Asma Bronkial

25
ASMA BRONKIAL I. Definisi Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran pernafasan yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran nafas, dan peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivasi) (Sudoyo, 2006). Obstruksi saluran nafas memberikan gejala- gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak nafas. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mucus, kontraksi dan hipertropi otot polos bronkus. Diduga, baik obstruksi maupun peningkatan respon terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran nafas. II. Epidemiologi Asma dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, factor keturunan, serta factor lingkungan. Pada masa anak- anak, prevalensi laki- laki berbanding perempuan adalah 1,5 : 1. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%. 1

description

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran pernafasan yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran nafas, dan peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivasi) (Sudoyo, 2006).

Transcript of Asma Bronkial

ASMA BRONKIAL

I. DefinisiAsma adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran pernafasan yang reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran nafas, dan peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivasi) (Sudoyo, 2006).Obstruksi saluran nafas memberikan gejala- gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak nafas. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran nafas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mucus, kontraksi dan hipertropi otot polos bronkus. Diduga, baik obstruksi maupun peningkatan respon terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran nafas.

II. EpidemiologiAsma dipengaruhi oleh banyak factor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, factor keturunan, serta factor lingkungan. Pada masa anak- anak, prevalensi laki- laki berbanding perempuan adalah 1,5 : 1. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.

III. KlasifikasiPada klasifikasi ini, asma bronkial dibedakan antara faktorfaktor yang menginduksi inflamasi dan menimbulkan penyempitan saluran nafas dan hiperaktivitas (inducers) dengan faktor yang dapat mencetuskan konstriksi akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini, asma terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik.

a. Asma EkstrinsikAsma ekstrinsik, sebagian besar ditemukan pada pasien anak. Jenis asma ini disebabkan oleh alergen. Gejala awal dapat berupa hay fever atau ekzema yang timbul karena alergi (imunologi individu peka terhadap alergen) dan dalam keadaan atopi. Alergen yang menyebabkan asma ini biasanya berupa protein dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut, atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat. Perlu diketahui meskipun alergen tersebut dalam jumlah yang sedikit, tetap dapat menyerang asma pada anak. Namun demikian, jenis asma ini dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan usia.

b. Asma IntrinsikAsma intrinsik atau idiopatik, sering tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas. Faktor yang non spesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi, dapat memicu serangan asma. Asma intrinsik cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik ini lebih sering timbul pada individu yang usianya di atas 40 tahun. Biasanya, penderita asma ini juga terserang polip hidung, sinusitis berulang, dan obstruksi saluran pernafasan berat yang memberikan respons pada aspirin yang telah dicampur dalam berbagai macam kombinasi. Serangan asma ini berlangsung lama dan disertai adanya mengi tanpa faktor atopi. Terjadinya serangan asma yang terus menerus dapat menyebabkan bronkitis kronik dan emfisema.

IV. PatofisiologiCiri khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang disebabkan oleh spasme atau konstriksi otot-otot polos bronkus, pembengkakan atau edema mukosa bronkus, dan hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002; Sundaru, 2001). Saluran nafas yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm, tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas. Walaupun asma pada prinsipnya adalah suatu kelainan pada jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru.Smeltzer (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar. Sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi dengan udara terperangkap dalam jaringan paru (Smeltzer, 2002). Ketiga faktor tersebut selanjutnya dapat menimbulkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.V. Patogenesis

Konsep patogenesis asma adalah inflamasi kronis, berupa penyempitan dinding saluran pernafasan yang menyebabkan aliran udara yang keluar semakin terbatas, selain itu saluran nafas yang semakin responsif ketika menerima rangsangan dari beberapa stimulan. Ciri khas inflamasi saluran pernafasan adalah bertambahnya jumlah aktivitas eosinofil, sel mast, makrofag, limfosit T di mukosa saluran pernafasan dan lumen. Bersamaan dengan terjadinya inflamasi kronis terjadi, stimulan epitel brokial memperbaiki radang sehingga terjadi pergantian fungsi dan struktural (biasanya disebut remodeling). Hal ini berlangsung secara terus menerus sehingga timbul gambaran khas asma dari respon inflamasi dan remodeling saluran pernafasan. Masuknya agen lingkungan ke dalam pejamu dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap sel saluran pernafasan. Saluran pernafasan terdiri dari otot polos dan sel-sel kelenjar traktus respiratorius. Pengaruh agen lingkungan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan kontraktilitas dengan bronkonspasme dan peningkatan sekresi mukus yang merupakan ciri khas dari asma.Pada mekanisme imun, masuknya agen lingkungan ke dalam tubuh diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells = sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan agen lingkungan tersebut dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel T penolong memberikan paparan agent lingkungan kepada interleukin atau sitokin agar selsel plasma membentuk IgE, dan beberapa agen melewati sel fagosit atau sel mediator terlebih dahulu. Sel fagosit adalah elemenelemen yang terlibat dalam proses penelanan dan memakan partikelpartikel dari lingkungan eksterna; dapat dipandang sebagai penghalang antara lingkungan dan sel sasaran, melindungi sel sasaran dari injuri selanjutnya. Fagositosis dilakukan oleh makrofag, neutrofil, dan eosinofil. Sel-sel ini, bersamaan dengan mekanisme efektor yang dipicu dalam mobilitasnya. Beberapa faktor kemotaktik yang dibangkitkan dari sistem komplemen atau berasal dari limfosit yang dapat menyebabkan berkumpulnya sel-sel fagosit di daerah inflamasi. Pengaruh dari proses ini adalah mobilisasi sel fagosit yang digunakan untuk perlindungan sel sasaran dari injuri. Namun terkadang sel fagosit dapat menambah injuri jaringan dengan keluarnya produkproduk intraseluler, seperti terjadinya alterasi dalam kumpulan epitel, abnormalitas dalam kontrol saraf autonomik pada irama saluran pernafasan, mukus hipersekresi, perubahan fungsi mokosiliary, dan otot polos pada saluran pernafasan yang responsive.Agen lingkungan juga melakukan interaksi dengan sel mediator. Sel mediator melakukan fungsinya dengan melepaskan zat-zat kimia yang mempunyai aktivitas biologik, misalnya menambah permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran pernafasan, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan saluran pernafasan yang hiperrespons. Sel-sel mediator, hampir sama dengan sel sasaran yang mewakili jenis kelompok morfologi heterogen seperti sel mast, basofil, dan neutrofil yang mampu mempengaruhi asma.Respon interaksi agen lingkungan terhadap sel-sel mediator, terjadi pembentukan dan pelepasan beberapa zat yang dapat berpotensi sebagai pencetus asma. Zat-zat tersebut diantaranya histamin, serotinin, kinin, prostaglandin, tromboksan, leukotrin C4, D4, dan E4 (yang merupakan substansi reaktif lambat dari anafilaksis), faktor kemotaktik eosinofilik dari anafilaksis (ECF-A), dan faktor pengaktif trombosit. Terbentuknya zat tersebut, dapat mempengaruhi respons imunologi nonspesifik dan bekerja dengan sel sasaran seperti alergi dan asma ekstrinsik, atau sel fagosit dengan peningkatan kemotaksik. Bronkokonstriksi timbul akibat adanya reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

VI. Gambaran KlinisGambaran klinis asma adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai secret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan secret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough varian asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering berhubungan antara pemanjaan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.Asma alergik berbeda dengan asma akibat pekerjaan. Gejalanya biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik pada akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

VII. Diagnosa BandingA. Bronkitis KronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.B. Emfisema ParuSesak merupakan gejala utamanya dan jarang disertai mengi dan batuk. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, penderita selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun dan suara sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.C. Gagal Jantung KiriDulu disebut asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Penderita biasanya terbangun pada malam hari karena sesak dan apabila pasien duduk sesaknya berkurang atau menghilang. Selain ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru.

VIII. Pemeriksaan PenunjangSpirometriCara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan nebulizer) golongan adrenergic beta. Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnose asma.

Tes provokasi bronkusBila uji spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hipereaktivitas bronkus dilakukan tes provokasi bronkus. Uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dngan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna.

Pemeriksaan sputumSputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronchitis kronik.

Uji kulitTujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibody IgE spesifik dalam tubuh.

Foto dadaPemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, ateletaksis, dan lain-lain.

IX. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : Status asmatikus Ateletaksis Hipoksemia Pneumothoraks Emfisema

X. Klasifikasi Derajat Asma

Berdasarkan EtiologiKlasifikasi asma berdasarkan etiologi telah banyak dikemukakan, terutama yang berhubungan dengan lingkungan. Bagaimanapun, klasifikasi ini terbatas pada pasien yang tidak dapat diidentifikasi ada tidaknya penyebab lingkungan lainnya. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit asma memberikan manfaat, karena seringkali etiologi dapat diketahui oleh pasien bila pasien tersebut memperhatikan. (Kasper, 2004)Berdasarkan Berat PenyakitKlasifikasi asma berdasarkan berat bermanfaat ketika keputusan:1. Asma intermiten ringan, gejala terjadi kurang dari seminggu sekali dengan fungsi paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.1. Asma persisten ringan, gejala muncul lebih dari sekali dalam seminggu dengan fungsi paru normal atau mendekati normal diantara episode serangan.1. Asma persisten moderat, gejala muncul setiap hari dengan keterbatasan jalan napas ringan hingga moderat.1. Asma persisten berat, gejala muncul tiap hari dan mengganggu aktivitas harian. Terdapat gangguan tidur karena terbangun malam hari, dan keterbatasan jalan napas moderat hingga berat.1. Asma berat, gejala distress berat hingga tidak bisa tidur. Keterbatasan jalan napas yang kurang respon terhadap bronkodilator inhalasi dan dapat mengancam nyawa.Intermitent

Gejala kurang dari seminggu sekaliKekambuhan Gejala malam hari tidak lebih dari dua kali sebulan FEV1 atau PEV 80% Variasi PEF atau FEV1 < 20%

Persisten ringan

Gejala muncul lebih dari sekali seminggu namun kurang dari sekali sehariKekambuhan dapat mengganggu aktivitas dan tidurGejala malam hari lebih dari dua kali sebulan FEV1 atau PEV 80% Variasi PEF atau FEV1 < 20-30%

Persisten sedang

Gejala muncul lebih tiap hariKekambuhan dapat mengganggu aktivitas dan tidurGejala malam hari lebih dari sekali seminggu FEV1 atau PEV 60- 80% Variasi PEF atau FEV1 > 30%

Persisten berat

Gejala muncul tiap hariKekambuhan seringGejala malam hari seringAktivitas fisik terbatas FEV1 atau PEV 60% Variasi PEF atau FEV1 > 30%

Berdasarkan Derajat AsmaParameter klinis, kebutuhan obat, dan faal paruAsma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten

1. Frekuensi serangan 1x / bulanSering

2. Lama serangan< 1 minggu 1 mingguHampir sepanjang tahun, tidak ada remisi

3. Intensitas seranganBiasanya ringanBiasanya sedangBiasanya berat

4. Di antara seranganTanpa gejalaSering ada gejalaGejala siang dan malam

5. Tidur dan aktifitasTidak tergangguSering terganggu Sangat terganggu

6. Pemeriksaan fisis di luar seranganNormal (tidak ditemukan kelainan)Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)Tidak pernah normal

7. Obat pengendali (anti inflamasi)Tidak perluPerlu, non steroidPerlu, steroid

8. Uji faal paru (di luar serangan)PEF/FEV1 >80%PEF/FEV1 60-80%PEF/FEV1 15%Variabilitas >30%Variabilitas >50%

Berdasarkan Kontrol AsmaKontrol asma dapat dilakukan dalam berbagai cara. Secara umum, dibagi kedalam pencegahan atau pengobatan. Idealnya, tidak hanya dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik saja, namun juga berdasarkan temuan marker inflamasi dan patofisiologi pada penyakit tersebut. Dikarenakan pemeriksaan dengan biopsy endobronkial atau eosinofil sputum atau ekhalasi FeNO mahal, maka disarankan untuk melakukan control asma berdasarkan gejala klinis yang ada, termasuk abnormalitas tes fungsi paru. KarakteristikTerkontrol Terkontrol-sebagianTidak terkontrol

Gejala harianTidak ada ( 2x atau kurang/minggu)Lebih dari 2x/mingguTiga atau lebih gejala terkontrol-sebagian dalam seminggu

Keterbatasan aktivitasTidak adaAda

Terbangun malam hariTidak adaAda

Membutuhkan terapiTidak ada (2x atau kurang/ minggu)Lebih dari 2x/minggu

Fungsi paru (PEF atay FEV1)Normal800 g/hari) Glukokortikosteroid inhalasi (400800 g/hari) ditambah leukotriene modifiers b. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis -2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 34 kali sehari, atau Agonis -2 kerja singkat oral, atau Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis -2 kerja singkat Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol c. Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis -2 kerja lama inhalasi d. Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah 4. Asma Persisten Berat Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal mungkin Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma, dengan pilihan: Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis -2 kerja lama inhalasi Beclomethasone dipropionate: >800 g/hari Selain itu teofilin lepas lambat, agonis -2 kerja lama oral, dan leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis -2 kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas

Non Farmakologi0. Pendidikan / Edukasi Kepada Penderita Dan Keluarga Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak. (Medlinux,2008) Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah : a. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma : Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna. Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur. (Medlinux,2008) b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti : Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora jamur. Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu. Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Infeksi saluran pernafasan. Pemakaian narkoba atau napza serta merokok. Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan. Stres fisik atau kelelahan. (Medlinux,2008) Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas. (Medlinux,2008) c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan mengurangi serangan : Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual). Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es. Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza. Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan. Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab. Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis. Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek. Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun obat profilaksis. Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat guna membantu pengenceran dahak. Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan dengan temperatur hangat. (Medlinux,2008) d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat obatan yang diberikan oleh dokter : Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus. Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan. Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak. Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran nafas. (Medlinux,2008) e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.

f. Mengetahui kapan self treatment atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter. (Medlinux,2008). Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti : Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang. (Medlinux,2008)

DAFTAR PUSTAKA

Fauci AS, Brunwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA: The McGraw-hill Companies. 2008; 1596-1607.Mangunnegoro H, et al. Asma: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004.Sutoyo DK, Setyanto DB, Rengganis I, Yunus F, Sundaru H. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: Dewan Asma Indonesia. 2011.Bateman ED, et al. Global strategy for asthma management and prevention. Global Initiative for Asthma; 2011.Schatz M, SorknessCA, Li JT,Marcus P,Murray JJ, NathanRA,et al. Asthma control test: reliability, validity, and responsiveness in patients previously followed by asthma specialists. J Allergy Clin Immunol. 2006;117: 549-56

17