Asma Madon Ines

57
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modren, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan juga terjadi di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). 1 Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit Asma Bronkial Page 1

description

asma

Transcript of Asma Madon Ines

Page 1: Asma Madon Ines

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan

pola hidup masyarakat modren, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam

makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma.

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi

episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun

terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan juga terjadi

di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini

menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah

dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.

Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman

yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).1

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,

baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin

meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang

menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah

sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian

di Indonesia, hal ini tergambar dari data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di

berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986

menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-

sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan

emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995,

prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik

11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan

menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),

didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 %

diantaranya mempunyai gejala klasik.2

Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu

pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu

Asma Bronkial Page 1

Page 2: Asma Madon Ines

meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi

atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan

sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan

pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan

asma.3

Asma Bronkial Page 2

Page 3: Asma Madon Ines

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Definisi asma berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) adalah gangguan

inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,

eosinofil dan limfosit T sehingga menyebabkan episode wheezing berulang, sesak nafas, rasa

dada tertekan dan batuk khususnya pada malam hari atau dini hari. Gejala ini biasanya

berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi yang

paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun tanpa pengobatan.

Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai

rangsangan.1

Sementara asma pada anak menurut Pedoman Nasionan Asma Anak menggunakan

definisi yang praktis yaitu : wheezing dan atau batuk dengan karakter sebagai berikut : timbul

secara episodik dan atau kronik cendrung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman,

adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan

maupun dengan pengobatan serta adanya riwayat asma atau atopi lain dalam keluarganya,

sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.1

Pengertian kronik berulang mengacu pada kesepakatan UKK Pulmonologi pada

KONIKA V di Medan tahun 1981 tentang batuk kronik berulang yaitu batuk yang

berlangsung lebih dari 14 hari dan atau tiga atau lebih episod dalam 3 bulan berturut-turut.1

Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat

atau bertambah berat yang bersifat refrakter terhadap pengobatan yang lazim diberikan.

Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan

pengamatan 1-2 jam.4,5,6

2.2. Anatomi dan fisiologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung

oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung

karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut

inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara garis besar saluran pernafasan dibagi

menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus,

bronkiolus segmentalis dan berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris

Asma Bronkial Page 3

Page 4: Asma Madon Ines

dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveolus

terminalis. Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran

mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring,

dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa

respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan

epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-

partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang

hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian

dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan

panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan

pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati

suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%.6

Udara mengalir dari hidung ke faring yang merupakan tempat persimpangan antara

jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

nasofaring, orofaring dan laringofaring. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga

dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya

terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Laring merupakan saluran udara dan

bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian

vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin

tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara

terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat

menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari

epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika

benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan

membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.6

Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti

kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago

satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput

lendir yang berbulu getar (sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini

berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan

di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa.

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra

torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama

Asma Bronkial Page 4

Page 5: Asma Madon Ines

kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan

bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang.7

Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri.

Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih

kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang. Bronkiolus terminalis merupakan

saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm.

Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga

ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus

terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini

mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos,

diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus. Setelah bronkiolus

terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas.

Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis

yang merupakan struktur akhir dari paru.7

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas

dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi, yaitu:7

1. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-

cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida

dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir

dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak

bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini

menyebabkan penurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan

atmosfir) menjadi sekitar –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal

menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran

udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran

udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa

meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar

paru.

2. Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui

membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai

tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli

mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah.

Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli.

Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.

Asma Bronkial Page 5

Page 6: Asma Madon Ines

3. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan

melalui transportaliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan melalui dua jalan :

pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin

sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai

bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah

merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi

hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen

bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan .

Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen

dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan

jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan

karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan

partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka

karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah.7

Fungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar

7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian

CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun bertambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak

dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah

keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak

dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu

keadaan PaCO2 turun akibat hiperventilasi.7

Gambar 1. Anatomi dan Obstruksi Saluran Nafas Pada Asma

Asma Bronkial Page 6

Page 7: Asma Madon Ines

2.3. Patogenesis Asma

Pandangan tentang patogenesis asma telah mengalami perubahan pada beberapa

dekade terakhir. Dahulu dikatakan bahwa asma terjadi karena degranulasi sel mast yang

terinduksi bahan alergen, menyebabkan pelepasan beberapa mediator seperti histamin dan

leukotrien sehingga terjadi kontraksi otot polos bronkus. Saat ini telah dibuktikan bahwa

asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapa sel,

menyebabkan pelepasan mediator yang dapat mengaktivasi sel target saluran napas sehingga

terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi

refleks saraf.8

1. Inflamasi Saluran Napas

Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks,

melibatkan faktor genetik, antigen, berbagai sel inflamasi, interaksi antar sel dan mediator

yang membentuk proses inflamasi kronik dan remodelling.8

a. Mekanisme imunologi inflamasi saluran napas

Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu imunitas humoral dan selular. Imunitas humoral

ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik oleh sel limfosit B sedangkan selular

diperankan oleh sel limfosit T. Sel limfosit T mengontrol fungsi limfosit B dan

meningkatkan proses inflamasi melalui aktivitas sitotoksik cluster differentiation 8 (CD8)

dan mensekresi berbagai sitokin. Sel limfosit T helper (CD4) dibedakan menjadi Th1dan

Th2. Sel Th1mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3, Granulocytet Monocyte Colony

Stimulating Factor (GMCSF), interferon- (IFN-) dan Tumor Necrosis Factor-(TNF-)

sedangkan Th2mensekresi IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, IL-16 dan GMCSF. Respons

imun dimulai dengan aktivasi sel T oleh antigen melalui sel dendrit yang merupakan sel

pengenal antigen primer ( primary antigen presenting cells/ APC).

b. Mekanisme limfosit T-IgE

Setelah APC mempresentasikan alergen/antigen kepada sel limfosit T dengan bantuan

Major Histocompatibility (MHC) klas II, limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik,

teraktivasi kemudian berdiferensiasi dan berproliferasi. Limfosit T spesifik (Th2) dan

produknya akan mempengaruhi dan me-ngontrol limfosit B dalam memproduksi

imunoglobulin. Interaksi alergen pada limfosit B dengan limfosit T spesifik alergen akan

menyebabkan limfosit B memproduksi IgE spesifik alergen. Pajanan ulang oleh alergen

yang sama akan meningkatkan produksi IgE spesifik. Imunoglobulin E spesifik akan

berikatan dengan sel-sel yang mempunyai reseptor IgE seperti sel mast, basofil, eosinofil,

makrofag dan platelet. Bila alergen berikatan dengan sel tersebut maka sel akan

Asma Bronkial Page 7

Page 8: Asma Madon Ines

teraktivasi dan berdegranulasi mengeluarkan mediator yang berperan pada reaksi

inflamasi.

c. Mekanisme limfosit TnonIgE

Setelah limfosit T teraktivasi akan mengeluarkan sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan

GMCSF. Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi sehingga terjadi

proses inflamasi yang kompleks, degranulasi eosinofil, mengeluarkan berbagai protein

toksik yang merusak epitel saluran napas dan merupakan salah satu penyebab

hiperesponsivitas saluran napas (Airway Hyperresponsiveness/AHR).

Gambar 2. Respon Immun Pada Asma

2. Hiperesponsivitas Saluran Napas

Hiperesponsivitas saluran napas adalah respons bronkus berlebihan yaitu berupa

penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik maupun nonspesifik. Respons

inflamasi dapat secara langsung meningkatkan gejala asma seperti batuk dan rasa berat di

dada karena sensitisasi dan aktivasi saraf sensorik saluran napas. Hubungan antara AHR

dengan proses inflamasi saluran napas melalui beberapa mekanisme; antara lain peningkatan

permeabilitas epitel saluran napas, penurunan diameter saluran napas akibat edema mukosa

sekresi kelenjar, kontraksi otot polos akibat pengaruh kontrol saraf otonom dan perubahan sel

otot polos saluran napas. Reaksi imunologi berperan penting dalam patofisiologi

hiperesponsivitas saluran napas melalui pelepasan mediator seperti histamin, prostaglandin

(PG), leukotrien (LT), IL-3, IL-4, IL-5, IL-6 dan protease sel mast sedangkan eosinofil akan

Asma Bronkial Page 8

Page 9: Asma Madon Ines

melepaskan platelet activating factor (PAF), major basic protein (MBP) dan eosinophyl

chemotactic factor (ECF).8

Gambar 3. Penyempitan Saluran Napas Pada Asma

3. Sel Inflamasi

Banyak sel inflamasi terlibat dalam patogenesis asma meskipun peran tiap sel yang

tepat belum pasti.

a. Sel mast

Sel mast berasal dari sel progenitor di sumsum tulang. Sel mast banyak didapatkan pada

saluran napas terutama di sekitar epitel bronkus, lumen saluran napas, dinding alveolus

dan membran basalis. Sel mast melepaskan berbagai mediator seperti histamin, PGD2,

LTC4, IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, GMCSF, IFN- dan TNF. Interaksi mediator dengan

sel lain akan meningkatkan permeabilitas vaskular, bronkokonstriksi dan hipersekresi

mukus. Sel mast juga melepaskan enzim triptase yang merusak vasoactive intestinal

peptide (VIP) dan heparin. Heparin merupakan komponen penting granula yang berikatan

dengan histamin dan diduga berperan dalam mekanisme antiinflamasi yang dapat

menginaktifkan MBP yang dilepaskan eosinofil. Heparin menghambat respons segera

terhadap alergen pada subyek alergi dan menurunkan AHR.

b. Makrofag

Makrofag berasal dari sel monosit dan diaktivasi oleh alergen lewat reseptor IgE afinitas

rendah. Makrofag ditemukan pada mukosa, submukosa dan alveoli yang diaktivasi oleh

mekanisme IgE dependent sehingga berperan dalam proses infla-masi. Makrofag

Asma Bronkial Page 9

Page 10: Asma Madon Ines

melepaskan berbagai mediator antara lain LTB4, PGF2, tromboksan A2, PAF, IL-1, IL-8,

IL-10, GM-CSF, TNF , reaksi komplemen dan radikal bebas. Makrofag berperan penting

sebagai pengatur proses inflamasi alergi. Makrofag juga berperan sebagai APC yang akan

menghantarkan alergen pada limfosit.

c. Eosinofil

Diproduksi oleh sel progenitor dalam sumsum tulang dan diatur oleh IL-3, IL-5 dan

GMCSF. Infiltrasi eosinofil merupakan gambaran khas saluran napas penderita asma dan

membedakan asma dengan inflamasi saluran napas lain. Inhalasi alergen akan

menyebabkan peningkatan jumlah eosinofil dalam kurasan bronkoalveolar (broncho-

alveolar lavage = BAL). Didapatkan hubungan langsung antara jumlah eosinofil darah

tepi dan cairan BAL dengan AHR. Eosinofil berkaitan dengan perkembangan AHR lewat

pelepasan protein dasar dan oksigen radikal bebas. Eosinofil melepaskan mediator LTC4,

PAF, radikal bebas oksigen, MBP, Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dan Eosinophyl

Derived Neurotoxin (EDN) sehingga terjadi kerusakan epitel saluran napas serta

degranulasi basofil dan sel mast. Eosinofil yang teraktivasi menyebabkan kontraksi otot

polos bronkus, peningkatan permeabilitas mikrovaskular, hipersekresi mukus, pelepasan

epitel dan merangsang AHR.

d. Neutrofil

Peran neutrofil pada penderita asma belum jelas. Diduga neutrofil menyebabkan

kerusakan epitel akibat pelepasan bahan-bahan metabolit oksigen, protease dan bahan

kationik. Neutrofil merupakan sumber beberapa mediator seperti PG, tromboksan, LTB4

dan PAF. Neutrofil dalam jumlah besar ditemukan pada saluran napas penderita asma

kronik dan berat selama eksaserbasi atau setelah pajanan alergen. Biopsi bronkus dan

BAL menunjukkan bahwa neutrofil me-rupakan sel pertama yang ditarik ke saluran napas

dan yang pertama berkurang jumlahnya setelah reaksi lambat berhenti.

e. Limfosit T

Didapatkan peningkatan jumlah limfosit T pada saluran napas penderita asma yang

dibuktikan dari cairan BAL dan mukosa bronkus. Biopsi bronkus penderita asma stabil

mendapatkan limfosit intraepitelial atipik yang diduga merupakan limfosit teraktivasi.

Limfosit T yang teraktivasi oleh alergen akan mengeluarkan berbagai sitokin yang

mempengaruhi sel inflamasi. Sitokin seperti IL-3, IL-5 dan GM-CSF dapat

mempengaruhi produksi dan maturasi sel eosinofil di sumsum tulang (sel prekursor),

memperpanjang masa hidup eosinofil dari beberapa hari sampai minggu, kemotaktik dan

aktivasi eosinofil.

Asma Bronkial Page 10

Page 11: Asma Madon Ines

f. Basofil

Peran basofil pada patogenesis asma belum jelas, merupakan sel yang melepaskan

histamin dan berperan dalam fase lambat. Didapatkan sedikit peningkatan basofil pada

saluran napas penderita asma setelah pajanan alergen.

g. Sel dendrit

Sel dendrit merupakan sel penghantar antigen yang paling berpengaruh dan memegang

peranan penting pada respons awal asma terhadap alergen. Sel dendrit akan mengambil

alergen, mengubah alergen menjadi peptida dan membawa ke limfonodi lokal yang akan

menyebabkan produksi sel T spesifik alergen. Sel dendrit berasal dari sel progenitor di

sumsum tulang dan sel di bawah epitel saluran napas. Sel dendrit akan bermigrasi ke

jaringan limfe lokal di bawah pengaruh GMCSF.

h. Sel struktural

Sel struktural saluran napas termasuk sel epitel, sel endotel, miofibroblas dan fibroblas

merupakan sumber penting mediator inflamasi seperti sitokin dan mediator lipid pada

respons inflamasi kronik. Pada penderita asma jumlah mio fibroblas di bawah membran

basal retikular akan meningkat. Terdapat hubungan antara jumlah miofibroblas dan

ketebalan membran basal retikular.8

4. Mediator Inflamasi

Banyak mediator yang berperan pada asma dan mem-punyai pengaruh pada saluran

napas. Mediator tersebut antara lain histamin, prostaglandin, PAF, leukotrien dan sitokin

yang dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, peningkatan kebocoran

mikrovaskular, peningkatan sekresi mukus dan penarikan sel inflamasi. Interaksi berbagai

mediator akan mempengaruhi AHR karena tiap mediator memiliki beberapa pengaruh.8

a. Histamin

Histamin berasal dari sintesis histidin dalam aparatus Golgi di sel mast dan basofil.

Histamin mempengaruhi saluran napas melalui tiga jenis reseptor. Rangsangan pada

reseptor H-1 akan menyebabkan bronkokonstriksi, aktivasi refleks sensorik dan

meningkatkan permeabilitas vaskular serta epitel. Rangsangan reseptor H-2 akan

meningkatkan sekresi mukus glikoprotein. Rangsangan reseptor H-3 akan merangsang

saraf sensorik dan kolinergik serta menghambat reseptor yang menyebabkan sekresi

histamin dari sel mast.

b. Prostaglandin

Prostaglandin (PG)D2dan PGF2merupakan bronkokonstrikstor poten. Prostaglandin

E2menyebabkan bronkodilatasi pada subyek normal invivo, menyebabkan

Asma Bronkial Page 11

Page 12: Asma Madon Ines

bronkokonstriksi lemah pada penderita asma dengan merangsang saraf aferen saluran

napas. Prostaglandin menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas dengan cara

mengaktifkan reseptor tromboksan prostaglandin.

c. Platelet activating factor (PAF)

Dibentuk melalui aktivasi fosfolipase A2pada membran fosfolipid, dapat dihasilkan oleh

makrofag, eosinofil dan neutrofil. Pada percobaan in vitro ternyata PAF tidak

menyebabkan bronkokonstriksi otot polos saluran napas, jadi PAF tidak menyebabkan

kontraksi otot polos saluran napas. Kemungkinan penyempitan saluran napas in vivo

merupakan akibat sekunder edema saluran napas karena kebocoran mikrovaskular yang

disebabkan rangsangan PAF. Platelet activating factor juga dapat merangsang akumulasi

eosinofil, meningkatkan adesi eosinofil pada permukaan sel endotel, merangsang

eosinofil agar melepaskan MBP dan meningkatkan ekspresi reseptor IgE terhadap

eosinofil dan monosit.

d. Leukotrien

Berasal dari jalur 5-lipooksigenase metabolisme asam arakidonat, berperan penting dalam

bronkokonstriksi akibat alergen, latihan, udara dingin dan aspirin. Leukotrien dapat

menyebabkan kontraksi otot polos melalui mekanisme non histamin dan terdiri atas

LTA4, LTB4, LTC4, LTD4dan LTE4. Leukotrien dapat menyebabkan edema jaringan,

migrasi eosinofil, merangsang sekresi saluran napas, merangsang proliferasi dan

perpindahan sel pada otot polos dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular saluran

napas.

e. Sitokin

Sitokin merupakan mediator peptida yang dilepaskan sel inflamasi, dapat menentukan

bentuk dan lama respons inflamasi serta berperan utama dalam inflamasi kronik. Sitokin

dihasilkan olehlimfosit T, makrofag, sel mast, basofil, sel epitel dan sel inflamasi. Sitokin

IL-3 dapat mempertahankan sel mast dan eosinofil pada saluran napas. Inter-leukin-5 dan

GM-CSF berperan mengumpulkan sel eosinofil, Interleukin-4 dan IL-13 akan

merangsang limfosit B membentuk IgE.

f. Endotelin

Endotelin dilepaskan dari makrofag, sel endotel dan sel epitel. Merupakan mediator

peptida poten yang menyebabkan vasokonstriksi dan bronkokonstriksi. Endotelin-1

meningkat jumlahnya pada penderita asma. Endotelin juga menyebabkan proliferasi sel

otot polos saluran napas, meningkatkan fenotip profibrotik dan berperan dalam inflamasi

kronik asma.

Asma Bronkial Page 12

Page 13: Asma Madon Ines

g. Nitric oxide (NO)

Berbentuk gas reaktif yang berasal dari L-arginin jaringan saraf dan nonsaraf, diproduksi

oleh sel epitel dan makrofag melalui sintesis NO. Berperan sebagai vasodilator,

neurotransmiter dan mediator inflamasi saluran napas. Kadar NO pada udara yang

dihembuskan penderita asma lebih tinggi dibandingkan orang normal.

h. Radikal bebas oksigen

Beberapa sel inflamasi menghasilkan radikal bebas seperti anion superoksida, hidrogen

peroksidase (H2O2), radikal hidroksi (OH), anion hipohalida, oksigen tunggal dan lipid

peroksida. Senyawa tersebut sering disebut senyawa oksigen reaktif. Pada binatang

percobaan, hidrogen peroksida dapat menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas.

Superoksid berperan dalam proses inflamasi dan kerusakan epitel saluran napas penderita

asma. Jumlah oksidan yang berlebihan pada saluran napas akan menyebabkan

bronkokonstriksi, hipersekresi mukus dan kebocoran mikrovaskular serta peningkatan

respons saluran napas. Radikal bebas oksigen dapat merusak DNA, menyebabkan

pembentukan peroksida lemak pada membran sel dan menyebabkan disfungsi reseptor

adrenergik saluran napas.

i. Bradikinin

Berasal dari kininogen berat molekul tinggi pada plasma lewat pengaruh kalikrein dan

kininogenase. Secara in vivo merupakan konstriktor kuat saluran napas dan secara in vitro

merupakan konstriktor lemah. Pada penderita asma bradikinin merupakan aktivator saraf

sensoris yang menyebabkan keluhan batuk dan sesak napas, menyebabkan eksudasi

plasma, meningkatkan sekresi sel epitel dan kelenjar submukosa. Bradikinin dapat

merangsang serat C sehingga terjadi hipersekresi mukus dan pelepasan takikinin.

j. Neuropeptida

Neuropeptida seperti substan P (SP), neurokinin A dan calcitonin gene-related peptide

(CGRP) terletak di saraf sensorik saluran napas. Neurokinin A menyebabkan

bronkokonstriksi, substan P menyebabkan kebocoran mikrovaskular dan CGRP

menyebabkan hiperemi kronik saluran napas.

k. Adenosin

Merupakan faktor regulator lokal, menyebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma.

Secara in vitro merupakan bronkokonstriktor lemah dan berhubungan dengan pelepasan

histamin dari sel mast.8

5. Mekanisme Saraf

Asma Bronkial Page 13

Page 14: Asma Madon Ines

Berbagai proses yang terjadi pada asma dapat disebabkan melalui mekanisme saraf

yaitu mekanisme kolinergik, adrenergik dan nonadrenergik nonkolinergik. Kontrol saraf pada

saluran napas sangat kompleks.

a. Mekanisme kolinergik

Saraf kolinergik merupakan bronkokonstriktor saluran napas dominan pada binatang dan

manusia. Peningkatan refleks bronkokonstriksi oleh kolinergik dapat melalui

neurotransmiter atau stimulasi reseptor sensorik saluran napas oleh modulator inflamasi

seperti prostaglandin, histamin dan bradikinin.

b. Mekanisme adrenergik

Saraf adrenergik melakukan kontrol terhadap otot polos saluran napas secara tidak

langsung yaitu melalui katekolamin/epinefrin dalam tubuh. Mekanisme adrenergik

meliputi saraf simpatis, katekolamin dalam darah, reseptor adrenergik dan reseptor

adrenergik. Perangsangan pada reseptor adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan

perangsangan reseptor adrenergik akan menyebabkan bronkodilatasi.

c. Mekanisme nonadrenergik nonkolinergik (NANC)

Terdiri atas inhibitory NANC (i-NANC) dan excitatory NANC (e-NANC) yang

menyebabkan bronkodilatasi dan bronkokonstriksi. Peran NANC pada asma belum jelas,

diduga neuropeptida yang bersifat sebagai neurotransmiter seperti substansi P dan

neurokinin A menyebabkan peningkatan aktivitas saraf NANC sehingga terjadi

bronkokonstriksi. Kemungkinan lain karena gangguan reseptor penghambat saraf NANC

menyebabkan pemecahan bahan neurotransmiter yang disebut vasoactive intestinal

peptide (VIP).8

2.4. Patofisiologi asma

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen,

virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2

jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi

IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase

lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi,

antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang

berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup alergen,

terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan

dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi

Asma Bronkial Page 14

Page 15: Asma Madon Ines

mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah

histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan

efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen

bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran

nafas.1

Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit

setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator

sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat,

reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel

inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-

sel kunci fdalam patogenesis asma.1

Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,

makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal

menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast

dan makrofag akan menbuat epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen

masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel

bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi

tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut,

dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek syaraf. Ujung syaraf eferen

vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P,

neurokinin A, dan Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang

menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi

lendir, dan aktifasi sel-sel inflamasi.1

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus

tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektifberatnya

hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus

tersebut antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,

dan inhalasi zat nonspesifik.1

2.5. Faktor Resiko Asma

Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor

lingkungan.1

1. Faktor genetik

a. Atopi/alergi

Asma Bronkial Page 15

Page 16: Asma Madon Ines

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana

cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah

terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis kelamin

Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma

pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan. Tetapi menjelang

dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa menopause

perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnik

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan faktor resiko asma.

Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan

meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,

penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala

fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit

binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)

3. Faktor lain

a. Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk,

bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritosin, tetrasiklin,

analgesik, antipiretik, dan lain-lain.

c. Bahan yang mengiritasi

Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu dapat

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul

Asma Bronkial Page 16

Page 17: Asma Madon Ines

harus segera diobati, penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu

diberi nasihat untuk menyelsaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum

diobati maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum

dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti

meningkatkan resiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

g. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu.

Sebagaian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas

jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan

asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas

tersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.

Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.

Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musin

kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan)

i. Status ekonomi

2.6. Gambaran Klinis Asma

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas.

Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik

mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi

pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih

kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa

disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini

dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji

provokasi bronkus dengan metakolin.9

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma

tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor

pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas

maupun perubahan cuaca.9

Asma Bronkial Page 17

Page 18: Asma Madon Ines

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal

minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk

sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan

kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji

provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.9

2.7. Klasifikasi asma

Sebenarnya derajat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat asma

persisten dapat berkurang atau bertambah. derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma

dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.

1. Klasifikasi menurut etiologi

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etilogi, terutama dengan

bahan lingkungan yang mensensitisasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh

karena bahan tersebut sering tidak diketahui.

2. Klasifikasi menurut derajat berat asma

Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menetukan obat yang diperlukan

pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai

intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.

3. Klasifikasi menurut kontrol asma

Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol

menunjukkan penyakit yang tercegah atau sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak

realistis. Maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap

biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan

mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa

efek samping.

4. Klasifikasi menurut gejala

Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada

satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat ringannya suatu penyakit.

Pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasikan penyakit

menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma.

Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum

pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis,

dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat,

Asma Bronkial Page 18

Page 19: Asma Madon Ines

kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi

intermitten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1).

Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan.

Global initiative for asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma

berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.

Derajat serangan menetukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah

asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat (tabel 2). Dalam

hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam

melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap

pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma

yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.1

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala pada orang dewasa1

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal ParuIntermitten Bulanan

Gejala <1x/minggu, tanpa gejala di luar seranganSerangan singkat

≤2 kali sebulan APE ≥80%VEP1≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE <20%

Persisten ringan Mingguan Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hariSerangan dapat menggangu aktivitas dan tidur

>2 kali sebulan APE >80%VEP1≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE 20-30%

Persisten sedang

Harian Gejala setiap hariSerangan menggangu aktivitas dan tidurBronkodilator setiap hari

>2 kali sebulan APE 60-80%-VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik-Variabilitas APE >30%

Persisten berat Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuhaktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤60%VEP1 ≤60% nilai prediksi APE ≤60% nilai terbaikVariabilitas APE >30%

Asma Bronkial Page 19

Page 20: Asma Madon Ines

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma9

Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan

Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk

Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan

Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin

tergangguBiasanya terganggu

Biasanya terganggu

Frekuensi napas

Meningkat meningkat Sering >30 kali/menit

Retraksi otot-otot

bantu napas

Umumnya tidak ada

Kadang kala ada Ada

Mengi Lemah sampai sedang

Keras Keras

Frekuensi nadi

<100 100-120 >120

Pulsus paradoksus

Tidak ada (<10mmHg)

Mungkin ada (10-25mmHg)

Sering ada (>25mmHg)

APE sesudah bronkodilator (% prediksi)

>80% 60-80% <60%

PaCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%

Keterangan: dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.9

2.8. Diagnosis Asma

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani

dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik

awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-anak umumnya hanya menunjukkan

batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering

ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit.1

Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan

reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu

identifikasi faktor resiko. Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal,

pengukuran respons dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat berat,

namun hal itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan

klasifikasi asma menurut ambang kontrol. Untuk dapat mendiagnosis asma diperlukan

pengkajian kondisi klinis serta pemeriksaan penunjang.1

1. Anamnesis

Asma Bronkial Page 20

Page 21: Asma Madon Ines

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat hidung

ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah dan berair (konjungtivitis alergi),

dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik) disertai mengi, flu berulang, sakit

akibat perubahan musim atau pergantian cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena

masalah pernapasan (saat berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat

keluarga (riwayat asma, rhinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang

di dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk

mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu,

sofa kain beludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak seperti bau-

bauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang

merokok, di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta

blocker, aspirin, atau steroid.1

2. Pemeriksaan klinis

Untuk menetukan diagnosis asma harus dilakukan anamnesis secara rinci, menetukan

adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan fisik pasien asma,

sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks.

Pada inspeksi dapat ditemukan: napas cepat sampai sianosis, kesulitan bernapas,

menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan dada. Pada auskultasi dapat

ditemukan mengi, ekspirasi diperpanjang.1,9

3. Pemeriksaan penunjang

a. Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk

menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

b. Peak flow meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut

digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena

pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan

pemeriksaan objektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan

dibanding PFM oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk

diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM

dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam

diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

c. X-ray toraks.

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma

Asma Bronkial Page 21

Page 22: Asma Madon Ines

d. Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test), untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada

kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji

alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE

atopi dilakukan dengan cara radio allergo sorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit

tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

e. Petanda inflamasi

Derajat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas

penilaian objektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan

merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas

dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan

kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang

diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic

Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan

transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi tetapi jarang atau sulit

dilakukan di luar riset.

f. Uji hipereaktivitas bronkus/HRB

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan

berbagai test provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet

ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita

yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada subyek

alergi tanpa asma. Di samping ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek

alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2-20μm, tidak dalam

bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis

dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi non spesifik untuk mengetahui HRB dapat

dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau kering, histamin dan

metakolin.1

2.9. Diagnosis Banding dan Komplikasi Asma

1. Diagnosis banding

a. Bronkitis kronik

Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun

untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau

keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya

Asma Bronkial Page 22

Page 23: Asma Madon Ines

didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya

dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya

kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, dapat ditemukan sianosis dan

tanda-tanda cor pulmonal.

b. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang

menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak

pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati

menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan

hiperinflasi.

c. Gagal jantung kiri akut

Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada

malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea. Pasien tiba-tiba terbangun pada

malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada

anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal

jantung. Disamping ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan

edema paru.

d. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung

dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-natuk yang dapat

disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction,

irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan

perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.

e. Penyakit lainyang jarang

Seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliartritis nodusa.

2. Komplikasi asma

a. Pneumothoraks

b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

c. Atelektasis

d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

e. Gagal napas

Asma Bronkial Page 23

Page 24: Asma Madon Ines

f. Bronkitis

g. Fraktur iga

2.10. Pengobatan Asma

Pengobatan asma menurut GINA (Gobal Initiative For Asthma)

Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam suatu loka karya

Global Initiative For Asthma Management And Preventionyag dikoordinasikan oleh

National Health, Lung And Blood Institute Amerika Serikat dan WHO. Publikasi loka

karya tersebut yang dikenal sebagai GINA diterbitkan pada tahun 1995, dan diperbaharui

tahun 1998 dan 2002 dan hampir seluruh dunia mengikuti protokol pengobatan yang

dianjurkan. Namun cara pengobatan tersebut masih mahal bagi negara sedang

berkembang. Sehingga masing-masing negara dianjurkan membuat kebijakan sesuai

dengan kondisi sosial ekonomi serta lingkungannya.

Ada 6 komponen dalam pengobatan asma, yaitu:

a. Penyuluhan kepada pasien

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan kerjasama

antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini dapat tercapai bila pasien dan

keluarganya memahami penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta

efek samping.

b. Penilaian derajat beratnya asma

Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal

paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan. Seperti

telah dikemukakan sebelumnya, banyak pasien asma yang tanpa gejala, ternyata pada

pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan adanya obstruksi salura napas.

c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan

Di harapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma makin

berkurang atau derajat asma makin ringan.

d. Perencanaan obat-obat jangka panjang

Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan gejala asma, ada 3

hal yang harus dipertimbangkan

1) Obat-obat anti asma

2) Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga

3) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)

Asma Bronkial Page 24

Page 25: Asma Madon Ines

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat

yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan

dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut

menunjukkan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan

faktor pencetus.

Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:

1) Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera

2) Mengatasi hipoksemia

3) Mengambalikan fungsi paru kearah normal secepat mungkin

4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya

5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-cara

mengatasi dan mencegah serangan asma.

f. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien asma pada umumnya

memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan. Kunjungan yang teratur ini

diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari faktor

pencetus serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan

ini akan semakin jarang.9

Obat-obat anti asma

Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk mencegah dan mengendalikan gejala asma.

Fungsi penggunaan obat anti asma antara lain:9

Pencegah (controller) yaitu obat-obat yang dipakai setiap hari, dengan tujuan agar gejala

asma persisten tetap terkendali. termasuk golongan ini yaitu obat-obat anti inflamasi dan

bronkodilator kerja panjang (long acting). Obat-obat anti inflamasi kususnya kortikosteroid

hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Obat-obat anti alergi, bronkodilator

atau obat golongan lain sering dianggap termasuk obat pencegah. Meskipun sebenarnya

kurang tepat, karena obat-obat tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbatas

misalnya mengurangi serangan asma, mengurangi gejala asma kronik, memperbaiki fungsi

paru, menurunkan reaktifitas bronkus dan memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamasi

dapat mencegah terjadinya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis dan supresi. Dengan

pengobatan anti inflamasi jangka panjang ternyata perbaikan gejala asma, perbaikan fungsi

paru serta penurunan reaktifitas bronkus lebih baik bila di bandingkan bronkodilator.

Asma Bronkial Page 25

Page 26: Asma Madon Ines

Termasuk golongan pencegah adalah kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium

kromolin, natrium nedokromil, teofilin lepas lambat (TLL), agonis beta 2 kerja panjang hirup

(salmaterol dan formoterol) dan oral dan obat-obat anti alergi.9

Penghilang gejala (reliever) yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi bronko konstriksi dan

gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu

agonis beta 2 hirup kerja pendek (short acting), kortikosteroid sistemik, anti koinergik hirup,

teofilin kerja pendek, agonis beta2 oral kerja pendek.9

Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol) merupakan obat

terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat

mencegah serangan asma karena kegiatan jasmani. Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagai

penghilang gejala pada asma periodik.9

Peran kortikosteroid sitemik pada asma akut untuk mencegah perburukan gejala lebih

lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di

ruang rawat darurat atau rawat inap. Antikolinergik hirup atau ipatropium bromida selain

dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut, juga dipakai sebagai

obat alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping agonos beta 2.

Teofilin maupun agonis beta 2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa

memakai sediaan hirup.9

Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga

Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka menurut berat ringannya gejala, asma

dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang dipakai setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi,

kortikosteroid hirup, bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang (tabel

3).9

Tabel 3. Pengobatan asma jangka panjang menurut sistem anak tangga

Tahap Obat Pencegah Harian Pilihan LainAsma Intermitten Tidak diperlukan

Asma Persisten Ringan Kortikosteroid hirup 500μg BDP (beclomethasone diproprionate) atau ekuivalen

Teofilin lepas lambatKromolinAnti leukotrin

Asma Persisten Sedang Kortikosteroid hirup (200-1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA (long acting beta agonist)

- Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau ekuivalen + teofilin lepas lambat atau - Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau

Asma Bronkial Page 26

Page 27: Asma Madon Ines

ekuivalen + oral LABA atau - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen + anti leukotrin

Asma Persisten Berat Kortikosteroid hirup (>1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA satu atau lebih obat berikut bila diperlukan

- Teofilin lepas lambat

- Anti leukotrin- LABA oral- Kortikosteroid

oral- Anti IgE

Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien

Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui perjalanan dan

kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma,

dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Dengan mengunakan peak flow meter

pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari, dan membandingkan nilai APE yang

didapat pada waktu itu dengan nilai terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal.9

Seperti halnya lampu pengatur lalu lintas, berdasarkan nilai APE akan terletak pada wilayah:9

Hijau Berarti Aman

Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi, variabilitas kurang dari 20%. Tidur dan aktivitas

tidak terganggu. Obat-obat yang dipakai sesuai dengan tingkat anak tangga saat itu. Bila 3

bulan tetap hijau, pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.

Kuning Berarti Hati-Hati

Nilai APE luasnya 60-80% nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Gejala asma masih normal,

terbangun malam karena asma, aktivitas terganggu. Daerah ini menunjukkan bahwa pasien

sedang mendapat serangan asma.sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau

ditambah antara lain agonis beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid oral. Mungkin pula

Asma Bronkial Page 27

Page 28: Asma Madon Ines

tahap pengobatan yang sedang dipakai belum memadai, sehingga perlu dikaji ulang bersama

dokternya.

Merah Berarti Bahaya

Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila agonis beta 2 hirup tidak memberikan respon,

segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan agonis beta 2 hirup membaik, masuk ke

daerah kuning, obat diteruskan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilyah merah,

kortikosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan oksigen.9

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Asma Bronkial Page 28

Page 29: Asma Madon Ines

3.1. Kesimpulan

1. Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;

penyempitan ini bersifat reversible.

2. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan

asam basa

3. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan beberapa

selPelepasan mediatorMengaktivasi sel target saluran napas Bronkokonstriksi,

kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi refleks saraf.

4. Faktor Resiko Asma : faktor genetik, lingkungan, dan faktor lain.

5. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena pekerjaan.

6. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan gejala.

7. Diagnosis asma berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

8. Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut, emboli

paru, dan penyakit lainnya.

9. Komplikasi asma: pneumothoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dll.

10. Pengobatan asma menggunakan protokol pengobatan menurut GINA

3.2. Saran

1. Penderita asma sebaiknya menghindari faktor pencetus asma agar tidak terjadi

eksaserbasi.

2. Dokter seharusnya memberikan edukasi dan pendidikan kepada masyarakat,

khususnya penderita asma

DAFTAR PUSTAKA

Asma Bronkial Page 29

Page 30: Asma Madon Ines

1. Rengganis, I. 2008. Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11;Nopember 2008.

2. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar SP, et al. Allergy And Asthma, The Scenario In Indonesia. In: Shaikh WA. Editor. Principles And Practice Of Tropical Allergy And Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publisher; 2006.707-36

3. Anonim. 2009. Patofisiologi asma.http://ayosz.wordpress.com/2009/01/07/patofisiologi-asma/

4. Ohrui T, Yasuda H, Yamaya M, Matsui T, Sasaki H. Transient Relief Of Asthma Symptoms During Jaundice: A Possible Beneficial Role Of Bilirubin. Department of Geriatric and Respiratory Medicine, Tohoku University School of Medicine

5. Tanjung, D. 2008. Asma bronhkiale. http://forbetterhealth.wordpress.com/author/forbetterhealthy/asma-bronkhiale diakses tanggal 22 mei 2011

6. Healthzone. 2008. Asma bronkhiale. http://puskesmas-oke.blogspot.com/2008/12/asma-bronkial.htmldi akses tanggal 25 Mei 2011

7. Alsagaff, H., Mukty, A. 2009. Anatomi dan Faal Pernapasan dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Edisi 6. Airlangga University Press: Surabaya

8. Rahmawati, I., Yunus, F., Wiyono, WH. 2003. Artikel: Tinjauan Kepustakaan Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Persahabatan: Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 141, 2003

9. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

BAB IV

LAPORAN KASUS

Asma Bronkial Page 30

Page 31: Asma Madon Ines

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Muhammad Zikri/Laki-laki/ 12 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : Pelajar/ SMP kelas 5 SD

c. Alamat : Jl. Kampung Tangah RT 03, Belimbing, Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Belum Menikah

b. Jumlah Saudara : 2 orang

c. Status Ekonomi Keluarga : Kurang, penghasilan orangtua Rp. 1.500.000,-/bulan

d. KB : Tidak ada

e. Kondisi Rumah :

- Rumah permanen, perkarangan sempit, luas bangunan 80 m2

- Terdiri atas 2 kamar, 1 kamar untuk orang tua, dan 1 kamar lagi untuk pasien

dan adik pasien, di rumah duduk dengan karpet. Karpet dicuci sekali setahun.

- Ventilasi dan pencahayaan baik

- Listrik ada

- Sumber air minum : air galon, untuk kebutuhan MCK : air sumur

- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah, jarak septik tank dari rumah ± 5 meter

- Sampah dibuang ke dalam bak sampah yang kemudian di buang ke tempat

pembuangan sampah sementara

Kesan : higiene dan sanitasi cukup baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga

- Pasien tinggal bersama orangtua dan adiknya

- Tinggal di lingkungan perumahan yang cukup padat penduduk

3. Aspek Psikologis di keluarga

- Hubungan dengan keluarga baik, orang tua perhatian kepada pasien

4. Keluhan Utama

Batuk berdahak disertai sesak nafas tadi malam

Asma Bronkial Page 31

Page 32: Asma Madon Ines

5. Riwayat Penyakit Sekarang

- Batuk berdahak disertai sesak nafas tadi malam. Dahak bewarna putih kental.

Sekarang sesak sudah tidak ada, namun batuk masih ada. Keluhan batuk ini

sering dialami oleh pasien, terutama jika suhu dingin, bahkan pernah batuk

dan sesak disertai dengan bunyi nafas yang menciut.

- Batuk disertai sesak nafas biasanya terjadi kurang dari 1x perbulan, lama

serangan ± 5 menit, kemudian membaik setelah diberikan obat yang didapat di

Puskesmas dan pasien bisa beraktivitas seperti biasa. Pasien tidak tau nama

obatnya, biasanya obat tersebut digunakan kalau pasien mengalami sesak dan

sesak hilang setelah memakan obat tersebut. Saat serangan datang, tidur

malam sedikit terganggu, namun pasien masih bisa berjalan, berbaring dan

berbicara.

- Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai bersin-

bersin tidak ada

- Riwayat demam tidak ada

- Riwayat nyeri dada tidak ada

- Riwayat kontak dengan unggas mati mendadak tidak ada

- Riwayat sering berkeringat pada malam hari tidak ada

- Riwayat kontak dengan penderita batuk- batuk lama tidak ada

- Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim tidak ada

- Riwayat alergi obat- obatan tidak ada

6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga

- Ayah pasien mempunyai riwayat alergi kulit terhadap ikan asin dan makanan

laut

- Nenek pasien menderita asma sejak muda

7. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : CMC

Nadi : 90 x/ menit

Nafas : 20 x/menit

TD : 120/80 mmHg

Asma Bronkial Page 32

Page 33: Asma Madon Ines

Suhu : 36,7 0C

BB : 25 kg

TB : 135 cm

Status Internus

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kulit : Turgor kulit normal, sianosis tidak ada

Dada :

Paru

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan : LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )

Perkusi : Timpani

Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : reflex fisiologis ++/++, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-

8. Diagnosis Kerja

Asma Bronkial Episodik Jarang Serangan ringan

9. Diagnosis Banding : Tidak ada

10. Pemeriksaan Anjuran : Spirometri

11. Manajemen

Asma Bronkial Page 33

Page 34: Asma Madon Ines

a. Preventif :

- Hindari faktor pencetus, seperti cuaca dingin, debu, dan makanan tertentu

- Menyarankan agar di rumah pasien tidak usah menggunakan karpet, mencuci

gorden pintu setiap 3 bulan serta menjaga agar badan tetap hangat saat cuaca

dingin terutama malam dan dini hari.

b. Promotif :

- Edukasi kepada pasien tentang tatacara menghindari faktor pencetus

- Edukasi kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaan penyakit apabila

dalam serangan

- Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan

kerjasam antara pasien, keluarganya, guru sekolah pasien serta tenaga

kesehatan. Hal ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memahami

penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek samping.

c. Kuratif :

- Salbutamol tablet 2 mg bila serangan muncul, dapat diulang tiap 4-6 jam

- Ambroxol tab 30 mg (3 x 1 tab/hari)

- Becefort syr 1 x 1 cth

d. Rehabilitatif :

- Jika serangan asma semakin bertambah berat, maka segera konsulkan ke

puskesmas atau RS terdekat

Resep

Dinas Kesehatan Kodya Padang

Asma Bronkial Page 34

Page 35: Asma Madon Ines

Puskesmas Belimbing

Dokter : Madona, Rona

Tanggal : 1 Februari 2013

R/ Salbutamol tab 2 mg No. X

∫ prn tab I max 6 dd

__________________________________________£

R/ Ambroxol 30 mg No. X

∫ 3 dd tab I

__________________________________________£

R/ Becefort syr Fls. I

∫ 1 dd cth I

__________________________________________£

Pro : M.Zikri

Umur : 12 tahun

Alamat : Jl Kampung Tangah RT 03, Belimbing, Padang

BAB V

DISKUSI

Asma Bronkial Page 35

Page 36: Asma Madon Ines

Seorang pasien, laki-laki, umur 12 tahun datang dibawa oleh orangtua nya ke

Puskesmas Belimbing tanggal 1 Februari 2013 didiagnosis dengan asma bronkial episodik

jarang serangan ringan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis pasien mengeluhkan batuk berdahak disertai sesak nafas tadi malam,

sekarang sesak sudah tidak ada, namun batuk masih ada. Keluhan batuk disertai sesak nafas

ini sering dialami oleh pasien, terutama jika suhu dingin, bahkan pernah sesak disertai dengan

bunyi nafas yang menciut. Batuk disertai sesak nafas biasanya terjadi kurang dari 1x

perbulan, lama serangan ± 5 menit, kemudian membaik setelah diberikan obat yang didapat

di Puskesmas dan pasien bisa beraktivitas seperti biasa. Pasien tidak tau nama obatnya,

biasanya obat tersebut digunakan kalau pasien mengalami sesak dan sesak hilang setelah

memakan obat tersebut. Saat serangan datang, tidur malam sedikit terganggu, namun pasien

masih bisa berjalan, berbaring dan berbicara. Ayah pasien mempunyai riwayat alergi kulit

terhadap ikan asin dan makanan laut dan nenek pasien menderita asma sejak muda. Dari

pemeriksaan fisik tidak ditemukan wheezing.

Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak, asma didefinisikan sebagai wheezing

dan / atau batuk dengan karakter sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik

cendrung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus

diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

pengobatan serta adanya riwayat asma atau atopi lain dalam keluarganya, sedangkan sebab-

sebab lain sudah disingkirkan. Pada pasien ini ditemukan gajala yang sesuai dengan definisi

asma pada Pedoman Nasional Asma Anak. Serangan muncul kurang dari 1 x per bulan, dan

lama serangan lebih kurang 5 menit menujukkan bahwa derajat penyakit pasien adalah asma

episodik jarang. Pada pemeriksaan paru tidak lagi ditemukan sesak nafas yang disertai

wheezing, namun dari anamnesis diketahui bahwa pasien masih bisa berbaring dan bicara

dalam kalimat ini menunjukkan derajat penyakit pasien adalah ringan. Jadi diagnosis pasien

ini adalah Asma bronkial episodik jarang serangan ringan.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Salbutamol 2 mg bila sesak muncul dan

dapat diulangi tiap 4-6 jam. Pasien tetap dibekali obat reliever/pereda untuk digunakan saat

serangan saja dan pasien ini tidak perlu diberikan obat controller/pengendali karena pasien

masih asma episodik derajat ringan ( berdasarkan buku Pedoman Asma Anak Nasional).

Pasien dianjurkan untuk pemeriksaan spirometri untuk mengetahui fungsi paru. Selain

diberi obat, tatalaksana terpenting dari asma adalah menghindari faktor pencetus dan kontrol

secara teratur serta perlu kerjasama semua anggota keluarga dan guru di sekolah untuk

Asma Bronkial Page 36

Page 37: Asma Madon Ines

memberikan dukungan pada pasien dalam pengobatan karena pengobatan asma butuh waktu

yang lama.

Asma Bronkial Page 37