Aspek Imunologis Tata Laksana

17
Aspek Imunologis Tata Laksana Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) pada Anak Rulifa Syahroel Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RS. Permata Hati Batam KOLOM - Edisi Februari 2011 (Vol.10 No.7) ABSTRAK Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) yang merupakan kelainan perdarahan bersifat didapat dan sering ditemukan pada anak biasanya bersifat benign, self limited dan mempunyai prognosis baik. Secara klinis sulit untuk membedakan antara bentuk ITP akut ataupun kronis. Metode paling objektif dalam pembagian ITP adalah berdasarkan pada lama perjalanan penyakit. Pada anak, ITP akut lebih sering ditemukan dua kali lebih besar dibandingkan ITP kronis, yang banyak terdapat pada orang dewasa. Oleh karena pengobatan ITP lebih ditujukan untuk mencegah penghancuran trombosit, maka perlu dipahami tentang mekanisme penghancuran sebagai rancangan pengobatan yang rasional. Karena rendahnya angka kematian pada ITP akut, maka pemberian pengobatan masih menjadi perdebatan. Sedangkan pada ITP kronis, pemberian pengobatan hanya dimaksudkan untuk mengurangi risiko perdarahan serius. Sekitar 10-20% pasien ITP kronis anak dapat menjadi refrakter dengan angka kematian yang mencapai 5,1%. Tidak semua pasien ITP anak memerlukan perawatan rumah sakit. Transfusi komponen trombosit hanya diindikasikan untuk kasus-kasus perdarahan yang mengancam kehidupan.

Transcript of Aspek Imunologis Tata Laksana

Page 1: Aspek Imunologis Tata Laksana

Aspek Imunologis Tata Laksana Idiopathic Thrombocytopenic Purpura  (ITP)

pada Anak

Rulifa Syahroel

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RS. Permata Hati Batam

KOLOM

- Edisi Februari 2011  (Vol.10 No.7)

ABSTRAK

Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)  yang merupakan kelainan perdarahan

bersifat didapat dan sering ditemukan pada anak biasanya bersifat benign, self

limited dan mempunyai prognosis baik. Secara klinis sulit untuk membedakan antara

bentuk ITP akut ataupun kronis. Metode paling objektif dalam pembagian ITP adalah

berdasarkan pada lama perjalanan penyakit. Pada anak, ITP akut lebih sering ditemukan

dua kali lebih besar dibandingkan ITP kronis, yang banyak terdapat pada orang dewasa.

Oleh karena pengobatan ITP lebih ditujukan untuk mencegah penghancuran trombosit,

maka perlu dipahami tentang mekanisme penghancuran sebagai rancangan pengobatan

yang rasional. Karena rendahnya angka kematian pada ITP akut, maka pemberian

pengobatan masih menjadi perdebatan. Sedangkan pada ITP kronis, pemberian

pengobatan hanya dimaksudkan untuk mengurangi risiko perdarahan serius. Sekitar 10-

20% pasien ITP kronis anak dapat menjadi refrakter dengan angka kematian yang

mencapai 5,1%. Tidak semua pasien ITP anak memerlukan perawatan rumah sakit.

Transfusi komponen trombosit hanya diindikasikan untuk kasus-kasus perdarahan yang

mengancam kehidupan.

Keywords : ITP akut, ITP kronis, mekanisme penghancuran, modalitas pengobatan

Pendahuluan

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)  merupakan kelainan perdarahan yang

bersifat didapat yang paling sering ditemukan pada anak. Kelainan ini disebut juga

sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura, Werlhof's disease atau purpura

hemoragika. Pada anak, ITP bersifat benign, self limited dengan prognosis baik.

Manifestasi klinis ITP seringkali mengkhawatirkan dengan perdarahan kulit dan mukosa

yang luas. Diperkirakan insidensi tahunan kelainan ini berkisar antara 40-80/1.000.000

anak, sedikit lebih tinggi dibandingkan insidensi leukemia akut dan lebih sering

mengenai orang kulit putih.

Pada dasarnya kelainan pada ITP ditandai dengan penghancuran trombosit secara

Page 2: Aspek Imunologis Tata Laksana

berlebihan yang disebabkan oleh adanya autoantibodi antitrombosit, dengan akibat

terjadinya fagositosis trombosit olehreticuloendothelial system (RES). Ada dua

bentuk onset ITP, yaitu bentuk akut dan kronis, dimana keduanya sulit dibedakan secara

klinis.

Dalam tulisan ini akan diuraikan tentang semua aspek ITP pada anak, dengan harapan

kita dapat lebih mengenal dan memahami tata laksananya secara tepat dan rasional.

Definisi

Secara umum ITP merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan (1)

trombositopenia (jumlah trombosit  <100.00/mm3) yang dapat bersifat akut ataupun

kronis, (2) adanya antibodi antitrombosit yang menyebabkan penghancuran dan

memendeknya umur trombosit, (3) peningkatan jumlah megakariosit dalam sumsum

tulang, (4) manifestasi klinis berupa purpura yang dapat meluas tergantung dari derajat

trombositopenia tanpa ada penyebab trombositopenia lain yang diketahui.

Metode yang paling objektif dalam pembagian ITP adalah lebih berdasarkan pada lama

perjalanan penyakit dari pada sifat gambaran klinisnya. Bentuk akut ditandai dengan

jumlah trombosit yang kembali normal (>150.000/mm3) dalam 6 bulan setelah onset,

episode tunggal dengan kekambuhan yang lama (largely biphasic). Bentuk kronis

ditandai dengan jumlah trombosit yang tetap rendah setelah 6 bulanonset dengan episode

terus menerus dan kekambuhan yang sering (multiphasic). Pada anal-anak lebih sering

ditemukan bentuk akut (2 kali lipat), sedangkan bentuk kronis banyak terdapat pada

orang dewasa.

Gambaran Klinis

1. ITP Akut

Bentuk ITP ini bersifat self limited, paling sering terjadi pada anak dan kebanyakan

didahului oleh infeksi virus 2-3 minggu sebelumnya yang sebagian besar berupa infeksi

saluran nafas atas non spesifik dan hanya 20% yang merupakan infeksi spesifik seperti

rubela, rubeola ataupun varisela. Angka kesembuhan sempurna penyakit ini mencapai

90% dimana dengan perawatan yang baik, 65-70% pasien akan sembuh dalam waktu 4-6

minggu.

Puncak insidensi terjadi pada usia 2-7 tahun dengan kelainan yang munculnya mendadak

seperti ptekie, ekimosis dan perdarahan membran mukosa (epistaksis, perdarahan gusi,

bahkan sampai menjadigross hematuria ataupun perdarahan saluran cerna). Perdarahan

intrakranial jarang terjadi, hanya sekitar 2-4% dengan angka kematian yang mencapai

<1%. Mungkin terdapat limfadenopati dan splenomegali yang menandakan ada infeksi

Page 3: Aspek Imunologis Tata Laksana

virus sebelumnya.

Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan adanya trombositopenia berat

(<30.000/mm3) dimana terlihat trombosit muda yang berukuran besar dalam jumlah

sedikit pada darah tepi. Anemia dapat terjadi (sekunder karena kehilangan darah) serta

peningkatan relatif jumlah limfosit dan monosit (mencerminkan infeksi virus yang baru

terjadi).

Pemeriksaan fungsi sumsum tulang (BMP) masih diperdebatkan untuk dilakukan, tetapi

hampir kebanyakan ahli penyakit anak menganjurkan (penting untuk menyingkirkan

leukemia akut). Pemeriksaan BMP wajib dilakukan pada pasien-pasien dengan

gambaran klinis yang meragukan, seperti trombositopenia yang berkepanjangan (>6

bulan), anemia yang tidak sesuai dengan beratnya perdarahan, adanya

hepatosplenomegali dan limfadenopati, kekakuan/nyeri sendi ataupun kelainan yang

tidak memberikan respon terhadap pengobatan.

Penanganan pasien ITP akut bersifat individualistik, dimana sebagian besar pasien harus

dilindungi dari trauma kepala terutama selama fase trombositopenia berat. Tergantung

dari usia, derajat aktivitas dan pengertian orang tua untuk pengawasan ketat, beberapa

pasien (anak kecil dan anak hiperaktif) bahkan harus dirawat di rumah sakit dengan

tempat tidur lembut. Untuk anak yang lebih besar, cukup dengan pengawasan longgar

dan nasehat.

2. ITP Kronis

Bentuk ITP ini sering ditemukan pada anak besar dan orang dewasa, lebih banyak

mengenai perempuan dengan insidensi tahunan berkisar 1/250.000 anak termasuk 10-

20% dari anak dengan ITP akut. Onset perdarahan biasanya insidious dan tersembunyi

dengan adanya perdarahan kulit dan mukosa yang lebih ringan. Biasanya tidak ada

penyakit yang mendahului. Perdarahan intrakranial lebih jarang terjadi dibandingkan

pada bentuk ITP akut. Menoragia merupakan keluhan yang paling sering ditemukan

Page 4: Aspek Imunologis Tata Laksana

pada anak perempuan yang telah mengalami menstruasi.

Ada faktor-faktor risiko yang dikaitkan dengan progresivitas menjadi ITP kronis yaitu

riwayat purpura lebih  dari 2-4 minggu sebelum diagnosis ditegakkan, jenis kelamin

perempuan, usia >10 tahun dan jumlah trombosit yang tidak begitu rendah (30.000-

80.000/mm3). Seringkali ada riwayat keluarga berupa penyakit SLE,

tiroiditis Hashimoto, reumatoid artritis ataupun penyakit autoimun lainnya. Pemeriksaan

serologis lengkap sangat diperlukan untuk menyingkirkan kelainan diatas.

Tidak sama dengan orang dewasa, 60-75% pasien anak dengan ITP kronis dapat

mengalami remisi spontan sampai waktu 3½ tahun. Sebagaimana halnya ITP akut,

penanganan ITP kronis juga bersifat individualistik, tergantung dari jumlah trombosit

dan derajat perdarahannya.

Patogenesis

Sejak semua pengobatan ITP lebih ditujukan untuk mencegah penghancuran trombosit,

maka sangat perlu dipahami tentang mekanisme penghancuran  tersebut sebagai

rancangan perencanaan pengobatan yang rasional. Melalui pemeriksaan mikroskop

elektron, trombosit yang telah dilabel denganCr-51 dapat memiliki masa hidup antara 7-

10 hari.

Karena adanya peningkatan jumlah autoantibodi (IgG) berupa sekelompok glikoprotein

(GP II/IIIA, GP V, GP IB/IX) yang terikat pada permukaan trombosit, maka akan terjadi

pemendekan masa hidup trombosit menjadi 2-9 hari serta penghancurannya secara

berlebihan oleh RES. Ada beberapa mekanisme terjadinya trombositopenia pada ITP,

yaitu:

1. Fagositosis oleh makrofag

Telah diketahui bahwasa pada ITP, trombosit yang telah diselubungi oleh antibodi akan

dihancurkan oleh RES. Bagian Fc dari antibodi yang ada pada permukaan trombosit

akan berikatan dengan reseptorFc pada makrofag, sehingga akan memicu terjadinya

fagositosis.

Ada tiga faktor yang menentukan beratnya proses penghancuran, yaitu jumlah antibodi

yang menyelubungi trombosit, aktivitas reseptor Fc makrofag dan lingkungan mikro

yang memfasilitasi interaksi tersebut, dalam hal ini limpa merupakan tempat yang

optimal (optimum milieu).

2. Lisis trombosit

Komplemen ataupun antibodi monoklonal (IgM) secara invitro dapat berperan dalam

terjadinya lisis trombosit. Horstman, dkk memperlihatkan bahwa adanya antibodi

Page 5: Aspek Imunologis Tata Laksana

bersama komplemen yang terdapat dalam serum pasien ITP dapat menyebabkan

terjadinya fragmentasi dan lisis trombosit serta menghasilkan procoagulant platelet

microparticel (PMP).

Wentworth, dkk menyatakan bahwa semua antibodi menghasilkan hidrogen peroksida

(H2O2) yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan fragmentasi sel tanpa bantuan

komplemen. Nardi, dkk juga memperlihatkan bahwa pada pasien ITP akan dihasilkan

H2O2 yang memicu kerusakan serta fragmentasi trombosit, pelepasan PMP dan

menyebabkan trombositopenia.

3. Sindrom tumpang tindih ITP/TTP (overlapping syndrome ITP/TTP)

Telah didokumentasikan bahwa pada beberapa pasien ITP dapat mengalami TTP

(thrombotic thrombocytopenic purpura) atau pasien TTP relaps menjadi ITP. Sindrom

ini belum begitu dikenal tetapi seringkali ditemukan pada pasien dengan HIV. Ketika

bermanifestasi sebagai ITP, kelainan ini memberikan respon yang baik terhadap steroid

sebagaimana ITP biasa, tetapi saat bermanifestasi sebagai TTP, steroid menjadi tidak

efektif, sehingga diperlukan transfusi tukar ataupun infus plasma.

Tidaklah jelas apakah sindrom ini merupakan suatu kelainan tersendiri ataupun suatu

bentuk transformasi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Ada satu kemungkinan bahwa

antibodi disini akan bereaksi silang dengan trombosit atau  sel endotel, dimana trauma

endotel ini terjadi saat adanya konsentrasi antibodi yang tinggi. Dengan hipotesis ini,

konsentrasi antibodi dapat menentukan perjalanan penyakit ITP/TTP dan interkonversi

diantaranya.

Page 6: Aspek Imunologis Tata Laksana

Pengobatan

Sebagian besar pengobatan ITP yang ada saat ini ditujukan pada penghambatan atau

gangguan reseptor Fc pada makrofag (steroid, gamaglobulin atau antibodi anti-Rh),

penekanan produksi antibodi oleh sel B (kemoterapi) dan menghilangkan lingkungan

optimum (splenektomi). Pada ITP akut anak, masih menjadi perdebatan serius untuk

memberikan pengobatan, hal ini dikaitkan dengan rendahnya angka kematian (<1%)

yang sebagian besar hanya disebabkan oleh perdarahan intrakranial dan saluran cerna

hebat. Banyak ahli mengatakan bahwa risiko perdarahan intrakranial merupakan alasan

utama untuk pemberian pengobatan.

Pada beberapa studi retrospektif terlihat bahwa sebagian besar kejadian perdarahan

intrakranial timbul jika jumlah trombosit <20.000/mm3 dan ini terjadi dalam minggu-

minggu pertama onset. Ketika periode trombositopenia ini membaik, maka risiko

perdarahan akan berkurang. Trauma kepala masih dianggap sebagai faktor pencetus.

Page 7: Aspek Imunologis Tata Laksana

Pada beberapa studi retrospektif terlihat bahwa sebagian besar kejadian perdarahan

intrakranial timbul jika jumlah trombosit <20.000/mm3 dan ini terjadi dalam minggu-

minggu pertama onset. Ketika periode trombositopenia ini membaik, maka akan

berkurang risiko perdarahannya. Trauma kepala masih dianggap sebagai faktor pencetus.

Tujuan pengobatan pada pasien ITP kronis adalah untuk mengurangi risiko perdarahan

serius dibandingkan untuk mencapai jumlah trombosit normal. Pengobatan ini juga

bersifat individualistik, tergantung dari jumlah trombosit, beratnya perdarahan,

usia/aktivitas anak, serta lamanya trombositopenia. Tidak semua pasien ITP harus

dirawat di rumah sakit, tetapi untuk kasus-kasus dengan perdarahan hebat yang

mengancam kehidupan, adanya trombositopenia berat <20.000/mm3, pasien dengan

tingkat kepatuhan rendah/anak hiperaktif serta jauhnya jangkauan tempat pengobatan

merupakan indikasi perawatan.

ITP Akut

Kortikosteroid

Kortikosteroid telah lama dipakai selama beberapa dekade dalam pengobatan ITP akut

maupun kronis. Resolusi manifestasi klinis seringkali didahului oleh kenaikan  jumlah

trombosit. Perbaikan ini sebagian disebabkan oleh peningkatan stabilitas vaskuler dan

Page 8: Aspek Imunologis Tata Laksana

hilangnya kelainan endotel. Cara kerja lain dari steroid adalah dengan menurunkan

produksi antibodi antitrombosit serta clearance trombosit yang telah teropsonisasi.

Buchanan dan Holtkamp dalam penelitiannya dengan menggunakan prednison 2

mg/kgBB/hari dan plasebo, tidak menemukan perbedaan bermakna diantara keduanya.

Sebaliknya Sartorius melihat adanya peningkatan bermakna terhadap jumlah trombosit

pada anak yang mendapatkan steroid dibandingkan dengan tanpa pengobatan. Juga

dikatakan bahwa dengan pemberian prednisolon oral jangka pendek 4 mg/kgBB/hari

selama 4 hari tanpa tappering off dapat memberikan hasil yang memuaskan. Pemberian

metilprednisolon IV 30 mg/kgBB/hari selama 3 hari juga efektif dalam meningkatkan

jumlah trombosit sampai tingkat yang aman.

Pemberian steroid yang lama tidak bermanfaat karena dapat menekan produksi trombosit

dan menimbulkan trombositopenia lagi. Oleh karena itu para peneliti berkesimpulan

bahwa kortikosteroid adalah aman, murah dan efektif dalam mengobati ITP pada anak.

Imunoglobulin G Intravena (IGIV)

Pada pasien yang memberikan respon lambat terhadap steroid adalah lebih baik jika

diberikan IGIV, yang ditandai dengan kenaikan jumlah trombosit >30.000/mm3 setelah

10 hari pengobatan. Blanchette, dkk dalam penelitiannya telah membandingkan

pemberian IGIV 1g/kgBB/hari selama 2 hari atau 0,8 g/kgBB/hari dengan anti-Rh (D)

25 ug/kgBB/hari selama 2 hari atau prednison 4 mg/kgBB/hari selama 7 hari

dengan tappering off. Mereka mendapatkan kenaikan jumlah trombosit yang bermakna

pada pemberian IGIV dan anti-Rh dibandingkan pemberian cara lainnya.

Telah diyakini bahwa IGIV bekerja dengan cara menghambat reseptor Fc pada sel RES

dan mencegah penghancuran trombosit. Tetapi bagaimanapun juga, dosis optimum dan

lama pengobatan  dengan IGIV masih menjadi masalah yang kontroversial.

Anti-Rh (D)

Mekanisme kerja obat ini hampir sama dengan IVIG. Samla, dkk memberikan hipotesis

bahwa anti-Rh menghambat reseptor Fc pada sel RES. Pemberian anti-Rh IV ataupun

IM merupakan alternatif yang lebih murah dibandingkan IGIV pada pasien dengan Rh

(+) yang tidak dilakukan splenektomi. Juga dikatakan bahwa anti-Rh lebih efektif

diberikan pada pasien ITP akut dibandingkan ITP kronis.

Blanchette, dkk dalam penelitiannya memperlihatkan kenaikan jumlah trombosit yang

lebih lambat pada pasien yang diberikan anti-Rh dibandingkan pemberian IGIV dan

disertai dengan penurunan bermakna kadar hemoglobin. Scardovan, dkk dalam

pengamatannya pada 261 pasien ITP anak dan dewasa, 72% (189 pasien) memberikan

Page 9: Aspek Imunologis Tata Laksana

respon terhadap pemberian pengobatan anti-Rh dan ini tercapai dalam 21 hari, dimana 

respon yang lebih baik terlihat pada pasien anak.

ITP Kronis

Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan terapi awal konvensional terhadap pasien ITP kronis dan

diberikan selama 4 minggu terus menerus dosis rendah (prednison 1-2 mg/kgBB/hari)

serta dilanjutkan dengan  tapering off  setiap 5-7 hari, dapat memberikan hasil yang

efektif.Tampak hanya sepertiga pasien yang memperlihatkan respon jangka panjang

yang memuaskan, sedangkan dua pertiganya mengalami relaps selama pengobatan

ataupun dalam masa tappering off.

Deksametason oral dosis tinggi, 40 mg/m2/hari dibagi 6 dosis selama 4 hari berturut-

turut dan diulang setiap 28 hari ternyata dapat meningkatkan jumlah trombosit

>100.000/mm3. Keadaan ini dapat bertahan selama 6 bulan setelah pengobatan

dihentikan.

IGIV dan Anti-Rh (D)

Beberapa peneliti merekomendasikan pemakaian IGIV untuk menghindari splenektomi

dan ini diberikan sebanyak 0,4-1 g/kgBB/hari setiap 2-3 minggu untuk mempertahankan

jumlah trombosit pada tingkat yang aman dan terus meningkat sampai 75% dalam 6

minggu. Kerugian obat ini  adalah biayanya yang mahal.

Pemakaian anti-Rh pada pasien Rh (+) ternyata dapat meningkatkan jumlah trombosit

sampai 79-90% dengan rekomendasi dosis 20-60 ug/kgBB/hari dalam infus tunggal

selama 15-30 menit. Keuntungan pemakaian anti-Rh adalah biaya yang lebih murah dan

waktu pemberian yang lebih pendek.

Dari beberapa penelitian, hasil pengobatan anti-Rh tidaklah menjanjikan pada pasien ITP

kronis, karena hanya 50% pasien yang memberikan respon >3 minggu setelah

pengobatan Pada pasien anak, respon terhadap pemberian anti-Rh biasanya lebih baik

dibandingkan dewasa.

Splenektomi

Indikasi untuk splenektomi pada pasien ITP kronis masih diperdebatkan. Keberhasilan

splenektomi sendiri tergantung dari tempat penghancuran trombosit. Pada beberapa

pasien dengan perdarahan yang tidak terkontrol atau  tidak memberikan respon terhadap

steroid maupun  IGIV, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan splenektomi.

Respon pengobatan terhadap tindakan ini biasanya baik pada anak-anak dan berkisar

Page 10: Aspek Imunologis Tata Laksana

antara 65-88% pasien.

American Society of Hematology (ASH) merekomendasikan tindakan splenektomi

minimal 12 bulan setelah diagnosis ITP kronis ditegakkan, tetapi hal ini masih

diperdebatkan. Jika ditemukan keadaan seperti anak usia >5 tahun dengan ITP kronis >1

tahun, jumlah trombosit <30.000/mm3 dengan manifestasi perdarahan serta tidak

memberikan respon terhadap obat-obatan imunosupresif dapat dipertimbangkan tindakan

splenektomi.

Overwhelming postsplenectomy infection (OPSI) merupakan penyulit yang paling

ditakutkan dari tindakan splenektomi. Kejadian penyulit ini berkisar sekitar 20%,

sedangkan terjadinya perdarahan hebat mencapai <1% dengan angka kematian antara 1-

1,5%

Najean, dkk menyatakan bahwa tindakan splenektomi berhasil dilakukan pada 96%

pasien yang mengalami proses penghancuran trombosit di lien. Sebaliknya keberhasilan

ini akan berkurang pada pasien dengan proses penghancuran di hati ataupun sirkulasi.

Terkadang beberapa pasien mengalami relaps setelah tindakan pembedahan atau

selama follow up, tetapi sebanyak 60-70% pasien tetap mengalami remisi setelah

splenektomi. Bagaimanapun juga penyebab terjadinya relaps pasca splenektomi sebagian

besar masih merupakan tanda tanya.

Penanganan Pasien Refrakter

Sekitar 10-20% pasien ITP kronis anak terus mengalami trombositopenia persisten

walaupun telah dilakukan splenektomi. Bentuk ITP yang refrakter bukanlah bentuk yang

jinak dengan angka kematian keseluruhan yang mencapai 5,1%. Telah dicoba beberapa

pengobatan terhadap pasien-pasien ini, tetapi belum ada kesepakatan tetap tentang dosis,

jadwal dan lamanya pengobatan.

Vinca alkaloid

Vinkristin dan vinblastin dikatakan cukup efektif untuk menginduksi terjadinya remisi

lengkap pada pasien ITP kronis anak. Vinkristin (0,02 mg/kgBB, maksimal 2 mg) dan

vinblastin (0,1 mg/kgBB, maksimal 10 mg) yang diberikan sekali seminggu diulang

setiap 4 minggu, ternyata memberikan hasil yang bagus setelah 2-3 kali interval

pengobatan. Juga telah dicoba pemberian obat-obatan ini disertai dengan transfusi

komponen trombosit, tetapi tidak memberikan manfaat tambahan.

Siklofosfamid

Dengan dosis harian 1-2 mg/kgBB/hari atau dosis intermiten 300-600 mg/m2 setiap 3

minggu, akan terlihat respon pengobatan pada minggu ketiga sampai kesepuluh. Karena

Page 11: Aspek Imunologis Tata Laksana

pemakaian yang cukup lama, haruslah dipertimbangkan tentang efek samping yang

timbul, seperti depresi sumsum tulang, sistitis hemoragika ataupun kemungkinan

terjadinya keganasan sekunder.

Azotioprin

Karena memberikan hasil yang baik pada penanganan kelainan-kelainan autoimun, obat

ini juga telah pula dipakai dalam pengobatan ITP kronis dengan dosis 100

mg/kgBB/hari. Respon pengobatannya lebih rendah dibandingkan dengan siklofosfamid.

Danazol

Androgen semi sintetis ini telah dipakai untuk meningkatkan jumlah trombosit pada

kasus ITP refrakter. Hampir setengah pasien yang diobati dengan danazol memberikan

respon berupa peningkatan jumlah trombosit sampai tingkat aman, walaupun tidak

mencapai jumlah normal. Dosis yang dipakai adalah 300-400 mg/m2/hari dengan

pencapaian respon setelah 2-3 bulan. Mekanisme kerja yang pasti dari obat ini tidak

jelas, tetapi diperkirakan dengan cara menurunkan jumlah resptor Fc pada makrofag

sehingga menurunkan penghancuran trombosit. Efek samping obat inipun harus diawasi

secara ketat (efek adrenergik dan kerusakan hepar). Penggunaan bersama antara danazol

dan vinblastin dapat memberikan remisi pada 60% kasus.

Perdarahan yang Mengancam Kehidupan

Pemberian transfusi komponen trombosit pada pasien ITP hanya diindikasikan untuk

penanganan keadaan yang mengancam kehidupan (perdarahan intrakranial dan saluran

cerna hebat). Meskipun pemberian komponen trombosit tidak dapat meningkatkan

jumlah trombosit untuk jangka waktu lama, tetapi ini cukup bermanfaat untuk

peningkatan sementara dan efektif untuk mengontrol perdarahan.  Tindakan ini juga

akan semakin bermakna jika disertai dengan salah satu macam pengobatan diatas. 

Pengobatan tambahan seperti pemberian anti fibrinolitik (epsilon amino caproic acid)

dan faktor VIIa rekombinan juga telah berhasil dipakai, walaupun masih memerlukan

penelitian lebih lanjut.

Kesimpulan

Pemikiran tentang ITP adalah jika ditemukan manifestasi perdarahan kulit/mukosa

disertai trombositopenia tanpa adanya bukti kelainan hematologis lain. Semua anak

dengan ITP akan memberikan manifestasi perdarahan kulit (ptekie dan purpura).

Pemeriksaan BMP lebih diindikasikan pada pasien ITP kronis ataupun pasien dengan

gambaran atipik dibandingkan pasien ITP akut.

Page 12: Aspek Imunologis Tata Laksana

Tidak semua pasien ITP memerlukan perawatan rumah sakit. Ada banyak modalitas

pengobatan ITP dan ini berbeda di tiap-tiap tempat. Transfusi komponen trombosit

hanya diindikasikan untuk kasus-kasus perdarahan yang mengancam kehidupan.