institusi Pendidikan IslamDari segi bahasa, istilah madrasah berasal dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar (lembaga pendidikan). Dalam Shorter Encyclopedia of Islam, madrasah diartikan sebagai sebuah nama bagi suatu tempat lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam. Mengacu pada istilah itu, madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah atau lembaga pendidikan secara umum. Namun, hal itu berbeda dengan keberadaan istilah madrasah di Indonesia. Di Indonesia, sebutan madrasah ditujukan kepada sekolah atau lembaga pendidikan yang memberikan materi agama Islam lebih banyak dan dilakukan secara sistematis mulai dari tingkat dasar sampai menengah. Cikal bakal keberadaan madrasah tidak lepas dari lembaga pesantren. Namun demikian sebagian ahli berpendapat bahwa latar belakang tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia disebabkan oleh dua faktor, yakni; pertama faktor internal Indonesia dan kedua faktor eksternal di luar Indonesia. Faktor internal bisa dilihat dari sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia, di mana masyarakat Indonesia telah memiliki norma atau nilai tersendiri dari kepercayaan sebelumnya yang dipengaruhi ajaran agama Hindu, Budha, aliran kepercayaan Animisme, dan aliran kepercayaan dinamisme. Ajaran/aliran kepercayaan yang sudah berkembang lama itu telah mengakar dalam pola kehidupan masyarakat. Ketika ajaran agama Islam menyebar ke sebagian wilayah nusantara dan dianut oleh sebagian masyarakat setempat, masih tampak ajaran/aliran kepercayaan lama terbawa ke dalam ajaran agama Islam. Atas dasar itu, jalur pendidikan menjadi pilihan untuk terus dioptimalkan sebagai sarana dakwah. Termasuk faktor internal yang mendorong tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia adalah sistem pendidikan Kolonial pada masa itu. Faktor kedua yakni pengaruh luar negeri. Dalam perjalanan sejarah, pada abad ke-19 sebagian besar dunia Islam dihadapkan pada kekuasaan penjajah bangsa Barat. Realitas demikian menjadikan umat Islam terpeta-petak dalam tiga pandangan, yakni; pertama mereka yang menutup diri terhadap modernisasi (menolak sepenuhnya/anti Barat). Kedua, mereka yang membuka diri terhadap modernisasi Barat (menerima sepenuhnya peradaban Barat). Ketiga, mereka menerima modernisasi Barat dengan penuh selektif. Realitas di atas memengaruhi pendidikan Islam. Akibatnya lahir pola-pola pembaharuan pendidikan Islam ke dalam sistem madrasah yang merupakan bentuk alternatif sebagai model pembaharuan pendidikan Islam. Paradigma Pembaharuan Pendidikan Islam Menindaklanjuti perkembangan kebutuhan hidup masyarakat yang demikian kompleks, setidaknya pendidikan Islam harus melakukan pembaharuan paradigma. Perubahan paradigma ini diharapkan mampu menghasilkan manusia yang berkualitas tinggi. Dengan demikian, pendidikan Islam tetap survive dan tetap diidealkan masyarakat.Bila dikaji lebih lanjut, paradigma pembaharuan pendidikan Islam akhir-akhir ini lebih mengarah pada pembaharuan yang bersifat sistemik. Karena itu, akan dihasilkan suatu construct hasil pembaharuan pendidikan Islam yang secara konseptual dapat diterima oleh logika, secara kultural sesuai dengan budaya bangsa, dan secara politis dapat diterima dikalangan masyarakat luas. Dalam proses perubahan tersebut, pendidikan Islam diharapkan mampu mengembangkan dua peran strategis, yakni: pertama, pendidikan Islam bisa mempengaruhi terhadap perubahan masyarakat; dan kedua, pendidikan Islam mampu memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi menuju terwujudnya masyarakat yang berdaya. Dengan demikian, maka pendidikan Islam secara kultural perlu mempertegas kembali orientasinya. Reorientasi yang perlu dilakukan adalah perlunya mempertegas kembali posisi dan peran pendidikan Islam, baik dalam gerak transformasi sosial, kultural, dan struktural yang demikian cepat dan bersifat universal seperti sekarang ini. Dalam konteks global, pendidikan Islam dituntut merumuskan kembali visi dan misinya. Dengan visi pendidikan Islam yang baru, setidaknya akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh komponen lembaga untuk bekerja lebih giat dan efektif. Dengan demikian, visi pendidikan Islam hendaknya dinyatakan dalam kalimat yang jelas, positif, dan realistis. Kalau visi pendidikan Islam merupakan pernyataan tentang masa depan, maka misi merupakan pernyataan formal tentang tujuan utama yang akan direalisir. Jadi visi merupakan ide, cita-cita, wawasan, dan gambaran di masa depan. Karena itu, misi merupakan kongkritisasi visi yang akan diwujudkan. Visi dan misi pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan terus menjadi acuan bagi pimpinan, pendidik, peserta didik, dan wali peserta didik, sesuai dengan kapasitas dan fungsi masing-masing untuk bekerja efektif.

Kesimpulan Dari uraian tersebut, ada beberapa hal yang dapat dismpulkan, yakni: pertama, dalam menghadapi globalisai, dibutuhkan SDM yang berkualitas tinggi. Kedua, proses pendidikan merupakan cara yang strategis untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, dalam arti SDM yang menguasai IPTEK dan IMTAQ yang dibutuhkan di era globalisasi dan informasi. Hal ini akan terwujud salah satunya dengan melakukan revitalisasi pendidikan Islam. Ketiga, Pendidikan Islam harus mempunyai orientasi ke depan sehingga dapat mengikuti irama perubahan. Keempat, pendidikan Islam dianggap tepat untuk mewujudkan SDM yang handal.