ASKEP Sindrom Koroner Akut

15
ASKEP Sindrom Koroner Akut TINJAUAN TEORI A. Pengertian Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al). Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). (Jantunghipertensi.com) Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.(Satria Perwira’s) B. Etiologi Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi maligna atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease, unstable angina, high output

Transcript of ASKEP Sindrom Koroner Akut

Page 1: ASKEP Sindrom Koroner Akut

ASKEP Sindrom Koroner Akut

TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian

Penyakit Sindrom Koroner Akut adalah terjadi ketidak seimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen miokard.(Heni Rokhani, SMIP, CCRN. et.al).

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah  gabungan gejala klinik yang menandakan

iskemia miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST

segment elevation myocardial  infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi

segment ST ( non ST segemnt elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan angina

pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). (Jantunghipertensi.com)

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan

manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia

miokardium.(Satria Perwira’s)

B.     Etiologi

Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial

fibrillation),  emboli paru-paru (pulmonary embolism) , hipertensi maligna atau

accelerated, penyakit  tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart disease,

unstable angina, high  output failure, gagal ginjal, permasalahan yang ditimbulkan oleh

pengobatan (medication- induced problems), intake (asupan) garam yang tinggi, dan

anemia berat.

Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan

dalam  enam kategori utama:

1.      Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh 

hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch 

block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati).

2.      Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).

3.      Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.

4.      Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).

Page 2: ASKEP Sindrom Koroner Akut

5.      Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).

6.      Kelainan kongenital jantung.

Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus

  Faktor Predisposisi

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi,

penyakit arteri  koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung

kongenital, stenosis  mitral, dan penyakit perikardial.

  Faktor Pencetus

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan 

(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard 

akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, 

kehamilan, dan endokarditis infektif.

C.    Patofisiologi

Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada Sindrom

Koroner akut akan  mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume

residu ventrikel  menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan

oleh ventrikel kiri  tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka

terjadi pula  peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana

derajat  peningkatannya bergantung pada kelenturan  ventrikel. Oleh karena selama

diastol atrium  dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan

meningkatkan  LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga  tekanan   kapiler  dan   vena 

paru-paru  juga  akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru melebihi

tekanan onkotik  vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila

cairan tersebut  merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru.

Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri

paru  yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan 

meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada 

jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan 

edema.

Page 3: ASKEP Sindrom Koroner Akut

Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner

akut :

a.       Mekanisme neurohormonal

Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem

saraf  simpatis akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres

oksidatif  (peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin

(meningkat),  natriuretic peptides, endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide,

bradikinin,  adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).

b.      Remodeling ventrikel kiri

Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan

memburuknya  kemampuan ventrikel di kemudian hari.

c.       Perubahan biologis pada miosit jantung

Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan 

miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.

d.      Perubahan struktur ventrikel kiri

Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi

lebih  sferis mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga

terjadi  peningkatan dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan 

hemodynamic overloading.

D.    Manifestasi Klinis

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan

manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia

miokardium. Syndrom Koroner Akut terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct

myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST (STEMI), dan penderita dengan

infark miokardium tanpa elevasi ST (STEMI). Syndrom Koroner Akut (SKA) ditetapkan

sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner yang merupakan manifestasi utama

proses aterosklerosis.

E.     Penatalaksanaan

Pada tahap simptomatik dimana sindrom koroner akut sudah terlihat jelas seperti

cepat  capek, sesak napas, kardiomegali, peningkatan JVP, ascites, hepatomegali dan

Page 4: ASKEP Sindrom Koroner Akut

edema  sudah jelas, maka diagnosis sindrom koroner akut mudah dibuat. Tetapi bila

sindrom tersebut  belum terlihat jelas seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri, maka

keluhan fatig dan  keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus ditopang

oleh pemeriksaan  foto rongen, ekokardiografi dan pemeriksaan Brain Natriuretic

Peptide.

Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak sindrom koroner

akut sampai  edema atau acites hilang. ACE inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker

(ARB) dosis  kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.

Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE 

inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supraventrikular (fibrilasi atrium atau SVT

lainnya) atau  ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. intoksikasi

digitalis sangat  mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat)

atau kadar kalium  rendah (<3,5 meq/L).

Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien

dengan  hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas

dengan  pemberian jenis obat ini.

Pemakaian alat bantu Cardiac Resychronization Theraphy (CRP) maupun

pembedahan,  pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati

mendadak pada  sindrom koroner akut akibat iskemia maupun noniskemia dapat

memperbaiki status fungsional  dan kualitas hidup, namun mahal.

F.     Pengkajian

a.      Pemeriksaan Fisik

  Tampilan Umum

Page 5: ASKEP Sindrom Koroner Akut

Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis berlebihan.

Pasien juga tampak sesak. Demam derajat sedang (< 380 C) bisa timbul setelah 12-24

jam pasca infark

  Denyut Nadi dan Tekanan Darah

Sinus takikardi (100-120 x/mnt) terjadi pada sepertiga pasien, biasanya akan

melambat dengan pemberian analgesic yang adekuat.

Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus tau blok jantung sebagai

komplikasi dari infark.

Peningkatan tekanan darah moderat merupakan akibat dari pelepasan

kotekolamin. Sedangkan jika terjadi hipotensi maka hal tersebut merupakan akibat dari

aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel kanan, atau tanda dari syok

kardiogenik.

  Pemeriksaan jantung

Terdangar bunyi jantung S4 dan S3 , atau mur-mur. Bunyi gesekan perikard

jarang terdengar hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi (hingga 6 minggu)

sebagai gambatan dari sindrom Dressler.

  Pemeriksaan paru

Ronkhi akhir pernafasan bisa terdengar, walaupun mungkin tidak terdapat

gambaran edema paru pada radiografi. Jika terdapat edema paru, maka hal itu merupakan

komplikasi infark luas, biasanya anterior.

b.      Pemeriksaan Penunjang

  EKG (Electrocardiogram)

Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan

perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari

jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST

menyebabkan depresi ST.

Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi

Page 6: ASKEP Sindrom Koroner Akut

secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan

penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area

nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan

menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark

miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau

berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik. Sesuai dengan umur infark miokard,

gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG

Daerah infark Perubahan EKG

         Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada

lead II, III, aVF.

         Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1 –

V6, I, aVL.

         Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.

         Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R

pada V1 – V2.

         Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

  Tes Darah

  Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu

keluar masuk aliran darah.

  Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8 jam,

mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya.

  LDH (Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam

kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2

minggu.

  Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya

masih kalah akurat dengan nilai Troponin, terutama Troponin T.

  Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain

ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.

  Troponin T & I protein merupakan tanda paling spesifik cedera otot jantung, terutama

Troponin T (TnT)

Page 7: ASKEP Sindrom Koroner Akut

  Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam

serum selama 1-3 minggu.

  Pengukuran serial enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama;

  peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

  Coronary Angiography

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada

jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak

sumbatan pada arteri koroner.

Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.

Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi

koroner

Zat kontras yang terlihat melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter pada

aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat mempelajari aliran darah yang melewati

pembuluh darah dan jantung

Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat

dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan

ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga arteri tetap

terbuka.

G.    Diagnosa Keperawatan

Penegakan diagnosis Sindrom Koroner Akut dibuat berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik,  EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum

dipakai untuk  menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:

Klas I: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada

aktivitas  yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.

Klas II: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.

Klas III: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.

Klas IV: gejala timbul pada saat istirahat.

Page 8: ASKEP Sindrom Koroner Akut

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis sindrom koroner

akut :

Kriteria mayor:

1.      Paroxismal Nocturnal Dispneu

2.      distensi vena leher

3.      ronkhi paru

4.      kardiomegali

5.      edema paru akut

6.      gallop S3

7.      peninggian tekanan vena jugularis

8.      refluks hepatojugular

Kriteria minor:

1.      edema ekstremitas

2.      batuk malam hari

3.      dispneu de effort

4.      hepatomegali

5.      efusi pleura

6.      takikardi

7.      penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Kriteria mayor atau minor

1.      Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

2.      Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria  minor 

dan 1 kriteria mayor harus ada pada saat yang bersamaan.

3.      Penyakit sindrom koroner akut  merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-70%

pasien,  terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun

katup  secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah

jantung yang  menurun tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema

perifer.

H.    Intervensi Keperawatan

1.      Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.

Page 9: ASKEP Sindrom Koroner Akut

Intervensi Keperawatan Rasional

  Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal,

perubahan hemo-dinamik

  Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.

  Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan

imajinasi)

  Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid,

Nitrostat, Nitro-Dur)

  Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)

2.      Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-

ekonomi; ancaman kematian.

Intervensi Keperawatan Rasional

  Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.

  Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis

yang dialaminya.

  Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

  Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi

(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).

  Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan dapat dinilai

dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat menunjukkan adanya kegelisahan,

kemarahan, penolakan dan sebagainya.

I.       Implementasi

no Hari/tanggal Implementasi

1 Sabtu / 10 April 2010

07.00 WIB

Memantau nyeri dan mencatat respon verbal dan

nonverbal.

Membantu melakukan teknik relaksasi.

Memberian obat sesuai indikasi: Antiangina seperti

nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur).

Page 10: ASKEP Sindrom Koroner Akut

2 Sabtu / 10 April 2010

19.15.WIB

Memantau respons verbal dan non verbal klien

yang menunjukkan klien.

Memberian agen terapeutik anti cemas/sedativa

sesuai indikasi (Diazepam/Valium,

Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).

Mengorientasikan klien dan orang terdekat

terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang

diharapkan.

3 Minggu / 11 April 2010

07.30 WIB

Mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan

marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang

dialaminya.

J.      Evaluasi

1.      Pasien dapat merasa relaks setelah melakukan teknik relaksasi.

2.      Pasien dapat mengurangi aktivitas yang berat

3.      Pasien dapat mengekspresikan kemarahan, kecemasan atau ketakutannya.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi8 EGC.

Jakarta

Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan Kita. Jakarta

http : // peduli.com/? p=15

http : // forum.upi.edu/v3/index.php ? topic = 15378.0