ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

30
1 LAPORAN KASUS ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN PRIMARY CUTANEOUS LARGE B-CELL LYMPHOMA, LEG TYPE INDRAWANTI KUSADHIANI 1314048209 PEMBIMBING dr. Ni Made Renny A. Rena Sp.PD, KHOM PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Transcript of ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

Page 1: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

1

LAPORAN KASUS

ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN

DENGAN PRIMARY CUTANEOUS LARGE B-CELL

LYMPHOMA, LEG TYPE

INDRAWANTI KUSADHIANI

1314048209

PEMBIMBING

dr. Ni Made Renny A. Rena Sp.PD, KHOM

PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM

FK UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya

sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan Kepustakaan

ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan

Pendidikan pada Program Studi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

/ RSUP Sanglah Denpasar

Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,

petunjuk, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. dr. Ni Made Renny A. Rena Sp.PD, KHOM selaku pembimbing laporan kasus ini.

2. Seluruh staf supervisor Departemen/KSM Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Sanglah.

3. Rekan-rekan yang tidak sempat kami sebutkan satu-persatu, atas bantuan dan

dukungannya secara moral maupun material.

Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan

memberikan manfaat bagi masyarakat.

Penulis

Page 3: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

3

DAFTAR ISI

Halaman

COVER DEPAN ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

BAB II ISI ....................................................................................................... 3

2.1 Kasus ..................................................................................................... 3

2.2 Pembahasan ........................................................................................... 7

2.2.1 Epidemiologi ................................................................................ 7

2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi ............................................................ 7

2.2.3 Diagnosa ...................................................................................... 8

2.2.4 Diagnosis Banding ....................................................................... 11

2.2.5 Pemeriksaan Laboratorium …………………….. ........................ 13

2.2.6 Klasifikasi PCBCL dan Penanda Biologi .................................... 14

2.2.7 Stadium ........................................................................................ 18

2.2.8 Terapi ........................................................................................... 19

2.2.9 Prognosis ...................................................................................... 21

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 22

3.1 Ringkasan............................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

Page 4: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran pemeriksaan histopatologi pasien.................................. 5

Gambar 2. Foto lesi kulit pasien sebelum dan sesudah kemoterapi ................. 6

Page 5: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

5

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik immunophenotypic sel B neoplastik pada PCBCL ....... 10

Tabel 2. Modalitas utama pada penatalaksanaan primary cutaneous B-cell

lymphoma ............................................................................................ 21

Page 6: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Primary Cutaneus Lymphoma (PCL) merupakan limfoma ekstra nodal dengan

lokasi primer pada kulit, dimana angka kejadiannya sekitar 10 kasus/juta penduduk/tahun

dan sekitar 20-30% adalah primary cutaneous B cell lymphoma (PCBCL).

Patologifisologinya masih belum jelas, disebabkan oleh multifaktorial dan etiologi

mungkin melibatkan rangsangan antigen kronis, seperti infeksi bakteri dan virus. Lesi kulit

dapat berupa plak, nodul atau tumor, ulkus dapat soliter atau multipel. Selain dari

gambaran klinis, laboratorium dan radiologi penegakan diagnosis PCBCL terutama

berdasarkan biopsi kulit (histopatologi) kemudian dilengkapi dengan pemeriksaan

imunohistokimia dan immunophenotypic serta sitogenetik dan genotypic. Diagnosis

banding PCBCL terutama meliputi pseudolimfoma dan primary cutaneous T-cell

lymphoma (PCTCL), serta limfoma sel B sistemik dengan keterlibatan kulit.1,2

Seperti limfoma kulit lainnya, PCBCL dikategorikan berdasarkan klasifikasi

konsensus antara European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC)

tahun 2005, dan klasifikasi WHO tentang kanker hematopoietik dan jaringan limfoid, yang

terakhir diperbarui tahun 2008. WHO-EORTC membagi tiga kategori utama PCBCL, yang

berbeda dari sudut pandang biologis dan sesuai dengan gambaran k linis dan laboratorium:3

a) Primary Cutaneous Marginal Zone Lymphoma (PCMZL), berasal dari jaringan mucosa

associated lymphoid tissue (MALT), lebih spesifik dari skin associated lymphoid tissue

(salt);

b) Primary Cutaneus Follicle Center Lymphoma (PCFCL), berasal dari folikel kutaneous

sel B; dan

c) Primary Cutaneus Large B Cell Lymphoma (PCLBCL), dibagi menjadi dua kelompok

utama yaitu "leg type" dan "others type".

Manifestasi klinis PCBCL umumnya lebih banyak indolen dan prognosis biasanya

lebih baik dibandingkan dengan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), meskipun

tingkat rekurensi lebih tinggi. Tipe PCMZL dan PCFCL memiliki prognosis yang sangat

Page 7: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

7

baik, dengan angka harapan hidup 5 tahun lebih tinggi dari 90% pada kedua kasus,

sedangkan untuk PCLBCL, terutama leg type, prognosis untuk angka harapan hidup 5

tahun lebih rendah yaitu dibawah 60%. Modalitas terapeutik yang tersedia beragam, antara

lain pembedahan, radioterapi, kortikosteroid, antibiotik, antibodi monoklonal dan

interferon, serta monoterapi atau polikemoterapi. Pengobatan harus disesuaikan

berdasarkan jenis limfoma, stadium klinis, serta karakteristiknya limfoma berupajenis

limfoma, jumlah lesi, luas, lokasi dan distribusi lesi kulit.2,3

Primary cutaneous large B cell lymphoma, leg type (PCLBCL-LT) merupakan

salah satu jenis limfoma kutaneus primer sel B yang cukup jarang dengan manifestasi

klinis berupa gambaran lesi kulit berbentuk nodul, plak atau ulkus dengan ukuran yang

bervariasi, dengan manifestasi tersering pada regio ekstremitas bawah. Dengan

mempelajari gambaran klinis, diagnosis dan terapi limfoma kutaneus primer sel B yang

sangat jarang, kita dapat mengenali jenis limfoma ini dengan cepat sehingga penanganan

menjadi lebih baik. Oleh karena kasus PCLBCL-LT ini cukup jarang dan penegakan

diagnosanya membutuhkan tambahan pemeriksaan imunohistokimia, maka laporan kasus

ini diangkat untuk lebih memahami tentang aspek diagnostik dan penatalaksanaan pasien

dengan PCLBCL-LT. Berikut ini akan dilaporkan suatu laporan kasus yang berjudul aspek

diagnosis dan terapi seorang pasien dengan Primary Cutaneous Large B Cell Lymphoma,

Leg Type.

Page 8: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

8

BAB II

ISI

2.1 Kasus

Seorang laki-laki usia 45 tahun, pekerjaan petani, datang ke triage bedah RSUP

Sanglah tanggal 29 Agustus 2017 dengan keluhan utama luka pada betis kaki kiri. Keluhan

luka pada betis kaki kiri diawali dengan munculnya benjolan sebesar telur ayam kampung

sebanyak 1 buah, berwarna merah muda sejak 5 bulan yang lalu. Benjolan itu pecah sejak 3

bulan yang lalu dan menimbulkan luka yang tidak kunjung sembuh. Setelah benjolan pecah

lesi tersebut bertambah luas sampai ke belakang betis dan bertambah nyeri. Sebelumnya

pada bulan mei munjul benjolan sebesar telur puyuh, berjumlah 2 buah di selangkangan

kiri, dimana satu benjolan tersebut pecah dan mengering.

Pasien juga mengalami demam hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu, tidak terlalu

tinggi. Pasien juga mengeluh mual, tidak ada nafsu makan dan muntah sebanyak 2 kali

sejak 2 minggu yang lalu. Pasien sering merasakan lemas dan tidak dapat melaksanakan

aktivitasnya di luar rumah. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak 8 kg

sejak 5 bulan terakhir. Batuk dan sesak disangkal. Buang air kecil dirasakan lebih sering

sejak 2 tahun belakangan terutama pada malam hari, pasien bisa 2-3 kali BAK pada malam

hari. Buang air besar dirasakan biasa satu kali sehari.

Riwayat penyakit sebelumnya adalah pasien memiliki riwayat penyakit kencing

manis sejak 10 tahun yang lalu, namun sejak 1 tahun yang lalu pasien sudah menggunakan

insulin karena komplikasi kaki diabetes dan ibu jari kaki kiri sudah diamputasi tahun lalu.

Riwayat penyakit keganasan sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit darah tinggi

disangkal dan penyakit paru-paru sebelumnya disangkal. Pasien sudah menikah dan

memiliki anak. Riwayat penyakit kanker dalam keluarga dikatakan tidak ada.

Pemeriksaan fisik saat pasien datang ke UGD didapatkan kesadaran compos mentis

E4V5M6, kesan sakit sedang, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90 kali/menit, frekuensi

napas 20 kali/menit, suhu 36,80C dan skor nyeri 2/10. Pada konjunctiva tidak tampak

anemia dan pada sklera tidak tampak ikterus. Pada pemeriksaan jantung didapatkan dalam

Page 9: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

9

batas normal. Dari pemeriksaan paru didapatkan, kedua paru simetris, bunyi pernapasan

vesikuler dan tidak ditemukan ronki maupun wheezing pada kedua lapangan paru.. Dari

pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya massa, tidak ada asites, tidak ada nyeri

tekan, hepar dan lien tidak teraba, namun pada region inguinal sinistra ditemukan adanya

pembesaran KGB sebanyak 1 buah ukuran 1 x 0,5 cm, dapat digerakkan (+), tidak nyeri,

dan tidak ada hiperemis. Selain itu terdapat sisa pembesaran KGB yang sudah pecah dan

menimbulkan jaringan parut yang berbentuk ulkus. Pada ekstremitas bawah dijumpai nodul

dan plak berbentuk seperti ulkus berwarna kemerahan dengan dasar luka berwarna merah,

bercampur pus disertai dengan nyeri tekan serta tepi luka nampak hiperemis. Lesi yang

berbentuk plak dan ulkus tersebut berukuran 18 x 15 cm. Regio cruris dirasakan masih

hangat dan arteri dorsalis pedis masih teraba.

Dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan WBC 13,36, Neutrofil 11,6 (86,8%),

Limfosit 0,73 (5,48%), Monosit 0,88 (6,56%), Basofil 0,08 (0,58%), Eosinofil 0,08

(0,57%), HGB 9,39, HCT 29,76%, MCV 85,8, MCH 27,07, dan PLT 341,7. Dari

pemeriksaan kimia darah didapatkan BS acak 553 mg/dl, BUN 38,8 mg/dl, SC 2,1 mg/dl,

SGOT 8,0 U/L, SGPT 8,1 U/L, asam urat 11,2 mg/dl, LDH 302 U/L, kalium 5,4 mmol/L,

natrium 122 mmol/L, dan HbA1C 9,4. Dari pemeriksaan foto thoraks cor dan pulmo dalam

batas normal. Oleh TS Bedah pasien didiagnosis dengan diabetes mellitus – diabetic foot

DM-DF grade III-IV regio cruris sinistra pro debridement. Kemudian pasien dikonsul ke

TS Interna, dengan diagnosis DM Tipe II, DM-DF regio cruris grade III-IV pro

debridement dengan sepsis, anemia ringan normositik normokrom et causa suspek anemic

on chronic disease, DM Tipe 2, ACKD prerenal on CKD ec susp PNC. TS Bedah

memberikan IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit, paracetamol 3 x 750 mg, ceftriaxone 1 x 2 gr

IV dan metronidazole 3 x 500 mg IV. Dari TS interna menambahkan dengan bolus insulin

5 unit IV, dilanjutkan drip insulin 5 unit/jam IV, tranfusi PRC hingga Hb lebih dari 10

mg/dl.

Dua hari kemudian pasien dilakukan tindakan debridement. Namun setelah hari

kesepuluh post operasi debridement dan pemberian antibiotik, luka tidak kunjung sembuh

dan diputuskan untuk debridement dan biopsi ulkus pada tanggal 13 September 2017, 7

hari kemudian keluar hasil PA, menunjukkan suatu Non Hodgkin Lymphoma, diffuse,

Page 10: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

10

mixed small and large cell (intermediate grade). Dan dilakukan review PA tanggal 18

oktober dengan hasil diffuse large B cell lymphoma, cenderung primary cutaneous DLBCL,

leg type. Kemudian pasien dipulangkan dan kontrol ke poli BTKV pada tanggal 22

september 2017, selanjutnya berdasarkan hasil PA tersebut pasien dikonsul ke TS HOM

untuk kemoterapi LNH kutaneus regio cruris sinistra. Dari hasil pemeriksaan

imunohistokimia tanggal 11 Desember 2017 menunjukkan CD-20 positif, CD-3 negatif,

Ki-67 positif pada 80% sel, CD-10 negatif, MUM-1 dan PAX-5 positif , CD-30 negatif dan

BCL-6 sedang tidak tersedia sehingga tidak dapat diperiksa.

Gambar 1. Gambaran hasil pemeriksaan histopatologi pasien

Pada akhirnya pasien didiagnosis dengan primary cutaneous diffuse large B cell

lymphoma, leg type stadium T2bN1M0 dengan skor karnofsky 70-80%. Primary cutaneous

large B cell lymphoma (PCLBCL) merupakan salah satu jenis limfoma non Hodgkin

ekstranodal yang cukup jarang dengan manifestasi primer berupa nodul, plak atau ulkus

pada kulit, sebagian besar pada region cruris namun bisa juga pada bagian tubuh yang lain..

Pasien kemudian dipersiapkan untuk kemoterapi Cyclophosphamid Doxorubicin

Vincristin, dan Prednison (CHOP). Dari pemeriksaan USG abdomen tanggal 5 Oktober

2017 didapatkan hasil lesi hiperechoic batas tegas pada gallbladder suspect giant polip dd/

sludge ball, tak tampak nodul metastase pada hepar dan paraaorta. Dari pemeriksaan

kardiologi tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan kemoterapi CHOP. Selanjutnya pasien

dilakukan kemoterapi pada pertengahan oktober 2017. Setelah kemoterapi pertama regimen

Page 11: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

11

CHOP didapatkan lesi ulkus mulai mengering dan benjolan KGB di inguinal kiri

menghilang. Pada akhir desember 2017 keluarlah hasil laboratorium CD 20 yang

dinyatakan positif, yang menunjukaan LNH jenis tersebut sensitif dengan tambahan

regimen rituximab. Selanjutnya pasien rutin mendapatkan kemoterapi rituximab 375

mg/m2 (600 mg) intravena (IV), cyclofosfamid 750 mg/m2 (1000 mg) IV, doxorubicin 50

mg/m2 (75 mg) IV, vincristine 1,4 mg/m2 (2 mg) IV dan prednisone 3 x 20 mg intraoral

selama 5 hari.

Gambar 2. Foto lesi kulit pasien sebelum dan sesudah kemoterapi.

Dalam perkembangannya setelah beberapa kali kemoterapi hingga april 2018

pasien sudah mendapat kemoterapi sebanyak 4 siklus untuk rituximab dan 6 siklus CHOP.

Rituximab hanya empat kali diberikan karena hasil imunohistokimia CD20 baru keluar 2

bulan setelah diagnosis. Setelah mendapat kemoterapi R4CHOP6 nampak perubahan yang

sangat signifikan dari lesi tumor, didapatkan ulkus menjadi kering sempurna, pembesaran

KGB di inguinal sinistra menghilang, tidak muncul nodul atau KGB baru pada regio cruris

Pro kemoterapi

kemoKemo

Post kemoterapi R4CHOP6

Page 12: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

12

dan inguinal, tidak terjadi toksisitas kardiologi dan hematologi serta perfoma status pasien

menjadi jauh lebih baik, saat ini dengan skor karnofsky 90%.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Epidemiologi

Sebuah studi epidemiologi Amerika tahun 2009, didapatkan 3.884 kasus Primary

Cutaneus Lymphoma (PCL) yang didiagnosis di Amerika Serikat antara tahun 2001 dan

2005, terungkap bahwa 71% adalah PCTCL (7,7 kasus / juta penduduk /tahun) dan 29%

adalah PCBCL (3,1 kasus/juta penduduk/tahun). Insiden tertinggi PCTCL diamati pada

orang kulit hitam, sedangkan insidensi PCBCL tertinggi diamati pada orang Kaukasia non-

Hispanik (masing-masing 10.0 dan 3,5 kasus/ juta penduduk/tahun). Studi ini juga

menunjukkan peningkatan kejadian PCL pada tahun 2001-2003, dibandingkan dengan

yang diobservasi pada tahun 1980-1982 (masing-masing 14,3 dan 5,0 kasus/juta

penduduk/tahun), sedangkan antara tahun 2004 dan 2005 (12,7 kasus / juta penduduk /

tahun).4

PCLBCL, Leg Type menyumbang sekitar 20% dari keseluruhan tipe PCBCL dan

4% dari keseluruhan limfomakutaneus. Lebih sering terjadi pada usia lanjut decade ke-7.

Prevalensi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki : perempuan yaitu 1:3 sampai 1:4.

2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Patofisiologi PCBCL hanya sebagian yang dapat dipahami. Hal ini diyakini karena

PCBCL diawali oleh proses reaktif limfoproliferatif inflamasi dan limfomagenesis terjadi

secara bertahap. Sehingga terdapat istilah "kasus borderline" yang sulit untuk dibedakan

antara pseudolimfoma (reaktif lymphoid hyperplasia) dan limfoma yang sebenarnya.

Kondisi transisi dari pra-neoplastik ke neoplastik nampaknya ditentukan oleh

ketidakseimbangan antara proliferasi sel dan apoptosis, jalur deregulasi biokimia mayor

untuk tranmisi sinyal intraselular, adhesi sel dan migrasi, serta ekspresi onkogen dan / atau

penghambatan gen penekan tumor (tumor suppressor genes).5

Stimulasi antigenik kronis dan infeksi bakteri serta virus tampaknya merupakan

faktor predisposisi, namun penelitian untuk mendukung asumsi ini masih jarang. Dalam

banyak kasus, agen etiologi masih tidak diketahui. Mengacu pada infeksi virus, peran

Page 13: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

13

penting virus herpes, seperti virus Epstein Barr (EBV) dan Human Herpes Virus tipe 8

(HHV8), tercatat ditemukan infeksi virus tersebut pada beberapa limfoma, terutama terjadi

pada orang dengan immunocompromised, seperti pada pasien yang terinfeksi dengan

human immunodeficiency virus (HIV) dan penerima transplantasi.Yang juga patut

diperhatikan adalah kemungkinan hubungan antara Hepatitis C Virus (HCV) dan PCBCL.

Hubungan dengan infeksi bakteri, PCMZL telah dikaitkan dengan infeksi Borrelia

burgdorferi, meski subjek masih kontroversi. Selain itu dari penelitian Jelic dkk ditemukan

adanya serologi Borrelia positif pada 12-22 (55%) kasus PCBCL.5

Limfoma kutaneus sel B bisa juga terjadi pada pasien yang mendapat terapi

methotrexate, khusus untuk rheumatoid arthritis. Dalam banyak hal, kasus EBV telah

didokumentasikan dalam kasus limfoma sel-B dan regresi lesi telah terjadi setelah

penghentian obat tersebut, menunjukkan bahwa metotreksat memicu imunosupresi

sehingga memiliki peran yang menentukan dalam memicu limfoproliferasi.6

2.2.3 Diagnosa

a. Manifestasi klinis

Gambaran lesi PCBCL,LT seperti tambalan, plak dan nodul berbentuk ulserasi atau

tumor tunggal atau multipel, biasanya dengan konsistensi yang keras dan berbatas tegas.

Meskipun penyebaran ekstrakutan bisa terjadi, namun dalam banyak kasus penyakit ini

tetap terlokalisir di kulit. Kecurigaan diagnosis ditetapkan dengan melakukan biopsi lesi

kulit, melalui histologis dan pemeriksaan sitologi, dilengkapi dengan pemeriksaan

imunofenotyping. Gambaran lesi PCBCL,LT bisa ditemukan pada satu atau kedua kaki.

Hanya sekitar 10-15% manifestasi klinik berada di luar ekstremitas bawah. Seperti halnya

pada kasus ini, lesi PCBCL,LT dijumpai pada satu sisi ekstremitas bawah. 1,3

b Histologi dan sitologi

Pola keterlibatan kulit pada PCBCL berbeda dengan PCTCL ditandai dengan

nodular atau diffuse, infiltrat limfoid terletak terutama di dermis, dan daerah sub-epidermal

"zona Grenz". Dari sudut pandang sitologi, sel B neoplastik menyerupai sel B normal yang

merupakan sel asal, yaitu centrocytes dan centroblasts dalam kasus PCFCL, monosit zona

Page 14: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

14

marginal sel B dan sel plasma dalam kasus PCMZL, dan centroblast, imunoblast atau sel

anaplastik pada kasus PCLBCL.7

c. Imunohistokimia dan immunophenotypic

Imunohistokimia untuk karakteristik limfoma harus mencakup berbagai jenis

penanda: a) marker untuk menunjukkan asal sel B (misalnya CD19, CD20 dan CD79a); b)

marker untuk karakteristik populasi sel B yang lebih luas (misalnya CD5 dan CD10) dan

untuk mengevaluasi klonalitas (imunoglobulin kappa dan lambda rantai ringan); serta c)

marker untuk karakteristik sel yang menyertainya, terdiri dari sel plasma (misalnya CD

138), sel T (misalnya CD3, CD4, CD8), dan folikel sel dendritik (misalnya CD21).8

Secara umum, PCBCL positif jika ditemukan marker sel B antara lain CD19,

CD20, CD79, IgM atau immunoglobulin gamma (IgG) rantai berat, dan kappa atau lambda

light chain, dan negatif untuk marker sel T (yaitu, CD2, CD3, CD4, CD7 dan CD8). Selain

itu, CD5 berguna untuk menyingkirkan keterlibatan sekunder kulit misalnya pada chronic

lymphocytic leukemia atau small lymphocytic lymphoma (CLL / SLL) dan sel mantel cell

lymphoma (MCL), sedangkan CD10 mungkin positif pada follicle center lymphoma,

terutama yang berasal dari kelenjar.8

Pertanyaan yang sering muncul adalah perbedaan diagnosis antara PCLBCL-leg

type dan PCBCL tipe lainnya, terutama PCFCL dengan pola pertumbuhan menyebar dan

didominasi centroblast. Dalam hal ini, berguna untuk menilai ekspresi molekul lain pada

sel B neoplastik, seperti MUM1/IRF4 (Multiple Myeloma 1 / Interferon Regulatory Factor

4), BCL2 (B-Cell Limfoma 2), BCL6 (B-Cell Limfoma 6) dan HGAL (Human Germinal

center-Associated Lymphoma). Sebuah studi di mana antigen ini dievaluasi oleh

imunohistokimia menunjukkan bahwa kombinasi BCL6 dengan HGAL memiliki

sensitivitas tinggi dan spesifisitas untuk diagnosis PCFCL sedangkan jika positif untuk

BCL2 dan MUM1/IRF4 mendukung diagnosis jenis PCLBCL-leg type. Jadi, MUM1,

BCL2 dan BCL6 adalah marker yang berguna untuk membedakan PCLBCL-leg type

(BCL2 +, BCL6 - / +, MUM1 +) dari PCFCL (BCL2-/+, BCL6 +, MUM1-) dan PCMZL

(BCL2 +, BCL6-, MUM1-) (table 1).7,8

Page 15: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

15

Tabel 1. Karakteristik Immunophenotypic sel B Neoplastik pada PCBCL7

Tipe

PCBCL

CD 19

CD20

CD5 CD10 BCL-6 BCL-2 MUM1 FOXP1

PCMZL + - - - + (1) - (3) -

PCFCL + - - / + + -/+ (2) - -/+

PCLBCL-

Leg Type

+ - - - / + ++ (1) + +

Keterangan: BCL-2, B-cell lymphoma 2; BCL-6, B-cell lymphoma 6; MUM1/IRF4, Multiple

Myeloma 1 / Interferon Regulatory Factor 4 protein; FOXP1, Forkhead Box Protein P1; PCFCL,

Primary cutaneous follicle center lymphoma; PCLBCL, Primary cutaneous large B-cell lymphoma;

PCMZL, Primary cutaneous marginal zone lymphomas. (1) t(14;18) negatif; (2) t(14,18) negatif

dan BCL2 negatif pada mayoritas kasus; (3) sel plasma dengan MUM1+

Pada laporan kasus ini pemeriksaan imunohistokimia menunjukkan CD 20 positif,

CD 3 negatif, Ki-67 positif pada 80% sel, CD 10 negatif, MUM-1 dan PAX-5 positif , CD

30 negatif dan BCL-6 sedang tidak tersedia sehingga tidak dapat diperiksa. CD 20 positif

menunjukkan marker imunohistokimia untuk limfoma asal sel B, sedangkan untuk limfoma

asal sel T ditunjukkan dengan CD 3 positif. Sehingga pada kasus ini menunjukkan

keganasan limfoma asal sel B. Marker imunohistokimia MUM-1 sangat penting untuk

membedakan PCBCL jenis PCFCL dan PCLBCL-leg type. Pada kasus ini MUM-1 positif

merupakan marker imunohistokimia untuk PCLBCL-leg type, selain marker BCL-2 yang

positif namun tidak tersedia marker tersebut. Sedangkan jenis PCFCL ditandai oleh marker

imunohistokimia MUM-1 negatif, dan yang paling penting marker BCL-6 yang positif

meningkatkan sensitivita diagnosis PCFCL, namun pemeriksaan ini tidak tersedia.

Sehingga jelas dari pemeriksaan imunohistokimia disimpulkan limfoma non hodgkin, sel B

jenis sel besar, difus, subtype non GCB (Diffuse Large B Cell Lymphoma, non germinal

center B cell-like subtype).

d. Genetika dan sitogenetik

Sampai saat ini, studi sitogenetik memiliki nilai diagnosis yang terbatas untuk

mendiagnosis PCBCL. Studi yang lebih baru dilakukan secara comparative genomic

Page 16: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

16

hybridization (CGH), menggunakan microarrays dan kemudian dikonfirmasi oleh

fluorescence in situ hybridization (FISH) untuk mendeteksi sejumlah besar penyimpangan

genetik berulang pada PCLBCL-leg type, dan walaupun lebih jarang pada PCFCL dengan

dominasi sel besar; sebaliknya jarang ditemukan pada PCFCL indolen dan PCMZL.10

Salah satu gen yang terlibat berulang kali pada PCLBCL-leg type adalah CDKN2A

(cyclic dependent inhibitor kinase 2A), terletak pada lokasi kromosom 9p21, yang sering

mengalami delesi atau inaktivasi sehingga menjadi hipermetilasi. Gen ini mengkode

protein p16 (juga dikenal sebagai INK4 (inhibitor kinase 4) suatu penghambat jalur

proliferasi sel yang tergantung pada CDK4 (cyclin dependent kinase 4) (p26-INK4 / CDK4

aksis), seperti halnya protein p14 (juga dikenal sebagai ARF/alternate open reading

frame), untuk menstabilkan protein p53 (p14-ARF/p53 aksis). Penyimpangan genetik

menyebabkan ketidakstabilan / degradasi protein p53. Selain itu, peningkatan aktivitas

CDK4 menentukan inaktivasi protein Rb (retinoblastoma) protein, dikodekan oleh gen

RB1 yang berada di wilayah 13q14.2, yang secara negatif mengatur perkembangan siklus

sel (p26-INK4 aksis/ Rb), menghasilkan proliferasi sel yang meningkat. Perubahan rekuren

lainnya digambarkan pada PCLBCL-leg type adalah amplifikasi DNA di wilayah 18q21.31

- q21.33, yang mencakup BCL2 dan gen MALT1, dan juga t(8,14) (q24,q32).10,11

Suatu studi menunjukkan bahwa kasus PCLBCL-leg type mengalami amplifikasi

DNA berulang pada lokasi 18q21.31-q21.33 (67% kasus), termasuk gen BCL2 dan

MALT1, dan delesi DNA homozigot rekuren pada lokasi 9p21. (42% kasus), yang terdiri

atas gen CDKN2A, CDKN2B dan NSG-x. Selain itu, beberapa pasien dengan PCLBCL-

leg type (17%) telah mengalami hipermetilasi promotor gen CDKN2A.10,12

2.2.4 Diagnosis Banding

a. Primary cutaneus T-cell lymphoma

Secara umum, aspek sitologis dan histologis yang diamati pada PCBCL berbeda

dengan PCTCL. Secara histologis, pola infiltrasi digambarkan seperti "bentuk bola" dan

"non-epidermotropik" di PCBCL, dan "horizontal", "berbentuk cakram" dan

epidermotropik di PCTCL. Selain itu, sel T neoplastik cenderung memiliki nucleus

indentasi dan serebriform, sementara sel B neoplastik mungkin memiliki aspek centrocytes,

Page 17: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

17

centroblasts, immunoblasts atau plasmablasts. Apapun perbedaan morfologinya,

karakterisasi immunophenotypic sel neoplastik dengan imunohistokimia sangat penting

untuk membedakan limfoma sel T (misalnya CD2, CD3, CD4 dan CD8) dari limfoma sel B

(misalnya CD19, CD20 dan CD79).2

b. Cutaneous pseudolymphoma

Diagnosis banding antara "pseudolymphoma" (reactive lymphoid hyperplasia) dan

PCBCL (follicle center atau marginal zone type) bisa jadi sangat sulit. PCBCL, seperti

"pseudolymphoma", kadang kala manifestasi lesi kulit seperti pada gigitan serangga,

vaksinasi atau tato. Dari sudut pandang histologis, pseudolymphoma diamati infiltrasi

nodular dermis oleh sel limfoid, yang dapat berasal dari germinal center, bersama dengan

makrofag dan debris sitoplasma dengan gambaran seperti "starry sky". Sel-sel T, sel

plasma dan eosinofil biasanya lebih melimpah di pinggiran nodul dan di daerah

interfolikular. Demonstrasi dari keseimbangan ekspresi rantai ringan kappa dan lambda

pada limfosit B, penataan ulang poliklonal dari gen IGH dan gambaran jaringan CD21+ sel

dendritik yang terorganisir, bulat atau berbentuk oval, lebih mengarah pada diagnosis

"pseudolymphoma". Sebaliknya, ketidakseimbangan cahaya kappa dan lambda ekspresi

rantai Ig (heavy), penataan ulang gen gen IGH klonal dan adanya jaringan CD21+ sel

dendritik yang tidak terorganisir mendukung diagnosis limfoma.2,13

c. Limfoma sel B lainnya

Limfoma folikular (FL): keterlibatan kulit dapat terjadi pada FL sistemik, jadi

penting untuk menetapkan diagnosis banding. Kepala dan leher adalah daerah yang paling

sering terkena pada kedua kasus tersebut. Positif pada CD10 dan BCL2 dan kehadiran

t(14,18) lebih sering terjadi pada keterlibatan kulit secara sekunder pada sistemik FL

daripada di PCFCL. BCL6 adalah positif dalam kedua kasus tersebut.3,7

d. Mantle cell lymphoma (MCL)

Keterlibatan kulit oleh MCL jarang terjadi dan biasanya sekunder. Pemeriksaan

histopatologis kulit menunjukkan infiltrasi pada dermis dan jaringan subkutan oleh sel

limfoid atipikal, positif pada CD20, CD5, CD43 dan cyklin D1, tapi negatif pada CD10 dan

CD23.14

e. B-cell chronic lymphositic leukemia (B-CLL)

Page 18: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

18

Seperti MCL, B-CLL mungkin juga melibatkan kulit. Limfosit B-CLL adalah

CD5+, namun berbeda dengan yang terjadi dengan MCL, B-CLL juga CD23 dan CD20

positif, dan tidak mengekspresikan cyclin D1.15

f. Macroglobulinemia Waldenström

Penyakit ini ditandai dengan perluasan sel B klonal dengan diferensiasi

plasmasitoid, yang menghasilkan sejumlah besar IgM dan infiltrat sumsum tulang, kelenjar

getah bening dan limpa. Manifestasi kutaneus beragam dan bisa terdiri dari urtikaria dan

ruam purpura, ulkus, lesi bulosa dan vaskulitis.16

g. Neoplasma sel plasma

Plasmacytoma kutaneous dapat merupakan primer (tidak ada manifestasi ekstra

kutaneus) atau sekunder dan, dalam kasus terakhir, muncul pada pasien dengan mieloma

sel plasma atau leukemia sel plasma, dan jarang muncul sebagai manifestasi klinis pertama

dari penyakit. Pada mieloma sel plasma, spikula hyperkeratotic dapat diamati pada wajah.17

h. Limfoma Burkitt

Ini adalah neoplasma sel B yang agresif yang bisa melibatkan kulit. Dalam bentuk

endemik, terjadi pada anak-anak di Afrika Tengah, dimana pada kebanyakan kasus

dikaitkan dengan infeksi EBV. Kasus sporadis di Negara Eropa dan Amerika mungkin

terkait atau tidak terhadap EBV dan mungkin terjadi pada pasien terinfeksi HIV.18

2.2.5 Pemeriksaan Laboratorium

Pada PCBCL, pemeriksaan laboratorium atau pencitraan dapat berkontribusi pada

limfoma namun tidak dapat untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium

dilakukan karena dua alasan: untuk memastikan bahwa itu adalah PCLBCL dan bukan

keterlibatan kulit sekunder oleh limfoma sistemik; dan untuk menyingkirkan penyakit

terkait, karena ini sangat penting untuk keputusan terapi.3,7

Secara umum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap dengan

diferensial leukosit dan biokimia, yang mencakup pemeriksaan fungsi hati dan ginjal,

pengukuran kadar beta2-mikroglobulin, laktat dehidrogenase (LDH), indikator tumor lisis

syndrome. Jika keterlibatan leukemia (limfositosis, limfosit atipikal) dicurigai pada

diagnosis atau selama perkembangan penyakit, pemeriksaan imunofenotipik limfosit darah

perifer harus dilakukan. Tes tambahan untuk stadium termasuk rontgen thorax dan

Page 19: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

19

ultrasonografi abdomen. Pada pasien dengan PCLCBL dan pada kasus stadium lanjut,

computed tomography (CT) toraks, abdomen dan panggul juga harus dilakukan. Biopsi

bone marrow (sumsum tulang) dilanjutkan imunofenotip wajib dilakukan untuk

menyingkirkan keterlibatan sumsum tulang. Jika ditemukan pembesaran KGB, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan biopsi eksisi, untuk menyingkirkan limfoma ekstrakutan dan/atau

keterlibatan nodal pada limfoma kulit. Studi histopatologis dan imunohistokimia harus

dilengkapi dengan immunophenotyping berbasis cytometri bila memungkinkan.19

2.2.6 Klasifikasi PCBCL dan Penanda Biologi

Secara umum PCBCL dibagi dalam 3 tipe, yang memiliki gambaran berbeda baik

dari sudut pandang biologis, klinis dan karakteristik laboratorium.

a. Primary cutaneus marginal zone B-cell lymphoma (PCMZL)

PCMZL adalah limfoma sel B zona marginal, berasal dari MALT (Mucosa

Associated Lymphoid Tissue). PCMZL mewakili sekitar 10% dari semua PCL,

menunjukkan klinis indolen dan prognosis yang sangat baik, dengan tingkat kelangsungan

hidup dalam 5 tahun melebihi 95%. PCMZL dapat berkembang dari infiltrasi reactive lymp

hoid dan dalam beberapa kasus, terdapat hubungan dengan infeksi Borrelia burgdoferi.

Primary cutaneous immunocytoma dan primary cutaneous plasmacytoma dianggap sebagai

varian PCMZL3

Secara klinis, PCMZL biasanya bermanifestasi dalam bentuk eritematosa soliter

atau multiple, papul, plak, nodul atau tumor, sering terletak pada batang tubuh dan tungkai,

dan lebih jarang pada kepala dan leher. Temuan histologis meliputi infiltrat non-

epidermotropik nodular atau difus, terdiri dari limfosit ukuran kecil atau sedang, dengan

nukleus indentasi dan sitoplasma pucat (zona marginal sel B atau sel B monocytoid), dan

banyak sel lymphoplasmacytoid. Selain itu, agregasi sel plasmacytoid dan sel-sel ini

mungkin menunjukkan inklusi sitoplasma positif pada pemeriksaan Periodic Acid Schiff

(PAS), biasa disebut sebagai “Dutcher bodies".7

Fenotip sel B tumor, terdokumentasi oleh studi imunohistokimia, positif pada

CD19, CD20, CD22, CD43, CD79a, BCL2 dan KiM1p (sel B monocytoid), dan negatif

pada CD5, CD10, CD23 dan BCL6. Analisis penataan ulang gen IGH secara umum

menunjukkan pola klonal. Namun, translokasi kromosom lainnya ditemukan pada limfoma

Page 20: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

20

MALT yang melibatkan gen MALT1-t (11; 18) (q21, q21) (API2 /MALT1) dan t (14; 18)

(q32, q21) (IGH/MALT1) tidak ditemukan pada PCMZL, jadi studi sitogenetik memiliki

nilai yang sangat terbatas dalam diagnosis.20

b. Primary Cutaneous Follicle Center B Cell Lymphomas (PCFCL)

PCFCL berasal dari sel B dari germinal center folikel limfoid dan berkontribusi

sekitar 10% dari semua jenis PCL. PCFCL memiliki prognosis yang baik, dengan tingkat

kelangsungan hidup 5 tahun melebihi 90%; demikian juga, relaps dan penyebaran

ekstrakutaneus jarang terjadi. PCFCL juga dikenal sebagai "Crosti’s Lymphoma", untuk

menghormati Crosti, yang menemukannya tahun 1951 pada sejumlah pasien dengan plak

eritematosa dan nodul, dengan gambaran "reticulohistiocytoma". Secara umum,

manifestasi PCFCL berupa nodul dan / atau tumor dengan konsistensi yang keras, tidak

mengalami ulserasi, pada daerah kepala dan leher, tapi mungkin juga terjadi di bagian

tubuh yang lain.1,7

Dari sudut pandang histologis, tiga pola pertumbuhannya digambarkan: folikel,

folikular dan berdifusi, dan berdifusi, dimana pola terakhir adalah yang paling sering.

Infiltrasi limfoid terutama tersusun atas sel dengan morfologi sentrosit, dengan beberapa

centroblast dan imunoblast. Sub-epidermal "Zona Grenz" jarang pada banyak kasus.

Berlawanan dengan yang biasanya ditemukan pada infiltrat limfoid reaktif, mitosis jarang

diamati dan makrofag jarang ditemukan. Limfosit B neoplastik adalah CD19+, CD20+,

CD22+, CD79a +, CD5-, CD23 +/-, CD43 +, BCL6 + dan BCL2 - / +. CD10 diekspresikan

terutama pada pola pertumbuhan folikel. Ekspresi BCL2 ini bervariasi, diamati kurang dari

separuh kasus, dan berkorelasi dengan adanya t (14;18) (q32,q21) dan penataan ulang

BCL2. Antigen MUM / IRF4 ditemukan positif pada PCLBCL, tidak ditemukan pada

PCFCL dan mungkin berguna untuk membedakan identitas kedua jenis PCL ini ketika pola

pertumbuhan yang difus.7,21

c. Primary cutaneus large B-cell lymphoma (PCLBCL)

PCLBCL menyumbang sekitar 6% dari semua PCL. Mereka memiliki perilaku

yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk dibandingkan PCBCL lainnya, dengan

tingkat kelangsungan hidup 5 tahun 20-55%, cenderung menyebar ke jaringan limfoid dan

Page 21: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

21

sisi ekstrakutan lainnya. PCLBCL diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kelompok:

"Leg type" dan "Others". 1,7

c.1 Primary cutaneus large B-cell lymphoma leg type (PCLBCL-Leg Type)

PCLBCL-leg type biasanya bermanifestasi seperti nodul atau tumor, tunggal atau

ganda, terlokalisasi dalam satu wilayah anatomi. Mereka lebih sering terjadi pada wanita

yang lebih tua dan, seperti namanya, lesi kulit lebih sering terjadi pada kaki. Jenis ini

memiliki kecenderungan untuk kambuh serta menyebar secara ekstrakutan, termasuk ke

kelenjar limfe regional. Lokasi pada kaki dan adanya multipel lesi diidentifikasi sebagai

faktor prognostik yang buruk pada analisis multivariat. Limfoma biasanya berespon dengan

pengobatan R-CHOP (siklofosfamid, hydroxidoxorrubicin, vincristine dan prednison +

rituximab), kekambuhan terkadang sering terjadi dan pengobatannya tidak lagi bersifat

kuratif.7

Dari sudut pandang histologis, terdapat infiltrasi difus yang terdiri dari sel limfoid

besar, dengan morfologi centroblast atau immunoblasts, menempati dermis dan meluas ke

jaringan subkutan, biasanya tidak melibatkan zona sub-epidermal. Centrocytes dan CD21 +

sel folikel dendritik, yang biasanya ditemukan pada PCFCL, tidak ditemukan pada

PCLBCL. Karakteristik imunofenotif adalah CD19 +, CD20 +, CD22 +, CD79a +, BCL

2+, MUM1 +, BCL6 -/+, CD5-, CD10-, CD138-, dan Cyclin D1-. Positif kuat untuk BCL2

dan MUM1 membantu untuk membedakan limfoma ini dari PCFCL dengan pola

pertumbuhan yang menyebar. Studi molekuler mengkonfirmasi penataan ulang klonal dari

gen IGH dan tidak ditemukan translokasi kromosom t(14;18), namun pada sebagian besar

kasus ditemukan translokasi kromosom t(9;21).22

c.2 Primary cutaneus large B-cell lymphoma, others type

Jenis ini dapat ditemukan berbagai macam sel B besar limfoma, sebenarnya peneliti

tidak menemukan kriteria untuk diagnosis tipe PCLBCL-LT. Kelompok ini adalah

intravascular large B-cell lymphoma, plasmablastic lymphoma, T-cell and histiocyte rich

large B-cell lymphoma, dan CD30+ anaplastic large B-cell lymphoma, dan lain- lain.22

c.2.1 Intravascular large B-cell lymphoma (IVLBCL)

Page 22: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

22

Merupakan subtipe limfoma sel B besar yang ditandai dengan akumulasi sel B

neoplastik pada pembuluh darah. IVLBCL sering mempengaruhi sistem saraf pusat, paru-

paru dan kulit dan umumnya memiliki prognosis buruk. Meskipun mungkin keterlibatan

kulit primer, penyakit ini biasanya menyebar luas. Secara klinis bermanifestasi seperti

tambalan dan plak ungu atau lesi telangiektasis, sering terletak di kaki atau batang tubuh.

Pada beberapa kasus, limfoma muncul pada lesi kulit angiomatous. Prognosis biasanya

lebih baik pada kasus dimana presentasi klinik bersifat kutaneous dibandingkan dengan

kasus gambaran klinik lainnya (kelangsungan hidup dalam 3 tahun 56% vs 22%).

Berdasarkan gambaran histologi ditemukan pembuluh darah melebar, diisi oleh sel B besar

neoplastik, pada bagian dermis dan jaringan subkutan. Pengobatan terdiri dari kemoterapi,

bahkan saat gambaran kulit hanya terbatas pada kulit.22

c.2.2 Others Cutaneus Large B-cell Lymphoma

Plasmablastic lymphoma adalah limfoma agresif yang biasanya terjadi pada pasien

immunocompromised, terutama pada pasien HIV dan penerima transplantasi, serta sering

bermanifestasi dalam rongga mulut. Jenis ini terkait dengan infeksi EBV dan HHV8. Sel B

neoplastik memiliki morfologi plasmablastik dan fenotif untuk diferensiasi sel B-terminal

positif untuk CD38, CD138, MUM1 dan EMA (epitel membrane antigen) dan tidak adanya

ekspresi CD20 dan CD79.7,22

T-cell and histiocyte rich large B-cell lymphoma adalah kasus yang jarang (1-2%

limfoma), sering memiliki gambaran keterlibatan KGB atau ekstranodal. Gambaran lesi

primer terbatas pada kulit sangat jarang, hanya pada beberapa kasus saja. Jenis ini pantas

disebutkan secara khusus, sebagai sel B neoplastik yang sangat jarang, sehingga agak sulit

menegakkan diagnosis.22

CD30+ anaplastic large B-cell lymphoma juga patut mendapat perhatian khusus,

karena jenis ini belum bersifat individual yang memiliki ciri khas tersendiri, namun

gambaran lesi nampak berbeda. Studi retrospektif terhadap 10 kasus terungkap bahwa

limfoma ini, memiliki prognosis yang sangat bagus, biasanya berupa lesi kulit tunggal,

lebih sering pada wanita usia tua. Selain itu, cukup sering ditemukan riwayat pengobatan

dengan methotrexate. Diagnosis seringkali sulit karena sel T reaktif dapat mendominasi,

terkadang muncul sebagai reaksi granulomatous. Sel B neoplastik sering memiliki

Page 23: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

23

gambaran imunoblastik, dan positif untuk CD20, CD30, CD43 dan BCL2, dengan riwayat

infeksi EBV yang sering terjadi.22

2.2.7 Stadium

Klasifikasi TNM digunakan untuk PCTCL, mycosis fungoid (MF) dan sindrom

Sezary (SS), direvisi pada tahun 2007, tidak sesuai untuk PCBCL. Namun pada tahun yang

sama, EORTC mengusulkan agar sistem TNM (tumour, nodes, dan metastase) digunakan

untuk semua limfoma kulit bukan hanya pada MF/SS . Faktor-faktor yang dipertimbangkan

untuk stadium meliputi jumlah dan ukuran lesi kulit; jumlah daerah tubuh yang terkena dan

apakah lokasi lesi tidak bersebelahan; jumlah keterlibatan KGB dan apakah KGB yang

terlibat perifer atau sentral, dan apakah terdapat keterlibatan organ lain seperti organ

ekstrakutan. KGB perifer misalnya KGB pada antecubital, cervical, supraclavicular, aksila,

inguinal-femoral dan popliteal. KGB sentral misalnya mediastinal, hilus pulmonal,

paraaorta dan iliaka. Adapun klasifikasi TNM untuk limfoma kutaneus non mycosis

fungoides dan sezary syndrome yang disusn oleh ISCL dan EORTC sebagai berikut:2

T (tumor) T1 : lesi kutaneus single

T1a : lesi kutaneus single < 5 cm

T1b : lesi kutaneus single > 5 cm

T2 : keterlibatan lesi kulit satu regio (lesi multiple terbatas pada satu

regio atau 2 regio yang berdekatan

T2a : semua lesi – diameter < 15 cm

T2b : semua lesi – diameter 15 - 30 cm

T2c : semua lesi – diameter > 30 cm

T3 : keterlibatan lesi kulit secara sistemik (generalisata)

T3a : lesi multiple yang melibatkan 2 regio yang tidak berdekatan

T3b : lesi multiple yang melibatkan ≥ 3 regio

N (kelenjar N0 : tidak ada pembesaran kelenjar limfe secara klinis maupun patologis

limfe) N1 : terdapat pembesaran satu region kelenjar limfe perifer (antecubital,

servikal, supraklavikula, aksila, inguinal-femoral, dan popliteal)

pada area yang sama dengan lesi kutaneus

N2 : terdapat pembesaran dua atau lebih kelenjar limfe perifer atau

pembesaran kelenjar limfe yang berbeda area dengan lesi kutaneus

N3 : terdapat keterlibatan kelenjar limfe sentral (mediastinum, hilus

pulmonal, paraaorta, iliaka)

Page 24: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

24

M (metastasis) M0 : tidak ada penyebaran pada organ ekstrakutaneus dan non kelenjar

limfe

M1 : terdapat penyebaran ke organ ekstrakutaneus dan non kelenjar

limfe

Pada laporan kasus ini pasien dengan PCLBCL-leg type stadium T1bN1Mo (stadium

IIA), karena pada kasus ini, pasien memiliki 1 lesi dimana lesi tersebut memiliki ukuran

lebih dari 5 cm, terdapat keterlibatan kelejar getah bening perifer pada satu regio yaitu

inguinal sinistra, dan dari USG abdomen tidak ditemukan adanya metastase ekstrakutaneus

dan non-KGB.

2.2.8 Terapi

Pengobatan yang dipilih harus mempertimbangkan jenis limfoma dan stadiumnya,

dan seharusnya disesuaikan dengan risiko (tabel 2) Beberapa modalitas terapeutik tersedia

untuk PCBCL dapat dilihat pada tabel 6. Namun, indikasinya berdasarkan studi retrospektif

(laporan kasus atau serial kasus), dengan kekurangan uji coba kontrol acak yang membantu

mendukung keputusan klinis. Secara umum keputusan terapi adalah: a) perlakuan agresif

untuk PCBCL indolen (PCMZL atau PCFCL) seharusnya dihindari, karena memiliki

prognosis yang sangat baik; b) kemoterapi ditunjukkan pada PCLBCL-leg type dan pada

pasien jenis PCMZL atau PCFCL stadium lanjut, dimana resisten terhadap terapi standar

dan / atau terapi lainnya atau terdapat metastase ekstrakutaneus.24

Penderita PCLBCL, terutama leg type memiliki gambaran klinis lebih agresif dan

prognosis lebih buruk, merupakan kandidat untuk diobati multidrug dengan CHOP

(cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, dan prednison) setiap 21 hari sebanyak 6-8

siklus. Dosis kemoterapi CHOP adalah sama dengan jenis LNH lain tipe diffuse large B-

cell lainnya, yaitu cyclophosphamide 750 mg/m2, doxorubicin 50 mg/m2, vincristine 1,4

mg/m2 dan prednisone 3 x 20 mg selama 5 hari. Pada pasien usia lanjut, dianjurkan untuk

mengurangi dosis doxorubicin (25 mg/m2), vincristine (1 mg/m2) dan cyclophosphamide

(400 mg/m2) dengan tujuan mengurangi toksisitas kardiologi dan hematologi. Penambahan

rituximab pada kemoterapi (misalnya R-CHOP) menunjukkan keuntungan yang lebih baik

dibandingkan dengan kemoterapi CHOP saja, dievaluasi terjadi peningkatan harapan

Page 25: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

25

hidup. Rituximab monoterapi menunjukkan respons yang lebih rendah dibandingkan

dengan kombinasi dengan kemoterapi CHOP, dan kekambuhan terjadi lebih awal, namun

dapat digunakan untuk pengobatan paliatif.7,24

Pada kasus diberikan polikemoterapi R-CHOP dan hingga saat ini pasien sudah

selesai menjalani kemoterapi dengan R4CHOP6, 6 siklus CHOP ditambah 4 siklus

rituximab karena pemeriksaan immunohistokimia CD20 baru keluar hasilnya setelah 2

bulan. Pasien menunjukkan complete response, sampe dengan siklus ke 4 kemoterapi luka

kering, tidak timbul lesi baru, dan pembesaran KGB tidak ditemukan. Kemoterapi

dilanjutkan hingga 6 siklus, sehingga kondisi pasien semakain baik dengan perbaikan

performa status, tidak terjadi relaps dan tidak terjadi toksisitas hematologi dan kardiologi.

Pasien rutin kontrol ke poli hematologi untuk evaluasi post kemoterapi.24,25

Pegylated liposomal doxorubicin berhasil digunakan dalam pengobatan PCTCL

dengan dosis 20 - 40 mg/m2, diberikan secara intravena, diulang setiap 2 - 4 minggu, dapat

sebagai alternatif terapi PCBCL baik sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan

rituximab. Dimana terapi ini memiliki respons yang cukup baik, toleransi yang baik dan

toksisitas hematologi rendah. Sebuah penelitian di mana 5 pasien dengan PCBCL (1

dengan PCMZL dan 4 dengan PCLBCL-leg-type) dengan lesi kulit yang luas diobati

dengan pegylated liposomal doksorubisin dosis 20 mg/m2 menunjukkan CR dalam 100%

kasus. Studi terbaru lainnya di mana 12 pasien PCLBCL diterapi dengan pegylated

liposomal doxorubicin (dosis 20 mg / m2, pada hari 1 dan 15) ditambah dengan rituximab

375 mg/m2 menunjukkan respon pada 10 dari 12 pasien (8 pasien CR dan 2 pasien PR), 2

pasien dieksklusi dan 2 pasien kambuh pada bulan 31 dan 32.24,25

Suatu penelitian baru-baru ini pada 32 pasien PCLBCL-LT yang mendapatkan

multiagen kemoterapi (tanpa rituximab), complete respons sebanyak 81% dan relaps

sebanyak 58%. Studi yang lain juga menjelaskan pada 12 pasien yang diterapi dengan R-

CHOP didapatkan angka complete respons yang lebih tinggi 92% (11 dari 12 pasien)

dengan satu orang saja yang mengalami relaps. Alternatif terapi dengan dosis tunggal

rituximab dapat dilakukan pada pasien usia lanjut yang tidak dapat mentoleransi efek

samping dari multiagen kemoterapi. Namun data penelitian tentang penggunaan dosis

tunggal rituximab masih terbatas.26,27

Page 26: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

26

Secara umum efek samping pemberian liposomal doxorubicin, dapat saja lebih

tinggi dibandingkan regimen kemoterapi lain, misalnya palmoplantar erythrodysesthesia,

biasa dikenal dengan “hand-foot syndrome” dengan karakteristik akral (palmoplantar) yang

nyeri dan kemerahan. Menggigil selama pemberian kemoterapi, dapat diatasi dengan

pemberan kortikosteroid topikal serta pemberian profilaksis dengan piridoksin oral

direkomendasikan untuk mengatasi efek samping yang timbul.

Tabel 2. Modalitas utama pada primary cutaneus B-cell lymphoma7

PCMZL PCFCL PCBCL, leg type

Radioterapi, pembedahan,

monoterapi rituximab, IFN

alfa 2a

Radioterapi, pembedahan,

monoterapi rituximab, IFN

alfa 2a

Polikemoterapi (CHOP, R-

CHOP)

Polikemoterapi (CHOP, R-

CHOP) dipertimbangkan

pada pasien stadium lanjut

dan/atau resisten dengan

modalitas pertama atau

keterlibatan ekstrakutaneus

Polikemoterapi (CHOP, R-

CHOP) dipertimbangkan

pada pasien stadium lanjut

dan/atau resisten dengan

modalitas pertama atau

keterlibatan ekstrakutaneus

Radioterapi atau

pembedahan untuk lesi

yang soliter, IFN alfa 2a

atau rituximab sebagai

terapi tambahan atau untuk

pasien yang tidak layak

menjalani kemoterapi

2.2.9 Prognosis

Jenis tumor dan derajat lesi kulit adalah faktor prognostik yang paling penting.

Tingkat kelangsungan hidup dalam 5 tahun untuk PCMZL dan PCFCL lebih dari 90%.

Sebaliknya, untuk PCLBCL, terutama leg type, prognosis lebih buruk, dengan tingkat

kelangsungan hidup dalam 5 tahun kurang dari 60%. Pada sebagian besar kasus.

Kekambuhan lesi kulit sering terjadi, namun pada jenis PCMZL dan PCFCL biasanya tetap

terlokalisir pada kulit, sedangkan pada PCLBCL terutama leg type, penyebaran

ekstrakutaneus relatif sering terjadi. Mengingat prognosis yang baik, pasien dengan

limfoma indolen PCMZL dan PCFCL harus dievaluasi secara klinis tiap 6 bulan,

pemeriksaan laboratorium dan radiologis dilakukan hanya pada limfoma yang progresif,

sedangkan pasien dengan PCLBCL harus dipantau secara ketat (yaitu, bulanan atau tiap 4

bulan).28

Page 27: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

27

BAB III

PENUTUP

3.1 Ringkasan

Telah dilaporkan seorang pasien dengan diagnosa Primary Cutaneus Large B-Cell

Lymphoma-Leg type, yang merupakan salah satu jenis limfoma non hodgkin dengan

manifestasi primer pada kulit (PCL/Primary Cutaneus Lymphoma). Insiden PCBCL sangat

jarang dimana angka kejadian PCL sekitar 10 kasus per juta penduduk per tahun, dan

sekitar 30% adalah PCBCL, sisanya PCTCL dengan insiden yang jauh lebih sering

ditemukan. Selanjutnya insiden PCLBCL-leg type jauh lebih sedikit dimana hanya 6% dari

keseluruhan limfoma primer kulit.

Penegakan diagnosis PCLBCL-LT adalah dari gambaran klinis, pemeriksaan

laboratorium, radiologi dan sebagai gold standar adalah pemeriksaan histopatologi.

Selanjutnya dari pemeriksaan histopatologi harus dilanjutkan dengan pemeriksaan

immunohistokimia dan immunophenotypic. Pemeriksaan sitogenetik dapat dilakukan

namun terbatas dalam penegakan diagnosis. Penegakan diagnosis minimal harus mencapai

tahap immunohistokimia untuk dapat memastikan diagnosis jenis PCBCL sehingga dapat

diberikan modalitas terapi yang akurat. PCLBCL-leg type adalah salah satu jenis PCBCL

yang bersifat lebih agresif dan polikemoterapi R-CHOP adalah modalitas utama untuk

mencapai complete response.

Page 28: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Swerdlow SH, Quintanilla-Martinez L, Willemze R, Kinney MC. Cutaneous B-cell

lymphoproliferative disorders: report of the 2011 Society for Hematopathology/

European Association for Haematopathology workshop. Am J Clin Pathol 2013; 139:

515-35.

2. Kempf W, Kazakov DV, Mitteldorf C. Cutaneous lymphomas: an update. Part 2: B-cell

lymphomas and related conditions. Am J Dermatopathol 2014; 36: 197-208.

3. Wilcox RA. Cutaneous B-cell lymphomas: 2013 update on diagnosis, risk stratification,

and management. Am J Hematol 2013; 88: 73-6.

4. Bradford PT, Devesa SS, Anderson WF, Toro JR. Cutaneous lymphoma incidence

patterns in the United States: a population-based study of 3884 cases. Blood 2009; 113:

5064-73.

5. Ponzoni M, Ferreri AJ, Mappa S, Pasini E, Govi S, Facchetti F, et al. Prevalence of

Borrelia burgdorferi infection in a series of 98 primary cutaneous lymphomas.

Oncologist 2011; 16: 1582-8.

6. Giard C, Avenel-Audran M, Croué A, Verret JL, Martin L. Primary cutaneous Epstein-

Barr virus-associated B-cell lymphoma arising at the site of subcutaneous injections of

methotrexate. J Clin Oncol 2010; 28: 717-8.

7. Lima M. Cutaneus primary B-cell lymphomas: from diagnosis to treatment. An Bras

Dermatol 2015; 90(5): 687-706.

8. Wu JM, Vonderheid E, Gocke CD, Moresi JM, Liegeois N, Borowitz MJ. Flow

cytometry of lesional skin enhances the evaluation of cutaneous B-cell lymphomas. J

Cutan Pathol 2012; 39: 918-28.

9. Xie X, Sundram U, Natkunam Y, Kohler S, Hoppe RT, Kim YH, et al. Expression of

HGAL in primary cutaneous large B-cell lymphomas: evidence for germinal center

derivation of primary cutaneous follicular lymphoma. Mod Pathol 2008; 21: 653-9.

10. Belaud-Rotureau MA, Marietta V, Vergier B, Mainhaguiet G, Turmo M, Idrissi Y, et

al. Inactivation of p16INK4a/CDKN2A gene may be a diagnostic feature of large B-

cell lymphoma leg type among cutaneous B-cell lymphomas. Virchows Arch 2008;

452: 607-20.

Page 29: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

29

11. Kaune KM, Neumann C, Hallermann C, Haller F, Schön MP, Middel P. Simultaneous

aberrations of single CDKN2A network components and a high Rb phosphorylation

status can differentiate subgroups of primary cutaneous B-cell lymphomas. Exp

Dermatol 2011; 20: 331-5.

12. Hoefnagel JJ, Dijkman R, Basso K, Jansen PM, Hallermann C, Willemze R, et al.

Distinct types of primary cutaneous large B-cell lymphoma identified by gene

expression profiling. Blood 2005; 105: 3671-8.

13. Schafernak KT, Variakojis D, Goolsby CL, Tucker RM, Martínez-Escala ME, Smith

FA, et al. Clonality Assessment of Cutaneous B-Cell Lymphoid Proliferations: A

Comparison of Flow Cytometry Immunophenotyping, Molecular Studies, and

Immunohistochemistry/In Situ Hybridization and Review of the Literature. Am J

Dermatopathol 2014; 36: 781-95.

14. Motegi S, Okada E, Nagai Y, Tamura A, Ishikawa O. Skin manifestation of mantle cell

lymphoma. Eur J Dermatol 2006; 16: 435-8.

15. Ali L, Cheney R, Merzianu M. Subclinical chronic lymphocytic leukemia with atypical

cutaneous presentation. J Cutan Pathol 2011; 38: 236-40.

16. Oberschmid B, Siebolts U, Mechtel D, Kreibich U, Beller A, Wickenhauser C. M

protein deposition in the skin: a rare manifestation of Waldenström macroglobulinemia.

Int J Hematol 2011; 93: 403-5.

17. Braun RP, Skaria AM, Saurat JH, Borradori L. Multiple hyperkeratotic spicules and

myeloma. Exp Dermatol 2002; 205: 210-2.

18. Jacobson MA, Hutcheson AC, Hurray DH, Metcalf JS, Thiers BH. Cutaneous

involvement by Burkitt lymphoma. J Am Acad Dermatol 2006; 54: 1111-3..

19. Senff NJ, Noordijk EM, Kim YH, Bagot M, Berti E, Cerroni L, et al. European

Organization for Research and Treatment of Cancer and International Society for

Cutaneous Lymphoma consensus recommendations for the management of cutaneous

B-cell lymphomas. Blood 2008; 112: 1600-9.

20. Dalle S, Thomas L, Balme B, Dumontet C, Thieblemont C. Primary cutaneous

marginal zone lymphoma. Crit Rev Oncol Hematol 2010; 74: 156-62.

21. Mirza I, Macpherson N, Paproski S, Gascoyne RD, Yang B, Finn WG, et al. Primary

cutaneous follicular lymphoma: an assessment of clinical, histopathologic,

immunophenotypic, and molecular features. J Clin Oncol 2002 ;20: 647-55.

Page 30: ASPEK DIAGNOSIS DAN TERAPI SEORANG PASIEN DENGAN …

30

22. Paulli M, Lucioni M, Maffi A, Croci GA, Nicola M, Berti E. Primary cutaneous diffuse

large B-cell lymphoma (PCDLBCL), leg-type and other: an update on morphology and

treatment. G Ital Dermatol Venereol 2012; 147: 589-602.

23. Kim YH, Willemze R, Pimpinelli N, Whittaker S, Olsen EA, Ranki A, et al. TNM

classification system for primary cutaneous lymphomas other than mycosis fungoides

and Sezary syndrome: a proposal of the International Society for Cutaneous

Lymphomas (ISCL) and the Cutaneous Lymphoma Task Force of the European

Organization of Research and Treatment of Cancer (EORTC). Blood 2007; 110: 479-

84.

24. Hamilton SN, Wai ES, Tan K, Alexander C, Gascoyne RD, Connors JM. Treatment

and outcomes in patients with primary cutaneous B-cell lymphoma: the BC Cancer

Agency experience. Int J Radiat Oncol Biol Phy 2013; 87: 719-25.

25. Smith BD, Glusac EJ, McNiff JM, Smith GL, Heald PW, Cooper DL, et al. Primary

cutaneous B-cell lymphoma treated with radiotherapy: a comparison of the European

Organization for Research and Treatment of Cancer and the WHO classification

systems. J Clin Oncol 2004; 22: 634-9.

26. Morales AV, Advani R, Horwitz SM, Riaz N, Reddy S, Hoppe RT, et al. Indolent

primary cutaneous B-cell lymphoma: experience using systemic rituximab. J Am Acad

Dermatol 2008; 59: 953-7.

27. Zinzani PL, Quaglino P, Pimpinelli N, Berti E, Baliva G, Rupoli S, et al. Prognostic

factors in primary cutaneous B-cell lymphoma: the Italian Study Group for Cutaneous

Lymphomas. J Clin Oncol 2006; 24: 1376-82.