ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

8
NAMA : HARDIYAN WAHYUDI NPM : 1006816672 JURUSAN : S-1 EKSTENSI ADMINISTRASI FISKAL TUGAS RESUME ASPEK PERPAJAKAN ATAS INDUSTRI Peran minyak dan gas bumi dalam pembangunan nasional tidak dapat dipungkiri menjadi demikian penting sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan energi, peningkatan ekonomi, dan pengembangan industri dalam negeri. Bentuk kerjasama antara Pemerintah dengan pihak lain dalam eksploirasi dan eksploitasi minyak dan gas bumimengunakan bentuk kerja sama Kontrak Production Sharing (kontrak bagi hasil). Kontak Production Sharing merupakan suatu penggabungan usaha antara pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas sebagai Badan Hukum Milik Negara dengan perusahaan lainnya untuk mengeksploitasi minyak dan gas bumi. Ciri yang menonjol dari Kontrak Production Sharing adalah manajemen dan kepemilikan aset berada pada pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), serta yang dibagi adalah hasil produksi setelah dikurangi biaya operasi. Pada mulanya jasa drilling didominasi oleh perusahaan asing (foreign drilling company). Tapi semenjak

Transcript of ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

Page 1: ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

NAMA : HARDIYAN WAHYUDI

NPM : 1006816672

JURUSAN : S-1 EKSTENSI ADMINISTRASI FISKAL

TUGAS RESUME

ASPEK PERPAJAKAN ATAS INDUSTRI

Peran minyak dan gas bumi dalam pembangunan nasional tidak dapat dipungkiri

menjadi demikian penting sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan energi,

peningkatan ekonomi, dan pengembangan industri dalam negeri. Bentuk kerjasama

antara Pemerintah dengan pihak lain dalam eksploirasi dan eksploitasi minyak dan gas

bumimengunakan bentuk kerja sama Kontrak Production Sharing (kontrak bagi hasil).

Kontak Production Sharing merupakan suatu penggabungan usaha antara pemerintah

yang diwakili oleh Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas sebagai

Badan Hukum Milik Negara dengan perusahaan lainnya untuk mengeksploitasi minyak

dan gas bumi. Ciri yang menonjol dari Kontrak Production Sharing adalah manajemen

dan kepemilikan aset berada pada pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana Hulu

Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), serta yang dibagi adalah hasil produksi setelah

dikurangi biaya operasi. Pada mulanya jasa drilling didominasi oleh perusahaan asing

(foreign drilling company). Tapi semenjak dikeluarkannya Pedoman Tata Kerja Nomor:

07/PTK/VI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontrak Kerja Sama oleh BP Migas,

perusahaan lokal (national drilling company) mulai bermunculan. Ketentuan mengenai

tata cara perhitungan dan pembayaran pajak penghasilan yang terhutang oleh kontraktor

yang mengadakan kontrak production sharing dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak

dan gas bumi diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 458/KMK.012/1984.

A. Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil (Production Sharing Contract)

Semenjak diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi kontrak kerja sama yang diberlakukan adalah kontrak Bagi Hasil. Jadi

Page 2: ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

mekanismenya yaitu kontraktor yang mempunyai minat atas suatu wilayah tertentu

mengajukan penawaran kepada Pemerintah melalui Pertamina (sesuai dengan wewenang

yang diberikan kepada Pertamina oleh UU No.8/1971, yang berdasarkan UU No.22/2001

kedudukannya digantikan oleh BP Migas). Apabila telah disetujui, kontraktor itu mulai

melakukan tahap eksplorasi. Semua biaya yang dikeluarkan dalam masa eksplorasi nanti

akan diperoleh kembali melalui mekanisme cost recovery pada saat mulai produksi.

Apabila biaya dalam masa eksplorasi telah fully recovered, minyak yang diproduksi

kemudian dibagi antara Pemerintah yang diwakili Pertamina (pasca UU 21/2001 diwakili

oleh BP Migas) dan kontraktor.

Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) memiliki karakterisitik sebagai

berikut:

- Kontraktor menanggung semua resiko

- Jangka waktu kontrak adalah 30 tahun termasuk 6-10 tahun untuk eksplorasi

- Pertamina/BP Migas memiliki hak atas semua alat yg digunakan oleh Kontraktor

- Kontraktor diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri (Domestic Market

Obligation)

- Semua biaya ekplorasi, pengembangan, dan operasi ditanggung oleh Kontraktor dan akan di-

recover dari produksi.

Dalam kontrak bagi hasil tidak mengatur definisi penghasilan karena yang dibagi

adalah hasil produksi seperti yang ditetapkan dalam ketentuan kontrak. Ketentuan

penghasilan untuk badan usaha yang bergerak dalam Kegiatan Usaha Hulu minyak dan

gas bumi di Indonesia untuk Kontrak Bagi Hasil yang dtandatangani sebelm tahun 1983

didasarkan pada Pasal 4 (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 267 Tahun 1978 ang

mengatur bahwa pendapatan kotor adalah nilai uang yang direalisir oleh kontraktor dari

produksi bagiannya yang terjual, yang diperoleh dari:

- Minyak da/atau gas bagi pengembalian biaya produksi

- Minyak dan/atau gas yang menjadi bagian Kontraktor (contractor’s equity)

Page 3: ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

- Minyak tambahan, jika ada, yang diberikan kepada kontraktor dalam rangka pemberian

investment credit/allowance atau karena hal lain

- Minyak dan/atau gas bagian PERTAMINA yang terjual atau dijualkan oleh kontraktor

dikurangi nilai realisasi yang dibayarkan kepada PERTAMINA.

Dengan diterbitkannya Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1983, maka

untuk Production Sharing Contract yang ditandatangani setelah tahun 1983 definisi

penghasilan berdasarkan pada pasal 5 (2) keputusan Menteri Keuangan Nomor 458

Tahun 1984 bahwa penghasilan bruto ialah nilai uang yang direalisir Kontraktor dari

produksi bagiannya yang terjual.

Dampak perubahan tarif pajak

Tarif pajak

pre-1984 1984 1991 1994 2001

Corporate tax 45% 35% 35% 30% 30%

Deviden tax (20%) 11% 13% 13% 14% 14%

Total Income Tax 56% 48% 48% 44% 44%

Production sharing

Production sharing pre-1984 1984 1991 1994 2001

Government share 65,91% 71,15% 71,28% 73,22% 73,22%

Contractor share 34,09% 28,85% 28,85% 26,78% 26,78%

Page 4: ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

B. Aspek Perpajakan

Seperti telah dikemukan di atas, khusus bagi Foreign Drilling Company (FDC),

guna menghitung penghasilan kena pajak, dilakukan dengan menggunakan Norma

Perhitungan Khusus sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 628/KMK.04/1991 Tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Bagi

Wajib Pajak Badan Yang Melakukan Kegiatan Usaha Di Bidang Pengeboran Minyak

Dan Gas Bumi Serta Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Oleh Wajib

Pajak Sendiri, untuk menentukan Penghasilan Neto (deem profit) sebesar 15% dari

penghasilan bruto. Atas penghasilan neto tersebut, Foreign Drilling Company (FDC)

dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

tentang Pajak Penghasilan Pasal 17. Demikian juga dengan angsuran pajak Penghasilan

Pasal 25. bagi FDC, penghitungan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dibayarkan

setiap bulannya dilakukan dengan langkah berikut:

- Menghitung PPh terutang dengan mengalikan tarif pajak progresif sesuai Pasal 17 Undang-

undang ajak Penghasilan dengan penghasilan kena pajak yang dihitung dengan meggunakan

Norma Penghitungan Khusus untuk menentukan Penghasilan neto dan kemudian Ph terutang

disetahunkan dan dibagi 12 (dua belas).

- Apabila FDC memperoleh penghasilan lainnya selain dari usaha pengeboran maka

penghasilan kena pajak terdiri atas penghasilan dari usaha pengeboran dikalikan dengan

Norma Penghitungan Khusus untuk menentukan Penghasilan Neto dan Penghasilan neto

dari kegiatan usaha lainnya.

Dalam Pasal 16 Undang-undang Pajak penghasilan, penghasilan kena pajak

dihasilkan dari peredaran bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan

(deductible expenses) dan kerugian yang dapat dikompensasikan (loss carryforwards).

Bagi NDC, penghasilan dari kegiatan pengeboran merupakan objek pemotongan PPh

pasal 23 dan dikenakan tarif 15% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 40% dari

Page 5: ASPEK PERPAJAKAN PADA INDUSTRI PENGEBORAN MIGAS DAN KONTRAK BAGI

penghasilan bruto. Dan merupakan pembayaran Ph dimuka yang dapat dikreditkan atas

PPh yang terutan di akhir tahun.

Berdasarkan Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 10Tahun 2000, Pasal 33

(3) disebutkan Penghasilan kena pajak yang diterima atau diperoleh dalam bidang

pertambangan migas sehubungan dengan kontrak bagi hasil, dikenakan pajak berdasarkan

Ordonansi PPs 1925 dan PBDR 1970 beserta semua peraturan pelaksanaannya. Dan

dalam Undang-undang No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang No 10 Tahun 2000, Pasal 33 A ayat (4) UU

Pajak Penghasilan 1994 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang menjalankan usaha di

bidang pertambangan migas berdasarkan kontrak bagi hasil yang masih berlaku pada saat

berlakunya undang-undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak

bagi hasil tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak dimaksud.

Tapi semenjak diterbitkannya Surat Menteri Keuangan Nomor:

S-443a/MK.012/1982 Tentang interpretasi dari Kepmen 267/KMK.012/1978, sejak 1978,

Kontrantor Production Sharing membayar sendiri PPh terutang. Hal ini dikenal sebagai

“Uniformity Principle” di mana biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak

harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan Kontrak PSC.

Sumber : http://rubahpertapa.wordpress.com/2010/02/19/aspek-perpajakan-pada-industri-

pengeboran-migas-dan-kontrak-bagi-hasil/