Askep SLE Anak Melati 4 RSS
description
Transcript of Askep SLE Anak Melati 4 RSS
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN AN.”L”
DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
Disusun Oleh:
Dita Amanda Sakti P07120111008
Feri Suhindra P07120111015
Fery Agustina P07120111016
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2013
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN AN.”L”
DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)
DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO
Disusun Oleh :
Dita Amanda Sakti P07120111008
Feri Suhindra P07120111015
Fery Agustina P07120111016
TINGKAT III REGULER
Telah mendapat persetujuan pada tanggal ___ September 2013
Oleh :
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik
Ambarwati, S.Kep.Ns Eko Suryani, S.Pd, S.Kep, M.A
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
“Lupus” adalah nama latin untuk “srigala”, dan dikenal luas dalam ilmu
kedokteran bahwa “ruam kupu-kupu” yang dilihat di pipi sebagai penderita lupus serupa
dengan wajah srigala sehingga disebut lupus-erythematosus kali pertama untuk
menyebut kelainan kulit oleh orang Prancis, Pierre Cazenave, pada 1851.
SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun, artinya
tubuh menghasilkan antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel
kanker yang ada di tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata
merusak organ tubuh sendiri (Djauzi, 2009).
SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau
imflamasi multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system
imun (Albar, 2003).
Secara sederhana, lupus erythemetosus terjadi karena tubuh menjadi alergi
terhadap dirinya sendiri. Dalam istilah immunologi dapat dikatakan, lupus adalah
kebalikan apa yang terjadi kanker maupun AIDS. Pada Lupus, tubuh melakukan reaksi
yang berlebihan terhadap stimulus asing dan memproduksi banyak antibodi atau protein-
protein yang melawan jaringan tubuh sendiri. Karena itu, lupus disebut dengan penyakit
autoimun (auto berarti dengan sendirinya) (Wallace, 2007).
B. PREVALENSI
Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. SLE lebih sering
ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Amerika, Cina, dan mungkin juga
Filipina. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda – beda, dari berbagai sumber
didapatkan data antara lain :
1. Di Amerika Serikat, insiden penyakit SLE adalah 14.6 – 50.8 kasus/100.000 orang
sedangkan prevalensinya 24- 100/100.000 orang. The Lupus Foundation of America
(LFA) memperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika Serikat menderita penyakit
SLE dengan berbagai tipe terutama wanita. Orang Amerika keturunan Afrika,
Hispanik, orang Amerika asli dan orang Asia memiliki resiko besar untuk menderita
penyakit SLE. Di Amerika menunjukkan bahwa angka kematian dan kesakitan
tertinggi berada di kalangan Negro, kemudian diikuti oleh orang-orang dari Puerto
Ricans baru oleh orang-orang kulit putih. Perbedaan ras, disebabkan oleh variasi
normal dari g globulin, di mana kadar ini lebih tinggi di kalangan kaum Negro.
2. Prevalensi penyakit SLE di Swedia adalah 36/100.000 orang.
3. Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orang Asia 40/100.000 orang
4. Di negara Eropa prevalensi SLE 20/100.000 orang
5. Penyakit SLE lebih sering menyerang pada usia 15 – 40 tahun tetapi semua umur
bisa saja terkena, penyakit SLE lebih sering menyerang pada wanita daripada pria
( 9 : 1 ) sedangkan pada anak-anak meningkat 10 : 1.
6. Pada wanita Eropa umur 15 -24 tahun prevalensinya 1/700 orang wanita
7. Pada wanita Amerika-Afrika umur 15 – 24 tahun prevalensinya 1/245 orang wanita
Yang menarik perhatian adalah penyakit SLE jarang ditemukan di Afrika. Ada 2
kemungkinan penyebabanya yaitu :
a. faktor resiko lingkungan lebih banyak di Amerika Serikat dan Eropa dibanding
kan dengan Afrika.
b. Campuran dari gen keturunan Afrika dengan orang Eropa menghasilkan gen-gen
yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit SLE ini. Terdapat juga
tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi
penyakit.
8. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia.
Data yang terakhir diperoleh RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,
didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi
Penyakit Dalam, sementara RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE
atau 10,5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik Reumatologi.
Penyakit lupus justru kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia
50 tahun sekalipun ada juga pria yang mengalaminya. Organ reproduksi wanita
menghasilkan estrogen dan progesteron, hormon pria disebut dengan androgen di mana
testosteron menjadi hormon paling penting. estrogen atau hormon pada wanita dapat
meningkatkan autoimmunity dan secara tidak langsung menimbulkan peradangan,
padahal androgen (hormon pria) secara keseluruhan menekan autoimmunity. Estrogen
meningkatkan produksi autoantibody. Menghambat fungsi sel pembunuh alami dan
mnyebabkan atrophy pada kelenjar thymus. Lebih lanjut, pada SLE, estrogen mengalami
proses metabolisme secara berbeda. Akibat kelainan pada jalur kimia (disebut 16 alpha-
hydroxylation), pasien lupus memiliki jumlah 16 alpha-hydroxylation dan estriol
metabolite lebih banyak. Pria pasien lupus memiliki jumlah testosteron dan androgen lain
yang kurang dari angka normal.
Pasien yang mengalami sindrom klinifelter labih cenderung mengidap SLE
dan berhubungan langsung dengan kelebihan hormon wanita. Pada kehamilan dari
perempuan yang menderita penyakit lupus, sering diduga berkaitan dengan kehamilan
yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun bayi meninggal
saat lahir. Survei 1960-an menyatakan bahwa meyoritas jenis kelamin janin yang
dikandung wanita pasien SLE yang keguguran adalah laki-laki. Ini menunjukkan bahwa
janin yang berjenis kelamin laki-laki tidak dilahirkan (resiko SLE), ini juga dapat
menjelaskan mengapa sedikit pria yang mengidap SLE.
C. KLASIFIKASI
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus
Yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang
menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas
eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini
timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di
bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).
2. Systemics Lupus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap
dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid
dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime
pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).
3. Drug-Induced
Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat,
obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk
berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh
sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang
benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000). Gejala-gejalanya biasanya menghilang
setelah pemakaian obat dihentikan.
Tabel II.1 Obat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2000).
Definitely *tinggi* Possible *sedang* Unlikely *rendah*
Hidralazin
Prokainamid
Isoniazid
Klorpromazin
Antikonvulsan
Metimazol
Penisilinamin
Sulfasalazin
Propitiourasil
Metildopa
Fenitoin
Kaptropil
Lisinopril
Enalapril
Sulfonamid
Nitrofurantoin
Simetidin
D. ETIOLOGI
Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,
Diduga ada beberapa faktor yang terlibat, antara lain:
1. Genetik
2. Infeksi, virus
3. Sinar ultraviolet
4. Stress
5. Obat-obatan
Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang
akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus
bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali
sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering
terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon
(terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat
menghasilkan anti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam komplek
imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan kerusakan
multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self
tolerance bersama aktifitas selbe. Hal ini dapat terjadi karena beberapa factor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
E. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala umum dari penyakit lupus antara lain:
1. Demam
2. Lelah
3. Merasa tidak enak badan
4. Penurunan berat badan
5. Ruam kulit
6. Ruam kupu-kupu
7. Ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
8. Sensitif terhadap sinar matahari
9. Pembengkakan dan nyeri persendian
10. Pembengkakan kelenjar
11. Nyeri otot
12. Mual dan muntah
13. Nyeri dada pleuritik
14. Kejang
15. Psikosa.
16. Hematuria (air kemih mengandung darah)
17. Batuk darah
18. Mimisan
19. Gangguan menelan
20. Bercak kulit
21. Bintik merah di kulit
22. Perubahan warna jari tangan bila ditekan
23. Mati rasa dan kesemutan
24. Luka di mulut
25. Kerontokan rambut
26. Nyeri perut
27. Gangguan penglihatan.
F. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan.
Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti
dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor (TNF) dan interferon
tipe 1 dan 2 (IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte stimulator (BLyS) serta
Interleukin (IL)-10. Peningkatan regulasi gen yang dipicu oleh interferon merupakan
suatu petanda genetik SLE. Namun, sel lupus T dan natural killer (NK) gagal
menghasilkan IL-2 dan transforming growth factor (TGF) yang cukup untuk memicu
CD4+ dan inhibisi CD8+. Akibatnya adalah produksi autoantibodi yang terus menerus
dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan dengan jaringan target,
disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan sel darah yang
berikatan dengan Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan
pelepasan kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif, dan enzim perusak.
Pada SLE, sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada SLE
adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel
nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali
sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam autoantibodi pada penderita SLE.
Kerusakan organ disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan
komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk 4 istamin
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan memudahkan
mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini akan terdeposit pada
organ sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada organ tersebut.
Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan
memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan
manifestasi klinis SLE tergantung dari organ mana yang terkena. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali.
G. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit SLE menyerang banyak sistem dari tubuh, sehingga kemunculan
dan perjalanan penyakitnya bervariasi. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda
antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda.
Secara umum, manifestasi klinis penyakit SLE dapat dibedakan menjadi
manifestasi umum dan manifestasi khusus sesuai dengan organ targetnya. Manifestasi
SLE adalah sebagai berikut:
1. Manifestasi Umum
a. Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE.
b. Demam pada SLE dapat mencapai > 40oC tanpa leukositosis. Demam pada
penyakit ini biasanya tidak disertai dengan menggigil.
c. Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat demam dan menurunnya nafsu
makan.
d. Gejala konstitusional lain yang sering dijumpai pada penyakit SLE, yang timbul
sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya antara lain adalah rambut
rontok, mual muntah dan hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah
bening, bengkak dan sakit kepala.
Jika ditemukan trias demam, nyeri sendi dan rash pada wanita usia subur, harus
dipikirkan kemungkinan terjadinya SLE. Ini karena, ketiga gejala ini merupakan
manifestasi klinis yang paling sering pada penderita SLE.
2. Manifestasi Khusus
a. Manifestasi Muskuloskeletal
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang
panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.
b. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh
sinar matahari.
c. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam
selsel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal
yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
d. Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa
terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.
Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
e. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
f. Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,
endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai
akibat dari keadaan tersebut.
g. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.
h. Manifestasi Gastrointestinal
Mual, seringkali dengan muntah, dan diare dapat menjadi manifestasi dari suatu
serangan SLE, seperti nyeri abdominal difus yang disebabkan oleh peritonitis
autoimun.
i. Manifestasi Okuler
Sindrom Sicca atau Sindrom Sjögren dan konjungtivitis nonspesifik umum terjadi
pada SLE namun jarang membahayakan penglihatan. Berbeda dengan vaskulitis
retinal dan neuritis optik yang merupakan manifestasi berat. Kebutaan dapat
terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Manifestasi okuler pada SLE
disebabkan oleh pelbagai mekanisme. Antaranya adalah deposit kompleks imun,
vaskulitis dan thrombosis. Antibodi anti fosfolipid dapat menyebabkan penyakit
vasooklusif pada retina. Gambaran kelainan mata yang dapat ditemukan antara
lain adalah pada:
1) Palpebra : Kelainan palpebra inferior dapat merupakan bagian dari erupsi
kulit yang tak jarang mengenai pipi dan hidung.
2) Konjungtiva : Sindroma mata kering (konjungtivitis Sicca) dan konjungtivitis
nonspesifik umum terjadi pada SLE namun jarang membahayakan
penglihatan. Pada permulaannya konjungtiva menunjukkan sedikit sekret
yang mukoid disusul dengan hiperemia yang intensif dan edema membran
mukosa. Reaksi ini dapat lokal atau difus. Reaksi konjungtiva yang berat
dapat menyebabkan pengerutan konjungtiva.
3) Sklera : Pada sklera dapat ditemukan skleritis anterior yang difus atau
noduler yang makin lama makin sering kambuh dan setiap kali kambuh
keadaan bertambah berat. Dengan bekembangnya penyakit, skleritis berubah
menjadi skleritis nekrotik yang melanjut dari tempat lesi semula ke segala
jurusan sampai dihentikan dengan pengobatan.
4) Uvea : Terjadi kelainan akibat radang sklera. Jarang menimbulkan sinekia.
5) Retina : Dapat menimbulkan retinopati pada kira-kira 25% penderita.
Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh
proses peradangan. Keterlibatan retina pada SLE merupakan manifestasi
terbanyak kedua setelah keratokonjungtivitis sicca. Penderita retinopati SLE
memiliki penyakit sistemik yang aktif dan penurunan angka kesembuhan
yang signifikan. Oleh karena itu, monitoring ketat dan pengobatan yang
aggresif pada pasien-pasien dengan retinopati SLE sangatlah penting.
Keluhan nyeri pada mata atau gangguan penglihatan pada pasien SLE
memerlukan tindakan yang segera dan specialistik.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat penyakitnya
sendiri ataukomplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit SLE sendiri yang
paling seringterjadi adalah infeksi sekunder karena system immune penderita yang
immunocompromised.Selain itu, sering juga terjadi komplikasi penyakit aterosklerosis
akibat peningkatanantiphospholidip antibody. Komplikasi akibat pengobatan SLE adalah
infeksi oportunistik akibat terapiimunosupresan jangka panjang, osteonekrosis, dan
penyakit aterosklerosis dan infark miokardprematur
Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :
1. Serangan pada Ginjal
a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a. Pleuritis
b. Pericarditis
c. Efusi pleura
d. Efusi pericard
e. Radang otot jantung atau Miocarditis
f. Gagal jantung
g. Perdarahan paru (batuk darah)
3. Serangan Sistem Saraf
a. Sistem saraf pusat
1) Cognitive dysfunction
2) Sakit kepala pada lupus
3) Sindrom anti-phospholipid
4) Sindrom otak
5) Fibromyalgia (kondisi kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, dan
kepekaan dari otot-otot, tendon-tendon, dan sendi-sendi.).
b. Sistem saraf tepi
Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c. Sistem saraf otonom
gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak,
dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya
permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya
disebut lesi diskoid.
Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an:
a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif
terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus
lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut
berbentuk koin.
b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area
yang luas di bagian tubuh
c. Lesi non spesifik
d. Rambut rontok (alopecia)
e. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung
jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok
f. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di
sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
a. Radang sendi pada lupus
b. Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Darah
a. Anemia
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan
d. Limfositopenia
7. Serangan pada Hati
a. Hepatosplenomegali non spesifik
b. Hepatitis lupoid
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan urin, darah lengkap ( Hb, lekosit, trombosit, LED=laju endap darah )
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus
Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil
pemeriksaan darah pada penderita LES menunjukkan adanya anemia hemolitik,
trombositopenia, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR)
meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin
tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu, hasil
pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya proteinuria, hematuria,
peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast, heme granular atau sel darah merah
pada urin.
2. ANA test, antidsDNA.
a. ANA test = Anti Nuclear Antibody test. Nuclear adalah inti sel (nukleus). Antibodi
adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel kekebalan tubuh kita (limfosit) untuk
memerangi kuman-kuman yang menyerang kita. Nah, pada Lupus, antibodi ini
justru menyerang sel-sel kita sendiri terutama inti dan struktur di dalam inti.
Antibodi jahat ini secara umum dinamakan sebagai autoantibodi. Jadi, ANA
adalah autoantibodi yang menyerang inti sel kita. ANA test termasuk dalam salah
satu kriteria penting untuk mendiagnosa lupus. ANA test positif tidak selalu
terkena lupus. Karena ANA test positif bisa terjadi pada beberapa penyakit lain.
b. AntidsDNA = anti double stranded DNA. DNA (deoxyribonucleic acid) adalah
pembentuk gen kita, yang tersusun dalam rantai ganda (double stranded/ double
helix). Gen ada di dalam inti sel kita. Jadi antidsDNA ini merupakan bagian dari
ANA, yang menyerang DNA. AntidsDNA ini cukup spesifik untuk Lupus. Artinya,
pada penyakit lain, jarang didapatkan.
c. Antibodi terhadap DNA, antibodi terhadap DNA (Anti ds-DNA) dapat digolongkan
dalam antibodi yang reaktif terhadap DNA natif ( double stranded-DNA). Anti ds-
DNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada 73% SLE dan mempunyai
arti diagnostik dan prognostik.
d. Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal ditemukan 4 kriteria
yang positif. Inilah kesebelas item kriteria itu:
1) Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash). Kulit pada kedua
pipi dan batang hidung menjadi berwarna kemerahan, kalau menyembuh
akan berwarna gelap. Jika dilihat, bentuknya seperti kupu-kupu. Ruam ini
menjadi signature sign dari Lupus, meskipun tidak selalu terdapat pada
semua penyandang Lupus.
2) Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan, kalau menyembuh
akan berwarna kehitaman.
3) Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti sariawan, yang berulang
di mulut, kadang juga di lidah.
4) Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka terhadap cahaya
matahari, atau lebih spesifik lagi sinar ultra violet. Kalau terkena sinar, maka
kulit penyandang Lupus akan menjadi kemerahan, dan bahkan gejala
Lupusnya bisa kambuh atau memberat.
5) Radang sendi (arthritis). Sendi-sendi akan terasa nyeri, bahkan kemerahan
dan kadang juga bengkak.
6) Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal atau infeksi ginjal,
melainkan keradangan ginjal. Lebih tepatnya lagi keradangan pada filter
ginjal (glomerulus). Gangguan ini mudah diperiksa dengan pemeriksaan urin
lengkap pada saat tidak mens. Disini akan didapatkan protein dan sel darah
merah pada urin yang normalnya tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah
yang sangat sedikit.
7) Radang pada selaput serosa. Selaput serosa adalah selaput yang
membungkus beberapa organ tertentu dari tubuh kita. Yang paling sering
adalah radang selaput pembungkus jantung (pericarditis, pericard= selaput
pembungkus jantung, itis = radang), radang selaput paru (pleuritis). Keadaan
ini dapat langsung ditemukan oleh dokter saat pemeriksaan, tetapi kadang
perlu konfirmasi dengan foto ronsen dan echo cardiography (semacam USG
khusus untuk memeriksa jantung).
8) Gangguan pada sistem syaraf. Dapat terjadi penurunan kesadaran bahkan
sampai koma. Kejang-kejang yang kadang dikira ayan (epilepsi). Bahkan bisa
terjadi gangguan ingatan. Nyeri kepala (nyeri yang bukan pusing, pusing =
rasa berputar) tidak termasuk salah satu kriteria ini.
9) Gangguan pada sistem darah. Gangguan ini bisa pada sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (lekosit) atau trombosit (keping-keping darah yang
berfungsi untuk pembekuan darah). Anemia hemolitik adalah hancurnya sel-
sel darah merah sebelum waktunya (sel darah merah yang normal akan
dihancurkan setelah 120 hari) dikarenakan faktor autoimun. Lekosit
jumlahnya akan menurun, trombosit juga akan menurun.
10) Pemeriksaan imunologi yang positif. Maksudnya disini adalah pemeriksaan
autoantibodi khusus. Yang paling sering diperiksa adalah antidsDNA. Bila anti
dsDNA negatif, biasanya akan diperiksa antiSm.
Pada ANA test positif Lupus dapat didiagnosa jika minimal 4 dari 11 kriteria
diatas.
J. PENATALAKSANAAN
Tidak ada obat untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan
gejala.
1. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala ringan:
a. NSAID : untuk mengatasi gejala reumatik, radang selaput dada dan radang
lainnya
b. Krim kortikosteroid : untuk mengatasi gejala ruam pada kulit
c. Obat anti malaria (hydroxychloroquine) : untuk mengatasi gejala di kulit dan
artritis
d. Pembatasan diet
1) Rendah garam
2) Tinggi asam folat : Alpukat, daging, kuning telur
3) Omega 3 : minyak ikan, ikan tuna, salmon
4) Cukup kalsium : susu, keju, bayam, brokoli
5) Rendah lemak : hindari gorengan, jeroan, daging berlemak tinggi, santan
2. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala berat
a. Glukokortikoid sistemik
b. Sitotoksik imunosupresif
Contoh obat: Cyclophosphamide
i. Mychophenolate Mofetil
ii. Azathioprine
3. Pendidikan Kesehatan
a. Penjelasan tentang lupus dan etiologinya
b. Klasifikasi dan gejalanya masing-masing
c. Masalah fisik
d. Masalah psikis
e. Pemakaian obat dan efek samping
f. Pemaparan pada yayasan lupus (YLI (Yayasan Lupus Indonesia))
Pendidikan Kesehatan ke keluarga dan pasien untuk perawatan di rumah
a. Pasien dianjurkan untuk cukup istirahat dan menghindari kelelahan. Namun tidak
terlalu membatasi aktifitas.
b. Pasien dianjurkan memakai baju tertutup, topi, payung dan anti UV spf 30 bila
pergi ke luar ruangan.
c. Pasien dianjurkan untuk menghangatkan sendi yang sakit dengan cara kompres
lembab.
d. Pasien dianjurkan untuk berolahraga namun juga memperhatikan tingkat
kelelahan.
e. Pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap rokok.
Keluarga pasien dijelaskan mengenai dampak sosial yang akan dialami pasien.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Hari, tanggal : Selasa, 17 September 2013
Jam : 11.00 WIB
Tempat : Bangsal Melati 4 RSUP Dr Sardjito
Oleh : Kelompok 4
Sumber data : Pasien, keluarga pasien, status pasien
Metode pengumpulan data : Observasi, anamnesa, studi dokumen
1. Identitas Klien
Nama : An.”L”
Tempat, tanggal lahir:Bantul, 15 April 2010
Umur : 3 tahun 4 bulan 20 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia
Tanggal masuk RS : 5 September 2013
Dx Medis : Systemic Lupus Eritematosus
Alamat :Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
No.RM : 1.55.96.04
Identitas Penanggung jawab
Nama :Tn.”N”
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul
Hub.dengan pasien : Ayah kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas beraktivitas karena
nyeri di persendian
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS terdapat
nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak belum terlalu pucat,
tidak mau makan minum demam dan batuk pilek menetap. 4 hari SMRS anak
demam tinggi, suhu tidak diukur, tidak dapat berjalan, muncul bercak merah
dari perut hingga tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam nglemeng,
batuk pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Antenatal
Selama kehamilan ibu klien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia 6-7 bulan
plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah darah dan vitamin
selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan.
b. Intranatal
Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB 49 cm di
PKU Bantul. Anak tidak langsung menangis, diberikan resusitasi tahap awal.
c. Postnatal
Tidak ada trauma lahir, imunisasi lengkap di bidan
d. Penyakit yang pernah diderita
Klien menderita kekurangan zat kapur di usia 6 bulan, ISK diusia 8 bulan, flek/
TB paru di usia < 1 tahun.
e. Riwayat Hospitalisasi
Klien sebelumnya pernah dirawat di PKU Bantul dengan ISK
f. Riwayat Injury
Klien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan
g. Riwayat Alergi
Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat dan
makanan
h. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar :
Hepatitis : 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan)
BCG : 1 kali (2 minggu)
DPT : 3 kali
Polio : 3 kali
Campak : 1 kali
i. Riwayat pengobatan
Riwayat pengobatan ISK usia 8 bulan, terapi pijat dan ekstra zat kapur usia 6
bulan, TB paru usia <1 tahun.
4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Personal sosial
Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka ditinggal
sendiri
b. Motorik halus
Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-coret pada
usia 1,5 tahun. Saat ini klien senang bermain boneka dan menyusun lego
c. Motorik kasar
Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi
d. Bahasa
Anak dapat mengucapkan 1-3 kata namun tidak membentuk kalimat.
5. Riwayat Keluarga
a. Status ekonomi
Status ekonomi keluarga anak menengah kebawah, penghasilan Rp
700.000,00. Pembiayaan pengobatan dengan jamkesmas.
b. Lingkungan rumah
Ibu klien mangatakan rumah klien 9x6 meter lantai ubin, tembok, atap
genteng,ventilasi baik, septic tank 6 m dari sumber air. Letak rumah
berdekatan dengan tetangga, terdapat sungai didekat rumah.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami
penyakit kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit
jantung, DM, dan penyakit menular lain.
Genogram
: meninggal
: perempuan
Klien An.L3 th
Ayah Tn. N 37 th Ibu Ny.N 34th
: laki-laki
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal serumah
6. Pola Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik-biologis
1) Pola Nutrisi
Selama sakit anak makan nasi 3x sehari, klien menghabiskan diet yang
diberikan. Nafsu makan anak meningkat selama dirawat. Klien minum susu
dan air putih sampai 1,5 liter dan mulai dibatasi minumnya.
2) Pola Eliminasi
Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi 6x sehari
warna dan bau khas. Klien BAB setiap hari sekali konsistensi lunak warna
kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3 hari sekali.
3) Pola Aktivitas
Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan karena nyeri
sendi, aktivitas sudah mulai meningkat.
4) Kebutuhan Istirahat
Klien tidur malam dengan nyenyak 8 jam dan tidur siang 1-2 jam.
7. Aspek Persepsi dan Psikososial orang tua
a. Persepsi Orang tua
Ibu klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit SLE yang diderita
anaknya, namun belum mengetahui cara perawatannya
b. Psikososial Orang tua
Kecemasan orang tua sudah mulai berkurang karena kondisi anaknya mulai
membaik
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
KU : Sedang, composmentis
TTV : Suhu : 37oC
Nadi : 130x/menit
Resp : 32x/menit
Antropometri : BB : 12 kg TB : 88 cm LK : 45 cm
LLA :15 cm SG : Baik
b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat, tidak
tampak kemerahan/ butterfly rash, tidak ada alopesia, konjungtiva agak
anemis, mulut bersih, mukosa lembab.
2) Integumen
Sisa bintik- bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai tungkai, turgor
baik,CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam
3) Thorax
Paru-paru
Inspeksi : ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri dan batuk,
tidak ada retraksi
Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri. Suara resonan
pada intercosta 1-5 dada kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, taktil
fremitus simetris
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor
Jantung
Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis normal
Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal
Auskultasi : S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising jantung.
4) Abdomen
Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada asites.
Auskultasi : Terdapat bising usus normal
Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran lain
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe
5) Genitalia
Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche
6) Ekstermitas
Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang teraba dingin,
palmar kadang pucat
Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak (-)
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kimia darah (14 september 2013)
No Pemeriksaan Hasil satuan
1 SGOT/AST 39 u/L
2 SGPT/ALT 33 u/L
3 BUN 7,8 Mg/dL
4 Creatine 0,30 Mg/dL
b. Pemeriksaan darah lengkap (14 september 2013)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
1 WBC 17,37 3,6-11 103/uL
2 RBC 2,90 3,6-5,2 106/uL
3 HGB 8,5 11,7-15,5 g/dL
4 HCT 28,0 32-47 %
5 MCHC 30,4 32-36 fL
6 RDW 23,1 11,5-14,5 g/dL
7 HDW 3,05 2,2-3,2 %
8 EOS% 4,6 1-3 g/dL
9 LUC% 5,2 0-4 %
10 Neutrofil # 11,11 1,9-8 103/uL
11 Leukosit # 0,9 0-0,4 103/uL
c. Pemeriksaan urine (12 september 2013)
Sel Silinder
Leukosit pucat 1-2 Hialin 0
Gliter cell 0 Granuler 0
Leukosit gelap 0-1 Epitel 0
Eritrosit 0 Eritrosit 0
Ep tubuli 0 Leukosit 0
Ep. Vesika urine 3-4 Kristal 0
Ep vagina 0 Ca-oksalat 0
Ep uretra 0 Tn fosfat 0
Asam urat 0
d. Pemeriksaan imunologi (11 september 2013)
Komponen Hasil Nilai normal Metode
ANA test 44,85 UI/ml <23 IU/ml ELISA
10. Program terapi
a. Protokol SLE fase akut:
Obat Dosis Waktu Rute
Metil prednisolone
30mg/kg BB/ hari
360 mg/hari 5 hari IV
Prednison
0,5-2mg/kg BB/hari
12 mg/hari 7 hari
1-1-0,5 tablet
Oral
b. Transfusi WBC Gol AB 150 cc 6 September 2013 (Hb 4,6 gr/dL)
B. Analisis Data
Nama Klien : An. L Tanggal : 17 September 2013
Usia : 3 tahun 4 bulan tahun Jam : 10.00 WIB
Data Masalah Penyebab
DS :
-Ibu klien mengatakan anak sering tampak pucat
DO :
-Hb 8,5 gr/dL
-Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi WBC
-CRT 2”
-N : 130x/menit R: 32x/menit
-Wajah dan konjungtiva agak anemis
-Akral kadang teraba dingin
Gangguan
perfusi jaringan
penurunan
komponen seluler
yang diperlukan
untuk pengiriman
oksigen / nutrisi ke
sel
DS :
- Ibu klien mengatakan anak dipasang infus
sejak masuk RS tanggal 5 September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti
pada tanggal 16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC N: 130x/menit R: 32x/menit
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
Resiko infeksi Prosedur invasif
DS :
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau
berjalan karena nyeri sendi tungkai
Intoleransi
aktivitas
Nyeri pada
persendian
DO :
- Anak tampak sering tiduran, digendong atau
hanya di tempat tidur saja
- WBC : 17,3x103 / uL
DS :
-Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak
menderita kelainan imun dan belum
mengetahui perawatan anak SLE
DO :
-Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan
SLE
-Pendidikan terakhir SLTP
Kurang
pengetahuan
orang tua
Kurang terpapar
informasi tentang
perawatan SLE
C. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen / nutrisi ke sel d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak sering tampak pucat
DO :
- Hb 8,5 gr/dL
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi WBC
- CRT 2”
- Wajah dan konjungtiva agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
2. Risiko infeksi b.d prosedur invasif d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak dipasang infus sejak masuk RS tanggal 5
September 2013
- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti pada tanggal 16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three way
3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri pada persendian d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak tidak mau berjalan karena nyeri sendi tungkai
DO :
- Anak tampak sering tiduran, digendong atau hanya di tempat tidur saja
- WBC : 17,3x103 / uL
4. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak menderita kelainan imun dan
belum mengetahui perawatan anak SLE
DO :
- Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan SLE
- Pendidikan terakhir SLTP
D. Rencana Keperawatan
Nama Klien : An. L Tanggal : 17 September 2013
Usia : 3 tahun Jam :10.00 WIB
No Diagnosis Keperawatan Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan perfusi jaringan b.d
penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen / nutrisi ke
sel d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan anak
sering tampak pucat
DO :
- Hb 8,5 gr/dL
- Riwayat Hb 4,6 gr/dL
dengan transfusi WBC
- CRT 2”
- Wajah dan konjungtiva
agak anemis
- Akral kadang teraba dingin
17 Sept 2013 jam 10.00
Setelah diberi asuhan
keperawatan selama 3x24
anemia klien dapat teratasi
dengan kriteria :
1. TTV normal
2. Hb 10-14 gr/dL
3. CRT<2”
4. Konjungtiva, kulit,
ekstermitas tidak pucat
5. Akral teraba hangat
Dita
1. Observasi TTV, warna kulit,tingkat
kesadaran dan keadaan
ekstermitas
2. Atur posisi semi fowler
3. Kelola pemberian transfusi WBC
bila perlu
4. Jadwalkan aktivitas –istirahat
cukup dengan melibatkan klien
dalam penjadwalan
5. Anjurkan anak makan makanan
yang meningkatkan Hb
Dita
1. Memberi informasi keadekuatan
perfusi jaringan
2. Pengembangan paru akan lebih
maksimak sehingga pemasukan
oksigen lebih adekuat
3. Mengurangi kerja jantung dan
paru-paru
4. Mengurangi risiko kelelahan yang
membutuhkan supply oksigen dan
energy lebih banyak
5. Sayuran hijau dan daging
meningkatkan kadar Hb dalam
darah
Dita
2. Risiko infeksi b.d prosedur
invasif d.d
17 Sept 2013 jam 10.00
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24
1. Kaji tanda-tanda infeksi tiap 24
jam sekali
1. Mencegah timbulnya infeksi
dini
2. Perubahan TTV menunjukkan
DS :
- Ibu klien mengatakan
anak dipasang infus sejak masuk
RS tanggal 5 September 2013
- Ibu klien mengatakan IV
line terakhir diganti pada tanggal
16 september 2013
DO :
- Suhu : 37oC
- WBC : 17,3x103 / uL
- ANA test : 44,85 IU/mL
- Hb 8,5 gr/dL
- Terpasang IV line three
way
jam tidak terdapat tanda-
tanda infeksi dengan
kriteria hasil:
1. Tidak muncul tanda-
tanda infeksi (kalor,
dolor, rubor dan functio
laesa)
2. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
(Suhu 36,5 – 37,5 C,
Nadi 70 – 110)
2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4
jam sekali
3. Ganti threeway dan GV tiap 3 hari
sekali
4. Anjurkan untuk menjaga
kebersihan daerah threeway
Feri
terjadinya infeksi atau
gangguan homeostatis
3. Mengurangi risiko infeksi
prosedur invasif
4. Kebersihan daerah threeway
mencegah kontaminasi bakteri
Feri
3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri
pada persendian d.d
DS :
- Ibu klien mengatakan
anak tidak mau berjalan karena
nyeri sendi tungkai
DO :
- Anak tampak sering
tiduran, digendong atau hanya di
tempat tidur saja
17 September 2013 jam
10.00
Setelah diberi asuhan
keperawatan selama 3x24
jam anak dapat beraktivitas
sesuai toleransi dengan
kriteria :
- Nyeri sendi berkurang
- TTV normal sesudah
1. Kaji rentang aktivitas yang dapat
dilakukan anak
2. Berikan latihan gerak sesuai
toleransi
3. Anjurkan untuk mengubah posisi
dan tidak malas bergerak
4. Kelola pemberian Metil
Prednisolon 360 mg dan
Prednison 12 mg
1. Mengetahui tingkat intoleransi
anak
2. Mencegah timbulnya kekakuan
dan kelemahan sendi
3. Melancarkan peredaran darah
dan mempercepat peningkatan
aktivitas
4. Kortikosteroid menurunkan artritis
- WBC : 17,3x103 / uL beraktivitas
- ADL terpenuhi sesuai
toleransi anak
Fery Fery
4 Kurang pengetahuan orang tua
berhubungan dengan kurang
terpapar informasi tentang
perawatan SLE di tandai dengan
:
DS :
- Ibu klien mengatakan
hanya mengetahui anak
menderita kelainan imun dan
belum mengetahui perawatan
anak SLE
DO :
- Ibu klien tampak bngung
dengan pertanyaan
tentang perawatan SLE
- Tingkat pendidikan SLTP
Selasa, 17 September 2013
jam 11.00 WIB
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x20
menit keluarga klien paham
perawatan klien selama
dirumah denan kriteria hasil
:
1. Keluarga klien mampu
menyebutkan definisi,
tanda gejala dan
proses penyakit dari
SLE
2. Keluarga klien mampu
menyebutkan 5 dari 10
macam perawatan
klien selama dirumah
1. Tentukan tingkat pengetahuan
dan kesiapan belajar keluarga
klien.
2. Gali pengetahuan klien tentang
proses penyakit
3. Jelaskan definisi, tanda gejala
dan proses penyakit pada
keluarga.
4. Jelaskan tentang cara perawatan
yang harus dilakukan ketika
dirumah
5. Kaji ulang informasi tentang
definisi, tanda gejala dan proses
penyakit. Dorong untuk bertanya.
6. Kaji ulang informasi tentang cara
perawatan yang harus dilakukan
ketika dirumah
Dita
1. Menentukan kebutuhan belajar
klien
2. Mengetahui tingkat pengetahuan
klien tentang proses penyakit
3. Definisi dasar memberikan
gambaran umum tentang
penyakit SLE
4. Perawatan yang benar dapat
meningkatkan risiko kekambuhan
anak
5. Meyakinkan terserapnya
informasi yang diberikan
6. Redemonstrasi meningkatkan
tingkat kepahaman klien
Dita
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Dx
Kep
.
Kegiatan Evaluasi
1. Selasa, 17 September 2013
Jam 10.00 wib
Memonitor tanda-tanda vital
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :37 oC
Nadi : 130x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
Selasa, 17 September 2013
Jam 12.00
Menganjurkan makan makanan yang
meningkatkan kadar Hb anak
S : Ibu klien mengatakan nafsu
makan anak meningkat
O : Ibu tampak mengerti dengan
anjuran perawat
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Periksa kadar Hb
Selasa, 17 September 2013
Jam 15.00 wib
Memonitor tanda-tanda vital
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 100x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
Rabu 18 September 2013
Jam 6.00 WIB
Memonitor TTV
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36 oC
Nadi : 90x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
Rabu 18 September 2013
Jam 15.00
Memonitor TTV
S : keluarga klien menyatakan anak
tidak demam
O : Suhu tubuh :36,5 oC
Nadi : 110x/menit, agak anemis
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam
Sekali
Kamis, 19 September 2013
Jam 10.00
Membentu menyiapkan spesimen
darah vena
S : -
O : Darah vena brachialis siap untuk
pemeriksaan darah rutin
A : Gangguan perfusi jaringan
P : Kaji hasil pemeriksaan
2 Selasa, 17 September 2013
Jam 10.00
Mengkaji tanda infeksi
S : -
O : Tidak ada tanda infeksi di daerah
threeway
A : Risiko infeksi
P : Kaji setiap hari
Rabu, 18 September 2013
Jam 14.00
Menganjurkan menjaga kebersihan
daerah threeway
S : Ibu klien mengatakan paham
tentang menjaga kebersihan daerah
threeway
O : Daerah threeway tampak bersih
A : Risiko infeksi
P : Lakukan ganti lokasi threeway
setiap 3 hari
Kamis, 19 September 2013
Jam 10.00
Membantu mengganti threeway dan
balutan
S : -
O : Tidak ada tanda infeksi, tidak ada
plebitis
A : Risko infeksi
P : Lakukan ganti threeway dan
balutan tiap 3 hari
3 Selasa, 17 September 2013
12.00
Mengelola pemberian Prednison 12
mg tablet
S :-
O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00
rute oral
A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE
Selasa, 17 September 2013
14.00
Menganjurkan untuk meningkatkan
aktivitas gerak sendi
S: Ibu klien mengatakan paham
dengan penjelasan perawat
O : Sendi tidak bengkak, anak
tampak lebih aktif
A : Intoleransi aktifvitas
Rabu, 18 September 2013 S :-
06.00
Mengelola pemberian Prednison 12
mg tablet
O : Prednison 1 tab masuk jam 06.00
rute oral
A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE
Kamis, 19 September 2013
Jam 12.00
Mengelola pemberian prednison 12
mg
S :-
O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00
rute oral
A : Intoleransi aktivitas
P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE
4 Selasa 17 September2013
Mengkaji tingkat pengetahuan ibu
klien tentang SLE dan perawatannnya
S : ibu klien mengatakan belum
banyak tahu tentang perawatan SLE
O : Ibu lien tampak belum paham
dengan perawatan anak dengan SLE
A : Kurang pengetahuan orang tua
P : Berikan informasi tentang
perawtan SLE
Selasa, 17 September 2013
Memberikan informasi tentang
perawatan anak dengan SLE
S : Ibu klien mengatakan lebih paham
dengan perawatan anak SLE
O : Ibu klien tampak lebih paham
A : Kurang pengetahuan orang tua
P : Evaluasi pengetahuan ibu klien
PENUTUP
A. KesimpulanSetelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan dx medis
Sistemik Lupus Eritematosis didapatkan 4 diagnosis keperawatan yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sel penyalur
oksigen dan nutrisi
2. Risikoinfeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri sendi
4. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
Dari keempat diagnosis keperawatan di atas semua teratasi sebagian dan
melanjutkan tindkan keperawatan sampai tujuan tercapai seluruhnya.
B. Saran
Untuk perawat
1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin antara
sesama perawat maupun tim kesehatan lain
2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan asuhan
keperawatan sesuai standar
3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah kepada klien
Untuk praktikan
1. Diharapkan mampu menerapkan teori yangsudah dipelajari dengan praktik nyata di
Ruang Melati 4 RSUP Dr Sardjito
2. Diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan yang singkat untuk mendapatkan
pembelajaran
3. Diharakan aktif bertanya kepada perawat maupun tim kesehatan lainnya apabila ada
hal yangbelum dimengerti
Untuk Keluarga Klien
1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada
2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
FKUI. 1985. Imlu Kesehatan Anak I. Jakarta : FKUI
Herdman, Heather. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: Penerbit: EGC
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sachrim, Rosa M. 1994. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC