Askep SLE Anak Melati 4 RSS

45
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN AN.”L” DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE) DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II Disusun Oleh: Dita Amanda Sakti P07120111008 Feri Suhindra P07120111015 Fery Agustina P07120111016 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN

description

Kep anak

Transcript of Askep SLE Anak Melati 4 RSS

Page 1: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN AN.”L”

DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Disusun Oleh:

Dita Amanda Sakti P07120111008

Feri Suhindra P07120111015

Fery Agustina P07120111016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA KLIEN AN.”L”

DENGAN SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO

Disusun Oleh :

Dita Amanda Sakti P07120111008

Feri Suhindra P07120111015

Fery Agustina P07120111016

TINGKAT III REGULER

Telah mendapat persetujuan pada tanggal ___ September 2013

Oleh :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Ambarwati, S.Kep.Ns Eko Suryani, S.Pd, S.Kep, M.A

Page 3: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

“Lupus” adalah nama latin untuk “srigala”, dan dikenal luas dalam ilmu

kedokteran bahwa “ruam kupu-kupu” yang dilihat di pipi sebagai penderita lupus serupa

dengan wajah srigala sehingga disebut lupus-erythematosus kali pertama untuk

menyebut kelainan kulit oleh orang Prancis, Pierre Cazenave, pada 1851.

SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun, artinya

tubuh menghasilkan antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel

kanker yang ada di tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata

merusak organ tubuh sendiri (Djauzi, 2009).

SLE atau LES (lupus eritematosus sistemik) adalah penyakit radang atau

imflamasi multisystem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan system

imun (Albar, 2003).

Secara sederhana, lupus erythemetosus terjadi karena tubuh menjadi alergi

terhadap dirinya sendiri. Dalam istilah immunologi dapat dikatakan, lupus adalah

kebalikan apa yang terjadi kanker maupun AIDS. Pada Lupus, tubuh melakukan reaksi

yang berlebihan terhadap stimulus asing dan memproduksi banyak antibodi atau protein-

protein yang melawan jaringan tubuh sendiri. Karena itu, lupus disebut dengan penyakit

autoimun (auto berarti dengan sendirinya) (Wallace, 2007).

B. PREVALENSI

Prevalensi SLE di berbagai negara sangat bervariasi. SLE lebih sering

ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Amerika, Cina, dan mungkin juga

Filipina. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda – beda, dari berbagai sumber

didapatkan data antara lain :

1. Di Amerika Serikat, insiden penyakit SLE adalah 14.6 – 50.8 kasus/100.000 orang

sedangkan prevalensinya 24- 100/100.000 orang. The Lupus Foundation of America

(LFA) memperkirakan sekitar 1,5 juta penduduk Amerika Serikat menderita penyakit

SLE dengan berbagai tipe terutama wanita. Orang Amerika keturunan Afrika,

Hispanik, orang Amerika asli dan orang Asia memiliki resiko besar untuk menderita

penyakit SLE. Di Amerika menunjukkan bahwa angka kematian dan kesakitan

tertinggi berada di kalangan Negro, kemudian diikuti oleh orang-orang dari Puerto

Ricans baru oleh orang-orang kulit putih. Perbedaan ras, disebabkan oleh variasi

normal dari g globulin, di mana kadar ini lebih tinggi di kalangan kaum Negro.

2. Prevalensi penyakit SLE di Swedia adalah 36/100.000 orang.

Page 4: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

3. Di Inggris prevalensinya hampir sama dengan orang Asia 40/100.000 orang

4. Di negara Eropa prevalensi SLE 20/100.000 orang

5. Penyakit SLE lebih sering menyerang pada usia 15 – 40 tahun tetapi semua umur

bisa saja terkena, penyakit SLE lebih sering menyerang pada wanita daripada pria

( 9 : 1 ) sedangkan pada anak-anak meningkat 10 : 1.

6. Pada wanita Eropa umur 15 -24 tahun prevalensinya 1/700 orang wanita

7. Pada wanita Amerika-Afrika umur 15 – 24 tahun prevalensinya 1/245 orang wanita

Yang menarik perhatian adalah penyakit SLE jarang ditemukan di Afrika. Ada 2

kemungkinan penyebabanya yaitu :

a. faktor resiko lingkungan lebih banyak di Amerika Serikat dan Eropa dibanding

kan dengan Afrika.

b. Campuran dari gen keturunan Afrika dengan orang Eropa menghasilkan gen-gen

yang meningkatkan kerentanan terhadap penyakit SLE ini. Terdapat juga

tendensi familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi

penyakit.

8. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia.

Data yang terakhir diperoleh RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,

didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi

Penyakit Dalam, sementara RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE

atau 10,5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik Reumatologi.

Penyakit lupus justru kebanyakaan diderita wanita usia produktif sampai usia

50 tahun sekalipun ada juga pria yang mengalaminya. Organ reproduksi wanita

menghasilkan estrogen dan progesteron, hormon pria disebut dengan androgen di mana

testosteron menjadi hormon paling penting. estrogen atau hormon pada wanita dapat

meningkatkan autoimmunity dan secara tidak langsung menimbulkan peradangan,

padahal androgen (hormon pria) secara keseluruhan menekan autoimmunity. Estrogen

meningkatkan produksi autoantibody. Menghambat fungsi sel pembunuh alami dan

mnyebabkan atrophy pada kelenjar thymus. Lebih lanjut, pada SLE, estrogen mengalami

proses metabolisme secara berbeda. Akibat kelainan pada jalur kimia (disebut 16 alpha-

hydroxylation), pasien lupus memiliki jumlah 16 alpha-hydroxylation dan estriol

metabolite lebih banyak. Pria pasien lupus memiliki jumlah testosteron dan androgen lain

yang kurang dari angka normal.

Pasien yang mengalami sindrom klinifelter labih cenderung mengidap SLE

dan berhubungan langsung dengan kelebihan hormon wanita. Pada kehamilan dari

perempuan yang menderita penyakit lupus, sering diduga berkaitan dengan kehamilan

yang menyebabkan abortus, gangguan perkembangan janin atau pun bayi meninggal

Page 5: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

saat lahir. Survei 1960-an menyatakan bahwa meyoritas jenis kelamin janin yang

dikandung wanita pasien SLE yang keguguran adalah laki-laki. Ini menunjukkan bahwa

janin yang berjenis kelamin laki-laki tidak dilahirkan (resiko SLE), ini juga dapat

menjelaskan mengapa sedikit pria yang mengidap SLE.

C. KLASIFIKASI

Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:

1. Discoid Lupus

Yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang

menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas

eritema yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini

timbul di kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung, dan dada. Penyakit ini dapat

menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di

bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).

2. Systemics Lupus

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan

oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya

gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi

autoantibodi yang berlebihan (Albar, 2003). Terbentuknya autoantibodi terhadap

dsDNA, berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah, dan fosfolipid

dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Albar, 2003) melalui mekanime

pengaktivan komplemen (Epstein, 1998).

3. Drug-Induced

Lupus yang disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator

lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat,

obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat untuk

berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh

sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang

benda asing tersebut (Herfindal et al., 2000). Gejala-gejalanya biasanya menghilang

setelah pemakaian obat dihentikan.

Tabel II.1 Obat yang menginduksi SLE (Herfindal et al.,2000).

Definitely *tinggi* Possible *sedang* Unlikely *rendah*

Hidralazin

Prokainamid

Isoniazid

Klorpromazin

Antikonvulsan

Metimazol

Penisilinamin

Sulfasalazin

Propitiourasil

Page 6: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

Metildopa

Fenitoin

Kaptropil

Lisinopril

Enalapril

Sulfonamid

Nitrofurantoin

Simetidin

D. ETIOLOGI

Sampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum diketahui,

Diduga ada beberapa faktor yang terlibat, antara lain:

1. Genetik

2. Infeksi, virus

3. Sinar ultraviolet

4. Stress

5. Obat-obatan

Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang

akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan.

6. Hormon

Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus

bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali

sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering

terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa

sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon

(terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari

sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat

menghasilkan anti bodi secara terus menerus. Anti bodi ini juga berperan dalam komplek

imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan kerusakan

multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self

tolerance bersama aktifitas selbe. Hal ini dapat terjadi karena beberapa factor :

1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B

2. Hiperaktivitas sel T helper

3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

E. TANDA GEJALA

Tanda dan gejala umum dari penyakit lupus antara lain:

Page 7: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

1. Demam

2. Lelah

3. Merasa tidak enak badan

4. Penurunan berat badan

5. Ruam kulit

6. Ruam kupu-kupu

7. Ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari

8. Sensitif terhadap sinar matahari

9. Pembengkakan dan nyeri persendian

10. Pembengkakan kelenjar

11. Nyeri otot

12. Mual dan muntah

13. Nyeri dada pleuritik

14. Kejang

15. Psikosa.

16. Hematuria (air kemih mengandung darah)

17. Batuk darah

18. Mimisan

19. Gangguan menelan

20. Bercak kulit

21. Bintik merah di kulit

22. Perubahan warna jari tangan bila ditekan

23. Mati rasa dan kesemutan

24. Luka di mulut

25. Kerontokan rambut

26. Nyeri perut

27. Gangguan penglihatan.

F. PATOFISIOLOGI

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini

ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan.

Aktivasi imun dari sel yang bersirkulasi atau yang terikat jaringan diikuti

dengan peningkatan sekresi proinflammatorik tumor necrosis factor (TNF) dan interferon

tipe 1 dan 2 (IFNs), dan sitokin pengendali sel B, B lymphocyte stimulator (BLyS) serta

Interleukin (IL)-10. Peningkatan regulasi gen yang dipicu oleh interferon merupakan

suatu petanda genetik SLE. Namun, sel lupus T dan natural killer (NK) gagal

Page 8: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

menghasilkan IL-2 dan transforming growth factor (TGF) yang cukup untuk memicu

CD4+ dan inhibisi CD8+. Akibatnya adalah produksi autoantibodi yang terus menerus

dan terbentuknya kompleks imun, dimana akan berikatan dengan jaringan target,

disertai dengan aktivasi komplemen dan sel fagositik yang menemukan sel darah yang

berikatan dengan Imunoglobulin. Aktivasi dari komplemen dan sel imun mengakibatkan

pelepasan kemotoksin, sitokin, kemokin, peptida vasoaktif, dan enzim perusak.

Pada SLE, sel tubuh sendiri dikenali sebagai antigen. Target antibodi pada SLE

adalah sel beserta komponennya yaitu inti sel, dinding sel, sitoplasma dan partikel

nukleoprotein. Karena didalam tubuh terdapat berbagai macam sel yang dikenali

sebagai antigen maka akan muncul berbagai macam autoantibodi pada penderita SLE.

Kerusakan organ disebabkan oleh efek langsung antibodi atau melalui pembentukan

komplek imun. Kompleks imun akan mengaktifasi sistem komplemen untuk 4 istamin

yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler yang akan memudahkan

mengendapnya kompleks imun. Pembentukan kompleks imun ini akan terdeposit pada

organ sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada organ tersebut.

Sistem komplemen juga akan menyebabkan lisis selaput sel sehingga akan

memperberat kerusakan jaringan yang terjadi. Kondisi inilah yang menimbulkan

manifestasi klinis SLE tergantung dari organ mana yang terkena. Inflamasi akan

menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus

tersebut berulang kembali.

G. MANIFESTASI KLINIS

Penyakit SLE menyerang banyak sistem dari tubuh, sehingga kemunculan

dan perjalanan penyakitnya bervariasi. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda

antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering berbeda.

Secara umum, manifestasi klinis penyakit SLE dapat dibedakan menjadi

manifestasi umum dan manifestasi khusus sesuai dengan organ targetnya. Manifestasi

SLE adalah sebagai berikut:

1. Manifestasi Umum

a. Kelelahan adalah keluhan umum pada 90% penderita SLE.

b. Demam pada SLE dapat mencapai > 40oC tanpa leukositosis. Demam pada

penyakit ini biasanya tidak disertai dengan menggigil.

c. Penurunan berat badan juga dapat terjadi akibat demam dan menurunnya nafsu

makan.

d. Gejala konstitusional lain yang sering dijumpai pada penyakit SLE, yang timbul

sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya antara lain adalah rambut

Page 9: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

rontok, mual muntah dan hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah

bening, bengkak dan sakit kepala.

Jika ditemukan trias demam, nyeri sendi dan rash pada wanita usia subur, harus

dipikirkan kemungkinan terjadinya SLE. Ini karena, ketiga gejala ini merupakan

manifestasi klinis yang paling sering pada penderita SLE.

2. Manifestasi Khusus

a. Manifestasi Muskuloskeletal

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan

menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari

tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang

panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut.

b. Kulit

Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal

hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.

Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh

sinar matahari.

c. Ginjal

Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam

selsel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal

yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu

menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.

d. Sistem saraf

Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering

ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa

terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.

Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa

kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.

e. Darah

Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk

bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan

emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang

melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang

berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.

f. Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai

akibat dari keadaan tersebut.

Page 10: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

g. Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura

(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan

tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

h. Manifestasi Gastrointestinal

Mual, seringkali dengan muntah, dan diare dapat menjadi manifestasi dari suatu

serangan SLE, seperti nyeri abdominal difus yang disebabkan oleh peritonitis

autoimun.

i. Manifestasi Okuler

Sindrom Sicca atau Sindrom Sjögren dan konjungtivitis nonspesifik umum terjadi

pada SLE namun jarang membahayakan penglihatan. Berbeda dengan vaskulitis

retinal dan neuritis optik yang merupakan manifestasi berat. Kebutaan dapat

terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Manifestasi okuler pada SLE

disebabkan oleh pelbagai mekanisme. Antaranya adalah deposit kompleks imun,

vaskulitis dan thrombosis. Antibodi anti fosfolipid dapat menyebabkan penyakit

vasooklusif pada retina. Gambaran kelainan mata yang dapat ditemukan antara

lain adalah pada:

1) Palpebra : Kelainan palpebra inferior dapat merupakan bagian dari erupsi

kulit yang tak jarang mengenai pipi dan hidung.

2) Konjungtiva : Sindroma mata kering (konjungtivitis Sicca) dan konjungtivitis

nonspesifik umum terjadi pada SLE namun jarang membahayakan

penglihatan. Pada permulaannya konjungtiva menunjukkan sedikit sekret

yang mukoid disusul dengan hiperemia yang intensif dan edema membran

mukosa. Reaksi ini dapat lokal atau difus. Reaksi konjungtiva yang berat

dapat menyebabkan pengerutan konjungtiva.

3) Sklera : Pada sklera dapat ditemukan skleritis anterior yang difus atau

noduler yang makin lama makin sering kambuh dan setiap kali kambuh

keadaan bertambah berat. Dengan bekembangnya penyakit, skleritis berubah

menjadi skleritis nekrotik yang melanjut dari tempat lesi semula ke segala

jurusan sampai dihentikan dengan pengobatan.

4) Uvea : Terjadi kelainan akibat radang sklera. Jarang menimbulkan sinekia.

5) Retina : Dapat menimbulkan retinopati pada kira-kira 25% penderita.

Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan oleh

proses peradangan. Keterlibatan retina pada SLE merupakan manifestasi

terbanyak kedua setelah keratokonjungtivitis sicca. Penderita retinopati SLE

Page 11: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

memiliki penyakit sistemik yang aktif dan penurunan angka kesembuhan

yang signifikan. Oleh karena itu, monitoring ketat dan pengobatan yang

aggresif pada pasien-pasien dengan retinopati SLE sangatlah penting.

Keluhan nyeri pada mata atau gangguan penglihatan pada pasien SLE

memerlukan tindakan yang segera dan specialistik.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat penyakitnya

sendiri ataukomplikasi dari pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit SLE sendiri yang

paling seringterjadi adalah infeksi sekunder karena system immune penderita yang

immunocompromised.Selain itu, sering juga terjadi komplikasi penyakit aterosklerosis

akibat peningkatanantiphospholidip antibody. Komplikasi akibat pengobatan SLE adalah

infeksi oportunistik akibat terapiimunosupresan jangka panjang, osteonekrosis, dan

penyakit aterosklerosis dan infark miokardprematur

Komplikasi lupus eritematosus sistemik antara lain :

1. Serangan pada Ginjal

a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)

b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)

c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin)

2. Serangan pada Jantung dan Paru

a. Pleuritis

b. Pericarditis

c. Efusi pleura

d. Efusi pericard

e. Radang otot jantung atau Miocarditis

f. Gagal jantung

g. Perdarahan paru (batuk darah)

3. Serangan Sistem Saraf

a. Sistem saraf pusat

1) Cognitive dysfunction

2) Sakit kepala pada lupus

3) Sindrom anti-phospholipid

4) Sindrom otak

5) Fibromyalgia (kondisi kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan, dan

kepekaan dari otot-otot, tendon-tendon, dan sendi-sendi.).

b. Sistem saraf tepi

Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki

Page 12: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

c. Sistem saraf otonom

gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak,

dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya

permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom

4. Serangan pada Kulit

Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya

disebut lesi diskoid.

Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an:

a. Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif

terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus

lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut

berbentuk koin.

b. Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area

yang luas di bagian tubuh

c. Lesi non spesifik

d. Rambut rontok (alopecia)

e. Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung

jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok

f. Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di

sertai pusing.

5. Serangan pada Sendi dan Otot

a. Radang sendi pada lupus

b. Radang otot pada lupus

6. Serangan pada Darah

a. Anemia

b. Trombositopenia

c. Gangguan pembekuan

d. Limfositopenia

7. Serangan pada Hati

a. Hepatosplenomegali non spesifik

b. Hepatitis lupoid

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan urin, darah lengkap ( Hb, lekosit, trombosit, LED=laju endap darah )

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus

Sistemik ( LES ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil

pemeriksaan darah pada penderita LES menunjukkan adanya anemia hemolitik,

Page 13: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

trombositopenia, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR)

meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin

tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu, hasil

pemeriksaan urin pada penderita LES menunjukkan adanya proteinuria, hematuria,

peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast, heme granular atau sel darah merah

pada urin.

2. ANA test, antidsDNA.

a. ANA test = Anti Nuclear Antibody test. Nuclear adalah inti sel (nukleus). Antibodi

adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel kekebalan tubuh kita (limfosit) untuk

memerangi kuman-kuman yang menyerang kita. Nah, pada Lupus, antibodi ini

justru menyerang sel-sel kita sendiri terutama inti dan struktur di dalam inti.

Antibodi jahat ini secara umum dinamakan sebagai autoantibodi. Jadi, ANA

adalah autoantibodi yang menyerang inti sel kita. ANA test termasuk dalam salah

satu kriteria penting untuk mendiagnosa lupus. ANA test positif tidak selalu

terkena lupus. Karena ANA test positif bisa terjadi pada beberapa penyakit lain.

b. AntidsDNA = anti double stranded DNA. DNA (deoxyribonucleic acid) adalah

pembentuk gen kita, yang tersusun dalam rantai ganda (double stranded/ double

helix). Gen ada di dalam inti sel kita. Jadi antidsDNA ini merupakan bagian dari

ANA, yang menyerang DNA. AntidsDNA ini cukup spesifik untuk Lupus. Artinya,

pada penyakit lain, jarang didapatkan.

c. Antibodi terhadap DNA, antibodi terhadap DNA (Anti ds-DNA) dapat digolongkan

dalam antibodi yang reaktif terhadap DNA natif ( double stranded-DNA). Anti ds-

DNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada 73% SLE dan mempunyai

arti diagnostik dan prognostik.

d. Ada 11 item kriteria, dan untuk mendiagnosa Lupus, minimal ditemukan 4 kriteria

yang positif. Inilah kesebelas item kriteria itu:

1) Ruam malar/ ruam kupu-kupu (malar rash/ butterfly rash). Kulit pada kedua

pipi dan batang hidung menjadi berwarna kemerahan, kalau menyembuh

akan berwarna gelap. Jika dilihat, bentuknya seperti kupu-kupu. Ruam ini

menjadi signature sign dari Lupus, meskipun tidak selalu  terdapat pada

semua penyandang Lupus.

2) Ruam diskoid. Ruam ini berbentuk bundar, kemerahan, kalau menyembuh

akan berwarna kehitaman.

3) Luka pada mulut (oral ulcer). Luka kecil-kecil seperti sariawan, yang berulang

di mulut, kadang juga di lidah.

4) Fotosensitivitas. Foto: sinar/ cahaya. Jadi maksudnya peka terhadap cahaya

matahari, atau lebih spesifik lagi sinar ultra violet. Kalau terkena sinar, maka

Page 14: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

kulit penyandang Lupus akan menjadi kemerahan, dan bahkan gejala

Lupusnya bisa kambuh atau memberat.

5) Radang sendi (arthritis).  Sendi-sendi akan terasa nyeri, bahkan kemerahan

dan kadang juga bengkak.

6) Gangguan ginjal. Gangguan ginjal disini bukan batu ginjal atau infeksi ginjal,

melainkan keradangan ginjal. Lebih tepatnya lagi keradangan pada filter

ginjal (glomerulus). Gangguan ini mudah diperiksa dengan pemeriksaan urin

lengkap pada saat tidak mens. Disini akan didapatkan protein dan  sel darah

merah pada urin yang normalnya tidak ada, atau kalau ada, dalam jumlah

yang sangat sedikit.

7) Radang pada selaput serosa. Selaput serosa adalah selaput yang

membungkus beberapa organ tertentu dari tubuh kita. Yang paling sering

adalah radang selaput pembungkus jantung (pericarditis, pericard= selaput

pembungkus jantung, itis = radang), radang selaput paru (pleuritis). Keadaan

ini dapat langsung ditemukan oleh dokter saat pemeriksaan, tetapi kadang

perlu konfirmasi dengan foto ronsen dan echo cardiography (semacam USG

khusus untuk memeriksa jantung).

8) Gangguan pada sistem syaraf. Dapat terjadi penurunan kesadaran bahkan

sampai koma. Kejang-kejang yang kadang dikira ayan (epilepsi). Bahkan bisa

terjadi gangguan ingatan. Nyeri kepala (nyeri yang bukan pusing, pusing =

rasa berputar) tidak termasuk salah satu kriteria ini.

9) Gangguan pada sistem darah. Gangguan ini bisa pada sel darah merah

(eritrosit), sel darah putih (lekosit) atau  trombosit (keping-keping darah yang

berfungsi untuk pembekuan darah). Anemia hemolitik adalah hancurnya sel-

sel darah merah sebelum waktunya (sel darah merah yang normal akan

dihancurkan setelah 120 hari) dikarenakan faktor autoimun. Lekosit

jumlahnya akan menurun, trombosit juga akan menurun.

10) Pemeriksaan imunologi yang positif. Maksudnya disini adalah pemeriksaan

autoantibodi khusus. Yang paling sering diperiksa adalah antidsDNA. Bila anti

dsDNA negatif, biasanya akan diperiksa antiSm.

Pada ANA test positif Lupus dapat didiagnosa jika minimal 4 dari 11 kriteria

diatas.

J. PENATALAKSANAAN

Tidak ada obat untuk SLE. Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan

gejala.

1. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala ringan:

Page 15: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

a. NSAID : untuk mengatasi gejala reumatik, radang selaput dada dan radang

lainnya

b. Krim kortikosteroid : untuk mengatasi gejala ruam pada kulit

c. Obat anti malaria (hydroxychloroquine) : untuk mengatasi gejala di kulit dan

artritis

d. Pembatasan diet

1) Rendah garam

2) Tinggi asam folat : Alpukat, daging, kuning telur

3) Omega 3 : minyak ikan, ikan tuna, salmon

4) Cukup kalsium : susu, keju, bayam, brokoli

5) Rendah lemak : hindari gorengan, jeroan, daging berlemak tinggi, santan

2. Penatalaksanaan untuk SLE dengan gejala berat

a. Glukokortikoid sistemik

b. Sitotoksik imunosupresif

Contoh obat: Cyclophosphamide

i. Mychophenolate Mofetil

ii. Azathioprine

3. Pendidikan Kesehatan

a. Penjelasan tentang lupus dan etiologinya

b. Klasifikasi dan gejalanya masing-masing

c. Masalah fisik

d. Masalah psikis

e. Pemakaian obat dan efek samping

f. Pemaparan pada yayasan lupus (YLI (Yayasan Lupus Indonesia))

Pendidikan Kesehatan ke keluarga dan pasien untuk perawatan di rumah

a. Pasien dianjurkan untuk cukup istirahat dan menghindari kelelahan. Namun tidak

terlalu membatasi aktifitas.

b. Pasien dianjurkan memakai baju tertutup, topi, payung dan anti UV spf 30 bila

pergi ke luar ruangan.

c. Pasien dianjurkan untuk menghangatkan sendi yang sakit dengan cara kompres

lembab.

d. Pasien dianjurkan untuk berolahraga namun juga memperhatikan tingkat

kelelahan.

e. Pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap rokok.

Keluarga pasien dijelaskan mengenai dampak sosial yang akan dialami pasien.

Page 16: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Hari, tanggal : Selasa, 17 September 2013

Jam : 11.00 WIB

Tempat : Bangsal Melati 4 RSUP Dr Sardjito

Oleh : Kelompok 4

Sumber data : Pasien, keluarga pasien, status pasien

Metode pengumpulan data : Observasi, anamnesa, studi dokumen

1. Identitas Klien

Nama : An.”L”

Tempat, tanggal lahir:Bantul, 15 April 2010

Umur : 3 tahun 4 bulan 20 hari

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/kebangsaan : Jawa/Indonesia

Tanggal masuk RS : 5 September 2013

Dx Medis : Systemic Lupus Eritematosus

Alamat :Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul

No.RM : 1.55.96.04

Identitas Penanggung jawab

Nama :Tn.”N”

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Niten Tirtonirmolo Kasihan Bantul

Hub.dengan pasien : Ayah kandung

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Pasien

1) Keluhan Utama

Ibu klien mengatakan klien masih sedikit pucat dan malas beraktivitas karena

nyeri di persendian

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Page 17: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

10 hari SMRS anak batuk pilek demam tidak tinggi. 7 hari SMRS terdapat

nyeri pada kedua tungkai dan menolak berjalan, anak belum terlalu pucat,

tidak mau makan minum demam dan batuk pilek menetap. 4 hari SMRS anak

demam tinggi, suhu tidak diukur, tidak dapat berjalan, muncul bercak merah

dari perut hingga tungkai, anak pucat. HMRS anak pucat, demam nglemeng,

batuk pilek. Hasil pemeriksaan darah AL 33.500/uL, Hb 4,6 gr/dL.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

a. Antenatal

Selama kehamilan ibu klien memeriksakan diri rutin di bidan. Usia 6-7 bulan

plasenta menutup jalan lahir,ibu klien minum penambah darah dan vitamin

selama hamil, tidak ada riwayat penyakit selama kehamilan.

b. Intranatal

Anak lahir spontan dengan VE, UK 36 minggu, BBL 2800 gram, PB 49 cm di

PKU Bantul. Anak tidak langsung menangis, diberikan resusitasi tahap awal.

c. Postnatal

Tidak ada trauma lahir, imunisasi lengkap di bidan

d. Penyakit yang pernah diderita

Klien menderita kekurangan zat kapur di usia 6 bulan, ISK diusia 8 bulan, flek/

TB paru di usia < 1 tahun.

e. Riwayat Hospitalisasi

Klien sebelumnya pernah dirawat di PKU Bantul dengan ISK

f. Riwayat Injury

Klien tidak mempunyai riwayat injury atau kecelakaan

g. Riwayat Alergi

Ibu klien mengatakan anak hanya alergi dingin, tidak ada alergi obat dan

makanan

h. Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar :

Hepatitis : 3 kali (lahir, 1 bulan, 3 bulan)

BCG : 1 kali (2 minggu)

DPT : 3 kali

Polio : 3 kali

Campak : 1 kali

i. Riwayat pengobatan

Riwayat pengobatan ISK usia 8 bulan, terapi pijat dan ekstra zat kapur usia 6

bulan, TB paru usia <1 tahun.

Page 18: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Personal sosial

Anak mudah berkenalan dan bergaul dengan orang lain, tidak suka ditinggal

sendiri

b. Motorik halus

Anak dapat memegang mainan pada usia 6 bulan, dan mencoret-coret pada

usia 1,5 tahun. Saat ini klien senang bermain boneka dan menyusun lego

c. Motorik kasar

Anak malas beraktivitas terutama berjalan karena riwayat nyeri sendi

d. Bahasa

Anak dapat mengucapkan 1-3 kata namun tidak membentuk kalimat.

5. Riwayat Keluarga

a. Status ekonomi

Status ekonomi keluarga anak menengah kebawah, penghasilan Rp

700.000,00. Pembiayaan pengobatan dengan jamkesmas.

b. Lingkungan rumah

Ibu klien mangatakan rumah klien 9x6 meter lantai ubin, tembok, atap

genteng,ventilasi baik, septic tank 6 m dari sumber air. Letak rumah

berdekatan dengan tetangga, terdapat sungai didekat rumah.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami

penyakit kelainan kekebalan tubuh. Tidak ada riwayat hipertensi, penyakit

jantung, DM, dan penyakit menular lain.

Genogram

: meninggal

: perempuan

Klien An.L3 th

Ayah Tn. N 37 th Ibu Ny.N 34th

Page 19: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

: laki-laki

: garis perkawinan

: garis keturunan

: tinggal serumah

6. Pola Kesehatan Fungsional

a. Aspek Fisik-biologis

1) Pola Nutrisi

Selama sakit anak makan nasi 3x sehari, klien menghabiskan diet yang

diberikan. Nafsu makan anak meningkat selama dirawat. Klien minum susu

dan air putih sampai 1,5 liter dan mulai dibatasi minumnya.

2) Pola Eliminasi

Selama dirawat anak tidak mengalami gangguan BAK, frekuensi 6x sehari

warna dan bau khas. Klien BAB setiap hari sekali konsistensi lunak warna

kuning. Sebelum dirawat anak BAB 3 hari sekali.

3) Pola Aktivitas

Selama sakit anak sempat malas beraktivitas terutama berjalan karena nyeri

sendi, aktivitas sudah mulai meningkat.

4) Kebutuhan Istirahat

Klien tidur malam dengan nyenyak 8 jam dan tidur siang 1-2 jam.

7. Aspek Persepsi dan Psikososial orang tua

a. Persepsi Orang tua

Ibu klien mengatakan sudah mengetahui tentang penyakit SLE yang diderita

anaknya, namun belum mengetahui cara perawatannya

b. Psikososial Orang tua

Kecemasan orang tua sudah mulai berkurang karena kondisi anaknya mulai

membaik

8. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

KU : Sedang, composmentis

TTV : Suhu : 37oC

Nadi : 130x/menit

Resp : 32x/menit

Antropometri : BB : 12 kg TB : 88 cm LK : 45 cm

LLA :15 cm SG : Baik

Page 20: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

b. Pemeriksaan Sistemik Cepalo-Caudal

1) Kepala

Bentuk kepala simetris, kesan wajah tenang, muka agak pucat, tidak

tampak kemerahan/ butterfly rash, tidak ada alopesia, konjungtiva agak

anemis, mulut bersih, mukosa lembab.

2) Integumen

Sisa bintik- bintik kemerahan di kulit daerah perut sampai tungkai, turgor

baik,CRT 2 detik, tidak ada lesi dan ruam

3) Thorax

Paru-paru

Inspeksi : ekspansi simetris, nafas pendek, tidak ada nyeri dan batuk,

tidak ada retraksi

Perkusi : Suara resonan pada intercosta 1-3 dada kiri. Suara resonan

pada intercosta 1-5 dada kanan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa abnormal, taktil

fremitus simetris

Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronkhi, stridor

Jantung

Inspeksi : Tidak ada retraksi, warna kulit merata, iktus cordis normal

Perkusi : Suara dullness di intercosta 1-4 kiri

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa abnormal

Auskultasi : S1tunggal, S2 split tidak konstan, tidak ada bising jantung.

4) Abdomen

Inspeksi : supel, simetris, tidak ada spidernevi, tidak ada asites.

Auskultasi : Terdapat bising usus normal

Perkusi :Suara timpani kuadran kiri atas, resonan di kuadran lain

Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran limfe

5) Genitalia

Genitalia bersih, tidak ada lesi, belum menarche

6) Ekstermitas

Atas : terpasang threeway, kekuatan otot (+), akral kadang teraba dingin,

palmar kadang pucat

Bawah : simetris, kekuatan otot (+), udem (-), sendi bengkak (-)

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan kimia darah (14 september 2013)

Page 21: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

No Pemeriksaan Hasil satuan

1 SGOT/AST 39 u/L

2 SGPT/ALT 33 u/L

3 BUN 7,8 Mg/dL

4 Creatine 0,30 Mg/dL

b. Pemeriksaan darah lengkap (14 september 2013)

No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

1 WBC 17,37 3,6-11 103/uL

2 RBC 2,90 3,6-5,2 106/uL

3 HGB 8,5 11,7-15,5 g/dL

4 HCT 28,0 32-47 %

5 MCHC 30,4 32-36 fL

6 RDW 23,1 11,5-14,5 g/dL

7 HDW 3,05 2,2-3,2 %

8 EOS% 4,6 1-3 g/dL

9 LUC% 5,2 0-4 %

10 Neutrofil # 11,11 1,9-8 103/uL

11 Leukosit # 0,9 0-0,4 103/uL

c. Pemeriksaan urine (12 september 2013)

Sel Silinder

Leukosit pucat 1-2 Hialin 0

Gliter cell 0 Granuler 0

Leukosit gelap 0-1 Epitel 0

Eritrosit 0 Eritrosit 0

Ep tubuli 0 Leukosit 0

Ep. Vesika urine 3-4 Kristal 0

Ep vagina 0 Ca-oksalat 0

Ep uretra 0 Tn fosfat 0

Asam urat 0

d. Pemeriksaan imunologi (11 september 2013)

Komponen Hasil Nilai normal Metode

ANA test 44,85 UI/ml <23 IU/ml ELISA

Page 22: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

10. Program terapi

a. Protokol SLE fase akut:

Obat Dosis Waktu Rute

Metil prednisolone

30mg/kg BB/ hari

360 mg/hari 5 hari IV

Prednison

0,5-2mg/kg BB/hari

12 mg/hari 7 hari

1-1-0,5 tablet

Oral

b. Transfusi WBC Gol AB 150 cc 6 September 2013 (Hb 4,6 gr/dL)

B. Analisis Data

Nama Klien : An. L Tanggal : 17 September 2013

Usia : 3 tahun 4 bulan tahun Jam : 10.00 WIB

Data Masalah Penyebab

DS :

-Ibu klien mengatakan anak sering tampak pucat

DO :

-Hb 8,5 gr/dL

-Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi WBC

-CRT 2”

-N : 130x/menit R: 32x/menit

-Wajah dan konjungtiva agak anemis

-Akral kadang teraba dingin

Gangguan

perfusi jaringan

penurunan

komponen seluler

yang diperlukan

untuk pengiriman

oksigen / nutrisi ke

sel

DS :

- Ibu klien mengatakan anak dipasang infus

sejak masuk RS tanggal 5 September 2013

- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti

pada tanggal 16 september 2013

DO :

- Suhu : 37oC N: 130x/menit R: 32x/menit

- WBC : 17,3x103 / uL

- ANA test : 44,85 IU/mL

- Hb 8,5 gr/dL

- Terpasang IV line three way

Resiko infeksi Prosedur invasif

DS :

- Ibu klien mengatakan anak tidak mau

berjalan karena nyeri sendi tungkai

Intoleransi

aktivitas

Nyeri pada

persendian

Page 23: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

DO :

- Anak tampak sering tiduran, digendong atau

hanya di tempat tidur saja

- WBC : 17,3x103 / uL

DS :

-Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak

menderita kelainan imun dan belum

mengetahui perawatan anak SLE

DO :

-Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan

SLE

-Pendidikan terakhir SLTP

Kurang

pengetahuan

orang tua

Kurang terpapar

informasi tentang

perawatan SLE

C. Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk

pengiriman oksigen / nutrisi ke sel d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan anak sering tampak pucat

DO :

- Hb 8,5 gr/dL

- Riwayat Hb 4,6 gr/dL dengan transfusi WBC

- CRT 2”

- Wajah dan konjungtiva agak anemis

- Akral kadang teraba dingin

2. Risiko infeksi b.d prosedur invasif d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan anak dipasang infus sejak masuk RS tanggal 5

September 2013

- Ibu klien mengatakan IV line terakhir diganti pada tanggal 16 september 2013

DO :

- Suhu : 37oC

- WBC : 17,3x103 / uL

- ANA test : 44,85 IU/mL

- Hb 8,5 gr/dL

- Terpasang IV line three way

3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri pada persendian d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan anak tidak mau berjalan karena nyeri sendi tungkai

Page 24: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

DO :

- Anak tampak sering tiduran, digendong atau hanya di tempat tidur saja

- WBC : 17,3x103 / uL

4. Kurang pengetahuan orang tua b.d kurang terpapar informasi d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan hanya mengetahui anak menderita kelainan imun dan

belum mengetahui perawatan anak SLE

DO :

- Ibu klien tampak tidak paham dengan perawatan SLE

- Pendidikan terakhir SLTP

Page 25: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

D. Rencana Keperawatan

Nama Klien : An. L Tanggal : 17 September 2013

Usia : 3 tahun Jam :10.00 WIB

No Diagnosis Keperawatan Perencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Gangguan perfusi jaringan b.d

penurunan komponen seluler

yang diperlukan untuk

pengiriman oksigen / nutrisi ke

sel d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan anak

sering tampak pucat

DO :

- Hb 8,5 gr/dL

- Riwayat Hb 4,6 gr/dL

dengan transfusi WBC

- CRT 2”

- Wajah dan konjungtiva

agak anemis

- Akral kadang teraba dingin

17 Sept 2013 jam 10.00

Setelah diberi asuhan

keperawatan selama 3x24

anemia klien dapat teratasi

dengan kriteria :

1. TTV normal

2. Hb 10-14 gr/dL

3. CRT<2”

4. Konjungtiva, kulit,

ekstermitas tidak pucat

5. Akral teraba hangat

Dita

1. Observasi TTV, warna kulit,tingkat

kesadaran dan keadaan

ekstermitas

2. Atur posisi semi fowler

3. Kelola pemberian transfusi WBC

bila perlu

4. Jadwalkan aktivitas –istirahat

cukup dengan melibatkan klien

dalam penjadwalan

5. Anjurkan anak makan makanan

yang meningkatkan Hb

Dita

1. Memberi informasi keadekuatan

perfusi jaringan

2. Pengembangan paru akan lebih

maksimak sehingga pemasukan

oksigen lebih adekuat

3. Mengurangi kerja jantung dan

paru-paru

4. Mengurangi risiko kelelahan yang

membutuhkan supply oksigen dan

energy lebih banyak

5. Sayuran hijau dan daging

meningkatkan kadar Hb dalam

darah

Dita

2. Risiko infeksi b.d prosedur

invasif d.d

17 Sept 2013 jam 10.00

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3 x 24

1. Kaji tanda-tanda infeksi tiap 24

jam sekali

1. Mencegah timbulnya infeksi

dini

2. Perubahan TTV menunjukkan

Page 26: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

DS :

- Ibu klien mengatakan

anak dipasang infus sejak masuk

RS tanggal 5 September 2013

- Ibu klien mengatakan IV

line terakhir diganti pada tanggal

16 september 2013

DO :

- Suhu : 37oC

- WBC : 17,3x103 / uL

- ANA test : 44,85 IU/mL

- Hb 8,5 gr/dL

- Terpasang IV line three

way

jam tidak terdapat tanda-

tanda infeksi dengan

kriteria hasil:

1. Tidak muncul tanda-

tanda infeksi (kalor,

dolor, rubor dan functio

laesa)

2. Tanda-tanda vital

dalam batas normal

(Suhu 36,5 – 37,5 C,

Nadi 70 – 110)

2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4

jam sekali

3. Ganti threeway dan GV tiap 3 hari

sekali

4. Anjurkan untuk menjaga

kebersihan daerah threeway

Feri

terjadinya infeksi atau

gangguan homeostatis

3. Mengurangi risiko infeksi

prosedur invasif

4. Kebersihan daerah threeway

mencegah kontaminasi bakteri

Feri

3. Intoleransi Aktivitas b.d nyeri

pada persendian d.d

DS :

- Ibu klien mengatakan

anak tidak mau berjalan karena

nyeri sendi tungkai

DO :

- Anak tampak sering

tiduran, digendong atau hanya di

tempat tidur saja

17 September 2013 jam

10.00

Setelah diberi asuhan

keperawatan selama 3x24

jam anak dapat beraktivitas

sesuai toleransi dengan

kriteria :

- Nyeri sendi berkurang

- TTV normal sesudah

1. Kaji rentang aktivitas yang dapat

dilakukan anak

2. Berikan latihan gerak sesuai

toleransi

3. Anjurkan untuk mengubah posisi

dan tidak malas bergerak

4. Kelola pemberian Metil

Prednisolon 360 mg dan

Prednison 12 mg

1. Mengetahui tingkat intoleransi

anak

2. Mencegah timbulnya kekakuan

dan kelemahan sendi

3. Melancarkan peredaran darah

dan mempercepat peningkatan

aktivitas

4. Kortikosteroid menurunkan artritis

Page 27: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

- WBC : 17,3x103 / uL beraktivitas

- ADL terpenuhi sesuai

toleransi anak

Fery Fery

4 Kurang pengetahuan orang tua

berhubungan dengan kurang

terpapar informasi tentang

perawatan SLE di tandai dengan

:

DS :

- Ibu klien mengatakan

hanya mengetahui anak

menderita kelainan imun dan

belum mengetahui perawatan

anak SLE

DO :

- Ibu klien tampak bngung

dengan pertanyaan

tentang perawatan SLE

- Tingkat pendidikan SLTP

Selasa, 17 September 2013

jam 11.00 WIB

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 1x20

menit keluarga klien paham

perawatan klien selama

dirumah denan kriteria hasil

:

1. Keluarga klien mampu

menyebutkan definisi,

tanda gejala dan

proses penyakit dari

SLE

2. Keluarga klien mampu

menyebutkan 5 dari 10

macam perawatan

klien selama dirumah

1. Tentukan tingkat pengetahuan

dan kesiapan belajar keluarga

klien.

2. Gali pengetahuan klien tentang

proses penyakit

3. Jelaskan definisi, tanda gejala

dan proses penyakit pada

keluarga.

4. Jelaskan tentang cara perawatan

yang harus dilakukan ketika

dirumah

5. Kaji ulang informasi tentang

definisi, tanda gejala dan proses

penyakit. Dorong untuk bertanya.

6. Kaji ulang informasi tentang cara

perawatan yang harus dilakukan

ketika dirumah

Dita

1. Menentukan kebutuhan belajar

klien

2. Mengetahui tingkat pengetahuan

klien tentang proses penyakit

3. Definisi dasar memberikan

gambaran umum tentang

penyakit SLE

4. Perawatan yang benar dapat

meningkatkan risiko kekambuhan

anak

5. Meyakinkan terserapnya

informasi yang diberikan

6. Redemonstrasi meningkatkan

tingkat kepahaman klien

Dita

Page 28: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Dx

Kep

.

Kegiatan Evaluasi

1. Selasa, 17 September 2013

Jam 10.00 wib

Memonitor tanda-tanda vital

S : keluarga klien menyatakan anak

tidak demam

O : Suhu tubuh :37 oC

Nadi : 130x/menit, agak anemis

A : Gangguan perfusi jaringan

P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam

Sekali

Selasa, 17 September 2013

Jam 12.00

Menganjurkan makan makanan yang

meningkatkan kadar Hb anak

S : Ibu klien mengatakan nafsu

makan anak meningkat

O : Ibu tampak mengerti dengan

anjuran perawat

A : Gangguan perfusi jaringan

P : Periksa kadar Hb

Selasa, 17 September 2013

Jam 15.00 wib

Memonitor tanda-tanda vital

S : keluarga klien menyatakan anak

tidak demam

O : Suhu tubuh :36,5 oC

Nadi : 100x/menit, agak anemis

A : Gangguan perfusi jaringan

P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam

Sekali

Rabu 18 September 2013

Jam 6.00 WIB

Memonitor TTV

S : keluarga klien menyatakan anak

tidak demam

O : Suhu tubuh :36 oC

Nadi : 90x/menit, agak anemis

A : Gangguan perfusi jaringan

P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam

Sekali

Rabu 18 September 2013

Jam 15.00

Memonitor TTV

S : keluarga klien menyatakan anak

tidak demam

O : Suhu tubuh :36,5 oC

Nadi : 110x/menit, agak anemis

A : Gangguan perfusi jaringan

Page 29: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

P : Ukur tanda-tanda vital tiap 4 jam

Sekali

Kamis, 19 September 2013

Jam 10.00

Membentu menyiapkan spesimen

darah vena

S : -

O : Darah vena brachialis siap untuk

pemeriksaan darah rutin

A : Gangguan perfusi jaringan

P : Kaji hasil pemeriksaan

2 Selasa, 17 September 2013

Jam 10.00

Mengkaji tanda infeksi

S : -

O : Tidak ada tanda infeksi di daerah

threeway

A : Risiko infeksi

P : Kaji setiap hari

Rabu, 18 September 2013

Jam 14.00

Menganjurkan menjaga kebersihan

daerah threeway

S : Ibu klien mengatakan paham

tentang menjaga kebersihan daerah

threeway

O : Daerah threeway tampak bersih

A : Risiko infeksi

P : Lakukan ganti lokasi threeway

setiap 3 hari

Kamis, 19 September 2013

Jam 10.00

Membantu mengganti threeway dan

balutan

S : -

O : Tidak ada tanda infeksi, tidak ada

plebitis

A : Risko infeksi

P : Lakukan ganti threeway dan

balutan tiap 3 hari

3 Selasa, 17 September 2013

12.00

Mengelola pemberian Prednison 12

mg tablet

S :-

O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00

rute oral

A : Intoleransi aktivitas

P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE

Selasa, 17 September 2013

14.00

Menganjurkan untuk meningkatkan

aktivitas gerak sendi

S: Ibu klien mengatakan paham

dengan penjelasan perawat

O : Sendi tidak bengkak, anak

tampak lebih aktif

A : Intoleransi aktifvitas

Rabu, 18 September 2013 S :-

Page 30: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

06.00

Mengelola pemberian Prednison 12

mg tablet

O : Prednison 1 tab masuk jam 06.00

rute oral

A : Intoleransi aktivitas

P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE

Kamis, 19 September 2013

Jam 12.00

Mengelola pemberian prednison 12

mg

S :-

O : Prednison 1 tab masuk jam 12.00

rute oral

A : Intoleransi aktivitas

P : Lanjut terapi sesuai protokol SLE

4 Selasa 17 September2013

Mengkaji tingkat pengetahuan ibu

klien tentang SLE dan perawatannnya

S : ibu klien mengatakan belum

banyak tahu tentang perawatan SLE

O : Ibu lien tampak belum paham

dengan perawatan anak dengan SLE

A : Kurang pengetahuan orang tua

P : Berikan informasi tentang

perawtan SLE

Selasa, 17 September 2013

Memberikan informasi tentang

perawatan anak dengan SLE

S : Ibu klien mengatakan lebih paham

dengan perawatan anak SLE

O : Ibu klien tampak lebih paham

A : Kurang pengetahuan orang tua

P : Evaluasi pengetahuan ibu klien

Page 31: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

PENUTUP

A. KesimpulanSetelah dilakukan asuhan keperawatan pada An. L dengan dx medis

Sistemik Lupus Eritematosis didapatkan 4 diagnosis keperawatan yaitu :

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sel penyalur

oksigen dan nutrisi

2. Risikoinfeksi berhubungan dengan prosedur invasif

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri sendi

4. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Dari keempat diagnosis keperawatan di atas semua teratasi sebagian dan

melanjutkan tindkan keperawatan sampai tujuan tercapai seluruhnya.

B. Saran

Untuk perawat

1. Diharapkan dapat menjaga kerjasama yang bagus yang sudah terjalin antara

sesama perawat maupun tim kesehatan lain

2. Diharapkan memeprtahankan dan meningkatkan kinerja dalam melakukan asuhan

keperawatan sesuai standar

3. Diharapkan dapat mempertahanan sikap profesional dan ramah tamah kepada klien

Untuk praktikan

1. Diharapkan mampu menerapkan teori yangsudah dipelajari dengan praktik nyata di

Ruang Melati 4 RSUP Dr Sardjito

2. Diharapkan mampu memanfaatkan kesempatan yang singkat untuk mendapatkan

pembelajaran

3. Diharakan aktif bertanya kepada perawat maupun tim kesehatan lainnya apabila ada

hal yangbelum dimengerti

Untuk Keluarga Klien

1. Diharapkan selalu menaati program pengobatan yang ada

2. Diharakan mampu kooperatif terhadap semua instruksi dari para tenaga kesehatan

Page 32: Askep SLE Anak Melati 4 RSS

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.

Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC

FKUI. 1985. Imlu Kesehatan Anak I. Jakarta : FKUI

Herdman, Heather. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan.

Jakarta: Penerbit: EGC

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Sachrim, Rosa M. 1994. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC